23
beberapa lapisan pakaian. Wanita memakai sampai enam lapisan baju dengan lengan yang panjang dengan warna yang berbeda-beda. Jika salah satu dari warna-
warna ini terlalu pucat atau terlalu terang, maka itu akan menjadi banyak kritikan. Bangsawan zaman Heian dapat memiliki reputasi yang tidak baik hanya
karena pakaian yang tidak tepat .
Karena zaman itu posisi wanita dianggap cukup penting, seorang wanita yang memiliki kemampuan dalam menulis puisi, cerita, atau bermain musik, maka
wanita tersebut bisa masuk ke kalangan atas dan menjadi selir atau istri. Kaum bangsawan pria sering meminta selirnya untuk menciptakan puisi secara
mendadak, jadi apabila sang wanita bisa memenuhi permintaannya tersebut maka wanita itu akan dihormati. Dengan pengaruh ini, nuansa kebudayaan Jepang
penuh dengan gairah kebudayaan. Transportasi saat itu tidak praktis dan lamban. Di kota, untuk berpergian dari
satu tempat ke tempat lain umumnya orang berjalan kaki, kecuali kalau kedudukannya memungkinkan dia mendapat kereta yang ditarik lembu. Selain itu,
pria maupun wanita lazim menunggang kuda atau diusung dengan tandu. Kebiasaan makan dan minum pada abad kesebelas agak berbeda dengan
kebiasaan di masa belakangan. Minum teh belum lazim dilakukan. Umumnya orang meminum sake beras. Daging, dengan pengecualian unggas liar, jarang
dikonsumsi. Makanan rakyat jelata terdiri atas sayur, kacang buncis, dan millet. Mereka yang cukup berada menambahkan nasi, ikan, dan buah-buahan.
2.4 Kajian Sosiologis Sastra
Universitas Sumatera Utara
24
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. sosiologi berasal dari kata akar kata sosio Yunani socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan,
teman dan logi logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Perkembangan berikutnya mengalami perubahan makna, soiosocius berarti masyarakat,
logilogos berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan evolusi masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari
keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Sastra dari akar kata sas Sansekerta berarti mengarahkan,
mengajar, memberi petunjuk dan intruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran
yang baik. Makna kata sastra bersifat lebih spesifik sesudah terbentuk menjadi kata jadian, yaitu kesusastraan, artinya kumpulan hasil karya yang baik Ratna,
2003:1-2. Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang objek studinya berupa aktivitas sosial
manusia. Sastra adalah karya seni yang merupakan ekspresi kehidupan manusia. Dengan demikian, antara karya sastra dengan sosiologi sebenarnya merupakan
dua bidang yang berbeda, tetapi keduanya saling melengkapi. Sosiologi tidak hanya menghubungkan manusia dengan lingkungan sosial budayanya, tetapi juga
dengan alam Fananie, 2000:132. Dengan demikian sosiologi sastra merupakan penelitian terhadap karya sastra
dengan mempertimbangkan keterlibatan struktur sosialnya. Dimana penelitian sosiologi sastra, baik dalam bentuk penelitian ilmiah maupun aplikasi praktis,
dilakukan dengan cara mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan unsur-
Universitas Sumatera Utara
25
unsur karya sastra dalam kaitannya dengan perubahan-perubahan struktur sosial yang terjadi dalam masyarakat.
Sosiologi sebagai suatu pendekatan terhadap karya sastra yang masih mempertimbangkan karya sastra dan segi-segi sosial Wellek dan Warren 1956:
84, 1990: 111 membagi sosiologi sastra sebagai berikut: 1.
Sosiologi pengarang, profesi pengarang, dan istitusi sastra, masalah yang berkaitan di sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang
sosial status pengarang, dan idiologi pengarang yang terlibat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra, karena setiap pengarang adalah
warga masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat meluas ke
lingkungan tempat tinggal dan berasal. Dalam hal ini, informasi tentang latar belakang keluarga, atau posisi ekonomi pengarang akan memiliki
peran dalam pengungkapan masalah sosiologi pengarang Wellek danWarren,1990:112.
2. Sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri yang
menjadi pokok penelaahannya atau apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Pendekatan yang umum dilakukan
sosiologi ini mempelajari sastra sebagai dokumen sosial sebagai potret kenyataan sosial. Wellek dan Warren, 1990:122. Beranggapan dengan
berdasarkan pada penelitian Thomas Warton penyusun sejarah puisi Inggris yang pertama bahwa sastra mempunyai kemampuan merekam
ciri-ciri zamannya. Bagi Warton dan para pengikutnya sastra adalah gudang adat-istiadat, buku sumber sejarah peradaban.
Universitas Sumatera Utara
26
3. Sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan dampak sosial karya
sastra, pengarang dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat; seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga membentuknya. Banyak orang
meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan dan diterapkan dalam kehidupannya.
Sebagai sebuah dunia miniatur, karya satra berfungsi untuk menginvestarisasikan sejumlah besar kejadian-kejadian, yaitu kejadian-kejadian
yang telah dikerangkakan dalam pola-pola kreativitas dan imajinasi. Pada dasarnya, seluruh kejadian dalam karya, bahkan juga karya-karya yang termasuk
ke dalam genre yang paling absurd pun merupakan prototipe kejadian yang pernah dan mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan ciri kreativitas
dan imajinasinya, sastra memiliki kemungkinan yang paling luas dalam mengalihkan keragaman kejadian alam semesta ke dalam totalitas neratif semantis,
dari kuantitas kehidupan sehari-hari kedalam kualitas dunia fiksional Ratna, 2003:35.
Sastra dapat dikatakan sebagai cermin masyarakat, atau diasumsikan sebagai salinan kehidupan, tidak berarti struktur masyarakat seluruhnya dapat tergambar
dalam sastra. Yang didapat di dalamnya adalah gambaran masalah masyarakat secara umum ditinjau dari sudut lingkungan tertentu yang terbatas dan berperan
sebagai mikrokosmos sosial. Seperti lingkungan bangsawan, penguasa, gelandangan, rakyat jelata, dan sebagainya.
Beberapa alasan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat. Nyoman dalam Parinduri 2008:12, mengemukakan sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
27
1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin
oleh penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat.
2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan
yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh masyarakat.
3. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui
kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan.
4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang
lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika. Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut.
5. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas,
masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya. Pengarang, melalui kemampuan intersubjektivitasnya yang menggali
kekayaan masyarakat, menuangkannya ke dalam karya sastra, yang kemudian dinikmati oleh pembaca. Kekayaan suatu karya sastra berbeda-beda, pertama,
tergantung dari kemampuan pengarang dalam melukiskan hasil pengalamannya. Kedua, adalah kemampuan pembaca dalam memahami suatu karya sastra. Pada
umumnya para pengarang yang berhasil adalah para pengamat sosial sebab merekalah yang mampu untuk mengkombinasikan antara fakta-fakta yang ada
dalam masyarakat dengan ciri-ciri fiksional. Dengan kata lain, pengarang merupakan indikator penting dalam menyebarluaskan keberagaman unsur-unsur
kebudayaan, sekaligus perkembangan tradisi sastra Parinduri, 2008:12-13.
Universitas Sumatera Utara
28
Di antara genre utama karya sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama, genre prosalah yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial.
Alasan yang dapat dikemukakan, diantaranya adalah novel menampilkan unsur- unsur cerita paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan
masalah-masalah kemasyarakatan yang juga paling luas, bahasa novel juga cenderung merupakan bahasa sehari-hari, bahasa yang umum digunakan dalam
masyarakat. Oleh karena itulah, dikatakan bahwa novel merupakan genre paling sosiologis dan responsif. Oleh karena itu pulalah, menurut Hauser dalam Ratna
2003:336 karya sastra lebih jelas dalam mewakili ciri-zamannya. Seperti dalam novel The Dragon Scroll yang menunjukkan kehidupan wanita dalam zaman
feodal keshogunan. Cara-cara penyajian yang berbeda dibandingkan dengan ilmu sosial dan
humaniora jelas membawa ciri-ciri tersendiri terhadap sastra. penyajian secara tak langsung, dengan menggunakan bahasa metaforis konotatif, memungkinkan untuk
menanamkan secara lebih intern masalah-masalah kehidupan terhadap pembaca, artinya ada kesejajaran antara ciri-ciri karya sastra dengan hakikat kemanusiaan.
Dimana fungsi karya sastra yang penting yang sesuai dengan hakikatnya yaitu imajinasi dan kreativitas adalah kemampuannya dalam menampilkan dunia
kehidupan yang lain yang berbeda dengan dunia kehidupan sehari-hari. Inilah aspek-aspek sosial karya sastra, di mana karya sastra diberikan kemungkinan yang
sangat luas untuk mengakses emosi, obsesi, dan berbagai kecenderungan yang tidak mungkin tercapai dalam kehidupan sehari-hari. Selama membaca karya
sastra pembaca secara bebas menjadi raja, dewa, perampok, dan berbagai sublimasi lain.
Universitas Sumatera Utara
29
Dengan pertimbangan bahwa sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, maka model analisis yang dapat dilakukan
menurut Nyoman dalam Parinduri 2008:14-15 meliputi tiga macam, yaitu: 1.
Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang
pernah terjadi. Pada umumnya disebut sebagai aspek intrinsik, model hubungan yang terjadi disebut refleksi.
2. Sama dengan di atas, tetapi dengan cara menemukan hubungan
antarstruktur, bukan aspek-aspek tertentu, dengan model hubungan yang bersifat dialektika.
3. Menganalisis karya sastra dengan tujuan untuk memperoleh informasi
tertentu, dilakukan oleh disiplin tertentu. Model analisis inilah yang pada umumnya menghasilkan karya sastra sebagai gejala kedua.
Di dalam menganalisis dengan menggunakan sosiologi sastra, masyarakatlah yang harus lebih berperan. Masyarakatlah yang mengkondisikan karya sastra,
bukan sebaliknya.
2.5 Biografi Inggrid.J. Parker