Hasil Determinasi Tanaman Uji Pendahuluan

45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka pendek FHEMM serta ada tidaknya kekerabatan antar dosis pemberian FHEMM terhadap penurunan aktivitas ALP pada tikus betina Wistar terinduksi karbon tetraklorida.

A. Hasil Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah Macaranga tanarius L. Müll. Arg. dan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam penyiapan bahan. Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. Müll. Arg. dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta atas nama Penina Kurnia Uly sebagai ketua tim penelitian. Determinasi tanaman yang dilakukan yaitu hingga tingkat spesies dengan cara mencocokkan ciri makroskopis tanaman dengan buku acuan. Bagian tanaman yang dideterminasi yaitu batang, daun, bunga, dan buah. Dari hasil determinasi adalah benar bahwa tanaman tersebut merupakan Macaranga tanarius L. Müll. Arg.

B. Uji Pendahuluan

1. Rendemen FHEMM

Pembuatan FHEMM pada penelitian ini menggunakan metode ekstraksi yaitu maserasi. Ekstraksi serbuk daun Macaranga tanarius L. Müll. Arg. menghasilkan rendemen sebesar 18,03. Fraksinasi ekstrak menghasilkan rendemen sebesar 19,46. Rendemen fraksi yang didapatkan dari perbandingan antara bobot fraksi dengan bobok serbuk adalah sebesar 3,51.

2. Penetapan kadar air serbuk Macaranga tanarius L. Müll. Arg.

Penetapan kadar air serbuk Macaranga tanarius L. Müll. Arg. bertujuan untuk memastikan bahwa serbuk Macaranga tanarius L. Müll. Arg. memenuhi persyaratan kadar air serbuk simplisia yang baik yaitu kurang dari 10 Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995. Penetapan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri menggunakan alat moisture balance . Penetapan kadar air menggunakan metode gravimetri dengan cara serbuk dipanaskan di dalam moisture balance pada suhu 110ºC selama 15 menit. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kadar air Macaranga tanarius L. Müll. Arg. adalah 8,76, maka serbuk Macaranga tanarius L. Müll. Arg. telah memenuhi syarat serbuk simplisia yang baik.

3. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Hepatotoksin yang digunakan pada penelitian ini adalah karbon tetraklorida. Hepatotoksin yang digunakan harus terlebih dahulu ditentukan dosisnya. Tujuan dari penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida adalah untuk mengetahui besar dosis karbon tetraklorida yang dapat menyebabkan kerusakan hati, namun tidak menimbulkan kematian. Kerusakan hati yang terjadi dapat dilihat dari peningkatan kadar ALP. Kerusakan hati akibat karbon tetraklorida ditandai dengan kenaikan ALT dan AST sebesar 3-4x normal Thapa and Walia, 2007. Pada penelitian ini dosis hepatotoksin yang digunakan adalah 2,0 mLKgBB yang mengacu pada penelitian Janakat dan Al-Merie 2002. Menurut penelitian tersebut terjadi peningkatan aktivitas ALT dan AST yang menunjukkan adanya kerusakan hati pada tikus terinduksi karbon tetraklorida, namun tidak menimbulkan kematian. Pada penelitian ini, rute pemberian hepatotoksin yaitu secara i.p. bertujuan untuk menghindari terjadinya kerusakan hepatotoksin karbon tetraklorida akibat enzim-enzim pencernaan.

4. Penentuan dosis FHEMM

Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Handayani 2011, konsentrasi maksimal ekstrak metanol-air Macaranga tanarius L. Müll. Arg. EMMT yang dapat dibuat adalah 38,4. Penentuan dosis pada penelitian FHEMM menggunakan konsentrasi 600 mg25 mL atau 2,4 karena masih bersifat eksploratif. Konsentrasi FHEMM yang lebih kecil daripada EMMT didasarkan pada pertimbangan rendemen FHEMM terhadap total serbuk yang kecil yaitu 3,51. Selain itu, karena penelitian ini menggunakan sediaan fraksi, maka dosis pemberian lebih kecil daripada sediaan ekstrak. Hal ini dikarenakan pada bentuk sediaan EMMT sangat mungkin terdapat banyak campuran selain ellagitannin . Sedangkan pada bentuk sediaan FHEMM, campuran senyawa selain macatannin A, macatannin B, dan chebulogic acid dengan lipofilisitas berturut-turut adalah 2,76; 2,94; dan 2,64 diminimalkan yaitu dengan menggunakan pelarut heksan-etanol lipofilisitas 2,97 yang memiliki kemiripan lipofilisitas dengan senyawa-senyawa tersebut. Volume maksimal yang dapat digunakan secara peroral pada tikus adalah sebesar 5,0 mL. Pada penelitian ini dosis tertinggi didapat dari perhitungan volume menggunakan ⁄ dari volume maksimal yang dapat diberikan, yaitu 2 mL. Kemudian digunakan 3 peringkat dosis dengan faktor kelipatan 2 sehingga didapatkan dosis rendah yaitu sebesar 34,28 mgkgBB; dosis sedang 68,57 mgkgBB; dan dosis tinggi yaitu 137,14 mgkgBB.

5. Penentuan waktu pencuplikan darah

Penentuan waktu pencuplikan darah bertujuan untuk mengetahui waktu karbon tetraklorida menimbulkan efek hepatotoksik yang maksimal dilihat dari aktivitas ALT dan AST. Karbon tetraklorida diberikan pada tikus dengan dosis 2 mLKgBB secara i.p., kemudian dilakukan pencuplikan darah pada jam ke 0, 24, dan 48. Pada penelitian ini menggunakan hasil uji aktivitas ALT dan AST karena telah diketahui indikator terjadinya steatosis untuk pemejanan karbon tetraklorida 2 mLKgBB, yaitu terjadi peningkatan aktivitas ALT sebesar 3x normal dan AST sebesar 4x normal. Hasil uji aktivitas ALT dan AST adalah sebagai berikut. a. Hasil uji aktivitas ALT Hasil analisis statistik serum ALT menunjukkan distribusi data normal dan variansi data homogen ditunjukkan dengan nilai p0,05, sehingga data langsung dapat dianalisis menggunakan analisis variansi satu arah One Way ANOVA. Dari hasil yang didapatkan dan dapat dilihat pada diagram batang Gambar 11., terjadi peningkatan aktivitas serum ALT pada jam ke 24 184 ± 16,5 UL. Jika dibandingkan dengan jam ke 0 66,83 ± 0,8 UL, terjadi peningkatan serum ALT sebesar tiga kali. Tabel I. Purata aktivitas serum ALT ± SE pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB Selang waktu jam Purata Aktivitas serum ALT ±SE UL 66,83 ± 0,8 24 184 ± 16,5 48 62,3 ± 15,6 Keterangan: SE = Standard Error Gambar 11. Diagram batang purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB Hasil statistik didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara aktivitas serum ALT pada jam ke 0 dan 24. Hasil statistik aktivitas serum ALT pada jam ke 0 dan 48 berbeda, namun tidak bermakna. Perbedaan aktivitas serum ALT yang tidak bermakna pada jam ke 0 dengan jam ke 48 menunjukkan bahwa aktivitas serum ALT pada jam ke 48 telah kembali normal seperti pada jam ke 0. Tabel II. Hasil uji Tukey HSD aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB Selang waktu jam Jam ke 0 Jam ke 24 Jam ke 48 Jam ke 0 BB BTB Jam ke 24 BB BB Jam ke 48 BTB BB Keterangan : BB = berbeda bermakna p0,05; BTB = berbeda tidak bermakna p0,05 b. Hasil uji akivitas AST Pada analisis data serum AST menunjukkan bahwa serum AST menunjukkan distribusi data yang normal sehingga data langsung dapat dianalisis menggunakan analisis variansi satu arah One Way ANOVA. Hasil statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok jam ke 0 dengan 24, maupun antara kelompok jam ke 0 dengan 48. Namun, peningkatan yang signifikan terjadi pada jam ke 24. Penurunan serum AST pada jam ke 48 memiliki perbedaan yang bermakna, hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan aktivitas AST pada jam ke 48. Namun, penurunan tersebut tidak sampai pada nilai normalnya. Tabel III. Purata aktivitas serum AST ± SE pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB Selang waktu jam Purata aktivitas serum AST ± SE UL 154,20 ± 2,08 24 669,57 ± 8,37 48 197,73 ± 9,55 Keterangan: SE : Standard Error Gambar 12. Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB Tabel IV. Hasil uji Tukey HSD aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mLkgBB Selang waktu jam Jam ke 0 Jam ke 24 Jam ke 48 Jam ke 0 BB BB Jam ke 24 BB BB Jam ke 48 BB BB Keterangan : BB = berbeda bermakna p0,05; BTB = berbeda tidak bermakna p0,05 Oleh karena aktivitas ALT dan AST paling tinggi pada jam ke 24 setelah pemberian karbon tetraklorida 2 mLKgBB, maka selanjutnya pencuplikan darah dilakukan pada jam ke 24 setelah pemberian karbon tetraklorida 2 mLKgBB. Pencuplikan darah untuk pengukuran ALP juga dilakukan pada jam ke 24 karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Dubey dan Mehta 2014 terjadi peningkatan kadar ALT dan AST pada jam ke 24 setelah induksi karbon tetraklorida bersamaan dengan peningkatan kadar ALP. Selain itu, juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Taj, Khan, Sultana, Ara, dan Haque 2014. Dari hasil penelitian tersebut, pencuplikan darah pada jam ke 24 menyebabkan kenaikan ALT dan AST serta ALP pada tikus terinduksi karbon tetraklorida dosis 2 mLKgBB.

C. Hasil Uji Hepatoprotektif FHEMM

Dokumen yang terkait

Pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 118

Pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius (L) Müll. Arg. terhadap kadar albumin pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 125

Pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. jangka panjang 6 hari terhadap aktivitas serum alt dan ast tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

2 3 183

Efek hepatoprotektif pemberian jangka pendek 6 jam fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar alt-ast pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 139

Pengaruh pemberian jangka pendek 6 jam fraksi heksan etanol dari ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar albumin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 123

Pengaruh pemberian jangka pendek fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap aktivitas alkaline phosphatase pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 135

Pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar bilirubin pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 1 133

Efek hepatoprotektif jangka panjang fraksi heksan-etanol ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. terhadap aktivitas laktat dehidrogenase pada tikus betina galur wistar terinduksi karbon tetraklorida.

0 2 132

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius L. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida.

0 4 106

Efek hepatoprotektif jangka pendek ekstrak metanol-air daun macaranga tanarius L. terhadap tikus terinduksi karbon tetraklorida - USD Repository

0 0 104