Ekstraksi Pengaruh pemberian jangka pendek fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

memiliki senyawa ellagitannins yaitu mallotinic acid, corilagin, macatannin A, chebulogic acid , dan macatannin B Gambar 10..

E. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan senyawa aktif yang dapat larut dengan pelarut yang sesuai sehingga terpisah dari senyawa yang tidak dapat larut Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2000. Salah satu metode ekstraksi dari material tumbuhan adalah ekstraksi dengan pelarut organik. Pemilihan pelarut tergantung pada beberapa faktor termasuk karakteristik dari konstituen yang akan diekstraksi, biaya, dan pengaruh lingkungan. Pelarut yang dapat melarutkan zat yang diinginkan pada tumbuhan, maka disebut miscella. Ekstraksi dengan pelarut organik dibagi menjadi beberapa cara, yaitu: a. Maserasi Metode ini meliputi merendam dan menggojog pelarut dan simplisia secara bersamaan. Pelarut kemudian dikeluarkan. Sisa miscella yang tidak dapat dikeluarkan kemudian ditekan atau disentrifugasi. b. Perkolasi Pada metode ini, material tumbuhan dibasahkan dengan pelarut dan akan mengembang sebelum ditempatkan di camber perkolasi. Material secara berulang dibasuh dengan pelarut sampai semua bahan dikeluarkan. Pelarut berulang kali digunakan hingga jenuh. Raaman, 2006. Terdapat beberapa sifat-sifat senyawa yang diekstraksi, yaitu: a. Polaritas Prinsip “like dissolves like” berperan penting dalam ekstraksi. Pelarut non polar akan mengeskstraksi senyawa yang non polar, dan pelarut polar akan mengekstraksi senyawa yang polar. b. Pengaruh variasi pH Kemampuan ionisasi campuran merupakan pertimbangan penting lainnya, seperti pH pelarut dapat disesuaikan untuk memaksimalkan proses ekstraksi. c. Termostabilitas Solubilitas campuran pada pelarut meningkat seiring dengan naiknya temperatur dan temperatur yang lebih tinggi memfasilitasi penetrasi pelarut ke dalam struktur seluler organisme yang diekstraksi. Namun, hal tersebut tidak menguntungkan bagi senyawa yang tidak stabil terhadap temperatur. Houghton and Raman, 1998. Prinsip “like dissolves like” diaplikasikan lagi pada pemilihan pelarut. Tipe pelarut menentukan senyawa yang diekstrak. Sifat-sifat yang berkaitan dengan pelarut adalah titik didih, derajat kemampuan untuk terbakar flammability, reaktivitas Houghton and Raman, 1998. Sifat-sifat pelarut yang digunakan dalam ekstraksi: a. Volatilitas, flammability, dan titik didih Titik didih pelarut menentukan kemudahan untuk menghilangkan pelarut dari ekstrak. Titk didih pelarut yang lebih rendah lebih disukai daripada titik didih yang lebih tinggi dengan polaritas yang sama karena lebih mudah menguap, misalnya heksan 68ºC lebih mudah menguap daripada sikloheksan 80,5 ºC. Namun, pelarut yang mudah menguap, membutuhkan prosedur penanganan yang lebih aman untuk melindungi operator dan lingkungan. Pelarut seperti dietileter, yang memiliki titik didih rendah, cenderung dihindari karena sifat lainnya yaitu mudah terbakar. b. Toksisitas Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah toksisitas pelarut kepada operator. Sebagai contoh, inhalasi kloroform atau dietil eter dalam jumlah besar dapat menyebabkan depresi sistem respirasi dan anestesi sentral. c. Reaktivitas Reaktivitas pelarut penting untuk diketahui, karena pelarut dapat bereaksi secara kimia dengan senyawa yang akan dieksraksi membentuk artefak. Potensi reaksi kimia terjadi pada suasana asam atau basa. Houghton and Raman, 1998. Hasil dari proses ekstraksi disebut dengan ekstrak. Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan 2000, ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair yang dibuat dengan menyari simplisia. Cairan penyari yang dapat digunakan dalam pembuatan sediaan ekstrak adalah air, etanol, eter, atau campuran etanol dan air Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2000.

F. Fraksinasi

Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 118

Pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius (L) Müll. Arg. terhadap kadar albumin pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 125

Pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum alt dan ast tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

2 3 183

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek 6 jam fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar alt-ast pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 139

Pengaruh pemberian jangka pendek 6 jam fraksi heksan etanol dari ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 123

Pengaruh pemberian jangka pendek fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 135

Pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar bilirubin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 133

Efek hepatoprotektif jangka panjang fraksi heksan-etanol ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. terhadap aktivitas laktat dehidrogenase pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 132

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius L. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 106

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius L. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 104