Penentuan dosis asam asetat Penentuan waktu pemberian rangsang Penetapan dosis asetosal Perlakuan hewan uji

pada campuran mencapai suhu 90 o C. Selanjutnya, campuran diserkai selagi panas.

5. Pembuatan sediaan a. Larutan asam asetat 1 sebanyak 25,0 ml

Larutan asam asetat dibuat dengan cara pengenceran dari larutan asam asetat glasial 100 vv dengan volume pengambilan dihitung dengan menggunakan rumus: Volume1 x konsentrasi1 = volume2 x konsentrasi2 Sebanyak 0,25 ml asam asetat glasial kemudian ditambah aquades hingga 25,0 mlmenggunakan labuukur 25 ml. b. Larutan CMC Na 1 Larutan CMC Na 1 dibuat dengan cara melarutkan serbuk CMC Na sebanyak 1,0 g kemudian ditaburkan di atas permukaan air panas sedikit demi sedikit sambil diaduk sehingga mengembang. Larutan yang terbentuk diaduk kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan tambahkan aquades hingga tanda batas 100 ml kemudian digojog. c. Suspensi asetosal 1 25 ml dalam CMC Na 25 ml Suspensi asetosal 1 dibuat dengan mensuspensikan 250,0 mg asetosal dengan CMC Na 1 dalam labu ukur 25 ml.

6. Penentuan dosis asam asetat

Larutan asam asetat 1 digunakan sebagai senyawa penginduksi rasa nyeri pada mencit. Menurut Gunawan 2010, Andini 2010, Tokiman 2011 dan Sidebang 2011, larutan asam asetat 1 diberikan pada tiga kelompok mencit dengan dosis berbeda, yaitu 25,50 dan 75 mgKgBB. Dari ketiga dosis tersebut dicari dosis optimum yang dapat menimbulkan respon nyeri berupa geliat yang dapat diamati sehingga memudahkan pengamatan.

7. Penentuan waktu pemberian rangsang

Selang waktu pemberian asam asetat ditentukan untuk mengetahui waktu dimana senyawa uji telah terabsorbsi dengan optimal sehingga dapat segera menimbulkan efek. Andini 2010 telah melakukan penelitian mengenai penentuan selang waktu dengan menggunakan asetosal 91 mgKgBB dengan variansi selang waktu adalah 5, 10 dan 15 menit. Dari ketiga selang waktu tersebut dicari selang waktu optimum yang dapat menimbulkan respon nyeri berupa geliat yang dapat diamati sehingga memudahkan pengamatan.

8. Penetapan dosis asetosal

Kontrol positif yang digunakan adalah asetosal sehingga asetosal harus memberikan respon pengurangan geliat. Dosis asetosal yang digunakan dalam penelitian ini adalah dosis lazim, yaitu 0,5 g atau 500 mg yang kemudian dikonversikan pada mencit sehingga dosisnya dapat dihitung sebagai berikut. Berat badan manusia Indonesia adalah 50 kg. Faktor konversi dengan pedoman manusia Eropa adalah 70 Kg adalah 70:50x 500 g = 700 mg. Konversi dari manusia 70 Kg ke mencit 20 g adalah 0,0026 x 700 = 1,82 mg. Maka dosis asetosal adalah 1,82 mg: 20 g = 0,091 mggBB atau 91KgBB diperoleh dosis 91 mgKgBB. Menurut penelitian terdahulu Handara 2006; Riadiani 2006 danTusthi 2007 penetapan dosis asetosal 91 mgKgBB.

9. Perlakuan hewan uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih betina galur Swiss yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan antara 20-30 g. Semua mencit dipelihara dengan kondisi yang sama meliputi: pakan, minum, kandang dan alasnya. Sebelum diperlakukan mencit terlebih dahulu dipuasakan selama 24 jam dengan tetap diberi minum, hal ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh makanan terhadap hasil uji. Mencit yang digunakan sebanyak 30 mencit yang terbagi secara acak dalam 7 kelompok. Kelompok I adalah kontrol negatif aquades dosis 25 gkgBB, kelompok II adalah control positif asetosal dosis 91 mgKgBB dan kelompok III, IV, V, VI dan V berturut-turut adalah kelompok perlakuan daun iler, dengan peringkat dosis 163,75; 327,5; 655; 1310 dan 2620 mgKgBB yang diberikan secara peroral. Setelah selang waktu tertentu hasil orientasi, mencit diberikan rangsang kimia berupa asam asetat 1 secara intraperitonial dengan dosis hasil orientasi kemudian respon geliat diamati dan dicatat selang waktu 5 menit selama 1 jam.

10. Penetapan kriteria geliat