2.3.4. Sifat fisik-kimia Minyak Kelapa Sawit
Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair dan polimorphism, titik didih boiling point, titik pelunakan, slipping
point, shot melting poin; bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, turbidity point, titik asap, titik nyala dan titik api. Beberapa sifat fisiko-kimia dan kelapa
sawit nilainya dapat dilihat pada Tabel 1.3 Tabel 1.3. Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Sifat Minyak Sawit
Minyak Inti Sawit Bobot jenis pada suhu-
kamar 25- 27 ˚C
Indeks bias D 40˚C Bilangan Iod
Bilangan penyabunan 0,900
1,4565-1,4585 48-56
196-205 0,900-0,913
1,495-1,415 14-20
244-254
Sumber : Krischenbauer 1960 dalam ketaren 1986
2.3.5. Asam Lemak Bebas Free Fatty Acid
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas asam lemak bebas ini
mengakibatkan rendemen minyak tatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak
sawit. Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah dipabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa
pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman dan katalis
enzim. Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk Tim Penulis PS, 1997.
Universitas Sumatera Utara
Rata-rata kadar ALB adalah sebesar 3,5 dalam bentuk asam palmitat, hal ini menunjukkan bahwa kandungan ALB yang berasal dari Pabrik Kelapa Sawit
PKS masih masuk dalam kualitas yang ditetapkan oleh SNI yaitu sebesar 5, walupun di beberapa PKS memiliki ALB lebih besar dari 5. Asam-asam lemak
yang terdapat sebagai ALB dalam CPO terdiri atas berbagai Trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda-beda. Panjang rantai adalah antara 14-20 atom
karbon. Kandungan asam lemak yang terbanyak adalah asam lemak tak jenuh oleat dan linoleat, minyak sawit masuk golongan minyak asam oleat
– linoleat. Untuk ALB dalam CPO komponen utamanya adalah asam palmitat dan oleat
Naibaho, 1998. Seperti ditunjukan pada gambar 1 merupakan gambar umum reaksi
trigliserida secara umum.
Gliserol Asam Lemak
Trigliserida Air
Gambar 1. Reaksi Trigliserida
Menurut Pahan 2006 gliserida dalam minyak bukan merupakan gliserida sederhana, tetapi merupakan gliserida campuran, yaitu molekul gliserol berikatan
dengan asam lemak yang berbeda. Asam lemak yang terbentuk hanya terdapat dalam jumlah yang kecil dan sebagian besar terikat dalam ester. Minyak kelapa
sawit adalah minyak nabati semi padat. Hal ini karena minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih dari C8.
Universitas Sumatera Utara
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung. Minyak sawit berwarna kuning karena kandungan beta karoten yang merupakan bahan
vitamin A. Asam lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida
atau lemak, baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang. Rantai karbon yang jenuh
ialah rantai karbon yang tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang mengandung ikatan rangkap disebut rantai karbon tidak jenuh. Pada umumnya
asam lemak mempunyai jumlah atom karbon genap. Asam lemak tidak jenuh dapat mengandung satu ikatan rangkap atau lebih. Asam oleat mengandung satu
ikatan rangkap. Adanya ikatan rangkap ini yang memungkinkan terjadinya isomer sis-trans. Asam linoleat mempunyai dua ikatan rangkap, sedangkan asam linoleat
mempunyai tiga ikatan rangkap Anna Poejiadi, 1994. Asam lemak bebas merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu
dari minyak kelapa sawit, apabila kadar asam lemak bebasnya semakin tinggi maka mutu minyak sawit tersebut semakin rendah. Faktor-faktor yang
menentukan kadar asam lemak bebas pada minyak sawit adalah: 1.
Pengaruh suhu ; kadar asam lemak yang paling tinggi yaitu diperoleh pada suhu kamar 25-
27˚C. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa enzim lipase pada buah kelapa sawit sudah tidak aktif pada suhu pendinginan
8˚C dan pemanasan 45˚C. Proses enzimatis pada dasar nya adalah serangkaian reaksi kimia sehingga kenaikan suhu akan meningkatkan
kecepatan reaksi. Tetapi karena sifat enzim yang inaktif pada suhu tinggi,
Universitas Sumatera Utara
maka pada proses enzimatis ada batasan suhu sehingga enzim tidak lagi bekerja optimal.
2. Pengaruh penambahan air ; air berpengaruh pada reaksi yang terjadi, dan
pengaruh ini pada dasarnya adalah membantu terjadinya kontak antara substrat dengan enzim. Sebagaimana kita ketahui enzim lipase aktif pada
permukaan interface antara lapisan minyak dan air, sehingga dengan melakukan pengadukan, maka kandungan air pada buah akan mampu untuk
membantu terjadinya kontak ini. 3.
Pengaruh pengadukan dan pelumatan buah ; tingkat pelunakan dan pengadukan buah sangat berpengaruh terhadap proses hidrolisa karena akan
membantu terjadinya kontak antara enzim dan minyak substrat. Hal ini karena posisi enzim lipase pada buah sawit belum diketahui secara pasti,
sehingga untuk mengatasi hal tersebut maka buah harus dilakukan pelunakan secara halus, kemudian minyak dan seratnya dicampurkan kembali. Dengan
proses ini dapat diketahui kadar asam lemak yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan jika buah tidak dilakukan pelunakan sampai halus.
4. Pengaruh kematangan buah ; pada buah kelapa sawit, semakin matang buah
nya maka kadar minyaknya akan semakin tinggi. Dengan semakin tingginya kadar minyak pada buah maka proses hidrolisa secara enzimatis akan
semakin cepat terjadi, sehingga perolehan asam lemak akan lebih tinggi. 5.
Pengaruh lama penyimpanan ; secara alami asam lemak bebas akan terbentuk seiring dengan berjalannya waktu, baik karena aktivitas mikroba karena
hidrolisa dengan bantuan katalis enzim lipase Tambun, 2002.
Universitas Sumatera Utara
Asam lemak bebas dapat menyebabkan ketengikan dalam minyak, yang diartikan sebagai kerusakan bau atau flavour rasa dalam minyak, meningkatkan
kadar kolesterol dalam minyak dan menurunkan suhu dari titik asap smoke point, titik api fire point. Dimana bila minyak dipanaskan, pada suhu tertentu
timbul asap tipis kebiruan atau titik asap. Bila pemanasan diteruskan, akan terjadi titik nyala. Bila minyak sudah terbakar secara tetap, akan terbentuk titik api
Winarno, 1997.
2.3.6. Metode Titrasi Alkalimetri