7
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Hati
1. Anatomi Fisiologi Hati
Hati adalah kelenjar terbesar di dalam tubuh yang memiliki berat sekitar 1,4 kg 3 lb pada rata-rata orang dewasa Tortora and Derrickson,
2014, berwarna merah kecoklatan Frandson, Wilke, Fails, 2009, dan berbentuk piramida triangular Karaliotas, Broelsch, Habib, 2006.
Gambar 1. Penampakan arterior lokasi hati pada rongga abdominopelvis Tortora and Derrickson, 2014.
Dapat dilihat pada Gambar 1. bahwa hati terletak lebih rendah dari diafragma, paling banyak menempati bagian hipokondriak kanan dan daerah
epigastrium dari rongga abdominopelvis. Hampir seluruh bagian hati diselubungi oleh peritoneum viseral dan seluruh bagian hati diselubungi oleh
lapisan jaringan konektif yang tebal, tak beraturan yang berada di dalam peritoneum Tortora and Derrickson, 2014. Hati terbagi menjadi 2 lobus, yaitu
lobus kanan dan lobus kiri Gambar 2. dipisahkan oleh celah yang merentang dari tepi kiri vena kava inferior sampai ke kantung empedu. Lobus kanan
terbagi oleh celah intralobular dalam dua lobus, yaitu paramedian kanan dan posterior kanan. Lobus kiri terbagi oleh celah intralobular kiri, yaitu
paramedian kiri dan lateral kiri Karaliotas, et al., 2006.
Gambar 2. Lobus hati Karaliotas, et al., 2006.
Hati tersusun dari beberapa komponen Gambar 3. yaitu: a. Hepatosit
Hepatosit merupakan sel hati yang berperan penting dalam metabolisme, sekresi, dan endokrin. Hepatosit adalah sel epitelial dengan
5-12 sisi yang membentuk 80 volume hati. Hepatosit membentuk susunan kompleks tiga dimensi yang disebut lamina hepatik. Lamina
hepatik bentuknya tidak beraturan dan bercabang. Lamina hepatik merupakan tempat hepatosit yang tiap sisinya dibatasi oleh endotelial
melapisi ruang vaskular yang dinamakan hepatik sinusoid. b. Bile canaliculi
Bile canaliculi merupakan saluran kecil antara hepatosit yang
menampung empedu yang diproduksi oleh hepatosit. Dari bile canaliculi, empedu melewati bile ductules dan kemudian saluran empedu. Saluran
empedu bergabung dan akhirnya membentuk saluran hepatik kanan dan kiri yang lebih luas, kemudian saluran ini bersatu dan meninggalkan hati
sebagai common hepatic duct. Common hepatic duct bergabung dengan cystic duct
untuk membentuk common bile duct. Dari common bile duct, empedu masuk ke duodenum untuk berpartisipasi dalam proses digesti.
c. Sinusoid hepatik. Sinusoid hepatik merupakan kapiler darah yang sangat permeabel
yang terletak di antara jajaran hepatosit yang menerima darah mengandung
oksigen dari cabang arteri hepatik dan nutrien- dari cabang vena porta hepatika.
Tortora and Derrickson, 2014.
Gambar 3. Komponen hati Tortora and Derrickson, 2014.
Hati memiliki unit fungsional terkecil yang disebut dengan asinus hati dan zonasi metabolik yang membedakan adanya suplai darah kaya oksigen pada
pembuluh darah. Asinus hati mengandung hepatosit dan sinusoid dari lobulus yang bersebelahan dan disediakan oleh satu portal tract. Darah mengalir melalui sinusoid
hepatik ke vena lobular pusat yang dapat dilihat pada Gambar 4. bagian A.
Gambar 4. Asinus hati dan zonasi metabolik Naish and Court, 2009.
Hepatosit pada zona 1 dapat dilihat pada Gambar 4. bagian B, yaitu yang paling dekat dengan portal tract, menerima paling banyak oksigen dari arteriola
hepatik dan nutrien dari venula porta. Hepatosit pada zona 3 perifer menerima lebih sedikit oksigen dan nutrien. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan ekspresi dan
metabolisme gen. Kejadian ini dikenal sebagai zonasi metabolik hati Naish and
Court, 2009. 2.
Fungsi Hati
a. Mensekresikan empedu Setiap hari, hepatosit mensekresikan 800-1000 mL empedu yang
berwarna kuning, kecoklatan, atau hijau, dan berminyak. Cairan empedu memiliki pH 7,6-8,6 dan sebagian besar mengandung air, garam empedu,
kolesterol, fosfolipid yang dikenal dengan lesitin, pigmen empedu, dan beberapa ion.
Gambar 5. Pembentukan bilirubin dari fagositosis sel darah merah Tortora and Derrickson, 2014.
Pigmen utama empedu adalah bilirubun. Pada Gambar 5. di atas, fagositosis sel darah merah yang sudah tua melepaskan zat besi, globin,
dan bilirubin berasal dari heme. Zat besi dan globin kemudian didaur ulang, sedangkan bilirubin disekresikan ke empedu dan akan pecah di
usus. Salah satu produk dari pecahnya bilirubin di usus adalah sterkobilin, yang memberikan warna coklat pada feses Tortora and Derrickson, 2014.
b. Metabolisme karbohidrat Hati memiliki fungsi spesifik dalam metabolisme karbohidrat
seperti menyimpan glikogen, mengubah fruktosa dan galaktosa menjadi glukosa, terjadinya proses glukoneogenesis, dan membentuk senyawa-
senyawa penting dari metabolisme karbohidrat. Hati juga memainkan peranan penting dalam menjaga kadar glukosa darah. Hati menyimpan
kelebihan glukosa sebagai glikogen dan mengembalikannya ke darah ketika kadar glukosa darah sangat rendah via “mekanisme buffer glukosa”.
Pada glukoneogenesis, banyak asam amino dan gliserol dari trigliserida yang diubah menjadi glukosa, sehingga berkontribusi dalam menjaga agar
kadar glukosa darah tetap normal Mahtab and Rahman, 2009. c. Metabolisme lipid
Aspek tertentu dalam metabolisme lipid terjadi di dalam hati. Fungsi spesifik hati dalam metabolisme lipid adalah membentuk hampir
seluruh lipoprotein, beta-oksidasi dari asam lemak untuk menyediakan energi bagi bagian tubuh lain, sintesis kolesterol dan fosfolipid, mengubah
karbohidrat dan protein menjadi lemak. Hampir seluruh sintesis lipid di dalam tubuh dari karbohidrat dan protein terjadi di hati, kemudian akan
ditransportasikan pada lipoprotein ke jaringan adiposa untuk penyimpanan Mahtab and Rahman, 2009.
d. Metabolisme protein Hepatosit mendeaminasi asam amino sehingga asam amino dapat
digunakan untuk produksi ATP atau diubah menjadi karbohidrat atau lemak. Amoniak toksik yang dihasilkan kemudian diubah menjadi urea
yang kurang toksik dan diekskresikan dalam urin. Hepatosis juga mesintesis sebagian besar protein plasma, seperti alfa dan beta globulin,
albumin, protrombin, dan fibrinogen Tortora and Derrickson, 2014. e. Mengolah obat dan hormon
Hati akan
mendetoksifikasi zat
seperti alkohol
dan mengekskresikan obat seperti penisilin, eritromisin, dan sulfonamid ke
dalam empedu. Hati juga dapat mengubah atau mengekskresikan hormon tiroid dan steroid seperti estrogen dan aldosteron Tortora and Derrickson,
2014. f. Fungsi imunologi
Bakteri dan antigen dibawa ke hati melalui vena porta dari saluran gastrointestinal. Antigen akan difagosit dan didegradasi oleh sel Kupffer
yang bertindak sebagai penyaring. Sel Kuppfer adalah makrofag yang terikat pada endotelium. Sel ini diaktivasi pertama kali oleh antigen,
mensekresikan interleukin, tumor necrosis factor, kolagen, dan lisosomal hidrolase. Antigen ini didegradasi tanpa produksi antibodi Mahtab and
Rahman, 2009.
g. Metabolisme obat Hati memetabolisme hampir seluruh obat. Pada administrasi obat
secara peroral, absorbi terjadi di usus halus dan dibawa ke hati melalui vena porta, kemudian didistribusikan ke kompartemen yang terkait. Hasil
dari metabolisme obat yaitu termasuk produksi metabolit yang kurang aktif pada non pro-drug, produksi metabolit aktif pada pro-drug Naish
and Court, 2009.
3. Kerusakan Hati
Perubahan morfologi hati merupakan akibat dari kerusakan hati oleh agen kimia maupun biologi. Tipe perubahan menentukan manifestasi klinis,
penurunan fungsi, serta perubahan biokimia hati. Beberapa jenis kerusakan hati adalah nekrosis, steatosis, kolestasis, dan sirosis Zimmerman, 1999.
a. Nekrosis kematian sel Nekrosis kematian sel dapat terjadi karena cedera sel langsung,
gangguan fungsi intraseluler, atau cedera langsung oleh sistem imun yang dimediasi oleh kerusakan membran. Nekrosis hati dapat disebabkan oleh
alkohol, CCl4, brombenzena, dan berilium Duffus and Worth, 1996. b. Steatosis perlemakan hati
Steatosis atau perlemakan hati merupakan keadaan hepatosit yang secara morfologi mengandung lebih dari 5 lemak, atau secara kuantitatif
mengandung lebih dari 5 g lemak per 100 g jaringan hepatik. Biasanya gejala
ini terdapat
pada pasien
dengan diabetes
melitus, hipertrigliseridemia, dan obesitas Rom, Markowitz, 2007. Steatosis juga
seringkali terjadi karena penyakit hati alkoholik Kelly, 2008. Senyawa kimia juga dapat menyebabkan steatosis, beberapa di antaranya adalah
karbon tetraklorida, toluen, stiren, trikloroetan TCE, dan metil kloroform Rom, Markowitz, 2007.
c. Kolestasis Kolestasis didefinisikan sebagai disorder sekresi empedu dan
kolepoiesis yang menyebabkan kemacetan saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Kolestasis dapat menimbulkan penyakit kuning.
Kolestasis ditandai dengan meningkatnya asam empedu, enzim spesifik, dan kolesterol dalam serum Kuntz and Kuntz, 2008.
d. Sirosis Sirosis hati adalah kondisi kronis yang bersifat irreversible yaitu
penggantian hepatosit normal oleh jaringan fibrosa. Sirosis hati paling banyak terjadi karena infeksi virus kronis dan penyalahgunaan alkohol.
Morbiditas sirosis hati meningkat pada pekerja yang setiap hari terpejan oleh solven organik seperti dimetilnitrosamin DMN, trinitrotuluen
TNT, TCE, pestisida, dan hidrazin yang merupakan senyawa yang dapat meningkatkan laju sirosis Rom, Markowitz, 2007. Sirosis merupakan
bentuk kerusakan akhir dari kerusakan hati Zimmerman, 1999.
4. Hepatotoksin
Hepatotoksin merupakan toksin yang dapat menyebabkan kerusakan hati. Senyawa kimia dan obat-obatan yang dapat memicu atau menyebabkan
kerusakan hati diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
a. Hepatotoksin intrinsik Hepatotoksin intrinsik merupakan hepatotoksin yang tergantung
pada dosis. Hepatotoksin intrinsik bersifat reprodusibel pada hewan penelitian. Agen hepatotoksin intrinsik yaitu parasetamol, karbon
tetraklorida, dan alkohol. b. Hepatotoksin idiosinkratik
Hepatotoksin idiosinkratik merupakan hepatotoksin yang tidak tergantung pada dosis dan kerusakan yang dihasilkan tidak dapat
diprediksi pada sebagian kecil resipien. Agen hepatotoksin idiosinkratik adalah isoniazid INH, sulfonamid, valproat, dan fenitoin
Friedman and Keeffe, 2012.
B. Alkaline Phosphatase