Biologi dan Manfaat Tanaman Tomat

Tanaman haploid menunjukkan pertumbuhan yang tidak lebih baik dari tanaman diploidnya. Tanaman dihaploid mempunyai dua set kromosom yang identik dengan bentuk haploidnya serta dapat membentuk alat kelamin jantan dan betina seperti tanaman diploid, sedangkan tanaman haploid jarang dapat menghasilkan sel kelamin jantan yang digunakan dalam fertilisasi. Tanaman dihaploid bersifat homozigot penuh dan breed true. Tanaman haploid dan dihaploid dapat dibedakan pada generasi awal melalui pengamatan bentuk tanaman, warna daun, bentuk daun, serta jumlah dan ukuran stomata Dewi dan Purwoko 2011. Kultur antera memiliki kelebihan dan kekurangan dalam mendukung program pemuliaan tanaman. Kelebihan kultur antera adalah lebih mempersingkat siklus pemuliaan untuk mendapatkan varietas baru dan mendapatkan galur murni dalam waktu singkat dibandingkan secara konvensional Syukur et al. 2012. Tanaman dihaploid yang dihasilkan dari kultur antera adalah homozigot dan breed true karena tidak ada sifat yang tersembunyi akibat dominansi maka penggunaan dihaploid pada pemuliaan tanaman meningkatkan efisiensi identifikasi genotipe superior Croughan 1995. Melalui tanaman haploid sejumlah sifat unggul yang merupakan karakter resesif dapat dideteksi secara dini. Karakter tersebut antara lain toleransi terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan seperti, kekeringan, suhu rendah, kandungan logam berat, hara rendah didalam tanah ataupun serangan penyakit. Teknologi tanaman haploid dapat menghasilkan tanaman-tanaman homozigot hanya dalam waktu satu generasi, sedangkan secara konvensional tanaman homozigot dapat diperoleh setelah 7 sampai 8 generasi. Kekurangan kultur antera adalah rendahnya jumlah tanaman yang dihasilkan, serta tingkat keberhasilan induksi kalus dan regenerasi tanaman yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut antara lain genotipe yang digunakan, status fisiologi tanaman donor, tahap perkembangan mikrospora, perlakuan terhadap eksplan pra perlakuan, media yang digunakan, kondisi kultur, lingkungan kultur, serta umur dan ukuran kalus Dewi dan Purwoko 2011.

2.4 Kultur Antera Tomat

Sejak awal pengembangan kultur antera tomat, banyak pendapat berbeda mengenai fase perkembangan mikrospora yang optimal dalam menginduksi kalus Summers et al. 1992; Gresshoff dan Doy 1972; Sharp dan Raskin 1972. Summers et al. 1992 melaporkan bahwa fase yang optimal adalah fase profase I, walaupun menurutnya semua fase dapat menginduksi kalus. Menurut Gresshoff dan Doy 1972 fase yang optimal adalah fase awal meiosis yaitu metafase I, sedangkan fase uninukleat tidak terbentuk kalus atau pun planlet. Walaupun demikian, banyak peneliti yang menggunakan fase profase sampai metafase sebagai eksplan dalm kultur antera Zagorska et al. 1998; Motallebi-Azar 2010a. 2010b; Motallebi-Azar dan Panahandeh 2010. Keberhasilan kultur antera tomat dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya adalah genotipe yang digunakan, media kultur, fase perkembangan mikrospora, pra perlakuan antera, kondisi lingkungan kultur, dan kondisi fisiologis tanaman donor Jaramillo dan Summers 1991; Zagorska et al. 1998; Asoliman et al. 2007; Seguì-Simarro dan Nuez 2007. Genotipe merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan kultur antera tomat Zagorska et al. 1998; Motallebi-Azar 2010a. Setiap spesies tanaman bahkan individu dari spesies yang sama dapat memberikan respon yang berbeda satu sama lain terhadap kondisi kultur yang diberikan. Pengaruh genotipe pada proliferasi sel dapat dilihat pada kemampuan regenerasinya Zulkarnain. 2009. Genotipe berperan penting dalam menginduksi dan meregenerasikan kalus pada kultur antera tomat Summers et al. 1992; Zagorska et al. 1998; Motallebi-Azar 2010a. Zagorska et al. 1998 melaporkan bahwa dari 80 genotipe tomat yang digunakan dalam kultur antera hanya 53 yang berhasil menginduksi kalus dan hanya 15 genotipe yang berhasil diregenerasikan. Asoliman et al. 2007 juga melaporkan bahwa dari 4 kultivar tomat yang digunakan hanya 1 kultivar yang memberi respon yang baik. Motallebi-Azar 2010a menunjukkan bahwa tetua yang potensial dalam menginduksi kalus dan regenerasi tunas akan menghasilkan keturunan yang juga potensial dalam menginduksi dan meregenerasikan kalus. Genotipe dengan konstitusi gen heterozigos lebih responsif terhadap androgenesis dibandingkan dengan genotipe yang homozigot. Menurutnya individu dengan heterosis tinggi memiliki kemampuan androgenesis yang baik. Asoliman et al. 2007 melalui penelitiannya turut mendukung penelitian sebelumnya oleh Zagorska et al. 1998 dan Shtereva et al. 1988 bahwa kemampuan induksi kalus dan organogenesis pada kultur antera tomat dikendalikan oleh gen resesif yaitu gen yang mengendalikan mandul jantan pada tanaman tomat. Antera dari genotipe yang steril atau mandul jantan lebih responsif dalam morfogenesis dibandingkan anter dari genotipe yang fertil. Media kultur merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan kultur antera tomat. Media kultur meliputi media induksi kalus dan regenerasi tanaman. Komponen penyusun media kultur adalah garam-garam anorganik, zat pengatur tumbuh, vitamin, asam amino, sumber karbon, osmotika, dan air Gamborg dan Phillips 1995. Media dengan komposisi dan pH yang sesuai bukan saja menyediakan hara bagi pertumbuhan dan perkembangan mikrospora, namun juga mengarahkan lintasan perkembangan eksplan terutama saat awal perkembangannya menjadi embrio. Kebutuhan nutrisi antara jaringan yang berasal dari bagian yang berbeda akan berbeda kebutuhan nutrisinya. Oleh karena itu, tidak ada satu pun media dasar yang berlaku universal untuk semua jenis jaringan dan organ. Media yang paling luas penggunaannya adalah media MS Murashige dan Skoog 1962 Zulkarnain 2009. Selain media MS, media lain yang juga digunakan dalam kultur antera adalah media N6 pada kultur antera padi Dewi et al. 2004, modifikasi media MMS yang merupakan media modifikasi MS pada kultur antera anturium Rachmawati 2005, dan DBM serta B5 pada kultur antera tomat Gresshoff dan Doy 1972. Fase perkembangan mikrospora merupakan salah satu faktor yang juga menentukan keberhasilan kultur antera Summers et al. 1992; Dewi et al. 2001. Mikrospora adalah alat kelamin gamet jantan yang bersifat haploid yaitu hanya mempunyai ½ set kromosom dari kromosom somatiknya Dewi dan Purwoko 2011. Menurut Summers et al. 1992 semua fase perkembangan mikrospora tanaman tomat mampu menginduksi kalus, namun fase yang optimal adalah pada fase profase I. Gresshoff dan Doy 1972 mengemukakan bahwa tahap awal meiosis adalah tahap terbaik untuk menginduksi kalus, sedangkan fase uninukleat dan binukleat menghasilkan induksi kalus yang rendah. Perkembangan mikrospora sejalan dengan pertambahan panjang kuncup dan antera, namun demikian antara satu genotipe dengan genotipe tomat yang lain memiliki panjang antera dan kuncup yang berbeda pada fase perkembangan