Debit mata air tergantung pada faktor-faktor seperti tingkat pengisian, yang berfluktuasi pada hampir semua mata air; dengan demikian tingkat debit pun
bersifat fluktuatif. O.E. Meinzer mengelompokkan mata air berdasarkan debit rata-rata yang ditunjukkan pada tabel 3 berikut Bowen 1986.
Tabel 3 Klasifikasi mata air berdasarkan debit
Sumber : Bowen 1986
2.8 Pengaruh Hutan terhadap Hidrologi
Keberadaan hutan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas air. Pertama, intersepsi tajuk hutan dapat mengurangi jumlah presipitasi yang mencapai tanah
mineral. Kemudian, air yang berada di dalam tanah soil moisture dilepaskan ke udara melalui sistem perakaran-batang-daun dalam proses transpirasi. Pada
akhirnya, sistem perakaran, bahan organik, dan serasah meningkatkan laju infiltrasi dan kapasistas menyimpan air tanah ground water. Kombinasi dari
ketiga proses ini dapat mengurangi limpasan permukaan, memperlambat waktu limpasan permukaan, dan memperlambat waktu kenaikan debit sungai pada DAS
yang berhutan daripada DAS yang tidak berhutan Chang 2003. Peranan hidrologi penutupan tajuk hutan diperbesar oleh bahan-bahan
organik pada lantai hutan dan zone perakaran. Suatu tegakan hutan biasanya menghasilkan 1 hingga 10 metrik tonhatahun serasah organik, dan akumilasi
bersih serasah yang terdekomposisi ada suatu tegakan dewasa secara khas adalah sebesar 1-3 gram bahan keringcm
2
permukaan; bahan ini melindungi tanah dari
Kelas Debit rata-rata
1
10 m
3
det.
2 1
– 10
m
3
det.
3 0,1
– 1
m
3
det.
4 10
– 100 literdet. 5
1 – 10 literdet.
6 0,1
– 1 literdet. 7
10 – 100 mldet.
8 10 mldet.
dampak tetesan hujan, memperbaiki strukturnya, menghambat pembekuan, meningkatkan kapasitas infiltrasi, menyerap fraksi hujan dan salju yang melebur,
serta benar-benar mengeliminir aliran permukaan overland flow dan erosi permukaan dalam hujan yang paling lebat Lee 1988
Suryatmojo 2006 menyebutkan bahwa peran hutan dalam pengendalian daur air dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Sebagai pengurang atau pembuang cadangan air di bumi melalui proses : a. Evapotranspirasi
b. Pemakaian air konsumtif untuk pembentukan jaringan tubuh vegetasi. 2. Menambah titik-titik air di atmosfer.
3. Sebagai penghalang untuk sampainya air di bumi melalui proses intersepsi.
4. Sebagai pengurang atau peredam energi kinetik aliran air lewat : a. Tahanan permukaan dari bagian batang di permukaan.
b. Tahanan aliran air permukaan karena adanya seresah di permukaan. 5. Sebagai pendorong ke arah perbaikan kemampuan watak fisik tanah untuk
memasukkan air lewat sistem perakaran, penambahan bahan organik ataupun adanya kenaikan kegiatan biologik di dalam tanah.
Pohon memberikan kemungkinan terbaik bagi perbaikan sifat tanah. Hal ini berkaitan dengan dihasilkannya serasah yang cukup tinggi oleh pohon.
Akibatnya, kandungan bahan organik lantai hutan meningkat. Selain itu, kapasitas infiltrasi hutan pun menjadi lebih tinggi dibandingkan penutupan lahan
bukan hutan. Tebalnya lapisan serasah juga meningkatkan aktivitas biologi tanah. Pergantian perakaran pohon tree root turnover yang amat dinamis dalam jangka
waktu yang lama dapat menyebabkan ditemukannya pori-pori berukuran besar macroporosity pada tanah hutan. Akibatnya, tanah hutan memiliki laju perkolasi
yang jauh lebih tinggi Singer Purwanto 2006. Megahan 1982 diacu dalam Hamilton 1992 menyatakan bahwa secara
umum dampak awal dan langsung penebangan hutan adalah sebagai berikut : 1. Mengurangi perlindungan-termasuk tajuk pohon, tajuk tingkat bawah, dan
serasah. Hal ini mengakibatkan energi dampak tetesan air hujan yang lebih besar biasanya, dan menyebabkan permukaan tanah menjadi gundul.
2. Mengubah sifat-sifat tanah-meliputi pemadatan, lepasnya butir-butir tanah, kehilangan bahan organik, penolakan air, dan sebagainya. Hal ini
mengakibatkan berkurangnya peresapan air, dan semakin mudahnya pengikisan tanah.
3. Mengurangi transpirasi, meningkatkan gerakan udara, dan mengubah suhu. Hal ini mengubah evapotranspirasi, yang biasanya menjadi
berkurang. 4. Mengurangi massa perakaran. Ini menurunkan daya rekat tanah. Hal ini
tidak begitu serius bagi jenis-jenis pohon yang tumbuh berdekatan membentuk rumpun.
5. Kehilangan fungsi menangkap air dalam keadaan “hutan kabut”. Hal ini
mengurangi presipitasi efektif di tempat. Hasil penelitian Mulyana 2000 yang dilakukan di Tasikmalaya Jawa
Barat menunjukkan bahwa daerah tangkapan air DTA yang berhutan pinus memiliki kebutuhan evapotranspirasi aktual yang lebih besar daripada DTA non-
hutan. Akan tetapi tingginya laju evapotranspirasi tersebut diikuti dengan kemampuan meresapkan air yang besar, sehingga pada DTA berhutan pada
musim kering selalu mempunyai kandungan air tanah yang lebih banyak dibandingkan dengan DTA non-hutan. Perbandingan hidrograf keluaran model
simulasi antara DTA non-hutan dan DTA berhutan secara lengkap disajikan pada gambar 6.
Gambar 6 Perbandingan hidrograf keluaran model Powesim-Pinus antara DTA berhutan dan DTA non-hutan Mulyana 2000
Dari gambar tersebut terlihat bahwa dengan input curah hujan yang sama debit puncak pada DTA non-hutan mencapai 256,88 ldet pada jam ke-6
sedangkan pada DTA berhutan debit puncak terjadi pada 238,11 ldet pada jam ke-15 sehingga dengan demikian terlihat dengan jelas bahwa DTA berhutan
mampu mengendalikan debit puncak aliran dengan baik Mulyana 2000.
2.9 Sifat-sifat Tanah