57
40 Setengah hati
ku ayunkan kaki. Kata setengah hati dalam kalimat ini
mempunyai makna ‘tidak ikhlas,
tidak rela, memiliki rasa keberatan ketika
melakukan sesuatu’.
Penggunaan kata setengah hati dalam kalimat
ini menunjuk
kepada perasaan seseorang yang merasa berat
hati; tidak ikhlas; tidak sepenuh hati, ketika mengerjakan sesuatu hal.
41 Beberapa
saat menjelang
keberangkatannya ke
tanah perantauan
, ia datang lagi. Kata tanah perantauan dalam kalimat
ini mempunyai makna ‘daerah lain tempat
mencari penghidupan’.
Penggunaan kata tanah perantauan dalam kalimat ini menunjuk kepada
daerah lain tempat Harman mencari penghidupan.
42 “Kukirim puisi. Itu berarti, aku
telah memiliki rasa seni seperti halnya Nico. Ya, aku mampu
bersaing sehat
dengannya.” Galang menatap mataku lagi.
Kata bersaing sehat dalam kalimat ini
mempunyai makna
‘atas- mengatasi,
dahulu-mendahului dengan cara yang baik dan benar’.
Penggunaan kata bersaing sehat
dalam kalimat ini menggambarkan kecemburuan Galang pada temannya,
Nico, sehingga iapun memutuskan untuk bersaing secara sportif.
2.4 Gaya Bahasa Personifikasi
Gaya bahasa personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa
seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan Keraf, 1984: 140. Berikut ini gaya bahasa personifikasi yang ditemukan dalam kumpulan cerita pendek Roro Mendut
Atmo: 43 Wanita itu berasal dari sebuah kadipaten yang mengobarkan bara
pemberontakan Roro Mendut Atmo, hal 1.
Kalimat 43 unsur yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi adalah frasa kadipaten yang mengobarkan bara pemberontakan.
58 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 488 kata kadipaten
mempunyai arti daerah yang dikuasai oleh adipati, yang lebih rendah daripada kesultanan. Kata mengobarkan memiliki arti 1 membakar hingga menyala-nyala;
menjadikan berkobar; 2 membangkitkan semangat hingga berapi-api Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga
, 2002: 577. Kata bara memiliki arti barang sesuatu arang yang terbakar dan masih berapi Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Ketiga , 2002: 106. Kata pemberontakan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Ketiga 2002: 142 memiliki arti 1 orang yang melawan atau
menentang kekuasaan yang sah; pendurhaka; 2 orang yang sifatnya suka memberontak melawan.
Frasa kadipaten yang mengobarkan bara pemberontakan menunjukkan pengandaian bahwa suatu kadipaten bisa membangkitkan semangat untuk
menentang kekuasaan yang sah layaknya manusia. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang mendukungnya, yaitu:
“Sebagai pampasan perang, Roro Mendut adalah milik sah penguasa kerajaan. Wanita itu berasal dari sebuah kadipaten yang mengobarkan bara pemberontakan.
Karena berada di pihak yang kalah, gadis itu diboyong ke kotaraja Mataram. Di istana ia tak bisa menolak ketika sang raja memanfaatkannya sebagai seorang
triman untuk kepentingan negara” Roro Mendut Atmo, hal 1.
Berikut bentuk penggantian frasa kadipaten yang mengobarkan bara
pemberontakan :
43a Wanita itu berasal dari sebuah kadipaten yang mengawali pemberontakan.
Berikut contoh lain dari personifikasi, yaitu api disintegrasi: 44 Ia dihadiahkan pada Tumenggung Wiroguno sebagai penghargaan atas
jasa sang pahlawan perang yang mampu memadamkan api disintegrasi Roro Mendut Atmo, hal 1.
Pada kalimat 44 unsur yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi adalah frasa api disintegrasi. Frasa api disintegrasi dalam kalimat tersebut
menunjukkan pengandaian bahwa api diibaratkan dapat menyebabkan situasi terpecah belah sehingga harus segera dipadamkan. Dalam Kamus Besar Bahasa
59 Indonesia Edisi Ketiga
2002: 60 kata api mempunyai arti 1 panas dan cahaya yang berasal dari sesuatu yang terbakar; 2 kebakaran; 3 ki perasaan yang
menggelora tentang cinta, perjuangan. Kata disintegrasi memiliki arti 1 keadaan
tidak bersatu padu; keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau persatuan;
perpecahan; 2 Fis sebarang transformasi, baik spontan maupun terimbas oleh
radiasi, yang dibarengi dengan pemancuran zarah atau foton Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga
, 2002: 268. Penggunaan frasa api disintegrasi dalam kalimat ini mengungkapkan
bahwa di suatu kadipaten telah terjadi pemberontakan terhadap penguasa Mataram, yang berhasil dipadamkan oleh Tumenggung Wiroguno. Hal ini dapat
dilihat dari kalimat yang mendukungnya, yaitu “Sebagai pampasan perang, Roro Mendut adalah milik sah penguasa kerajaan. Wanita itu berasal dari sebuah
kadipaten yang mengobarkan bara pemberontakan. Karena berada di pihak yang kalah, gadis itu diboyong ke kotaraja Mataram” Roro Mendut Atmo, hal 1.
Berikut bentuk penggantian frasa api disintegrasi: 44a Ia dihadiahkan pada Tumenggung Wiroguno sebagai penghargaan
atas jasa sang pahlawan perang yang mampu memadamkan pemberontakan yang telah terjadi.
Berikut contoh lain dari personifikasi, yaitu malam semakin diam: 45 Jam setengah dua belas, malam semakin diam Roro Mendut Atmo, hal
65. Pada kalimat 45 unsur yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi
adalah frasa malam semakin diam. Kata diam menunjukkan sifat manusia yang tidak bersuara berbicara, tidak bergerak tetap di tempat. Dalam kalimat
tersebut kata diam menunjukkan pengandaian bahwa malam dapat bersuara
60 berbicara dan bergerak selayaknya manusia. Kata diam memiliki makna ‘sunyi’.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 261 kata diam
mempunyai arti 1 tidak bersuara berbicara; 2 tidak bergerak tetap di tempat; 3
tidak berbuat berusaha apa-apa. Penggunaan frasa malam semakin diam dalam kalimat ini mengungkapkan
bahwa malam semakin sunyi, tidak bersuara berbicara, dan tidak bergerak layaknya manusia, seiring dengan datangnya tanggal 19 Desember. Hal ini dapat
dilihat dari kalimat yang mendukungnya, yaitu: “Biasanya, seperti yang sudah-sudah, seperti tahun-tahun sebelumnya, tiap
tanggal 19 Desember selalu kuterima kiriman selembar kartu dari seseorang. Kali ini aku takut berada pada tanggal 19 Desember untuk menerima kiriman kartu
ucapan. Tidak Aku tak ingin melihat sesuatu yang menakutkan itu” Roro Mendut Atmo
, hal 64-65. Berikut bentuk penggantian kata diam:
45a Jam setengah dua belas, malam semakin sunyi. Berikut contoh lain dari personifikasi, yaitu:
46 Ucapan lidahnya yang minta disaksikan pihak lain, bahkan alam, adalah sumpah. Tak ada yang berkata-kata, tak ada yang bersuara. Sekujur tubuh
Wijaya merinding dan bergetar. Dinding kamarnya menatap Galang penuh kesangsian. Angin pun sejenak berhenti berkelana.
Dan, dedaunan yang merimbunkan pepohonan di samping rumah Wijaya, sesaat
menganga Roro Mendut Atmo, hal 84.
Kalimat 46 unsur yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi adalah kata disaksikan dalam kalimat “Ucapan lidahnya yang minta disaksikan pihak
lain, bahkan alam, adalah sumpah”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 981 kata saksi mempunyai arti 1 orang yang melihat atau mengetahui sendiri suatu peristiwa
kejadian; 2 orang yang dimintai hadir pada suatu peristiwa yang dianggap mengetahui kejadian tersebut agar pada suatu ketika, apabila diperlukan, dapat
memberikan keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh-
61
sungguh terjadi; 3 orang yang memberikan keterangan di muka hakim untuk kepentingan pendakwa atau terdakwa; 4 keterangan bukti pernyataan yang
diberikan oleh orang yang melihat atau mengetahui; 5 bukti kebenaran; 6 orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan penuntutan dan
peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengarnya, dilihatnya, atau dialaminya sendiri.
Kata disaksikan merupakan keadaan dimana seseorang menyaksikan sendiri suatu peristiwa dan juga bisa memberikan keterangan yang membenarkan
bahwa peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi. Dalam kalimat tersebut terdapat pengandaian bahwa alam diibaratkan seperti manusia sehingga bisa diminta untuk
menjadi saksi atas sumpah yang diucapkan Galang, selayaknya manusia. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang mendukungnya, yaitu:
“Tak ada lagi canda dan tawa. Galang berdiri menghentak. Kedua bola matanya menatap langit-langit kamar. Lalu, ia bicara dengan kerasnya. Kata-katanya begitu
menggelegar. Suaranya memenuhi isi ruangan. “Saksikan engkau, hai Wijaya” Galang mengangkat kedua tangannya. Lalu ia bicara lagi. “Demi Reni, akan
kutulis berpucuk-pucuk surat cinta dan akan kugubah berjuta sajak cinta. Semua untuk dirinya. Suatu saat nanti, ketika telah kutulis suratnya, dan telah kugubah
sajak cintanya, akan kutunjukkan padamu, pada dinding, angin, dan dedaunan, bahwa aku mampu menggandeng tangan Baiq Anggraeni.” Roro Mendut
Atmo
, hal 83-84. Kalimat 46 unsur yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi adalah
kalimat Dinding kamarnya menatap Galang penuh kesangsian. Kata menatap merupakan sifat manusia dalam memperhatikan atau melihat suatu objek. Dalam
kalimat tersebut menatap menunjukkan pengandaian bahwa dinding kamar tersebut memiliki mata selayaknya manusia sehingga dapat melihat dengan
menggunakan matanya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 1149 kata menatap mempunyai arti memandangi.
62 Penggunaan kata menatap dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa
dinding kamar itu memandangi Galang karena sumpah yang di ucapkannya. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang mendukungnya, yaitu:
“Tak ada lagi canda dan tawa. Galang berdiri menghentak. Kedua bola matanya menatap langit-langit kamar. Lalu, ia bicara dengan kerasnya. Kata-katanya begitu
menggelegar. Suaranya memenuhi isi ruangan. “Saksikan engkau, hai Wijaya” Galang mengangkat kedua tangannya. Lalu ia bicara lagi. “Demi Reni, akan
kutulis berpucuk-pucuk surat cinta dan akan kugubah berjuta sajak cinta. Semua untuk dirinya. Suatu saat nanti, ketika telah kutulis suratnya, dan telah kugubah
sajak cintanya, akan kutunjukkan padamu, pada dinding, angin, dan dedaunan, bahwa aku mampu menggandeng tangan Baiq Anggraeni.” Roro Mendut
Atmo
, hal 83-84. Kalimat 46 unsur yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi adalah
kata menganga. Kata menganga menunjukkan sifat manusia yang kaget karena sesuatu hingga membuat mulut terbuka dan mata tercengang. Dalam kalimat
tersebut menganga
menunjukkan pengandaian bahwa dedaunan tersebut digambarkan dapat menganga selayaknya manusia. Kata menganga memiliki
makna ‘tercengang’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002:
781 kata menganga mempunyai arti 1 membuka lebar tentang mulut; terbuka lebar; 2 membuka mulut karena tercengang; 3 melihat saja.
Penggunaan kata menganga dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa dedaunan itu tercengang karena sumpah yang diucapkan Galang. Hal ini dapat
dilihat dari kalimat yang mendukungnya, yaitu: “Tak ada lagi canda dan tawa. Galang berdiri menghentak. Kedua bola matanya
menatap langit-langit kamar. Lalu, ia bicara dengan kerasnya. Kata-katanya begitu menggelegar. Suaranya memenuhi isi ruangan. “Saksikan engkau, hai Wijaya”
Galang mengangkat kedua tangannya. Lalu ia bicara lagi. “Demi Reni, akan kutulis berpucuk-pucuk surat cinta dan akan kugubah berjuta sajak cinta. Semua
untuk dirinya. Suatu saat nanti, ketika telah kutulis suratnya, dan telah kugubah sajak cintanya, akan kutunjukkan padamu, pada dinding, angin, dan dedaunan,
63 bahwa aku mampu menggandeng tangan Baiq Anggraeni.” Roro Mendut
Atmo , hal 83-84.
Kalimat 46 unsur yang menunjukkan gaya bahasa personifikasi adalah kata berkelana. Kata berkelana menunjukkan sifat manusia yang mengadakan
perjalanan ke mana-mana tanpa tujuan tertentu. Dalam kalimat tersebut berkelana menunjukkan pengandaian bahwa angin dapat melakukan perjalanan kemana pun
tanpa tujuan tertentu selayaknya manusia. Kata berkelana memiliki makna ‘mengembara’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga 2002: 529
kata berkelana mempunyai arti pergi ke mana-mana; mengembara. Penggunaan kata berkelana dalam kalimat ini mengungkapkan bahwa
angin tersebut berhenti mengembara karena sumpah yang diucapkan oleh Galang. Hal ini dapat dilihat dari kalimat yang mendukungnya, yaitu:
“Tak ada lagi canda dan tawa. Galang berdiri menghentak. Kedua bola matanya menatap langit-langit kamar. Lalu, ia bicara dengan kerasnya. Kata-katanya begitu
menggelegar. Suaranya memenuhi isi ruangan. “Saksikan engkau, hai Wijaya” Galang mengangkat kedua tangannya. Lalu ia bicara lagi. “Demi Reni, akan
kutulis berpucuk-pucuk surat cinta dan akan kugubah berjuta sajak cinta. Semua untuk dirinya. Suatu saat nanti, ketika telah kutulis suratnya, dan telah kugubah
sajak cintanya, akan kutunjukkan padamu, pada dinding, angin, dan dedaunan, bahwa aku mampu menggandeng tangan Baiq Anggraeni.” Roro Mendut
Atmo
, hal 83-84. Berikut bentuk penggantian kalimat 46:
46a Ucapan lidahnya yang minta diketahui oleh pihak lain, bahkan alam, adalah sumpah. Tak ada yang berkata-kata, tak ada yang bersuara.
Sekujur tubuh Wijaya merinding dan bergetar. Dinding kamarnya memandangi Galang penuh kesangsian. Angin pun sejenak berhenti
mengembara. Dan, dedaunan yang merimbunkan pepohonan di
samping rumah Wijaya, sesaat tercengang.
64
Tabel 3 Gaya Bahasa Personifikasi
No. data
Pengungkapan Personifikasi No.
data Pengungkapan Biasa
43 Wanita itu berasal dari sebuah
kadipaten yang mengobarkan bara pemberontakan.
43a Wanita itu berasal dari sebuah
kadipaten yang
mengawali pemberontakan.
44
Ia dihadiahkan
pada Tumenggung
Wiroguno sebagai penghargaan atas jasa
sang pahlawan perang yang mampu
memadamkan api
disintegrasi.
44a
Ia dihadiahkan
pada Tumenggung Wiroguno sebagai
penghargaan atas jasa sang pahlawan perang yang mampu
memadamkan pemberontakan
yang telah terjadi.
45 Jam setengah dua belas, malam
semakin diam. 45a
Jam setengah dua belas, malam semakin sunyi
.
46 Ucapan lidahnya yang minta
disaksikan pihak lain, bahkan alam,
adalah sumpah. Tak ada yang berkata-kata, tak ada yang
bersuara. Sekujur tubuh Wijaya merinding
dan bergetar.
Dinding kamarnya menatap Galang
penuh kesangsian.
Angin pun sejenak berhenti berkelana.
Dan, dedaunan yang merimbunkan pepohonan di
samping rumah Wijaya, sesaat menganga.
46a Ucapan lidahnya yang minta
diketahui oleh
pihak lain,
bahkan alam, adalah sumpah.
Tak ada yang berkata-kata, tak ada yang bersuara. Sekujur
tubuh Wijaya merinding dan bergetar.
Dinding kamarnya
memandangi Galang
penuh kesangsian. Angin pun sejenak
berhenti mengembara.
Dan, dedaunan yang merimbunkan
pepohonan di samping rumah Wijaya, sesaat tercengang.
2.5 Gaya Bahasa Alusi