Gaya Bahasa Metafora JENIS-JENIS GAYA BAHASA KIASAN

25 dengan peragawati yang beraksi di atas catwalk. Berikut contoh lain dari persamaan, yaitu kata bagai: 9 Tapi, tampaknya pertanyaanku membuatnya terguncang. Bagai diterpa angin kencang, badan limbung dan bergoyang Roro Mendut Atmo, hal 79. Pada kalimat 9 gaya bahasa perbandingan ditunjukkan dengan kata bagai . Di sini digambarkan perbandingan antara kondisi seseorang yang ditanyai mengenai sesuatu hal dengan kondisi seseorang yang diterpa angin kencang, badan limbung dan bergoyang.

2.3 Gaya Bahasa Metafora

Gaya bahasa metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat misalnya: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan sebagainya Keraf, 1984: 139. Dari hasil penelitian ditemukan gaya bahasa metafora dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut Atmo. Gaya bahasa ini terdiri dari dua jenis yaitu metafora hidup dan metafora mati. Metafora hidup adalah metafora yang masih dapat ditentukan makna dasarnya dari konotasinya sekarang. Metafora mati adalah metafora yang sudah tidak dapat ditentukan konotasinya lagi. Metafora hidup yang terdapat dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut Atmo, yaitu: 10 “Majulah, jangan hanya bersilat lidah” Roro Mendut Atmo, hal 12. Pada contoh 10 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan kata bersilat lidah. Frasa bersilat lidah mempunyai makna ‘berdebat’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 669 kata lidah mempunyai arti bagian tubuh dalam mulut yang dapat bergerak-gerak 26 dengan mudah, gunanya untuk menjilat, mengecap, dan berkata-kata. Kata bersilat mempunyai arti bermain atau berkelahi dengan menggunakan ketangkasan menyerang dan mempertahankan diri Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , 2002: 1065. Penggunaan frasa bersilat lidah mengungkapkan tegangnya situasi pada waktu Tumenggung Wiroguno berhadapan dengan Pronocitro. Hal ini dapat dilihat dari kalimat sebelumnya, yaitu “Lahirmu saja baru kemarin sore, sudah berlagak sebagai sang pembantai. Kencangkan dulu kolor celanamu, kalau hendak berlaga dengan tuanmu. Ayo, jangan mundur meski selangkah karena pantang bagiku menyerah kalah” tumenggung menerima tantangan Roro Mendut Atmo , hal 12. Berikut contoh penggantian frasa bersilat lidah: 10a “Majulah, jangan hanya bertengkar” Berikut ini contoh lain dari metafora, yaitu benang asmara: 11 Mereka pun kemudian menjalin benang asmara secara ilegal Roro Mendut Atmo , hal 8. Adapun pada contoh 11 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa benang asmara. frasa benang asmara dalam kalimat ini mempunyai makna ‘menjalin kasih’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 130 kata benang mempunyai arti tali halus yang dipintal dari kapas sutra dsb dipakai sebagai bahan untuk menjahit atau bahan untuk ditenun. Kata asmara mempunyai arti perasaan senang kepada lain jenis kelamin; rasa cinta Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 71. Penggunaan frasa benang asmara dalam kalimat ini mengungkapkan hubungan yang dijalin antara sepasang muda-mudi yang saling mencintai. Hal ini 27 dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Hubungan mereka dilakukan secara diam-diam tanpa sepengetahuan Wiroguno yang menjadi penguasa tunggal atas Roro Mendut.” Roro Mendut Atmo, hal 8. Berikut bentuk penggantian frasa benang asmara: 11a Mereka pun kemudian menjalin kasih secara ilegal. Berikut ini contoh lain dari metafora, yaitu seenak udelnya sendiri: 12 Ia tidak boleh mentang-mentang punya kado penghargaan lalu berbuat seenak udelnya sendiri Roro Mendut Atmo, hal 2. Pada contoh 11 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa seenak udelnya sendiri. Frasa seenak udelnya sendiri dalam kalimat ini mempunyai makna ‘berbuat semaunya sendiri’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 300 kata seenaknya mempunyai makna semau hati; sesenang hati. Kata udelnya mempunyai makna pusar lekuk kecil di pusat perut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 1236. Penggunaan frasa seenak udelnya sendiri dalam kalimat ini mengungkapkan perbuatan yang dilakukan semau-maunya sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang sebelumnya, yaitu “Okelah kalau memang dirinya dikuasai pihak lain, lalu dihadiahkan pada sembarang orang. Dalam keadaan sangat terpaksa, bolehlah hal itu menimpa dirinya. Asalkan, si penerima hadiah menghormatinya sebagai seorang perawan.” Roro Mendut Atmo, hal 2. Berikut bentuk penggantian frasa seenak udelnya sendiri: 12a Ia tidak boleh mentang-mentang punya kado penghargaan lalu berbuat semaunya sendiri. Berikut ini contoh lain dari metafora, yaitu medan laga: 28 13 “Awas, jangan pernah lari dari medan laga” Roro Mendut Atmo, hal 12. Adapun pada contoh 13 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa medan laga. Frasa medan laga dalam kalimat ini mempunyai makna ‘tempat pertempuran’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 726 kata medan mempunyai makna tanah lapang; tempat yang luas untuk berpacu kuda dsb; alun-alun. Kata laga mempunyai makna perkelahian tentang binatang Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 623. Penggunaan frasa medan laga dalam kalimat ini bertujuan untuk menggambarkan betapa seriusnya situasi yang dihadapi antara dua orang petarung tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Dua lelaki itu lalu maju setapak dan langsung memasang kuda-kuda. Pertarungan pun tak bisa terelakkan lagi karena tak lama kemudian mereka saling menyerang. Mereka menerapkan jurus-jurus yang paling mutakhir.” Roro Mendut Atmo, hal 12. Berikut bentuk penggantian frasa medan laga: 13a “Awas, jangan pernah lari dari arena pertarungan” Berikut contoh lain dari metafora, yaitu tuan rumah: 14 Tuan rumah menanyakan, “Koq, sendirian saja, mana Bu Atmonya, Pak?” Roro Mendut Atmo, hal 20. Adapun pada contoh 14 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan kata tuan rumah. Frasa tuan rumah dalam kalimat ini mempunyai makna ‘pemilik tempat’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 1213 kata tuan mempunyai makna yang memberi pekerjaan; 29 majikan; kepala perusahaan dsb; pemilik atau yang empunya toko dsb. Kata rumah mempunyai arti bangunan untuk tempat tinggal Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , 2002: 966. Penggunaan frasa tuan rumah dalam kalimat ini menunjuk kepada pemilik tempat diadakannya pesta yang dihadiri oleh Atmo Jogja. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Anehnya, acara pesta sekali pun, Atmo Jogja datang tidak bersama istrinya. Padahal, surat undangan yang terkirim suda jelas ditulis ‘bersama nyonya’, atau ‘Bapak dan Ibu Atmo’.” Roro Mendut Atmo , hal 19-20. Berikut bentuk penggantian frasa tuan rumah: 14a Pemilik tempat menanyakan, “Koq, sendirian saja, mana Bu Atmonya, Pak?” Berikut contoh lain dari metafora, yaitu amit-amit jabang bayi: 15 Tapi, kalau ia harus dijadikan sebagai seorang triman, duh, amit-amit jabang bayi Roro Mendut Atmo, hal 2. Adapun pada contoh 15 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa amit-amit jabang bayi. Frasa amit-amit jabang bayi dalam kalimat ini mempunyai makna ‘ketakutan seseorang apabila sesuatu hal terjadi pada dirinya’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 39 kata amit-amit berarti ungkapan yang menyatakan jangan sampai terjadi menimpa pada kita tentang bahaya dsb. Kata jabang mempunyai arti cambang Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 448. Kata bayi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 118 memliki arti anak yang belum lama lahir. 30 Penggunaan frasa amit-amit jabang bayi dalam kalimat ini menunjuk kepada ketakutan Roro Mendut apabila dirinya dijadikan triman Tumenggung Wiroguno. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Roro Mendut agak kecut, hatinya pun kian menciut. Perasaan Mendut agak takut. Selama ini tak ada undang-undang yang bisa melindungi triman.” Roro Mendut Atmo, hal 2. Berikut bentuk penggantian frasa amit-amit jabang bayi: 15a Tapi, kalau ia harus dijadikan sebagai seorang triman, duh, jangan sampai itu terjadi padaku. Berikut contoh lain dari metafora, yaitu di atas amgin: 16 “Tuh, apa katanya? Ia mau ikut denganku. Menggung pun tidak boleh melakukan intimidasi. Jangan mentang-mentang punya kekuasaan, ngusir orang semau-maunya Nanti malah bisa menyeret Menggung berurusan dengan komisi hak asasi, lho. Mau coba, gimana?” pemuda itu di atas angin Roro Mendut Atmo, hal 10. Adapun pada contoh 16 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa di atas angin. Frasa di atas angin dalam kalimat ini mempunyai makna ‘keadaan lawan yang lebih menguntungkan’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 74 kata di atas mempunyai makna 1 bagian tempat yang lebih tinggi; 2 sehubungan dengan; akan; 3 berdasarkan; menurut; sesuai dengan; 4 dari; 5 dengan; 6 karena; disebabkan oleh; 7 menjadi; 8 tentang; terhadap. Kata angin mempunyai arti 1 gerakan udara dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah; 2 hawa; udara; 3 kentut; 4 ki kesempatan; kemungkinan; 5 ki hampa; kosong; 6 ki kecenderungan yang agak menggembirakan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 49. Penggunaan frasa di atas angin dalam kalimat ini menunjuk kepada keadaan Pronocitro yang lebih memiliki peluang karena dibela oleh Roro Mendut . 31 Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Jangan usir dia Kalau dia pergi, aku akan mengikutinya kemana pun ia berada,” ancam Mendut Roro Mendut Atmo, hal 10. Berikut bentuk penggantian frasa di atas angin: 16a “Tuh, apa katanya? Ia mau ikut denganku. Menggung pun tidak boleh melakukan intimidasi. Jangan mentang-mentang punya kekuasaan, ngusir orang semau-maunya Nanti malah bisa menyeret Menggung berurusan dengan komisi hak asasi, lho. Mau coba, gimana?” pemuda itu lebih unggul. Berikut contoh lain dari metafora, yaitu membuka mulut: 17 Akhirnya, warga lebih membiarkan Atmo Jogja sebagai dirinya daripada memaksa ‘membuka’ mulutnya Roro Mendut Atmo, hal 21. Adapun pada contoh 17 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan kata membuka mulut. Frasa membuka mulut dalam kalimat ini mempunyai makna ‘berbicara mengenai sesuatu yang ditutup-tutupi’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 171 kata membuka mempunyai makna 1 ark jarak; antara; lebar; 2 cak membuka; terbuka; 3 berjualan atau bekerja. Kata mulut mempunyai arti 1 rongga di muka, tempat gigi dan lidah, untuk memasukkan makanan pada manusia atau binatang; 2 ki lubang, liang, atau apa saja yang rupanya sebagai mulut; bagian dari barang tempat masuknya sesuatu; 3 ki cakap; perkataan; 4 Fis lubang untuk meluahkan zat alir Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , 2002: 762. Penggunaan frasa membuka mulut dalam kalimat ini menunjuk kepada ketertutupan pribadi Atmo Jogja yang tidak pernah membicarakan sedikitpun mengenai keluarganya. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Ketertutupan Atmo Jogja sungguh tidak dimengerti warga. Untungnya, para tetangga pun memaklumi perangainya. Selama hal itu tidak menggangu pola 32 kehidupan bermasyarakat, mengapa harus dipermasalahkan? Roro Mendut Atmo, hal 21. Berikut bentuk penggantian frasa membuka mulut: 17a Akhirnya, warga lebih membiarkan Atmo Jogja sebagai dirinya daripada memaksanya untuk berbicara. Berikut contoh lain dari metafora, yaitu badan jalan: 18 Yang masih jelas kelihatan adalah pecahan kaca berserakan dan luka goresan di kulit badan jalan Roro Mendut Atmo, hal 34. Adapun pada contoh 18 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa badan jalan. Frasa badan jalan dalam kalimat ini mempunyai makna ‘emperan jalan; pinggir jalan’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 84 kata badan mempunyai makna 1 tubuh jasad manusia keseluruhan; jasmani; raga; awak; 2 batang tubuh manusia; tidak termasuk anggota dan kepala; 3 bagian utama dari suatu benda; awak; 4 diri sendiri; 5 sekumpulan orang yang merupakan kesatuan untuk mengerjakan sesuatu. Kata jalan mempunyai arti 1 tempat untuk lalu lintas orang kendaraan dsb; 2 n perlintasan dari suatu tempat ke tempat lain; 3 n yang dilalui atau dipakai untuk keluar masuk; 4 n lintasan; orbit tentang benda di ruang angkasa; 5 n gerak maju atau mundur tentang kendaraan; 6 n putaran jarum; 7 n perkembangan atau berlangsungnya tentang perundingan, rapat, cerita, dsb dari awal sampai akhir; 8 n cara akal, syarat, ikhtiar, dsb untuk melakukan mengerjakan, mencapai, mencari sesuatu; 9 n kesempatan untuk mengerjakan sesuatu; 10 n lantaran; perantara yang menjadi alat atau jalan penghubung; 11 v cak berjalan; 12 v melangkahkan kaki; 13 n kelangsungan hidup tentang organisasi, perkumpulan, dsb; 14 a dapat dipahami; benar Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , 2002: 452. Penggunaan frasa badan jalan dalam kalimat ini menunjuk kepada bagian jalan tempat Yuri mengalami kecelakaan. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Hanya itulah yang bisa menjadi pertanda, bahwa tadi ada kecelakaan lalu lintas.” Roro Mendut Atmo, hal 34. Berikut bentuk penggantian frasa badan jalan: 18a Yang masih jelas kelihatan adalah pecahan kaca berserakan dan luka goresan di emperan jalan. 33 Berikut contoh lain dari metafora, yaitu pembajak hati: 19 “Pembajak hati. Minta tebusan sebutir kasih suci,” Galang mendekatiku Roro Mendut Atmo, hal 90. Adapun pada contoh 19 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa pembajak hati. Frasa pembajak hati dalam kalimat ini mempunyai makna ‘pencuri hati’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 92 kata pembajak mempunyai makna orang yang melakukan pembajakan. Kata hati mempunyai arti 1 Anat organ badan yang berwarna kemerah-merahan di bagian kanan atas rongga perut, gunanya untuk mengambil sari-sari makanan di dalam darah dan menghasilkan empedu; 2 daging dari hati sebagai bahan makanan terutama hati dari binatang sembelihan; 3 jantung; 4 sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian perasaan dsb; 5 apa yang terasa dalam batin; 6 sifat tabiat batin manusia; 7 bagian yang di dalam sekali tentang buah, batang, tumbuhan, dsb Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 392. Penggunaan frasa pembajak hati dalam kalimat ini menggambarkan Galang berusaha merayu Reni yang sedang merajuk. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Kamu membajak namaku. Aku tidak terima,” “Lantas, mau apa? Menciumku? Ayo, kalau berani” “Tidak terima Aku menuntut balas.” “Balas cinta, kan?” Roro Mendut Atmo, hal 90. Berikut bentuk penggantian frasa pembajak hati: 19a “Pencuri hati. Minta tebusan sebutir kasih suci,” Galang mendekatiku. Berikut contoh lain dari metafora, yaitu kembang kanji: 20 Ketika masih belia, hari ulang tahun merupakan saat yang penuh dengan kembang janji akan harapan masa depan. Tapi, ketika harapan tak lagi berada di depan pandang, semua menjadi tidak bermakna. Ketika ulang tahun menginjak yang ketiga puluh satu, semua menjadi tidak memiliki arti Roro Mendut Atmo, hal 65. 34 Adapun pada contoh 20 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa kembang janji. Frasa kembang janji dalam kalimat ini mempunyai makna ‘janji-janji indah’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 538 kata kembang mempunyai makna bunga dipakai juga untuk menyebut berbagai macam bunga. Kata janji mempunyai arti 1 ucapan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat seperti hendak memberi, menolong, datang, bertemu; 2 persetujuan antara dua pihak masing-masing menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu; 3 syarat; ketentuan yang harus dipenuhi; 4 penundaan waktu membayar dsb; penangguhan; 5 batas waktu hidup ajal Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 458. Penggunaan frasa kembang janji dalam kalimat ini menggambarkan perasaan Laisah saat ini yang ketakutan menghadapi ulang tahunnya yang ketiga puluh satu. Ia merasa sudah kehilangan harapan. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Tapi, ketika harapan tak lagi berada di depan pandang, semua menjadi tidak bermakna. Ketika ulang tahun menginjak yang ketiga puluh satu, semua menjadi tidak memiliki arti.” Roro Mendut Atmo, hal 65. Berikut bentuk penggantian frasa kembang janji: 20a Ketika masih belia, hari ulang tahun merupakan saat yang penuh dengan janji indah akan harapan masa depan. Tapi, ketika harapan tak lagi berada di depan pandang, semua menjadi tidak bermakna. Ketika ulang tahun menginjak yang ketiga puluh satu, semua menjadi tidak memiliki arti. Berikut contoh lain dari metafora, yaitu kursi kedudukan: 21 “Dan kamu memang mau dijepit, bukan? Ah, diberi anak perawan, dijanjikan kursi kedudukan, lelaki mana yang tak mau mengubah halauan perasaan?” kusemprot ia dengan kata-kata semauku Roro Mendut Atmo, hal 66. 35 Adapun pada contoh 21 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa kursi kedudukan. Frasa kursi kedudukan dalam kalimat ini mempunyai makna ‘jabatan dalam suatu organisasi’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 617 kata kursi mempunyai makna 1 tempat duduk yang berkaki dan bersandaran; 2 ki kedudukan, jabatan dalam parlemen, cabinet, pengurus, dsb. Kata kedudukan mempunyai arti 1 meletakkan tubuh atau terletak tubuhnya dengan bertumpu pada pantat ada bermacam-macam cara dan namanya seperti bersila dan bersimpuh; 2 ada di dalam peringkat belajar; 3 kawin atau bertunangan; 4 tinggal; diam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , 2002: 277. Penggunaan frasa kursi kedudukan dalam kalimat ini menunjuk pada kondisi Harman yang di berikan suatu posisi jabatan tertentu oleh atasannya. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu: “Apa kita? Kamu masih bisa mengucapkan kata kita, Man? Sedangkan kamu menerima tawaran perjodohan itu. Engkau tak pernah memikirkan dampaknya bagi kamu dan aku, bukan? Sekarang jangan sia-siakan waktumu Jangan mengurusi hal-hal yang tak berhubungan dengan persiapan perkawinanmu Urusi saja Neni, calon istrimu, yang menjanjikan sebuah kursi jabatan tinggi” kataku benci Roro Mendut Atmo, hal 67. Berikut bentuk penggantian frasa kursi kedudukan: 21a “Dan kamu memang mau dijepit, bukan? Ah, diberi anak perawan, dijanjikan jabatan, lelaki mana yang tak mau mengubah halauan perasaan?” kusemprot ia dengan kata-kata semauku. Berikut contoh lain dari metafora, yaitu mati kutu: 22 “Lho, kamu naksir sama bapaknya atau anaknya? Maumu apa, sih? Kamu bisa mati kutu karena memendam rindu. Kamu bisa ketinggalan kereta, hanya karena menyembunyikan rasa cinta. Sudah terbukti, Nico menganggapmu sepi. Apa kamu sudah bereaksi?” Jaya mengurus temannya dengan berapi-api Roro Mendut Atmo, hal 81. 36 Adapun pada contoh 22 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora, yaitu mati kutu. Frasa mati kutu dalam kalimat ini mempunyai makna ‘tidak berdaya; tidak dapat berbuat apa-apa’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 723 kata mati mempunyai makna 1 sudah hilang nyawanya; tidak hidup lagi; 2 tidak bernyawa; tidak pernah hidup; 3 tidak berair tentang mata air, sumur, dsb; 4 tidak berasa lagi tentang kulit dsb; 5 padam tentang lampu, api, dsb; 6 tidak terus; buntu tentang jalan, pikiran, dsb; 7 tidak dapat berubah lagi; tetap tentang harga, simpul, dsb; 8 sudah tidak dipergunakan lagi tentang bahasa dsb; 9 ki tidak ada gerak atau kegiatan, seperti bubar tentang perkumpulan dsb; 10 diam atau berhenti tentang angin dsb; 11 tidak ramai tentang pasar, perdagangan, dsb; 12 tidak bergerak tentang mesin, arloji, dsb. Kata kutu mempunyai arti serangga parasit tidak bersayap yang mengisap darah binatang atau manusia Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 619. Penggunaan frasa mati kutu dalam kalimat ini menggambarkan keadaan Galang yang tidak segera mengungkapkan perasaannya pada Reni. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu: “Perempuan kau salah-salahkan. Sikapmu itu hanya untuk menutup-nutupi kekuranganmu. Ngaku sajalah Pantas, Nico yang berhasil membocengkan Reni. Nico itu orangnya tahu seni, bisa melukis, dan bisa membahasakan cinta lewat suratnya. Dengar Kemarin Nico menemui Reni lalu memberinya selembar kertas. Nah, engkau harus segera bersikap. Terus teranglah pada Reni Jangan gugup” Jaya serius bicara Roro Mendut Atmo, hal 81. Berikut bentuk penggantian frasa mati kutu: 22a “Lho, kamu naksir sama bapaknya atau anaknya? Maumu apa, sih? Kamu tidak berdaya karena memendam rindu. Kamu bisa ketinggalan kereta, hanya karena menyembunyikan rasa cinta. Sudah terbukti, Nico menganggapmu sepi. Apa kamu sudah bereaksi?” Jaya mengurus temannya dengan berapi-api. Berikut contoh lain dari metafora, yaitu membongkar dadanya: 23 Untunglah ia masih bisa membongkar dadanya sama Wijaya Roro Mendut Atmo , hal 80. 37 Adapun pada contoh 23 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa membongkar dada. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 162 kata membongkar mempunyai arti 1 mengangkat ke atas; 2 menurunkan muatan dari kapal kereta api; 3 merusak; merobohkan; 4 menceraikan bagian-bagian mesin; 5 membuka dengan paksa; 6 mencuri dengan merusak pintu jendela dsb; 7 membuka rahasia. Kata dada berarti 1 bagian tubuh sebelah depan di antara perut dan leher; 2 rongga tubuh tempat letak jantung dan paru-paru Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , 2002: 227. Frasa membongkar dada dalam kalimat ini bermakna membuka rahasianya. Penggunaan frasa membongkar dadanya dalam kalimat ini menggambarkan Galang yang menceritakan perasaannya pada sahabatnya, Wijaya. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Tapi, dasar Galang Pemuda kuper alias kurang pergaulan. Masih lagi, mahasiswa kurin alias kurang informasi. Mengutarakan rasa cinta saja tidak bisa, emangnya aku tahu tentang rasa cintanya? Apa sih beratnya mengungkapkan peasaan dengan terus terang? Mungkinkah ia tidak punya mulut?” Roro Mendut Atmo , hal 79-80. Berikut bentuk penggantian frasa membongkar dadanya: 23a Untunglah ia masih bisa mengungkapkan rahasianya sama Wijaya. Berikut contoh lain dari metafora, yaitu kepalang basah: 24 Tapi, dasar sudah kepalang basah, aku masih saja melanjutkan sikap kurang manisku Roro Mendut Atmo, hal 87- 88. Adapun pada contoh 24 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan kata kepalang basah. Kata kepalang basah dalam kalimat ini mempunyai makna ‘sudah terlanjur dalam keadaan tanggung’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 546 kata kepalang mempunyai 38 makna 1 tanggung; tidak cukup; kurang; 2 sudah terlanjur dalam keadaan tanggung.. baru; 3 cak banyak mendatangkan keuntungan uang dsb Kamus Besar Bahasa Indonesia , 2002: 110. Kata basah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 110 berarti 1 mengandung air atau barang cair; 2 belum dikeringkan; masih baru; 3 cak banyak mendatangkan keuntungan uang dsb. Penggunaan frasa kepalang basah dalam kalimat ini menunjuk kepada sikap Reni yang sudah terlanjur bersikap kurang manis pada tamunya. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Huh Kamu mau bicara dengan orang tuaku? Tak ada kaitannya dengan masalah ini,” Roro Mendut Atmo , hal 88. Berikut bentuk penggantian frasa kepalang basah: 24a Tapi, dasar sudah terlanjur, aku masih saja melanjutkan sikap kurang manisku. Berikut contoh lain dari metafora, yaitu naik pitam: 25 “Orang edan, ngapain kamu berlama-lama berduaan dengan trimanku, ha?” pejabat itu naik pitam Roro Mendut Atmo, hal 9. Adapun pada contoh 25 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa naik pitam. Frasa naik pitam dalam kalimat ini mempunyai makna ‘menjadi marah sekali panas hati’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 771 kata naik mempunyai makna 1 bergerak ke atas atau ke tempat yang lebih tinggi; 2 timbul tentang matahari; 3 mendaki; menanjak; 4 masuk rumah melalui tangga; masuk ke kendaraan angkutan, tumpangan, dsb; 5 mengendarai; menuggang; menumpang kapal, pesawat, dsb; 6 bertambah tinggi mahal, besar, banyak, dsb; meningkat; 7 menjadi; 8 pergi ke: -- darat. Kata pitam mempunyai arti pusing kepala karna darah naik ke kepala Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , 2002: 880. 39 Penggunaan frasa naik pitam dalam kalimat ini menggambarkan Tumenggung Wiroguno yang sangat marah karena melihat Roro Mendut berduaan dengan Pronocitro. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Lancang kamu, Pron Tak usah membawa-bawa hak asasi segala macam. Nah, bersiap-siaplah karena aku akan menghukummu,” darah Wiroguno mendidih Roro Mendut Atmo, hal 10. Berikut bentuk penggantian frasa naik pitam: 25a “Orang edan, ngapain kamu berlama-lama berduaan dengan trimanku, ha?” pejabat itu sangat marah. Berikut contoh lain dari metafora, yaitu memeras otaknya: 26 Namun, kini perempuan itu mencoba memeras otaknya Roro Mendut Atmo . hal 15. Adapun pada contoh 26 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa memeras otak. Frasa memeras otak dalam kalimat ini mempunyai makna ‘berpikir keras’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 855 kata memeras mempunyai makna 1 memijit menekan dsb supaya keluar airnya; memerah; 2 ki mengambil untung banyak-banyak dari orang lain; 3 ki meminta uang dsb dengan ancaman. Kata otak mempunyai arti 1 benda putih yang lunak terdapat di dalam rongga tengkorak yang menjadi pusat saraf; benak; 2 ki alat berpikir; pikiran; benak; 3 ki biang keladi; tokoh; gembong Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 804. Penggunaan frasa memeras otak dalam kalimat ini mengambarkan situasi Roro Mendut dan Pronocitro yang telah terjepit dan hampir kalah, maka Roro Mendut pun harus memikirkan jalan keluar dari situasi ini. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu 40 “Beberapa saat berpikir, ia tidak juga menemukan sesuatu yang dapat membantunya keluar dari permasalahan. Sementara itu, keris Wiroguno telah diacungkan tinggi-tinggi. Melihat ujung keris di tangan tumenggung yang mengancam jiwa kekasihnya, Roro Mendut segera melakukan sesuatu.” Roro Mendut Atmo . hal 15. Berikut bentuk penggantian frasa memeras otak: 26a Namun, kini perempuan itu mencoba berpikir keras. Tabel 1 Gaya Bahasa Metafora Hidup No. data Pengungkapan dengan Gaya Bahasa Metafora No. data Pengungkapan Biasa 10 “Majulah, jangan hanya bersilat lidah” 10a “Majulah, jangan hanya bertengkar” 11 Mereka pun kemudian menjalin benang asmara secara illegal. 11a Mereka pun kemudian menjalin kasih secara illegal. 12 Ia tidak boleh mentang-mentang punya kado penghargaan lalu berbuat seenak udelnya sendiri. 12a Ia tidak boleh mentang-mentang punya kado penghargaan lalu berbuat semaunya sendiri. 13 “Awas, jangan pernah lari dari medan laga” 13a “Awas, jangan pernah lari dari arena pertarungan” 14 Tuan rumah menanyakan, “Koq, sendirian saja, mana Bu Atmonya, Pak?” 14a Pemilik tempat menanyakan, “Koq, sendirian saja, mana Bu Atmonya, Pak?” 15 Tapi, kalau ia harus dijadikan sebagai seorang triman, duh, amit-amit jabang bayi. 15a Tapi, kalau ia harus dijadikan sebagai seorang triman, duh, jangan sampai itu terjadi padaku. 16 “Tuh, apa katanya? Ia mau ikut denganku. Menggung pun tidak boleh melakukan intimidasi. Jangan mentang-mentang punya kekuasaan, ngusir orang semau- maunya Nanti malah bisa menyeret Menggung berurusan 16a “Tuh, apa katanya? Ia mau ikut denganku. Menggung pun tidak boleh melakukan intimidasi. Jangan mentang-mentang punya kekuasaan, ngusir orang semau- maunya Nanti malah bisa menyeret Menggung berurusan 41 dengan komisi hak asasi, lho. Mau coba, gimana?” pemuda itu diatas angin. dengan komisi hak asasi, lho. Mau coba, gimana?” pemuda itu lebih unggul. 17 Akhirnya, warga lebih membiarkan Atmo Jogja sebagai dirinya daripada memaksa ‘membuka’ mulut nya. 17a Akhirnya, warga lebih membiarkan Atmo Jogja sebagai dirinya daripada memaksanya untuk berbicara. 18 Yang masih jelas kelihatan adalah pecahan kaca berserakan dan luka goresan di kulit badan jalan . 18a Yang masih jelas kelihatan adalah pecahan kaca berserakan dan luka goresan di emperan jalan. 19 “Pembajak hati. Minta tebusan sebutir kasih suci,” Galang mendekatiku. 19a “Pencuri hati. Minta tebusan sebutir kasih suci,” Galang mendekatiku. 20 Ketika masih belia, hari ulang tahun merupakan saat yang penuh dengan kembang janji akan harapan masa depan. Tapi, ketika harapan tak lagi berada di depan pandang, semua menjadi tidak bermakna. Ketika ulang tahun menginjak yang ketiga puluh satu, semua menjadi tidak memiliki arti. 20a Ketika masih belia, hari ulang tahun merupakan saat yang penuh dengan janji indah akan harapan masa depan. Tapi, ketika harapan tak lagi berada di depan pandang, semua menjadi tidak bermakna. Ketika ulang tahun menginjak yang ketiga puluh satu, semua menjadi tidak memiliki arti. 21 “Dan kamu memang mau dijepit, bukan? Ah, diberi anak perawan, dijanjikan kursi kedudukan , lelaki mana yang tak mau mengubah halauan perasaan?” kusemprot ia dengan kata-kata semauku. 21a “Dan kamu memang mau dijepit, bukan? Ah, diberi anak perawan, dijanjikan jabatan, lelaki mana yang tak mau mengubah halauan perasaan?” kusemprot ia dengan kata-kata semauku. 22 “Lho, kamu naksir sama bapaknya atau anaknya? Maumu apa, sih? Kamu bisa mati kutu karena memendam rindu. Kamu bisa ketinggalan kereta, hanya karena menyembunyikan rasa cinta. Sudah terbukti, Nico menganggapmu sepi. Apa kamu sudah bereaksi?” Jaya mengurus temannya dengan berapi-api. 22a “Lho, kamu naksir sama bapaknya atau anaknya? Maumu apa, sih? Kamu bisa tidak berdaya karena memendam rindu. Kamu bisa ketinggalan kereta, hanya karena menyembunyikan rasa cinta. Sudah terbukti, Nico menganggapmu sepi. Apa kamu sudah bereaksi?” Jaya mengurus temannya dengan berapi-api. 23 Untunglah ia masih bisa membongkar dadanya sama Wijaya. 23a Untunglah ia masih bisa mengungkapkan rahasianya sama Wijaya. 42 24 Tapi, dasar sudah kepalang basah, aku masih saja melanjutkan sikap kurang manisku. 24a Tapi, dasar sudah terlanjur, aku masih saja melanjutkan sikap kurang manisku. 25 “Orang edan, ngapain kamu berlama-lama berduaan dengan trimanku, ha?” pejabat itu naik pitam . 25a “Orang edan, ngapain kamu berlama-lama berduaan dengan trimanku, ha?” pejabat itu sangat marah . 26 Namun, kini perempuan itu mencoba memeras otaknya. 26a Namun, kini perempuan itu mencoba berpikir keras. Sementara itu gaya bahasa metafora mati yang terdapat dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut Atmo karya Besar S.W, yaitu: 27 “Lho, kamu naksir sama bapaknya atau anaknya? Maumu apa, sih? Kamu bisa mati kutu karena memendam rindu. Kamu bisa ketinggalan kereta , hanya karena menyembunyikan rasa cinta. Sudah terbukti, Nico menganggapmu sepi. Apa kamu sudah bereaksi?” Jaya mengurus temannya dengan berapi-api Roro Mendut Atmo, hal 81. Adapun pada contoh 27 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora, yaitu ketinggalan kereta. Frasa ketinggalan kereta dalam kalimat ini mempunyai makna ‘sudah jauh tertinggal oleh lawan’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 1196 kata ketinggalan mempunyai makna 1 n sisa; kelebihan; tunggakan; 2 v tertinggi karna lupa dsb; 3 v terbelakang; tercecer; 4 v sudah ditinggalkan oleh kereta api dsb; 5 v tidak sesuai dengan zaman waktu dsb; 6 v ada yang kelupaan; ada yang kurang; ada yang terlangkahi; 7 v tidak -, tidak mau terlambat; tidak lupa; tidak lalai. Kata kereta mempunyai arti 1 kendaraan yang beroda biasanya ditarik oleh kuda; 2 kereta api Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 552. Penggunaan frasa ketinggalan kereta dalam kalimat ini menunjuk kepada Galang yang sudah kalah oleh Nico dalam memperebutkan Reni. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu: 43 “Perempuan kau salah-salahkan. Sikapmu itu hanya untuk menutup-nutupi kekuranganmu. Ngaku sajalah Pantas, Nico yang berhasil membocengkan Reni. Nico itu orangnya tahu seni, bisa melukis, dan bisa membahasakan cinta lewat suratnya. Dengar Kemarin Nico menemui Reni lalu memberinya selembar kertas. Nah, engkau harus segera bersikap. Terus teranglah pada Reni Jangan gugup” Jaya serius bicara Roro Mendut Atmo, hal 81. Berikut contoh lain dari metafora mati, yaitu kata hati: 28 Orang yang mengingkari kata hatinya hingga pergi begitu saja tak pernah bicara Roro Mendut Atmo, hal 75. Adapun pada contoh 28 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa kata hatinya. Kata hatinya dalam kalimat ini mempunyai makna ‘perasaan yang timbul di hati; gerak hati’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 513 kata mempunyai makna 1 unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan satuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa; 2 ujar; bicara; 3 Ling a morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas; b satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Kata hati memiiki makna 1 Anat organ badan yang berwarna kemerah-merahan di bagian kanan atas rongga perut, gunanya untuk mengambil sari-sari makanan di dalam darah dan menghasilkan empedu; 2 daging dari hati sebagai bahan makanan terutama hati dari binatang sembelihan; 3 jantung; 4 sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian perasaan dsb; 5 apa yang terasa dalam batin; 6 sifat tabiat batin manusia; 7 bagian yang di dalam sekali tentang buah, batang, tumbuhan, dsb Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 392. Penggunaan metafora kata hati dalam kalimat ini menunjuk kepada perasaan yang timbul dari dalam hati tokoh Galang Wicaksana . Hal ini juga didukung oleh paragraf selanjutnya, yaitu: “Padahal, cintanya padaku selangit. Sampai ia mabuk kepayang. Bener nih, suer Aku sih, cuma tahu dari gelagatnya saja. Memang aneh, ia tak pernah mengungkapkan isi hati. Dikiranya hal itu sudah lumrah dan tidak masalah. Menurutnya, cinta tak perlu diucapkan dalam love statement. Yang penting baginya adalah cinta dan perhatian, bukan pada kata-kata yang hanya tipu daya belaka. Kesimpulannya, application of love lebih penting, daripada sekedar 44 rayuan romantis yang belum tentu terbukti manis.” Roro Mendut Atmo, hal 77. Berikut contoh lain dari metafora mati, yaitu anak kunci: 29 Di pintu aku memutar anak kunci perlahan-lahan ke arah kiri Roro Mendut Atmo , hal 76. Adapun pada contoh 29 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa anak kunci. Frasa anak kunci dalam kalimat ini mempunyai makna ‘alat untuk membuka kunci’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 41 kata anak mempunyai makna 1 keturunan yang kedua; 2 manusia yang masih kecil; 3 binatang yang masih kecil; 4 pohon kecil yang tumbuh pada umbi atau rumpun tumbuh-tumbuhan yang besar; 5 orang yang berasal dari atau dilahirkan di suatu negeri, daerah, dsb; 6 orang yang termasuk dalam suatu golongan pekerjaan keluarga dsb; 7 bagian yang kecil pada suatu benda; 8 yang lebih kecil daripada yang lain. Kata kunci memiliki arti 1 alat untuk mengancing pintu, peti, dsb, terdiri atas anak kunci dan induk kunci; 2 alat yang dibuat dari logam untuk membuka atau mengancing pintu dengan cara memasukkannya ke dalam lubang yang ada pada induk kunci; anak kunci; 3 pengancing pintu, peti, dsb yang terpasang pada pintu, peti, dsb; 4 alat yang digunakan untuk membuka dan memasang sekrup dsb; 5 alat untuk menghidupkan atau menjalankan mesin mobil dsb; 6 sendi pertemuan tulang; 7 ki jawaban yang disediakan atas pertanyaan ujian dsb; 8 ki kedudukan tempat yang sangat penting untuk menguasai sesuatu atau untuk mengenakan pengaruh; 9 Mus runtunan nada yang berhubugan satu dan lainnya, berdasar pada suatu nada utama; 10 Mus lambang yang digunakan untuk menunjukkan letak not tertentu pada balok not, seperti kunci G menunjukkan letak not ‘g’ pada garis kedua balok not; 11 ki alat untuk mencapai suatu maksud seperti membongkar rahasia, memecahkan masalah, menentukan kalah menang, atau berhasil tidaknya sesuatu Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , 2002: 613. Penggunaan frasa anak kunci dalam kalimat ini menunjuk kepada benda kecil yang digunakan untuk membuka pintu. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang setelahnya, yaitu “Maka, daun pintu pun terkuak. Blak.” Roro Mendut Atmo , hal 76. Berikut contoh lain dari metafora mati, yaitu daun pintu: 30 Maka daun pintu pun terkuak Roro Mendut Atmo, hal 76. 45 Adapun pada contoh 30 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa daun pintu. Frasa daun pintu dalam kalimat ini mempunyai makna ‘bagian barang yang tipis lebar’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 240 kata daun mempunyai makna 1 bagian tanaman yang tumbuh berhelai-helai pada ranting biasanya hijau sebagai alat bernapas dan mengolah zat makanan; 2 bagian barang yang tipis lebar; 3 barang yang berhelai-helai seperti daun. Kata pintu mempunyai arti 1 tempat untuk masuk dan keluar; 2 papan dsb penutup pintu; 3 penggolong benda bagi rumah; 4 palang pada jalan; 5 ki jalan ke …; yang menjadi lantaran untuk mendapat dsb Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 877. Penggunaan frasa daun pintu dalam kalimat ini menunjuk pada pintu yang akan dibuka. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang sebelumnya, yaitu “Di pintu aku memutar anak kunci perlahan-lahan ke arah kiri.” Roro Mendut Atmo , hal 76. Berikut contoh lain dari metafora mati, yaitu merah padam: 31 Muka Galang merah padam Roro Mendut Atmo, hal 79. Adapun pada contoh 31 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa merah padam. Frasa merah padam dalam kalimat ini mempunyai makna ‘merah sekali warna muka ketika marah atau malu sekali’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 734 kata merah mempunyai makna 1 warna dasar yang serupa dengan warna darah; 2 a mengandung atau memperlihatkan warna yang serupa warna darah. Kata padam mempunyai arti 1 mati tentang api; tidak menyala atau tidak berkobar lagi; 2 reda tentang kemarahan; tenang kembali tentang hawa nafsu, berahi, dsb; 3 46 aman kembali tentang huru hara, kerusuhan, dsb; 4 menjadi lemah tentang semangat Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 808. Penggunaan frasa merah padam dalam kalimat ini menggambarkan perasaan Galang yang begitu malu karena tidak dapat menjawab pertanyaan Reni. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Tapi, tampaknya pertanyaanku membuatnya terguncang. Bagai diterpa angin kencang, badan limbung dan bergoyang. Padahal, sebenarnya itu soal mudah.” Roro Mendut Atmo , hal 79. Berikut contoh lain dari metafora mati, yaitu besar mulut: 32 “Hai, panglima kerajaan yang katanya selalu menang perang Mengakumu saja sebagai ksatria, tapi nyatanya berlaku betina. Engkau hanya besar mulut menghadapi dua orang mengerahkan para pengikut. Perempuan bisanya hanya menjerit, masih kau takut-takuti dengan segenap prajurit.” Pronocitro memanas-manasi lawannya Roro Mendut Atmo , hal 11. Adapun pada contoh 32 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa besar mulut. Frasa besar mulut dalam kalimat ini mempunyai makna ‘suka membual atau menyombong dengan perkataan’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 143 kata besar mempunyai makna 1 lebih dari ukuran sedang; lawan dari kecil; 2 tinggi dan gemuk; 3 luas; tidak sempit; 4 lebar; 5 ki hebat; mulia; berkuasa; 6 banyak; tidak sedikit tentang jumlah; 7 menjadi dewasa; 8 lebih dewasa daripada sebelumnya; 9 penting berguna sekali. Kata mulut mempunyai arti 1 rongga di muka, tempat gigi dan lidah, untuk memasukkan makanan pada manusia atau binatang; 2 ki lubang, liang, atau apa saja yang rupanya sebagai mulut; bagian dari barang tempat masuknya sesuatu; 3 ki cakap; perkataan; 4 Fis lubang untuk meluahkan zat alir Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 762. Penggunaan frasa besar mulut dalam kalimat ini menggambarkan Pronocitro yang berusaha memanas-manasi lawannya. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu: 47 “Maka, dikerahkanlah pasukan artilerinya untuk mengejar triman pujaan. Setelah menyisir setiap sudut wilayah, pasukan berkuda itupun menemukan dua sejoli. Keduanya lalu dikepung dari berbagai jurusan hingga tak ada jalan keluar. Mengetahui musuhnya telah terisolasi, Wiroguno pun tertawa-tawa.” Roro Mendut Atmo , hal 11. Berikut contoh lain dari metafora mati, yaitu gencatan senjata: 33 Maka, terjadilah gencatan senjata Roro Mendut Atmo, hal 16. Adapun pada contoh 33 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa gencatan senjata. Frasa gencatan senjata dalam kalimat ini mempunyai makna ‘penghentian aktivitas tembak-menembak dalam perang’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 352 kata gencatan mempunyai makna penghentian. Kata senjata mempunyai arti 1 alat yang dipakai untuk berkelahi atau berperang keris, senapan, dsb; 2 ki sesuatu surat, kop surat, cap, memo, dsb yang dipakai untuk memperoleh suatu maksud; 3 tanda bunyi pada tulisan Arab fatah, kasrah, damah, dsb Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , 2002: 1038. Penggunaan frasa gencatan senjata dalam kalimat ini menggambarkan Wiroguno dan Pronocitro tidak lagi saling menyerang karena ancaman Roro Mendut. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Kedua lelaki itu pun tidak lagi saling menyerang. Tak ada yang melakukan gerakan. Namun, mereka tetap saling curiga. Keris Wiroguno masih digenggam, sedangkan Pronocitro masih terpojok dan tidak berdaya.” Roro Mendut Atmo, hal 16. Berikut contoh lain dari metafora mati, yaitu adem-ayem: 34 Rumah tangganya tergolong sebagai keluarga yang adem-ayem Roro Mendut Atmo , hal 21. 48 Adapun pada contoh 34 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan kata adem-ayem. Kata adem-ayem dalam kalimat ini mempunyai makna ‘sejuk dan tenang tentram’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 7 kata adem mempunyai makna 1 dingin; sejuk; 2 tenteram pikiran, hati; tenang; 3 hambar rasa makanan; tawar . Kata ayem mempunyai arti tenteram dan damai di hati Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , 2002: 81. Penggunaan kata adem-ayem dalam kalimat ini menunjuk kepada kondisi rumah tangga Atmo Jogja yang tenang dan tenteram. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Ia dengan istrinya tidak pernah terdengar berantem. Ia termasuk mudah bergaul di luar rumah, meski tampaknya di dalam sebagai seorang diktator.“ Roro Mendut Atmo, hal 21. Berikut contoh lain dari metafora mati, yaitu celaka dua belas: 35 “Aduh, celaka dua belas” seruku Roro Mendut Atmo, hal 40. Adapun pada contoh 35 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa celaka dua belas. Frasa celaka dua belas dalam kalimat ini mempunyai makna ‘celaka sekali’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 201 kata celaka mempunyai makna 1 selalu mendapat kesulitan, kemalangan, kesusahan, dsb; malang, sial; 2 kas keparat, jahanam, bangsat; 3 cak kata seru menyatakan perasaan tidak senang, kecewa, dsb. Kata dua mempunyai arti 1 bilangan yang dilambangkan dengan angka 2 Arab atau II Romawi; 2 urutan ke-2 sesudah pertama dan sebelum ke-3; 3 jumlah bilangan 1 ditambah 1 Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 276. Kata belas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 125 berarti satuan bilangan dari 11-19. 49 Penggunaan frasa celaka dua belas dalam kalimat ini menggambarkan kepanikan dan keterkejutan Toben ketika mengetahui si korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Wah, cepatlah mengejar Tadi ia bersama Hirun ke rumah sakit“ kata anak tuan rumah yang mengetahui maksud kedatanganku Roro Mendut Atmo, hal 40. Berikut contoh lain dari metafora mati, yaitu hampa tangan: 36 Pantaslah, pertemuan tidak diakhiri happy ending, meski bukan dengan duka lara, tak ada kesepakatan ataupun penandatanganan MOU. Eh bukan, maksudku MOL alias memorandum of love. Pulang hampa tangan . Dan aku pun sebenarnya kurang menginginkan Roro Mendut Atmo , hal 80. Adapun pada contoh 36 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa hampa tangan. Frasa hampa tangan dalam kalimat ini mempunyai makna ‘tidak membawa apa-apa pulang dengan tangan kosong’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 385 kata hampa mempunyai makna 1 tidak berisi; kosong; 2 ki tidak bergairah; sepi; 3 ki sia-sia; tidak ada hasilnya; 4 ki bodoh; tidak berpengetahuan. Kata tangan mempunyai arti 1 anggota badan dari siku sampai ke ujung jari atau dari pergelangan sampai ujung jari; 2 ki sesuatu yang digunakan sebagai atau menyerupai tangan; 3 kekuasaan; pengaruh; perintah Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 1136. Penggunaan frasa hampa tangan dalam kalimat ini menunjuk kepada Reni yang sebenarnya menginginkan Galang megungkapkan perasaannya. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Pantaslah, pertemuan tidak diakhiri happy ending, meski bukan dengan duka lara. Tak ada kesepakatan 50 ataupun penandatanganan MOU. Eh bukan, MOL alias memorandum of love.” Roro Mendut Atmo, hal 80. Berikut contoh lain dari metafora mati, yaitu ketinggalan jaman : 37 “Mataku jadi saksi, Lang. Sayang sekali, punya teman terlalu ketinggalan jaman . Oh ya, aku barusan dari rumah Pak Anto, si dosen bujang perlente. Biasalah, diskusi sambil rujakan. Eh, ternyata mereka ada di sana. Nah, apa kamu tidak berani bersaing dengan teman sendiri?” begitu kata Wijaya Roro Mendut Atmo, hal 82. Adapun pada contoh 37 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa ketinggalan jaman. Frasa ketinggalan jaman dalam kalimat ini mempunyai makna ‘sudah tidak sesuai lagi dengan jaman’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 1196 kata ketinggalan mempunyai makna 1 masih tetap di tempatnya dsb; masih selalu ada sedang yang lain sudah hilang, pergi, dsb; 2 sisanya ialah …; bersisa …; tersisa …; yang masih ada hanyalah …; 3 ada di belakang; terbelakang; 4 tidak naik kelas tentang murid sekolah; 5 sudah lewat lalu; lampau; 6 diam di; 7 selalu; tetap demikian halnya; 8 melupakan; 9 tidak usah berbuat apa-apa selain dari …; 10 bergantung kepada; terserah kepada; terpulang kepada; 11 sebagai keterangan pada kata majemuk berarti a yang didiami; b yang ditinggalkan dikosongkan dsb. Kata zaman mempunyai arti 1 jangka waktu yang panjang atau pendek yang menandai sesuatu; 2 kala; waktu Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 1279. Penggunaan frasa ketinggalan jaman dalam kalimat ini menggambarkan keadaan Galang yang tidak mengetahui mengenai Nico dan Reni. Hal ini dapat dilihat pada pertanyaan yang diajukan Galang pada Wijaya, ketika ia memberitahu Galang mengenai Nico dan Reni, yaitu “Darimana kau tahu?” Galang kurang semangat Roro Mendut Atmo, hal 82 . Berikut contoh lain dari metafora mati, yaitu mabuk kepayang: 51 38 Sampai ia mabuk kepayang Roro Mendut Atmo, hal 77. Adapun pada contoh 38 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa mabuk kepayang. Frasa mabuk kepayang dalam kalimat ini mempunyai makna ‘tergila-gila karena cinta’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 693 kata mabuk mempunyai arti berbuat di luar kesadaran; lupa diri. Kepayang mempunyai arti pohon, tinggi hingga 40 m, kayunya tidak awet, digunakan untuk membuat batang korek api, kulit kayu digunakan sebagai tuba ikan, buahnya mengandung biji yang memabukkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 546. Penggunaan frasa mabuk kepayang dalam kalimat ini mengungkapkan perasaan seseorang terhadap lawan jenisnya. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Padahal cintanya padaku selangit. Bener nih, suer Aku sih, Cuma tahu dari gelagatnya saja.” Roro Mendut Atmo, hal 77. Berikut contoh lain dari metafora mati, yaitu pemuda ingusan: 39 “Hai, kamu pemuda ingusan Menurut laporan asistenku, kamu orang yang bernama Pronocitro brengsek itu, bukan?” Roro Mendut Atmo, hal 9. Pada contoh 39 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa pemuda ingusan. Frasa pemuda ingusan dalam kalimat ini mempunyai makna ‘orang yang tidak berpengalaman’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 757 kata pemuda mempunyai makna orang muda laki-laki. Kata ingusan mempunyai makna muda sekali; belum tahu apa-apa; belum punya pengalaman Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 434. 52 Penggunaan frasa pemuda ingusan dalam kalimat ini bertujuan untuk menghina lawan bicara yang dianggap belum punya pengalaman apa-apa. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat sesudahnya, yaitu “Enak saja, nambah-nambahin nama orang Cuman Pronocitro saja. Nggak pakai brengsek, tuh,” jawab yang ditanya dengan tenang Roro Mendut Atmo, hal 9. Berikut contoh lain dari metafora mati, yaitu setengah hati: 40 Setengah hati ku ayunkan kaki Roro Mendut Atmo, hal 76. Adapun pada contoh 40 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa setengah hati. Frasa setengah hati dalam kalimat ini mempunyai makna ‘tidak ikhlas, tidak rela, memiliki rasa keberatan ketika melakukan sesuatu’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 1172 kata setengah mempunyai makna 1 seperdua; separuh; 2 sebagian; sejumlah; 3 belum sempurna; 4 ki agak gila; kurang waras pikiran, otak, akal. Kata hati mempunyai arti 1 Anat organ badan yang berwarna kemerah-merahan di bagian kanan atas rongga perut, gunanya untuk mengambil sari-sari makanan di dalam darah dan menghasilkan empedu; 2 daging dari hati sebagai bahan makanan terutama hati dari binatang sembelihan; 3 jantung; 4 sesuatu yang ada di dalam tubuh manusia yang dianggap sebagai tempat segala perasaan batin dan tempat menyimpan pengertian perasaan dsb; 5 apa yang terasa dalam batin; 6 sifat tabiat batin manusia; 7 bagian yang di dalam sekali tentang buah, batang, tumbuhan, dsb Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 392. Penggunaan frasa setengah hati dalam kalimat ini menunjuk kepada perasaan seseorang yang merasa berat hati; tidak ikhlas; tidak sepenuh hati, ketika mengerjakan sesuatu hal. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Terpaksa aku menuju ruang tamu. Dengan malas dan rasa ogah aku melangkah. Setengah hati kuayunkan kaki. Sepertinya aku mau marah pada tamu yang datang ke rumah. Rasanya aku mau mengumpat habis-habisan 53 pada tamu yang tak tahu adat” Roro Mendut Atmo, hal 76. Berikut contoh lain dari metafora mati, yaitu tanah perantauan: 41 Beberapa saat menjelang keberangkatannya ke tanah perantauan, ia datang lagi Roro Mendut Atmo, hal 66. Adapun pada contoh 41 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan frasa tanah perantauan. Frasa tanah perantauan dalam kalimat ini mempunyai makna ‘daerah lain tempat mencari penghidupan’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 1132 kata tanah mempunyai makna 1 permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali; 2 keadaan bumi di suatu tempat; 3 permukaan bumi yang diberi batas; 4 daratan; 5 permukan bumi yang terbatas yang ditempati suatu bangsa yang diperintah suatu negara atau menjadi daerah negara; negeri; 6 bahan-bahan dari bumi; bumi sebagai bahan sesuatu pasir, napal, cadas, dsb; 7 dasar warna, cat, dsb. Kata perantauan mempunyai arti 1 negeri lain tempat mencari penghidupan dsb; 2 daerah yang didiami oleh orang yang berasal dari daerah lain Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga , 2002: 930. Penggunaan frasa tanah perantauan dalam kalimat ini menunjuk kepada daerah lain tempat Harman mencari penghidupan. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Itulah hari ulang tahun terakhirku bersamanya sebelum kemudian ia pergi dariku” Roro Mendut Atmo, hal 66. Berikut contoh lain dari metafora mati, yaitu bersaing sehat: 42 “Kukirim puisi. Itu berarti, aku telah memiliki rasa seni seperti halnya Nico. Ya, aku mampu bersaing sehat dengannya.” Galang menatap mataku lagi Roro Mendut Atmo, hal 86. Adapun pada contoh 42 unsur yang menunjukkan gaya bahasa metafora adalah penggunaan kata bersaing sehat. Kata bersaing sehat dalam kalimat ini mempunyai makna ‘atas-mengatasi, dahulu-mendahului dengan cara yang baik 54 dan benar’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 978 kata bersaing mempunyai makna berlomba atas-mengatasi, dahulu-mendahului. Kata sehat mempunyai arti 1 baik seluruh badan serta bagian-bagiannya bebas dari sakit; 2 yang mendatangkan kebaikan pada badan; 3 sembuh dari sakit; 4 ki baik dan normal tentang pikiran; 5 boleh dipercaya atau masuk akal tentang pendapat, usul, alasan, dsb; 6 berjalan dengan baik atau sebagaimana mestinya tentang keadaan keuangan, ekonomi, dsb; 7 dijalankan dengan hati-hati dan dan baik-baik tentang politik dsb Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, 2002: 1011. Penggunaan frasa bersaing sehat dalam kalimat ini menggambarkan kecemburuan Galang pada temannya, Nico, sehingga iapun memutuskan untuk bersaing secara sportif. Hal ini dapat dilihat dalam kalimat yang mendukungnya, yaitu “Oh, aku lupa. Bagaimana kabar Nico? Dulu kita sering bersamanya. Pasti ia sudah jadi pelukis ngetop. Kamu tahu kan, dimana dia sekarang?” tambahnya Roro Mendut Atmo, hal 86. Tabel 2 Gaya Bahasa Metafora Mati No. data Pengungkapan Metafora Penjelasan Arti 27 “Lho, kamu naksir sama bapaknya atau anaknya? Maumu apa, sih? Kamu bisa mati kutu karena memendam rindu. Kamu bisa ketinggalan kereta, hanya karena menyembunyikan rasa cinta. Sudah terbukti, Nico menganggapmu sepi. Apa kamu sudah bereaksi?” Jaya mengurus temannya dengan berapi-api. Kata ketinggalan kereta dalam kalimat ini mempunyai makna sudah jauh tertinggal oleh lawan. Penggunaan kata ketinggalan kereta dalam kalimat ini menunjuk kepada Galang yang sudah kalah oleh Nico dalam memperebutkan Reni. 28 Orang yang mengingkari kata hatinya hingga pergi begitu saja Kata hatinya dalam kalimat ini mempunyai makna perasaan yang 55 tak pernah bicara. timbul di hati; gerak hati. Penggunaan metafora kata hati dalam kalimat ini menunjuk kepada perasaan yang timbul dari dalam hati tokoh Galang Wicaksana . 29 Di pintu aku memutar anak kunci perlahan-lahan ke arah kiri. Kata anak kunci dalam kalimat ini mempunyai makna alat untuk membuka kunci. Penggunaan kata anak kunci dalam kalimat ini menunjuk kepada benda kecil yang digunakan untuk membuka pintu. 30 Maka daun pintu pun terkuak. Kata daun pintu dalam kalimat ini mempunyai makna bagian barang yang tipis lebar. Penggunaan kata daun pintu dalam kalimat ini menunjuk pada pintu yang akan dibuka. 31 Muka galang merah padam. Kata merah padam dalam kalimat ini mempunyai makna merah sekali warna muka ketika marah atau malu sekali. Penggunaan kata merah padam dalam kalimat ini menggambarkan perasaan Galang yang begitu malu karena tidak dapat menjawab pertanyaan Reni. 32 “Hai, panglima kerajaan yang katanya selalu menang perang Mengakumu saja sebagai ksatria, tapi nyatanya berlaku betina. Engkau hanya besar mulut menghadapi dua orang mengerahkan para pengikut. Perempuan bisanya hanya menjerit, masih kau takut-takuti dengan segenap prajurit.” Pronocitro memanas-manasi lawannya. Kata besar mulut dalam kalimat ini mempunyai makna suka membual atau menyombong dengan perkataan. Penggunaan kata besar mulut dalam kalimat ini menggambarkan Pronocitro yang berusaha memanas- manasi lawannya. 33 Maka, terjadilah gencatan senjata . Kata gencatan senjata dalam kalimat ini mempunyai makna penghentian aktivitas tembak-menembak dalam perang. Penggunaan kata gencatan senjata dalam kalimat ini menggambarkan Wiroguno dan Pronocitro tidak lagi saling menyerang karena ancaman Roro Mendut. 56 34 Rumah tangganya tergolong sebagai keluarga yang adem- ayem. Kata adem ayem dalam kalimat ini mempunyai makna sejuk dan tenang tentram. Penggunaan kata adem ayem dalam kalimat ini menunjuk kepada kondisi rumah tangga Atmo Jogja yang tenang dan tentram. 35 “Aduh, celaka dua belas” seruku. Kata celaka dua belas dalam kalimat ini mempunyai makna celaka sekali. Penggunaan kata celaka dua belas dalam kalimat ini menggambarkan kepanikan dan keterkejutan Toben ketika mengetahui si korban dibawa ke rumah sakit. 36 Pantaslah, pertemuan tidak diakhiri happy ending, meski bukan dengan duka lara, tak ada kesepakatan ataupun penandatanganan MOU. Eh bukan, maksudku MOL alias memorandum of love. Pulang hampa tangan . Dan aku pun sebenarnya kurang menginginkan. Kata hampa tangan dalam kalimat ini mempunyai makna tidak membawa apa-apa pulang dengan tangan kosong. Penggunaan kata hampa tangan dalam kalimat ini menunjuk kepada Reni yang sebenarnya menginginkan Galang mengungkapkan perasaannya. 37 “Mataku jadi saksi, Lang. Sayang sekali, punya teman terlalu ketinggalan jaman . Oh ya, aku barusan dari rumah Pak Anto, si dosen bujang perlente. Biasalah, diskusi sambil rujakan. Eh, ternyata mereka ada di sana. Nah, apa kamu tidak berani bersaing dengan teman sendiri?” begitu kata Wijaya. Kata ketinggalan jaman dalam kalimat ini mempunyai makna sudah tidak sesuai lagi dengan jaman. Penggunaan kata ketinggalan jaman dalam kalimat ini menggambarkan keadaan Galang yang tidak mengetahui mengenai Nico dan Reni. 38 Sampai ia mabuk kepayang. Kata mabuk kepayang dalam kalimat ini mempunyai makna ‘tergila-gila karena cinta’. Penggunaan kata mabuk kepayang dalam kalimat ini mengungkapkan perasaan seseorang terhadap lawan jenisnya. 39 “Hai, kamu pemuda ingusan Menurut laporan asistenku, kamu orang yang bernama Pronocitro brengsek itu, bukan?” Kata pemuda ingusan dalam kalimat ini mempunyai makna ‘orang yang tidak berpengalaman’. Penggunaan kata pemuda ingusan dalam kalimat ini bertujuan untuk menghina lawan bicara yang dianggap belum punya pengalaman apa-apa. 57 40 Setengah hati ku ayunkan kaki. Kata setengah hati dalam kalimat ini mempunyai makna ‘tidak ikhlas, tidak rela, memiliki rasa keberatan ketika melakukan sesuatu’. Penggunaan kata setengah hati dalam kalimat ini menunjuk kepada perasaan seseorang yang merasa berat hati; tidak ikhlas; tidak sepenuh hati, ketika mengerjakan sesuatu hal. 41 Beberapa saat menjelang keberangkatannya ke tanah perantauan , ia datang lagi. Kata tanah perantauan dalam kalimat ini mempunyai makna ‘daerah lain tempat mencari penghidupan’. Penggunaan kata tanah perantauan dalam kalimat ini menunjuk kepada daerah lain tempat Harman mencari penghidupan. 42 “Kukirim puisi. Itu berarti, aku telah memiliki rasa seni seperti halnya Nico. Ya, aku mampu bersaing sehat dengannya.” Galang menatap mataku lagi. Kata bersaing sehat dalam kalimat ini mempunyai makna ‘atas- mengatasi, dahulu-mendahului dengan cara yang baik dan benar’. Penggunaan kata bersaing sehat dalam kalimat ini menggambarkan kecemburuan Galang pada temannya, Nico, sehingga iapun memutuskan untuk bersaing secara sportif.

2.4 Gaya Bahasa Personifikasi