II.3.1. Ruang Lingkup Konservasi Hutan Mangrove
Ruang lingkup konservasi hutan mangrove meliputi usaha perlindungan, pelestarian alam dalam bentuk penyisihan areal sebagai
kawasan suaka alam baik untuk perairan laut, pesisir, dan hutan mangrove.
Konservasi hutan mangrove mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Melestarikan vegetasi dengan habitat hutan mangrove dengan tipe-
tipe ekosistem. 2. Melindungi jenis-jenis biota dengan habitatnya yang terancam
punah. 3. Mengelola areal bagi pembiakan jenis-jenis biota yang bernilai
ekonomi. 4. Melindungi unsur-unsur yang mempunyai nilai sejarah dan
budaya. 5. Mengelola areal yang bernilai estetis dan memanfaatkan areal
tersebut bagi usaha rekreasi, turisme, pendidikan, penelitian dan lain-lain.
II.3.2. Kebijakan Hutan Mangrove
Departemen Kehutanan sebagai departemen teknis yang mengemban tugas dalam pengelolaan hutan, maka landasan dan
prinsip dasar yang dibuat harus berdasarkan peraturan yang berlaku, landasan keilmuan yang relevan, dan konvensi-konvensi internasional
terkait dimana Indonesia turut meratifikasinya. Kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengelolaan Hutan Lestari Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dan oleh karena itu, maka pemerintah bertanggung jawab dalam
pengelolaan yang berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan Pasal 2.
Selanjutnya dalam kaitan kondisi mangrove yang rusak, kepada setiap orang yang memiliki, pengelola dan atau memanfaatkan
hutan kritis atau produksi, wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan konservasi Pasal 43. Adapun
berdasarkan statusnya, hutan terdiri dari hutan negara dan hutan hak pasal 5, ayat 1. Berkaitan dengan hal itu, Departemen
Kehutanan secara teknis fungsional menyelenggarakan fungsi pemerinthan dan pembangunan dengan menggunakan pendekatan
ilmu kehutanan untuk melindungi, melestarikan, dan mengembangkan ekosistem hutan baik mulai dari wilayah
pegunungan hingga wilayah pantai dalam suati wilayah Daerah
Aliran Sungai DAS, termasuk struktur sosialnya. Dengan demikian sasaran Departemen Kehutanan dalam pengelolaan
hutan mangrove adalah membangun infrastruktur fisik dan sosial baik di dalam hutan negara maupun hutan hak. Selanjutnya dalam
rangka melaksanakan fungsinya, Departemen Kehutanan sebagai struktur memerlukan penunjang antara lain teknologi yang
didasarkan pada pendekatan ilmu kelautan sebagai infrastruktur yang implementasinya dalam bentuk tata ruang pantai.
2. Desentralisasi Kewenangan Pengelolaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Propinsi,
maka kewenangan Pemerintah pusat dalam rehabilitasi hutan dan lahan termasuk hutan mangrove hanya terbatas menetapkan
pola umum rehabilitasi hutan dan lahan, penyusunan rencana makro, penetapan kriteria, standar, norma dan pedoman,
bimbingan teknis dan kelembagaan, serta pengawasan dan pengendalian. Sedangkan penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan
lahan pada hutan produksi, hutan lindung, hutan hak, dan tanah milik diselenggarakan oleh pemerintah daerah, terutama
Pemerintah KabupatenKota, kecuali di kawsan hutan konservasi masih menjadi kewenangan Pemerintah pusat.
3. Konservasi dan Rehabilitasi Secara Partisipatif Dalam program konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove,
pemerintah lebih berperan sebagai mediator dan fasilitator mengalokasikan dana melalui mekanisme yang ditetapkan,
sementara masyarakat sebagai pelaksana yang mampu mengambil inisiatif. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah disebutkan bahwa penggunaan dana reboisasi sebesar 40
dialokasikan kepada daerah penghasil untuk kegiatan reboisasi- penghijauan dan sebesar 60 dikelola Pemerintah Pusat untuk
kegiatan reboisasi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan disebutkan bahwa Dana
Reboisasi sebesar 40 dialokasikan sebagai Dana Alokasi Khusus DAK untuk rehabilitasi hutan dan lahan di daerah penghasil
kabupatenkota termasuk untuk rehabilitasi hutan mangrove. Hingga saat ini Departemen Kehutanan telah mengkoordinasi
dengan Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah serta Bappenas untuk mempersiapkan
penyaluran dan pengelolaan DAK-DR dimaksud.
4. Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Mangrove Di dalam menyelenggarakan kewenangannya dalam pengelolaan
hutan mangrove, Departemen Kehutanan membawahi Unit Pelaksana Teknis UPT yang bekerja di daerah, yaitu Balai
Pengelolaan DAS BPDAS akan tetapi operasional penyelenggaraan rehabilitasi dilaksanakan Pemerintah Propinsi
dan terutama Pemerintah KabupatenKota dinas yang membidangi
kehutanan. Sedangkan untuk meningkatkan
intensitas penguasaan teknologi dan diseminasi informasi mangrove, Departemen Kehutanan sedang mengembangkan Pusat
Rehabilitasi Mangrove Mangrove Centre di Denpasar – Bali untuk wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang selanjutnya akan
difungsikan untuk kepentingan pelatihan, penyusunan dan sebagai pusat informasi. Untuk kedepan sedang dikembangkan Sub Centre
Informasi Mangrove di Pemalang – Jawa Tengah untuk wilayah Pulau Jawa, di Sinjai – Sulawesi Selatan untuk wilayah
Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya, di Langkat – Sumatera Utara untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan. Adapun untuk
mengarahkan pencapaian tujuan sesuai dengan jiwa otonomi daerah, Pemerintah pusat telah menetapkan Pola Umum dan
Standar serta Kriteria Rehabilitasi Hutan dan Lahan Keputusan
Menteri Kehutanan No. 20Kpts-II2001, termasuk di dalamnya rehabilitasi hutan yang merupakan pedoman penyelenggaraan
rehabilitasi hutan dan lahan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan KabupatenKota serta masyarakat. Strategi yang
diterapkan Departemen Kehutanan untuk menuju kelestarian pengelolaan hutan mangrove: 1 Sosialisasi fungsi hutan
mangrove, 2 Rehabilitasi dan konservasi, 3 Penggalangan dana dari berbagai sumber.
II.3.3. Pokok-pokok Kegiatan Mangrove