baru terbentuk Gambar 2g memiliki bentuk yang sedikit berbeda dengan mikrospora dewasa Gambar 2h-i.
Gambar 2 Fase perkembangan mikrospora tomat yang diamati. Fase meiosis a, fase awal tetrad hingga akhir tetrad b-f, fase mikrospora muda g,
fase mikrospora h, i
Fase perkembangan mikrospora tomat Tora ditunjukkan pada Gambar 3. Fase meiosis terdapat pada saat panjang kuncup 2 hingga 4 mm Gambar 3a-c. Fase
tetrad terdapat pada panjang kuncup 5 mm hingga 6 mm Gambar 3d-e. Fase mikrospora terdapat pada panjang kuncup 7 mm Gambar 3f. Fase meiosis pada
genotipe Ratna terdapat pada panjang kuncup 2 mm hingga 5 mm Gambar 4a-d. Fase tetrad terdapat pada panjang kuncup 6 mm Gambar 4e dan fase mikrospora
terdapat pada panjang kuncup 7 mm Gambar 4f. Fase meiosis pada genotipe Permata terdapat pada panjang kuncup 2 mm hingga 3 mm Gambar 5a-b dan fase
tetrad terdapat pada panjang kuncup 4 mm hingga 5 mm Gambar 5c-d. Fase mikrospora berada pada panjang kuncup 6 mm hingga 7 mm.
Gambar 3 Fase perkembangan mikrospora tomat Tora. Fase meiosis pada panjang kuncup 2, 3, 4 dan 5 mm a, b, dan c. Fase tetrad pada panjang kuncup
5 dan 6 mm d dan e dan fase mikrospora berada pada panjang kuncup 7 mm f
a
f e
d c
b e
d c
a
b a
i h
g a
f
Gambar 4 Fase perkembangan mikrospora tomat Ratna. Fase meiosis pada panjang kuncup 2, 3, 4 dan 5 mm a, b, c dan d. Fase tetrad pada panjang kuncup
6 mme dan fase mikrospora berada pada panjang kuncup 7 mm f
Gambar 5 Fase perkembangan mikrospora tomat Permata. Fase meiosis pada panjang kuncup 2, 3 dan 4 mm a, b dan c. Fase tetrad pada panjang
kuncup 5 mm d dan fase mikrospora berada pada panjang kuncup 6 dan 7 mm f
Fase uninukleat pada pengamatan ini tidak ditemukan, namun diyakini bahwa fase tersebut berada setelah fase tetrad. Hal ini karena dalam pengamatan
pembelahan sel sering ditemukan dua atau tiga fase sekaligus dalam sebuah jaringan sel. Tidak mudah untuk mengamati fase uninukleat disebabkan karena
dinding mikrospora telah lebih tebal sehingga penetrasi Orcein tidak dapat menembus dinding antera. Walaupun semua fase perkembangan mikrospora dapat
digunakan untuk kultur antera tomat, namun fase yang optimal untuk menginduksi kalus dan meregenerasikan tanaman diusulkan berbeda-beda. Menurut Summers et
al. 1992 fase yang optimal adalah fase profase 1, sedangkan menurut Segui- Simarro dan Nuez 2005 fase yang optimal adalah fase metafase I hingga telofase
II. Di sisi lain, Zamir et al. 1980 menunjukkan bahwa fase yang optimal adalah fase tetrad.
3.4 Kesimpulan
Genotipe Tora, Ratna dan Permata memiliki panjang antera yang hampir sama saat panjang kuncup 1 mm hingga 10 mm. Fase meiosis pada genotipe Tora,
Ratna dan Permata berada pada panjang kuncup berturut-turut 2 mm hingga 4 mm, 2 mm hingga 5 mm dan 2 mm hingga 4 mm. Fase tetrad pada genotipe Tora, Ratna
dan Permata berada pada panjang kuncup berturut-turut 5 mm hingga 6 mm, 5 mm
a b
f e
d c
b a
f e
d c
dan 4 mm hingga 5 mm. Fase mikrospora pada genotipe Tora, Ratna dan Permata berada pada panjang kuncup berturut-turut 7 mm, 7 mm, dan 6 mm hingga 7 mm.
3.5 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disarankan penggunaan ukuran kuncup untuk penelitian selanjutnya yaitu menggunakan ukuran kuncup 2 mm
hingga 6 mm untuk genotipe Tora, dan 2 mm hingga 5 mm untuk genotipe Ratna dan Permata.
4 INDUKSI PEMBENTUKAN KALUS DAN
REGENERASI TUNAS
Abstract
The aims of this research were to evaluate culture ability of three tomato genotypes through their androgenesis response in callus induction and regeneration
media. Completely randomized design with factorial arrangement and 5 replications were used. Treatments consisted of three genotypes of tomato Tora,
Ratna and hybrid variety Permata, six callus induction media in the first experiment and three genotypes and two regeneration media in the second
experiment. The result showed that hybrid variety Permata had the highest anther culture ability then other genotypes. Permata had the highest percentage of callus
induction 27.3 followed by Tora 14.0 and Ratna 12.0. The highest percentage of callus induction was shown in DBMI + 5 mg L
-1
Kinetin + 2 mg L
-1
NAA medium 39.7 followed by DBMII + 1 mg L
-1
Kinetin + 2 mg L
-1
NAA medium 33.0. Both genotype and media gave low percentage of shoot
induction. The high percentage of shoot induction in hybrid variety Permata was 4.2 while in Tora was 2.1 and Ratna was 0.0. The high percentage of shoot
induction in MS + 25 mg L
-1
Zeatin was 2.8 while in MS + 1 mg L
-1
Zeatin + 0.125 mg L
-1
IAA was 1.4. Keywords: Callus, culture media, plant growth regulator, tomato anther culture
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan kultur antera tiga genotipe tomat melalui respon androgenesis pada percobaan induksi pembentukan
kalus dan regenerasi tunas. Percobaan dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap faktorial dengan lima ulangan. Perlakuan terdiri dari tiga genotipe Tora,
Ratn a dan Permata, enam media induksi kalus pada percobaan pertama dan dua media regenerasi pada percobaan ke dua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tomat varietas hibrida Permata memiliki kemampuan kultur antera yang lebih baik dibandingkan genotipe lainnya. Permata memiliki persentase jumlah kalus paling
tinggi 27.3, kemudian diikuti oleh genotipe Tora 14.0 dan Ratna 12.0. Persentase induksi kalus paling tinggi ditunjukkan oleh media DBMI + 5 mg L
-1
Kinetin + 2 mg L
-1
NAA 39.7 dan DBMII + 1 mg L
-1
Kinetin + 2 mg L
-1
NAA 33.0. Baik genotipe maupun media yang digunakan menghasilkan jumlah tunas
yang rendah. Persentase induksi tunas varietas hibrida Permata 4.2 lebih tinggi dari Tora 2.1 dan Ratna 0.0. Persentase induksi tunas media MS + 1 mg L
-1
Zeatin + 0.125 mg L
-1
IAA sebesar 2.8 sedangkan MS + 0.25 mg L
-1
Zeatin sebesar 1.4.
Kata kunci: Kalus, kultur antera tomat, media kultur, ZPT