Kehidupan Wanita Jepang Zaman Heian Dalam Lingkungan Keluarga Kehidupan Wanita Jepang Zaman Heian Dalam

20 Kehidupan wanita disetiap negara pastilah memiliki perbedaan. Masing- masing negara memiliki cirikhas tersendiri. Perbedaan disetiap negara itu bisa berupa kehidupan sosial, karir, dan sebagainya. Perbedaan itu sendiri sewaktu- waktu juga bisa berubah maupun berkembang disetiap negara. Hal ini juga tidak terlepas dari faktor-faktor budaya dan kehidupan masyarakat yang ada pada saat itu.Begitu juga halnya dengan Jepang. Jepang juga memiliki cirikhas tersendiri terhadap kehidupan sosial wanitanya. Kehidupan sosial ini terus berkembang dan mengalami perubahan dari zaman ke zaman.

2.3.1 Kehidupan Wanita Jepang Zaman Heian Dalam Lingkungan Keluarga

Peran perempuan dalam keluarga golongan kelas atas menghabiskan sebagian besar hidup mereka didalam rumah orangtua atau suami mereka, sedangkan perempuan menengah dan miskin bekerja bahu-membahu dengan kaum lelaki. Perempuan kelas bawah di abad sebelas bisa memiliki kebebasan tapi sedikit bisa menikmati waktu santai.Ayako, sudah tentu, bukanlah tipe perempuan sejamannya, walaupun hubungan seks secara bebas dipertukarkan di semua golongan, dan laki- laki ningrat bukan hanya praktik poligami tapi juga memiliki hubungan gelap sebagai sampingan. Hubungan antara laki-laki dan perempuan di Jepang pada masa ini mengejutkan barat karena bersifat liberal sampai pada titik yang bisa dianggap tidak bermoral.Kunjungan sembunyi-sembunyi seorang pemuda ke kamar seorang gadis yang satu kelas dengannya dianggap biasa antara dua kekasih.Mereka saling bertukar syair keesokan harinya, tetapi hubungan tersebut tidak mesti berlanjut.Apabila mereka melanjutkan sampai tiga malam berturut-turut, berarti Universitas Sumatera Utara 21 sudah terjadi pernikahan dan pengantin pria diterima oleh keluarga pengantin wanita dengan menyuguhi kue beras khusus.Dia biasanya menetap di rumah istrinya.Status istri bergantung pada status suami, perilakunya, atau kedudukan orangtua si istri, karena si pria bisa saja memiliki beberapa istri.Selain itu tak jarang pula terjadi si suami mempunyai sejumlah gundik.Si pria juga dapat menceraikan istrinya cukup hanya dengan memberitahukan keputusannya itu.Akan tetapi, seorang gadis biasanya dijaga dengan baik oleh keluarganya.

2.3.2 Kehidupan Wanita Jepang Zaman Heian Dalam

LingkunganSosial Pada zaman Heian, kehidupan dalam istana kerajaan Jepang saat itu sungguh tak menguntungkan bagi kaum wanita. Seperti di banyak kerajaan lainnya, para wanita keluarga raja sangat dijaga. Hidup para wanita penuh aturan dan batasan. Dunia di luar istana nyaris tak mereka kenali. Para wanita hanya boleh keluar ketika ada acara pesta rakyat. Pendidikan yang mereka ketahui pun terbatas. Hanya sedikit di antara mereka yang bisa membaca dan menulis. Dalam suasana seperti inilah lahir novelis wanita pertama dunia, Shikibu Murasaki. Dialah penulis Genji Monogatari Kisah Genji, karya novel pertama dalam sejarah. Pada zaman ini, perempuan kerajaan menggunakan pakaian formal yang disebut Jyunihitoe kimono berlapis 12. Kostum dipilih berdasarkan jabatan dan musim. Kimono perempuan menggunakan sistem kombinasi warna yang melambangkan bunga dan tanaman yang spesifik yang ada di suatu musim atau bulan, contohnya irome dan kasane no irome. Pada umumnya, perempuan yang Universitas Sumatera Utara 22 belum menikah mengenakan hakama warna gelap. Sementara, perempuan yang sudah menikah mengenakan hakama dengan warna-warna cerah, umumnya merah. Penghuni istana amat memiliki cita rasa seni yang tinggi. Pakaian pun dibuat indah dengan aturan warna untuk masing-masing level di istana bahkan warna yang berbeda untuk setiap musim. Kaum wanitanya pun berbusana Kimono yang sudah menggunakan teknik pencelupan warna dan sulaman yang indah. Anggota aristokrasi berperilaku sesuai dengan aturan dan estetika. Untuk memiliki reputasi yang baik bagi bangsawan merupakan tantangan yang utama. Kecantikan merupakan hal yang baik, tetapi apa yang dianggap indah bagi seorang bangsawan Heian mungkin dianggap jelek oleh anggota dari budaya lain. Gigi putihdianggap jelek pada masa itu dan menghitamkannya dengan pewarna. Ketika seorang wanita tersenyum, mungkin tampak seperti oval gelap. Kebiasaan menghitamkan gigi dikenal sebagai o-haguro dan berlangsung hingga akhir abad 19. Para wanita bangsawan juga mencabut alis mereka dan mewarnainya tepat diatas 2-3cm dari alis asli mereka. Begitu juga halnya dengan para pria bangsawan, mereka melakukan hal yang sama. Tidak hanya bagian alis, bagi seorang wanita yang memiliki rambut yang sangat panjang, bahkan lebih panjang dari tubuhnya merupakan hal yang cantik. Dan bagi laki-laki terlalu banyak rambut dibagian wajah tidak dapat diterima, hanya kumis tipis dan rambut janggut tipis di bawah dagu yang dianggap menarik. Aturan lain keindahan zaman Heian diterapkan sama untuk kedua jenis kelamin. Fitur yang dianggap menarik bagi pria dan wanita adalah mata kecil, wajah bulat dan bengkak, agak gemuk, dan kulit putih. kulit gelap dikaitkan dengan petani dan buruh. Aristokrat menganggap tubuh telanjang merupakan hal jelek. Orang-orang kaya memakai Universitas Sumatera Utara 23 beberapa lapisan pakaian. Wanita memakai sampai enam lapisan baju dengan lengan yang panjang dengan warna yang berbeda-beda. Jika salah satu dari warna- warna ini terlalu pucat atau terlalu terang, maka itu akan menjadi banyak kritikan. Bangsawan zaman Heian dapat memiliki reputasi yang tidak baik hanya karena pakaian yang tidak tepat . Karena zaman itu posisi wanita dianggap cukup penting, seorang wanita yang memiliki kemampuan dalam menulis puisi, cerita, atau bermain musik, maka wanita tersebut bisa masuk ke kalangan atas dan menjadi selir atau istri. Kaum bangsawan pria sering meminta selirnya untuk menciptakan puisi secara mendadak, jadi apabila sang wanita bisa memenuhi permintaannya tersebut maka wanita itu akan dihormati. Dengan pengaruh ini, nuansa kebudayaan Jepang penuh dengan gairah kebudayaan. Transportasi saat itu tidak praktis dan lamban. Di kota, untuk berpergian dari satu tempat ke tempat lain umumnya orang berjalan kaki, kecuali kalau kedudukannya memungkinkan dia mendapat kereta yang ditarik lembu. Selain itu, pria maupun wanita lazim menunggang kuda atau diusung dengan tandu. Kebiasaan makan dan minum pada abad kesebelas agak berbeda dengan kebiasaan di masa belakangan. Minum teh belum lazim dilakukan. Umumnya orang meminum sake beras. Daging, dengan pengecualian unggas liar, jarang dikonsumsi. Makanan rakyat jelata terdiri atas sayur, kacang buncis, dan millet. Mereka yang cukup berada menambahkan nasi, ikan, dan buah-buahan.

2.4 Kajian Sosiologis Sastra