SOCIAL INTERACTION NONWORK ADJUSTMENT

60

4.3.3 SOCIAL INTERACTION NONWORK ADJUSTMENT

Adaptasi interaksi social Nonpekerja yang dilakukan oleh para ekspatriat adalah interaksi terhadap nonwork atau diluar pekerjaan. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena tinggal di Negara lain tentunya para bisnis ekspatriat harus berinteraksi secara langsung dengan konsumer, aparat pemerintah dan masyarakat lokal pada umumnya. Dalam melakukan interaksi para ekspatriat harus memiliki kemampuan individu untuk memahami bahasa dan budaya setempat agar dapat menyesuaikan diri dengan baik. Bahasa dan budaya merupakan suatu jembatan yang penting dalam penyesuaian interaksi sosial sebab tampa memahami bahasa dan budaya individu seperti nakoda tanpa kompas yang kehilangan arah. Timor Leste memiliki budaya yang heterogen yang sangat berbeda dengan Negara lain, dimulai dari kebiasaan hidup masyarakat dan adat istiadat yang masih sangat kental. Selain itu ada empat bahasa sebagai sarana komunikasi yang sering digunakan dalam interaksi sosial yaitu : bahasa Portugues, Tetun, Inggris dan Indonesia. Ke empat bahasa ini mempunyai fungsi masing-masing dalam komunikasi yaitu bahasa Portugues sebagai bahasa official official language yang mana digunakan sebagai 61 bahasa resmi kenegaraan dan kepentingan Negara; dimana para ekspatriat harus menyesuaikan diri ketika berkomunikasi atau negosiasi dengan aparat pemerintah, pengurusan dokumen dan lain-lain yang berhubungan dengan pemerintah. Dalam proses negosiasi dan pengurusan dokumen semua ekspatriat yang di interview dalam penelitian ini sulit untuk menyesuaikan diri sehingga mereka selalu membawa penerjemah interpreter dari perusahaan atau minta bantuan dari orang lain dalam melakukan interaksi. Bukan hanya bahasa portugues tetapi juga bahasa tetum, yang perlu dipahami oleh eksptariat dalam interaksi sosial sebab bahasa tetum merupakan bahasa nasional nasional language yang digunakan oleh masyarakat dalam berkomonikasi. Dalam proses penyesuaian terhadap interaksi sosial nonpekerjaan ini, banyak ekspatriat yang mempunyai cara adaptasi yang berbeda. Ekspatriat yang berasal dari Malaysia, Filipina dan Singapore mengatakan bahwa para ekspatriat melakukan komunikasi dengan masyarakat lokal dengan mengunakan bahasa Indonesia sebab bahasa Indonesia masih dimengerti oleh sebagian besar masyrakat. Selain itu bahasa Indonesia juga masih merupakan bahasa komunikasi communication 62 language di Timor Leste, akan tetapi kadang-kadang kami tetap sulit melakukan interaksi sosial karena masih ada kesalahpahaman dalam komunikasi hal ini terjadi karena bahasa yang kami gunakan adalah bahasa malayu sedangkan masyarakat lokal mengunakan bahasa Indonesia murni. Tetapi kami juga tetap belajar bahasa lokal dengan orang lokal dan melalui buku-buku sehingga bisa membatu kami dalam beradaptasi. Bukan hanya bahasa tetapi banyak perbedaan dalam interaksi sosial diantaranya adat istiadat dan kebiasaan lainnya seperti kebiasaan minum alkhol dengan mabuk kemudian melakukan keributan dan intimidasi para pendatang. Perilaku seperti ini sangat berbeda bila dibandingkan di negara kami. Jadi ketika melihat hal seperti ini kami merasa tidak aman unsave, akan tetapi lama- kelamahan kami juga terbiasa dan bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. Selanjutnya ekspatriat yang berasal dari Bangladesh, India, Pakistan dan Vietnam mengungkapkan mereka sulit berinteraksi dengan pemerintah terutama dalam pengurusan dokumen tetapi mereka selalu meminta bantuan pada interpreter dari perusahaan atau dari luar untuk membantu memahami tentang pengisian formulir baik visa, pajak dan dokumen lainnya. Akan tetapi 63 mereka lebih optimis dalam mempelajari bahasa lokal dengan interpreter, karyawan lokal dan buku-buku sehingga mereka bisa berbahasa Tetum dalam melakukan interaksi sosial. Bagi mereka bahasa lokal mudah untuk dipelajari namun yang menjadi tantangan bagi mereka adalah kebiasaan hidup masyarakat yang sering mabuk dan membuat keributa violence dan satu hal lagi yang sangat berbeda dengan kebiasaan mereka adalah ketika ada orang meninggal bukan hanya datang untuk memberikan hormat dengan doa namun diberikan makan, minum seperti acara pesta baru mayat di kuburkan” hal ini sangat berbeda dengan budaya ekspatriat tetapi makin hari semakin menemui kebiasaan ini maka ekspatriat dapat memahami dan kadang-kadang mereka juga ikut berpartisipasi bila ada acara duka. Sedangkan ekspariat Australia, Amerika Serikat dan Jepan mengatakan hal yang berbeda bahwa mereka selalu melakukan adaptasi interaksi sosial selalu pergi bersama dengan interpreter dan mereka senang belajar bahasa lokal daripada bahasa Portugues bahasa ofisial Timor Leste. Mereka belajar bahasa lokal melalui kursus di kedutaan mereka, buku dan bersama interpreter. Sedangkan mereka belajar budaya melalui internet, majalah dan Koran- 64 koran lokal yang memuat tentang budaya Timor Leste dan akhirnya mereka bisa memahami bahwa kebiasaan hidup masyrakat lokal sangat berbeda dengan mereka. Seperti yang dikatakan seorang ekspatriat dari Australia bahwa, “Saya tidak banyak interaksi dengan masyarakat lokal karena saya susah memahami bahasa walaupun saya sudah belajar dari kedutaan Australia dan para interpreter, jadi saya kebanyakkan berinteraksi dengan komunitas Internasional daripada lokal. Hal ini benar-benar terjadi karena saya susah memahami bahasa lokal dan mengikuti kebiasaan lokal. Tetapi saya tetap berusaha mencari informasi melalui internet dan teman-teman yang sudah bekerja duluan di Timor Leste untuk memberikan petunjuk dan saya selalu berjalan sama para interpreter untuk memahami dan beradaptasi .” Dan ketika ekspatriat ini di Tanya bahwa “bagaimana anda mengatasi persoalan anda dalam interaksi sosial”, ekspatriat ini mengatakan bahwa, “Untuk mengatasi persoalan interaksi memang penting kalau tidak dilakukan maka kita akan terkurun dikamar dan bisa-bisa pulan Australia lebih awal maka saya selalu mencari teman-teman saya dari Australia ke kafe atau restoran konsumsi alkhol atau kadang-kadang saya pergi sendiri minum beer dan menyenangkan diri agar hari berikutnya saya bisa bekerja seperti biasa dan lama-lama saya terbiasa dengan keadaan. ” Bagi ekspatriat yang berkeluarga mereka juga melakukan interaksi secara bersamaan ketika suami dan istri pulan dari masing-masing kantor mereka belajar bahasa lokal bersama dan tukar pikiran 65 tentang budaya dan kebiasaan lokal, kemudian mereka lebih banyak memilih tinggal dirumah daripada keluar kecuali ada keperluan kebutuhan rumah tangga atau rekreasi di pantai. Selain itu mereka juga membangun komunikasi yang baik dengan tetangga atau pemilik rumah kontrakan dan juga dengan rekan kerjanya yang dianggap menjadi teman baik sehingga orang tersebut yang senantiasa memberikan bantuan. Ke empat bahasa ini merupakan suatu kendala besar bagi ekspatriat dalam melakukan interaksi sosial sebab mayoritas para ekspatriat hanya menggunakan bahasa perusahaan corporate language yaitu bahasa inggris untuk melakukan interaksi dengan stakeholders. Namun yang menjadi kendala bagi para ekspatriat untuk berinteraksi dengan masyarakat umum dan aparat pemerintah setempat adalah bahasa portugues dan Tetum. Kedua bahasa ini sangat penting bagi ekspatriat dalam melakukan interaksi karena semua aplikasi dokumen di Timor Leste menggunakan bahasa portugues dan tetum. Selain itu, Timor Leste juga mempunyai budaya yang sangat haterogen yang sulit bagi ekspatriat untuk berinteraksi baik dengan masyrakat lokal. 66 Namun para ekspatriat memiliki self efficacy yang tinggi sehingga mereka mampu menyesuaikan diri dengan perbedaan yang dialaminya dan tetap bertahan bekerja di Timor Leste

4.4 HASIL ADAPTASI YANG DILAKUKAN PARA BISNIS