Analisis Kejadian Cuaca Ekstrim Di Wilayah Sumatera Utara Berdasarkan Indeks Peringatan Dini

(1)

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM DI WILAYAH

SUMATERA UTARA BERDASARKAN INDEKS

PERINGATAN DINI

TESIS

Oleh

THAHIR DANIEL F. HUTAPEA

107026012/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM DI WILAYAH

SUMATERA UTARA BERDASARKAN INDEKS

PERINGATAN DINI

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk Memperoleh

gelar Magister Sains Dalam Program Studi

Magister Ilmu Fisika pada Program Pascasarjana

Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

THAHIR DANIEL F. HUTAPEA 107026012/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

PENGESAHAN

Judul Tesis : ANALISIS KEJADIAN CUACA

EKSTRIM DIWILAYAH SUMATERA

UTARA BERDASARKAN INDEKS

PERINGATAN DINI

Nama Mahasiswa : THAHIR DANIEL F. HUTAPEA Nomor Induk Mahasiswa : 107026012

Program Studi : Magister Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Muhammad Zarlis, MSc Dr. Mester Sitepu, MSc. M.Phill

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan

Dr. Nasrudin MN, M.Eng,Sc Dr. Sutarman, M.Sc NIP. 195507061981021002 NIP. 196310261991031001


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM

DIWILAYAH SUMATERA UTARA

BERDASARKAN INDEKS PERINGATAN DINI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui bahwa semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dari ringkasan yang tiap satuannya dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, November 2012

Thahir Daniel Foreigner Hutapea NIM. 10 70 26 012


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : Thahir Daniel Forigner Hutapea

NIM : 107026012

Program Studi : Magister Ilmu Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non Ekcelisive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM

DIWILAYAH SUMATERA UTARA

BERDASARKAN INDEKS PERINGATAN DINI

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengolah dalam bentuk data base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin saya selama mencantumkan nama saya sebagai penulis dan pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, November 2012

Thahir Daniel Foreigner Hutapea NIM. 10 70 26 012


(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 8 November 2012

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc

Anggota : 1. Dr. Mester Sitepu, M.Sc, M.Phill

2. Dr. Anwar Dharma Sembiring, M.S 3. Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc 4. Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc


(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut Gelar : Thahir Daniel Foreigner Hutapea, ST Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 10 Januari 1984

Alamat Rumah : Jln. K.H. Wahid Hasyim No. 2A/53 Medan Instansi Tempat Bekerja : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Klas I Polonia Medan

Alamat Kantor : Komp. Bandar Udara Polonia Medan Telepon/Faks : 08116121611

E-mail : hutapea_d@yahoo.com

DATA PENDIDIKAN

SD : SD KATOLIK RK MAKMUR Tamat : 1995 SMP : SMP SWASTA KATOLIK BUDI MURNI 3 Medan Tamat : 1998

SMA : SMAN 4 MEDAN Tamat : 2001

Diploma- 3 : AKADEMI METEOROLOGI DAN GEOFISIKA Tamat : 2006 JAKARTA


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena atas segala kasih dan karunianya yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan sehingga tesis ini dapat di selesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister Sains.

Bapak Dr. Sutarman, M.sc, sebagai Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Bapak Dr. Nasrudin MN, M.Eng,Sc sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika, Bapak Dr. Anwar Dharma Sembiring, M.S, Sekertaris Program Studi Magister Ilmu Fisika, beserta seluruh staf pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis, M.Sc, selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini, demikian juga kepada Bapak Dr. Mester Sitepu, M.Sc, M.Phill, selaku Pembimbing Lapangan yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing kami hingga selesainya penelitian ini.

Kepada kedua orang tua saya, Bapak Ir. S.Gito Hutapea dan Mama Rosphyta Siagian, terimakasih untuk semua dukungan yang telah di berikan, baik itu doa, dukungan moril dan materil yang telah banyak diberikan dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara. Kepada kakak-kakak dan abang ku, Sondang Juli Indah Hutapea,SE, Rio Sudarso Hutapea, Theresia Mei Mahda Hutapea, SP, MM, terimakasih buat dukungan doa dan semangat serta bantuan-bantuan yang telah diberikan dalam menyelesaikan tesis ini dengan baik. Dan kepada yang teristimewa Nevi Dwitya Purba, SE, terimakasih untuk segala doa, cinta, dukungan, semangat dan bantuannya dalam pengerjaan tesis ini.

Kepada sehabat-sahabat ku Ferdika Amsal Harapan Purba, Vincentius Andi M. K., Martha R. Manurung yang telah memberikan bantuan dan doa dalam menyelesaikan tesis ini. Kawan-kawan Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara angkatan 2010 yang telah bersama-sama menjalani pendidikan. Pegawai Administrasi Program Studi Magister Fisika USU medan yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menempuh pendidikan,


(9)

dan berbagai pihak yang banyak membantu kami yang tidak bisa di sebutkan satu persatu.

Dengan segala kerendahan hati, tulisan ini masih mempunyai kekurangan, namun penulis berharap dapat memberikan manfaat sebagai bahan referensi dan untuk keperluan pengembangan ilmu pengetahuan.

Penulis,


(10)

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM

DIWILAYAH SUMATERA UTARA

BERDASARKAN INDEKS PERINGATAN DINI

ABSTRAK

Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu provinsi yang berada di Pulau Sumatera dengan posisi 1°-4° Lintang Utara dan 98°-100° Bujur Timur.Letak geografis Sumatera Utara sangat unik dimana diapit oleh dua perairan yaitu: Selat Malaka dan Samudera Hindia serta dilalui pegunungan bukit barisan yang membentang dari utara hingga selatan. Kondisi ini menyebabkan Cuaca, Musim dan Iklimnya dipengaruhi oleh sirkulasi atmosfer global, regional dan lokal, seperti sirkulasi Utara-Selatan (Hadley), Sirkulasi Barat-Timur (Walker) dan sistem angin lokal. Wilayah Sumatera Utara dilanda beberapa peristiwa bencana baik itu bencana banjir, angin kencang, Petir dan Suhu yang tinggi. Dari hasil penelitian ini didapatkan Variabel suhu permukaan laut dan Tekanan permukaan laut di wilayah A (laut cina Selatan), Wilayah B ( Selat malaka), Wilayah C ( Pantai Barat Sumatera), Variabel OLR, Zonal dan Meridional wind, mempengaruhi pembentukan cuaca ekstrim di wilayah Sumatera Utara. Dari hasil penelitian ini di peroleh indeks peringatan dini di wilayah Sumatra Utara. Dari indeks yang dihasilkan diharapkan masyarakat dapat mempersiapkan diri sebelum kejadian cuaca ekstrim khususnya kejadian banjir untuk mengurangi dampak jatuhnya korban.

Kata Kunci : Cuaca Ekstrim, Suhu muka laut, Tekanan permukaan laut, OLR, Indeks peringatan dini.


(11)

ANALYSIS OF THE OCCURANCE OF EXTREME WEATHER

IN NORTH SUMATRA

BASED ON THE EARLY WARNING INDEX

Abstract

North Sumatera, one of the provinces in Sumatera Island lies between 1°-4° North Latitude and 98°-100° East longitude. The position of North Sumatera is unique where it is flanked by two waters which are Malacca Strait and Indian Ocean. It is also passed by Bukit Barisan from north to south. This condition makes the weather, season, and climate influenced by atmosphere circulation: globally, regionally and locally such as North-South circulation (Hadley), West-East circulation (Walker) and local wind system. North Sumatera area is attacked by several disaster such as flood, bluster, thunderclap and extreme temperature. The result of research is found several variable which are sea level temperature and sea level pressure in A area ( South China Sea), B area ( Malacca strait), C area (Sumatera West Coast), OLR, Zonal and Meridional Wind, influence the formation of extreme weather in North Sumatera Area. From this research, we will get the early warning index for the extreme weather phenomenon for North Sumatera area. In the index result, we expect the community can prepare themselves to face the extreme weather condition especially flood to reduce the impact of extreme weather (flood) victims.

Key Words : Extreme Weather, Sea Surface Temperature, Sea Surface Pressure, OLR, Early Warning Index.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... . v

DAFTAR TABEL ... . vii

DAFTAR GAMBAR ... . viii

DAFTAR LAMPIRAN ... . x

BAB I. PENDAHULUAN ... .. 1

1.1 Latar Belakang ... .. 1

1.2 Perumusan Masalah ... .. 4

1.3 Batasan Masalah... .. 5

1.4 Tujuan Penelitian ... .. 5

1.5 Manfaat Penelitian ... .. 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... . 7

2.1 Curah Hujan ... . 7

2.1.1. Pengertian Hujan ... . 7

2.1.2. Curah Hujan di Indonesia ... . 7

2.2. Sirkulasi Atmosfer ... .13

2.2.1 Gerak Fluida Atmosfer ... .13

2.2.2.Sistem Angin ... . 14

2.2.3 Fantor Terjadinya Angin ... . 18

2.2.4 Jenis-jenis Angin ... . 18

2.2.5 Alat Ukur Angin ... . 25

2.3. Sea Surface Temperature(SST) ... . 25

2.4. Karakteristik Hujan ... . 27

2.5. Interaksi Antara Suhu Permukaan Laut dengan Hujan ... . 28

2.6. Outgoing Longwave Radiation (OLR) ... . 28

2.7. Cuaca Ekstrim ... . 29

2.8. Peringatan Dini... . 30

2.9. GrADS (Grid Analysis and Display System... . 30

2.10. Konsep Operasi Dasar GrADS ... . 30

BAB III. METODE PENELITIAN... 32

3.1 Wilayah Penelitian ... . 32

3.2 Alat dan Bahan ... . 32

3.3 Variabel yang Diamati ... . 33

3.4 Data ... . 33

3.5 Rancangan Penelitian ... . 34

3.5.1 Pengumpulan Data Sea Surface Temperature (SST), OLR, Sea Level Preasure dan pola angin... 34


(13)

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN………... 44

4.1 Hasil Penelitian ... . 44

4.1.1. Analisis Hasil Penelitian Perkejadian Cuaca Ekstrim Tahun 2011 ... . 44

4.1.1.1Analisis Kejadian Tanggal 1 April 2011 ... . 44

4.1.1.1.1. Analisis Anomali OLR ... . 45

4.1.1.1.2. Analisis Anomali Sea Surface Temperature ... . 46

4.1.1.1.3. Analisis Anomali Sea Level Preasure... . 47

4.1.1.1.4. Analisis Pola Angin ... . 47

4.1.1.1.5. Analisis Curah Hujan ... . 48

4.1.1.2 Analisis Kejadian Tanggal 19 April 2011 ... . 50

4.1.1.2.1. Analisis Anomali OLR ... . 51

4.1.1.2.2 Analisis Anomali Sea Surface Temperature ... . 51

4.1.1.2.3 Analisis Anomali Sea Level Preasure... . 52

4.1.1.2.4 Analisis Pola Angin ... . 52

4.1.1.2.5 Analisis Curah Hujan ... . 53

4.1.1.3 Analisis Kejadian Tanggal 14 September 2011 ... . 54

4.1.1.3.1 Analisis Anomali OLR ... . 55

4.1.1.3.2 Analisis Anomali Sea Surface Temperature ... . 56

4.1.1.3.3 Analisis Anomali Sea Level Preasure... . 56

4.1.1.3.4 Analisis Pola Angin ... . 57

4.1.1.3.5 Analisis Curah Hujan ... . 57

4.1.1.4 Analisis Kejadian Tanggal 5 Oktober 2011 ... . 58

4.1.1.4.1 Analisis Anomali OLR ... . 60

4.1.1.4.2 Analisis Anomali Sea Surface Temperature ... . 60

4.1.1.4.3 Analisis Anomali Sea Level Preasure... . 61

4.1.1.4.4 Analisis Pola Angin ... . 61

4.1.1.4.5 Analisis Curah Hujan ... . 62

4.1.1.5 Analisis Kejadian Tanggal 5 November 2011 ... . 64

4.1.1.5.1 Analisis Anomali OLR ... . 65

4.1.1.5.2 Analisis Anomali Sea Surface Temperature ... . 66

4.1.1.5.3 Analisis Anomali Sea Level Preasure... . 66

4.1.1.5.4 Analisis Pola Angin ... . 67

4.1.1.5.5 Analisis Curah Hujan ... . 68

4.2 Pembahasan ... . 69

4.2.1 Sea Surface Temperature ... . 69

4.2.2 OLR ... . 70

4.2.3 Sea Level Preasure (SLP) ... . 71

4.3 Validasi Hasil Penelitian ... . 72

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………. 74

5.1 Kesimpulan ... . 74

5.2 Saran ... . 75


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 3.1

Tabel 4.1

Tabel Data Variabel-variabel yang Telah Didapat Dalam Format ASCII

Data Nilai Variabel-variabel yang Mempengaruhi Cuaca Ekstrim Tanggal 1 April 2011

…….40 …….44

Tabel 4.2 Data Nilai Variabel-variabel yang Mempengaruhi

Cuaca Ekstrim Tanggal 19 April 2011 …….50 Tabel 4.3 Data Nilai Variabel-variabel yang Mempengaruhi

Cuaca Ekstrim Tanggal 14 September 2011 …….54 Tabel 4.4 Data Nilai Variabel-variabel yang Mempengaruhi

Cuaca Ekstrim Tanggal 5 Oktober 2011 …….59 Table 4.5

Tabel 4.6

Data Nilai Variabel-variabel yang Mempengaruhi Cuaca Ekstrim Tanggal 5 November 2011

Data Nilai Variabel-variabel yang mempengaruhi Cuaca Ekstrim Tanggal 17 Desember 2011

…….64


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Hujan Konvektif ……..8

Gambar 2.2 Hujan Orografis ……..9

Gambar 2.3 Taraf Cumulus (beginning stage) ……..10

Gambar 2.4 Tahap Dewasa (mature stage) ……..11

Gambar 2.5 Tahap Mati (disspating stage) ……..11

Gambar 2.6 Sistem Angin dan Tekanan Terestirl idaman (ideal) ……..14 Gambar 2.7 Angin Rata-Rata pada ketinggian 5000 kaki ……..16 Gambar 2.8 Gaya Gradien Tekanan Dalam Musim Dingin dan Musim

Panas ……..19

Gambar 2.9 Bagan Gaya Gravitasional Munson ……..19

Gambar 2.10 Pola Dasar Angin Darat dan Angin Laut ……..21

Gambar 2.11 Terjadinya Angin Fohn ……..24

Gambar 2.12 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 3.8 Gambar 3.9 Gambar 3.10

Peredaran Tahunan Sea Surface Temperature 1982 – 2007

Pengumpulan Data Analisis Anomali Sea Surface Temperature (SST).

Pemilihan Plot Type, Batas Wilayah Plot dan Pembuatan Plot.

Menyimpan Hasil Plot Dalam Bentuk File NetCDF Langkah Menampilkan Data NetCDF Dalam Bentuk Gambar (gif)

Script Membuat Data Olahan Dari Type Net CDF Command Window Pada GrADS

Langkah-langkah Menampilkan Variabel-variabel Dalam Satu Tampilan

Animasi Variabel-variabel Cuaca

Validasi dan Verifikasi Indeks Peringatan Dini Diagram Alir ……..26 ……..35 ……..35 ……..36 ……..38 ……..39 ……..39 ……..41 ……..41 ……..42 ……..43

Gambar 4.1 Gambar 4.1 Gambar Anomaly SST,SLP,OLR, U&V

Wind 27 Maret – 6 April 2011. ……..45

Gambar 4.2 Curah Hujan Pos Hujan Binjai Kota ……..48

Gambar 4.3 Gambar Anomaly SST,SLP,OLR, U&V Wind 14 April –

24 April 2011. ……..50

Gambar 4.4 Curah Hujan Harian Pos Hujan Bange 19 April 2011 ……..53 Gambar 4.5 Gambar Anomaly SST,SLP,OLR, U&V Wind 9

September – 19 September 2011. ……..55

Gambar 4.6 Grafik curah hujan harian pos hujan DIPERTA tebing 14

September 2011 . ……..57

Gambar 4.7 Gambar 4.7 Gambar Anomaly SST,SLP,OLR, U&V

Wind 1 Oktober – 10 Oktober 2011. ……..59 Gambar 4.8 Grafik Curah Hujan Harian Pos Hujan BBI Murni ……..62


(16)

Nomor Judul Halaman Gambar 4.9

Gambar 4.10

Gambar 4.11 Gambar 4.12

Gambar Anomaly SST,SLP,OLR, U&V Wind 31 Oktober – 10

Grafik Sea Surface Temperature Kejadian Cuaca Ekstrim Tahun 2011

Grafik OLR Kejadian Cuaca Ekstrim Tahun 2011

Grafik Sea Level Preasure Setiap Kejadian Cuaca Ekstrim Tahun 2011

……..64

……..69

……..70


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran A Data kejadian Bencana di wilayah Sumatera Utara Tahun 2011


(18)

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM

DIWILAYAH SUMATERA UTARA

BERDASARKAN INDEKS PERINGATAN DINI

ABSTRAK

Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu provinsi yang berada di Pulau Sumatera dengan posisi 1°-4° Lintang Utara dan 98°-100° Bujur Timur.Letak geografis Sumatera Utara sangat unik dimana diapit oleh dua perairan yaitu: Selat Malaka dan Samudera Hindia serta dilalui pegunungan bukit barisan yang membentang dari utara hingga selatan. Kondisi ini menyebabkan Cuaca, Musim dan Iklimnya dipengaruhi oleh sirkulasi atmosfer global, regional dan lokal, seperti sirkulasi Utara-Selatan (Hadley), Sirkulasi Barat-Timur (Walker) dan sistem angin lokal. Wilayah Sumatera Utara dilanda beberapa peristiwa bencana baik itu bencana banjir, angin kencang, Petir dan Suhu yang tinggi. Dari hasil penelitian ini didapatkan Variabel suhu permukaan laut dan Tekanan permukaan laut di wilayah A (laut cina Selatan), Wilayah B ( Selat malaka), Wilayah C ( Pantai Barat Sumatera), Variabel OLR, Zonal dan Meridional wind, mempengaruhi pembentukan cuaca ekstrim di wilayah Sumatera Utara. Dari hasil penelitian ini di peroleh indeks peringatan dini di wilayah Sumatra Utara. Dari indeks yang dihasilkan diharapkan masyarakat dapat mempersiapkan diri sebelum kejadian cuaca ekstrim khususnya kejadian banjir untuk mengurangi dampak jatuhnya korban.

Kata Kunci : Cuaca Ekstrim, Suhu muka laut, Tekanan permukaan laut, OLR, Indeks peringatan dini.


(19)

ANALYSIS OF THE OCCURANCE OF EXTREME WEATHER

IN NORTH SUMATRA

BASED ON THE EARLY WARNING INDEX

Abstract

North Sumatera, one of the provinces in Sumatera Island lies between 1°-4° North Latitude and 98°-100° East longitude. The position of North Sumatera is unique where it is flanked by two waters which are Malacca Strait and Indian Ocean. It is also passed by Bukit Barisan from north to south. This condition makes the weather, season, and climate influenced by atmosphere circulation: globally, regionally and locally such as North-South circulation (Hadley), West-East circulation (Walker) and local wind system. North Sumatera area is attacked by several disaster such as flood, bluster, thunderclap and extreme temperature. The result of research is found several variable which are sea level temperature and sea level pressure in A area ( South China Sea), B area ( Malacca strait), C area (Sumatera West Coast), OLR, Zonal and Meridional Wind, influence the formation of extreme weather in North Sumatera Area. From this research, we will get the early warning index for the extreme weather phenomenon for North Sumatera area. In the index result, we expect the community can prepare themselves to face the extreme weather condition especially flood to reduce the impact of extreme weather (flood) victims.

Key Words : Extreme Weather, Sea Surface Temperature, Sea Surface Pressure, OLR, Early Warning Index.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu provinsi yang berada di Pulau Sumatera dengan posisi 1°- 4° Lintang Utara dan 98°-100° Bujur Timur. Letak geografis Sumatera Utara sangat unik dimana diapit oleh dua perairan yaitu: Selat Malaka dan Samudera Hindia serta dilalui pegunungan bukit barisan yang membentang dari utara hingga selatan. Kondisi ini menyebabkan Cuaca,Musim dan Iklimnya dipengaruhi oleh sirkulasi atmosfer global, regional dan lokal, seperti sirkulasi Utara-Selatan (Hadley), Sirkulasi Barat-Timur (Walker) dan sistem angin lokal. Gangguan terhadap salah satu system sirkulasi ini akan mempengaruhi cuaca dan iklim di Indonesia (Ishan,2004).

Pembentukan fenomena-fenomena cuaca ekstrim di wilayah Sumatera Utara banyak dipengaruhi oleh aktifitas-aktifitas gangguan-gangguan cuaca yang terbentuk di daerah laut cina selatan dan di selat malaka. Keberadaan wilayah Indonesia sebagaimana tersebut di atas, mengakibatkan kondisi cuaca dan iklimnya sangat kompleks karena dipengaruhi oleh fenomena meteorologi skala global, regional, synoptik maupun lokal (Ismanto, 2011).


(21)

Indonesia dikenal sebagai satu kawasan benua maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh lautan dan diapit oleh dua Samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Oleh karena itu elemen (unsur) iklimnya terutama curah hujan memungkinkan dipengaruhi oleh keadaan suhu permukaan laut (SPL) di sekitarnya ( Setiawan, 2010).

Cuaca ekstrim adalah kejadian cuaca yang tidak normal, tidak lazim yang dapat mengakibatkan kerugian terutama keselamatan jiwa dan harta. Bencana alam adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan pemghidupan masyarakat yang disebabkan oleh cuaca ekstrim sehingga megakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.untuk mengurangi dampak dari cuaca ekstrim tersebut diperlukan peringatan dini kepada masyarakat, agar masyarakat dapat waspada dan bersiap-siap untuk menghadapi kejadian cuaca ekstrim yang berpeluang menimbulkan bencana, peringatan dini cuaca ekstrim adalah suatu rangkaian kegiatan pemberian informasi sesegera mungkin kepada masyarakat, yang berisikan tentang prediksi peluang terjadinya cuaca ekstrim (BMKG,2010).

Wilayah Sumatera Utara dilanda beberapa peristiwa bencana baik itu bencana banjir, angin kencang, Petir dan Suhu yang tinggi. Pada tanggal 1 april 2011 harian analisa mencatat terjadi kejadian banjir di beberapa wilayah di sumatera utara, dari kejadian tersebut dicatat korban mengungsi 26.959 jiwa 43 sekolah dan 1 kampus tergenang, ratusan rumah dan ratusan hektar lahan pertanian terendam banjir.Pada tanggal 5 November 2011 harian analisa mencatat kejadian banjir di Sumatera utara, dari kejadian tersebut dicatat ribuan rumah, sekolah dan tempat ibadah terendam banjir dan 12.878 KK manjadi korban, sehingga dirasakan pentingnya peringatan dini cuaca ekstrim untuk wilayah Sumatera Utara.

Beberapa studi tentang analisis kejadian bencana banjir telah dilakukan sebelumnya, salah satunya adalah penelitian tentang curah hujan ekstrim di pantai barat sumatera bagian utara dengan menganalisis spektrum daya, dari penelitian tersebut di sebutkan perlu adanya kajian lebih lanjut dengan menggunakan data


(22)

yang lebih panjang, serta melibatkan komponen cuaca lain seperti tekanan udara, kelembaban, arah angin, suhu udara, suhu muka laut, densitas awan dan radiasi matahari (Gustari,2009).

Penelitian lain juga pernah dilakukan tentang banjir bandang yang terjadi diwilayah pacet dengan menggunakan data reanalisis global,dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa variabel-variabel suhu permukaan laut, tekanan permukaan laut, OLR dan angin mempengaruhi terbentuknya cuaca ekstrim yang menyebabkan bencana banjir di kabupaten pacet pada februari 2012, namun belum bisa memberikan peringatan dini kepada masyarakat (Amsari, et, al., 2011). Dari penelitian-penelitian tersebut penulis merasa perlu untuk melakukan kajian lebih lanjut terhadap kejadian cuaca ekstrim diwilayah Sumatera Utara, dalam hal ini penulis mengambil kejadian-kejadian cuaca ekstrim pada tahun 2011 untuk diteliti.

Curah hujan sebagai salah satu unsur cuaca/iklim sangat dominan pengaruhnya dan sangat nyata terasa variasinya di wilayah tropis seperti Indonesia dibanding unsur yang lain. Mengetahui karakteristik curah hujan baik variabilitas maupun kondisi ekstrimnya yang diakibatkan faktor-faktor pengendalinya seperti tersebut di atas, sangatlah penting agar karakteristik tersebut dapat dikenali dan disiasati untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam segala aktivitas manusia.

Metoda yang penulis gunakan dalam tulisan ini adalah dengan melakukan analisis sederhana yang di lakukan terhadap data variabel-variabel reanalisis global yang telah berhasil di gunakan untuk daerah lain di indonesia, dalam hal ini untuk daerah jawa. Dengan metode ini memiliki kelebihan dapat menganalisis kejadian cuaca ekstrim secara obyektif dan diharapkan dengan beberapa kejadian yang dianalisis akan menghasilkan suatu indeks yang dapat dikembangkan kemudian menjadi suatu indeks peringatan dini kejadian curah hujan ekstrim. Untuk menganalisis dengan menggunakan metode tersebut dibutuhkan suatu perangkat lunak yang dapat membantu untuk memvisualisasikan dan memanipulasi data reanalisis dari variabel-variabel cuaca, dalam hal ini penulis memilih perangkat lunak GrADS.


(23)

The Grids Analysis and Display Sistem (GrADS) merupakan software interaktif yang digunakan untuk memanipulasi dan visualisasi data sains kebumian. GrADS merupakan software yang direkomendasikan oleh World Meteorological Organisation (WMO) untuk menggambarkan variabel-variabel meteorologi dalam bentuk spacial. Data dapat ditampilkan menggunakan berbagai macam teknik grafis seperti grafik garis, grafik batang, kontur biasa, kontur berwarna, vektor angin, ataupun garis alur (streamline). Penggunaan tipe grafik tergantung pada jenis variabel yang ingin ditampilkan. Selain mempunyai kemampuan untuk menampilkan parameter meteorologi, Grads juga mempunyai kemampuan untuk mengolah suatu data baik memanipulasi ataupun operasi matematis (Erwin,2008). Dari penjelasan diatas maka penulis mengambil judul Analisis Kejadian Ekstrim Di Wilayah Sumatera Utara Beradsarkan Indeks Peringatan Dini.

1.2Rumusan Masalah

Kejadian cuaca ekstrim masih sulit untuk diprediksi, diwilayah Sumatera Utara sering dilanda kejadian bencana yang disebabkan oleh cuaca ekstrim yang menimbulkan korban jiwa dan harta benda. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga banyak model cuaca yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis variabel-variabel cuaca yang dapat mempengaruhi terbentuknya cuaca ekstrim, sehingga dengan analisis yang dilakukan di harapkan dapat diketahui variabel-variabel cuaca yang dapat mempengaruhi cuaca ekstrim di wilayah Sumatra Utara, seberapa jauh parameter tersebut mempengaruhi cuaca ekstrim diwilayah sumatera utara, sehingga dari analisis-analisis terhadap variabel-variabel tersebut dapat diperoleh suatu indeks peringatan dini yang dapat dipergunakan untuk memberikan peringatan dini terhadap masyarakat untuk dapat mewaspadai terjadinya keadaan bencana akibat dari kondisi cuaca.


(24)

1.3Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian yang akan dilakukan antara lain : 1. Wilayah studi meliputi wilayah Sumatera Utara.

2. Menggunakan data hujan dari pos-pos pengamatan hujan pada daerah yang terkena bencana banjir dan data variabel-variabel cuaca yang di peroleh dari NCEP/NCAR reanalisis.

3. Menggunakan Program GrADS.

4. Variabel-variabel cuaca yang dimaksud dalam penelitian ini adalah OLR (Outgoing Longwave Radiation), anomali Sea Surface Temperatur (SST) disekitar wilayah pantai timur Sumatera bagian utara (Selat Malaka), Wilayah pantai barat dan Laut Cina selatan , anomali Sea Level Preasure

(SLP), dan pola angin.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang akan dilakukan antara lain :

1. Mencari variabel-variabel cuaca apa saja yang mempengaruhi cuaca ekstrim di wilayah Sumatera Utara.

2. Mendapatkan hasil seberapa jauh variabel-variabel cuaca tersebut mempengaruhi curah hujan ekstrim diwilayah Sumatera Utara.

3. Memperoleh indeks peringatan dini dari variabel-variabel cuaca tersebut.

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian yang akan dilakukan antara lain :

1. Hasil penelitian diharapkan akan menjadi suatu informasi yang berguna dalam menganalisis variabel-variabel cuaca yang dapat mempengaruhi cuaca ekstrim diwilayah sumatera utara dan dapat mengetahui seberapa


(25)

kuat pengaruh dari variabel-variabel cuaca tersebut terhadap pembentukan cuaca ekstrim di wilayah Sumatera Utara.

2. Menghasilkan Suatu indeks yang dapat memberikan peringatan dini kepada masyarakat sebelum terjadinya kejadian cuaca ekstrim.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Curah Hujan

2.1.1. Pengertian Hujan

Endapan (presipitasi) didefenisikan sebagai bentuk air (Cair) dan padat (es) yang jatuh kepermukaan bumi. Meskipun kabut, embun dan embun beku (frost) dapat berperan dalam alih kebasahan (moisture) dari atmosfer ke permukaan bumi, unsur tersebut tidak ditinjau sebagai endapan. Bentuk endapan adalah hujan, gerimis, salju, dan batu es hujan (hail). Hujan adalah bentuk endapan yang sangat sering dijumpai, dan di Indonesia yang dimaksud dengan endapan adalah curah hujan(Bayong,2004).

Curah hujan dan suhu merupakan unsur iklim yang sangat penting bagi kehidupan di bumi. Jumlah curah hujan dicatat dalam inci atau milimeter (1 inci = 25.4 mm). Jumlah curah hujan 1mm, menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukan 1mm , jika air tersebut tidak meresap kedalam tanah dan menguap ke atmosfer. Didaerah tropis hujannya lebih lebat dibandingkan dengan daerah lintang tinggi.

2.1.2. Curah Hujan Di Indonesia

Sumber curah hujan di wilayah monsun Indonesia adalah pertumbuhan dengan konveksi dari awan konvektif atau gabungan dengan faktor lain seperti konvergensi, orografik, atau arus siklonik. Awan-awan diatas Indonesia sering


(27)

atas menara awan yang kadang-kadang mempunyai suhu kurang dari -10˚C. Dalam awan panas sebagian pertumbuhan tetes hujan dan pembentukan curah hujan dilakukan melalui proses dua langkah, yaitu: pertama melibatkan proses difusi dan kondensasi yang menghasilkan populasi tetes awan terbentuk, kedua melibatkan pertemuan tetes hujan melalui proses tumbukan dan tangkapan (collision and coalescence) atau proses Bowen-Ludlam.

Fakta menunjukkan bahwa kebanyakan puncak awan diatas Indonesia mempunyai suhu dibawah -10˚C yang berarti proses kristal es (proses Bergeron -Findeisen) memainkan peranan penting dalam produksi curah hujan. Karena konveksi dan campuran proses awan panas dan dingin mendominasi produksi curah hujan di Indonesia, maka karakteristik curah hujan sangat berbeda dengan curah hujan di lintang tengah terutama dalam hal: jumlah tahunan, intensitas, durasi, frekuensi, dan distribusi hujan secara spasial dan temporal.

Jenis curah hujan yang sering terjadi di wilayah Indonesia adalah: a. Hujan Konvektif

Curah hujan yang disebabkan oleh gaya apung konveksi akibat pemanasan oleh radiasi matahari. Curah hujan konvektif biasanya terjadi pada skala ruang terbatas antara (10-20km2) dan (200-300 km2), sehingga jenis curah hujan ini mempunyai variabilitas ruang yang besar. Skala ruang konveksional bergantung pada apakah berbentuk sel konveksi (badai guruh) individu atau badai terorganisasi (squal lines). Hujan konveksional mempunyai arus udara keatas cepat, sehingga awan ini menjadi sangat tebal yang puncaknya dapat mencapai tropopause bahkan dapat menembus lapisan stabil stratosphere bawah. Awan konvektif dapat menghasilkan hujan lebat, batu es hujan (Hail Storm), kilat dan guruh (petir).


(28)

b. Hujan Orografik

Curah Hujan orografik disebabkan oleh kondensasi dan pembentukan awan udara lembab yang dipaksa naik oleh barisan pegunungan. Di Indonesia, pembentukan curah hujan orografik sering dibantu oleh proses konveksi. Untuk lokasi pegunungan di daerah monsun atau musiman, maka distribusi geografik curah huja orografik dapat berubah secara tegas, karena lereng diatas angin (Wind Ward Slopes) dapat menjadi lereng dibawah angin (Lee Ward Side) dan sebaliknya.Curah hujan orografik terbatas pada pegunungan berbeda dengan curah hujan siklonik yang dapat bergerak seperti pada siklon tropis.

Gambar 2.2 Hujan Orografis

c. Hujan Siklonik

Curah hujan siklonik disebabkan oleh konvergensi horizontal udara lembab dalam area sirkulasi dengan pusat tekanan rendah yang mempunyai vortisitas maksimum. Menurut dinamika atmosfir, vortisitas siklonik berkaitan denga konvergensi atau penumpukan massa udara lembab (penumpukan uap air). Contoh hujan siklonik adalah dalam siklon tropis dimana proses gabungan arus siklonik dan konvesi menghasilkan curah hujan lebat. Curah hujan siklonik dapat mencapai area yang luas, karena selama hidupnya, (1-8 Hari) siklon tropis bergerak ratusan sampai ribuan kilometer. Siklon tropis muncul pada laut yang panas (>26˚C) pada parameter coriolis minimum diatas

lintang 5˚ dan intensitasnya menguat pada lintang 10˚. Wilayah Indonesia


(29)

dampak siklon tropis terhadap dampak cuaca diindonesia adalah meningkatkan jumlah curah hujan dan kecepatan angin terutama tempat-tempat yang dekat dengan jalur siklon tropis.

Ada tiga tingkat (Taraf) pertumbuhan awan, yaitu :

a. Taraf cumulus, awan terus tumbuh sampai gaya apung termal menjadi nol atau suhu parsel udara sama dengan suhu udara lingkungan. Awan didominasi oleh arus udara ke atas (UP Draft) dalam taraf ini, sedikit sekali bahkan tidak terjadi hujan dan kilat sangat jarang.

Gambar 2.3 Taraf Cumulus(beginning stage)

b. Taraf dewasa (Mature), awan menjadi berbahaya. Pada taraf ini terjadi hujan lebat, turbulensi kuat, kadang-kadang batu es, guruh dan kilat. Awan didominasi oleh arus udara kebawah ( Down Draft) yang menghasilkan hujan dan arus udara keatas yang membawa uap air kedalam awan sebagai bahan bakar awan ketika berubah fasa menjadi tetes-tetes awan. Awan konvektif dalam taraf dewasa

merupakan ”jalur maut” bagi penerbangan. Awan Cumulonimbus

(Cb) sering mencapai paras 18 – 20 Km (bagian bawah stratosfer) jika arus udara keatas sangat kuat, dan sering meninggalkan awan landasan cirus akibat geser angin (wind shear) troposferik atas.


(30)

Gambar 2.4 tahap dewasa (mature stage)

c. Taraf disipasi, ketika arus udara kebawah lebih 50 % mendominasi sel awan konfektif maka awan memasuki taraf disipasi (lenyap). Pada taraf ini awan mengalami penurunan aktivitas, produksi hujan melemah menjadi gerimis (hujan ringan) dan awan pada akhirnya akan mati.

Gambar 2.5 tahap mati (dissipating stage)

Jika ada konvergensi pada arus udara horizontal dari massa udara yang besar dan tebal, maka akan terjadi gerakan ke atas. Kenaikan udara di daerah konvergensi dapat menyebabkan pertumbuhan awan dan hujan. Jika dua massa udara yang konvergen dan horizontal mempunyai suhu dan massa jenis yang berbeda, maka massa udara yang lebih panas akan dipaksa naik di atas massa udara dingin. Bidang batas antara kedua massa udara yang berbeda sifat fisisnya disebut front.

Distribusi curah hujan kedaerahan biasanya dinyatakan dengan garis kesamaan curah hujan (isohyet). Distribusi curah hujan menunjukkan bahwa daerah udara naik, yaitu daerah tekanan rendah jumlah curah hujan besar. Sebaliknya, di daerah udara turun seperti di daerah tekanan tinggi subtropis,


(31)

jumlah curah hujan jauh lebih kecil. Didaerah lintang tinggi udara yang dingin mempunyai kapasitas air terbatas dan daerah ini kurang sekali mendapat aliran udara tropis lembab sehingga jumlah curah hujan sangat sedikit. Lagipula konveksi termal sangat sedikit di daerah kutub dibandingkan di daerah tropis (Rudolf, 2006).

Daerah hujan berkaitan dengan sabuk (belts) konvergensi yang cenderung bergerak ke utara jika belahan bumi utara musim panas dan bergerak ke selatan jika belahan bumi selatan musim panas. Di daerah ekuator yang secara tetap dibawah pengaruh konvergensi ekuator, jumlah curah hujan berlimpah sepanjang tahun, tetapi pada daerah beberapa derajat di utara atau selatan ekuator, secara bergantian dikuasai oleh konvergensi ekuator, yaitu basah pada musim panas dan kering pada musim dingin.

Sirkulasi monsun mempengaruhi jumlah curah hujan musiman secara tegas yang menghasilkan periode hujan jika angin berhembus menuju ke pantai pada waktu musim panas dan periode kering jika angin berhembus menuju ke lepas pantai pada waktu musim dingin. Ragam curah hujan akibat monsun sangat jelas di daerah Asia Tenggara seperti di Indonesia.

a. Pola Curah Hujan Jenis Monsun

Karakteristik dari jenis ini adalah distribusi curah hujan bulanan berbentuk

“V” dengan jumlah curah hujan minimum pada bulan juni, Juli atau Agustus.

Saat monsun barat jumlah curah hujan berlimpah, sebaliknya pada saat monsun timur jumlah curah hujan sangat sedikit. Daerah yang mempunyai curah hujan jenis monsun sangat luas terdapat di Indonesia.

b. Pola curah hujan jenis ekuator

Distribusi curah hujan bulanan mempunyai dua maksimum. Jumlah curah hujan maksimum terjadi setelah ekinos. Tempat di daerah ekuator seperti Pontianak dan Sumatera Utara mempunyai pola hujan jenis ekuator. Pengaruh monsun di daerah ekuator kurang tegas dibandingkan pengaruh insolasi pada waktu ekinoks. Ekinoks adalah kedudukan matahari tepat berada di atas ekuator terjadi pada 21 Maret dan 23 September.


(32)

c. Pola curah hujan jenis lokal

Distribusi curah hujan bulanannya kebalikan dari jenis monsun. Pola curah hujan jenis lokal lebih banyak dipengaruhi oleh sifat lokal.

2.2 Sirkulasi Atmosfer

Diatas daerah-daerah lintang rendah, pola arus atmosferik sangat serbasama atau variasi dari hari kehari kecil. Diatas lintang menengah, migrasi siklon dan anti siklon menyebabkan variasi angin terus menerus. Dengan meninjau gerak udara pada lintang-lintang rendah yang serbasama dan rata-rata angin yang berubah pada lintang-lintang yang lebih tinggi, maka dapat dikembangkan gambaran angin rata-rata diatas bumi.

Perubahan panas antara siang dan malam merupakan gaya gerak utama sistem angin harian, karena ada beda panas yang kuat antara udara diatas darat dan laut atau antara udara di atas tanah tinggi (pegunungan) dan tanah rendah (lembah). Karena durasinya terbatas, maka sistem angin harian biasanya hanya efektif pada area relatif kecil, sehingga sistem angin ini menyebabkan variasi iklim lokal. Ada dua tipe utama lokasi angin harian yaitu daerah pantai dengan sistem angin darat-laut, dan daerah pegunungan dengan sistem angin lembah-gunung.

2.2.1 Gerak Fluida Atmosfer

Gerak atmosfer dapat dibagi menjadi dua kelas besar, keduanya disebabkan oleh adanya distribusi pemanasan diabatik yang tidak merata dalam atmosfer; a. Gerakan akibat gradien pemanasan horizontal baik secara langsung

maupun tak langung, menyebabkan lebih dari 98% energi kinetik atmosferik. Hampir semua energi kinetik ini dikaitkan dengan medan angin horizontal skala-sinoptik dan planeter.

b. Gerakan akibat kelabilan (instability) konvektif menyababkan kurang dari 2% energi kinetik atmosferik. Konveksi disebabkan oleh gradien pemanasan diabatik vertikal. Gerak konvektif mempunyai skala ruang dengan jangka (ranging) dari sekitar 30 km dalam badai guruh yang


(33)

terbesar turun sampai kurang dari 1mm dalam gerak skala mikro pada lapisan permukaan. Meskipun gerak konvektif kontribusinya kecil terhadap energi knietik atmosferik, tetapi gerakan ini memainkan peranan penting dalam transport panas terselubung (latent heat) dan panas terasa (sensible heat).

2.2.2 Sistem Angin

Gambar 2.6 menunjukkan gambaran umum distribusi angin-tekanan terestrial (bumi). Pola sebenarnya sangat berbeda daripada ditunjukkan pada gambar , akibat ketidakteraturan (irregular) pemanasan permukaan bumi dan efek perpindahan (migration) daerah tekanan rendah dan daerah tekanan tinggi. Perlu dicatat bahwa angin memusat (convergence) pada pita (band) tekanan rendah, yang ditandai oleh gerak udara naik, dan menyebar (divergence) dari sabuk tekanan tinggi, yang ditandai oleh gerakan udara turun secara vertikal.

Gambar 2.6 Sistem Angin dan Tekanan Terestrial Idaman (ideal).

Karena sifat permukaan bumi yang tidak homogen, maka proses skematik pada gambar mengalami banyak modifikasi seperti terlihat pada gambar.... yang menunjukkan angin rata-rata untuk bulan januari dan juli di Indonesia. Peta angin menunjukkan kondisi rata-rata. Sabuk (belt) tekanan dan angin pada umumnya dari hari ke hari kondisinya dapat sangat berbeda. Akan sangat bermanfaat untuk


(34)

meninjau sabuk tekanan dan angin dengan menunjukkan pada kondisi rata-rata rill dan kondisi ideal, agar dapat menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan pola angin ideal (idaman) dan angin rata-rata riil.

Sabuk (belt) tekanan planeter terdiri dari: a. Daerah Angin Tenang Ekuatorial

Sepanjang tahun terdapat sabuk tekanan rendah mengelilingi bumi dalam daerah ekuatorial akibat pemanasan bumi berlebihan pada daerah ini. Setelah tengah hari (sore hari) biasanya terjadi hujan deras (shower) dari konveksi kuat dan pendinginan adiabatik dimana temperatur hariannya paling tinggi. Kebanyakan gerak udara disini adalah vertikal dengan angin lemah dan berubah-ubah (Variabel), yang biasanya mempunyai gerakan ke arah barat. Jadi daerah ini dikenal sebagai sabuk angin tenang ekuatorial (belt of equatorial calm). Atmosfer terik (hot), lembab, lengket (sticky) dan menyesakkan nafas dan laut seperti kaca yang licin disebut melempem atau daerah angin tenang (doldrums). Selama musim dingin belahan bumi utara (BBU), tekanan rendah ekuatorial bergerak ke selatan akibat efek pemanasan benua Australia dalam musim panas belahan bumi selatan (BBS). Tetapi selama musim panas BBU ketika matahari berada di utara ekuator, terjadi gerakan sabuk tekanan rendah agak jauh ke utara akibat pemanasan daerah-daerah kontinental yang luas. Perlu diperhatikan bahwa posisi daerah melempem (doldrums) rata-rata tahunan pada umumnya terletak di utara ekuator atau di belahan bumi utara (BBU).


(35)

Gambar 2.7 Angin rata-rata pada ketinggian 5.000 kaki diatas Indonesia Atas : Januari, dan bawah : Juli.

b. Sabuk Angin Tenang Subtropis.

Dalam gambar ideal (Gambar 2.6) ada dua sabuk yang ditandai oleh tekanan tinggi (Sering disebut dengan tekanan tinggi subtropis) dan angin relatif lemah atau tenang yang terjadi secara simetris terhadap ekuator pada lintang 30˚

U dan 30˚ S. Subsidensi (penurunan) udara yang mempertahankan pola tekanan

tinggi dipanasi secara adiabatik, sehingga menghasilkan kelembbaban relatif rendah dan langit cerah. Sifat kering udara yang turun ini menyebabkan gurun-gurun besar pada atau disekitar lintang-lintang kuda (horse latitudes) yaitu lintang

30˚ Utara dan Selatan. Pada BBS, lintang kuda kebanyakan berada di atas laut,

sehingga kondisinya agak serbasama (uniform) sepanjang tahun. Konfigurasi tahunan hampir serupa dengan pola idaman, kecuali pada kontinental yang mematahkan punggung tekanan tinggi. Patahan-patahan ini menjadi kurang nyata dalam musim dingin BBS (juli) akibat pendinginan daratan yang meningkatkan subsidensi udara dan memperbesar sabuk tekanan tinggi. Pada BBU terjadi modifikasi pola idaman tahunan lebih drastis (tegas) yang mengikuti variasi temperatur di lautan (osean).


(36)

Selama musim dingin BBU, sabuk tekanan tinggi secara kasar mengelilingi bumi, meskipun posisinya diatas kontinen bergeser ke utara dan diatas osean keselatan dari lintang paralel 30˚. Juga tekanan tinggi secara rata-rata diperkuat diatas kontinen, terutama diatas Asia, dimana tekanan tinggi diatas Siberia sangat kuat sebagai konsekuensi pendinginan (refrigeration) yang nyata massa daratan luas ini. Selama musim panas BBU ada sebagian pembalikan tekanan diatas Amerika Utara dan pembalikan sangat kuat diatas Asia. Pada waktu bersamaan, intensifikasi sabuk tekanan tinggi terjadi diatas lautan kerena relatif dingin terhadap kontinen. Daerah tekanan tinggi sebelah barat Amerika Serikat dikenal sebagai tekanan tinggi Pasifik, sedangkan diatas Samudera Atlantik sering menunjukkan ganda (doublet) yang dikenal sebagai tekanan tinggi bermuda dan Azores.

c. Sabuk Tekanan Rendah Subpolar

Meskipun observasi pada lintang-lintang oseanik tinggi BBS relatif jarang, tetapi cukup memberi indikasi bahwa ada perubahan kecil dari musim panas ke musim dingin. Keadaan ini diduga terjadi pada daerah lautan BBS yang menempati cukup besar pada lintang-lintang Subpolar. Tetapi di BBU terjadi perubahan tahunan yang cukup besar pada daerah ini akibat perubahan temperatur yang nyata antara darat dan air. Dalam bulan Januari, tekanan rendah membalik menjadi tekanan tinggi diatas darat untuk membentuk tekanan tinggi Kanada dan Siberia, tetapi menjadi daerah tekanan rendah sangat kuat dan berpotensial menjadi badai (stormy) diatas Samudera Atlantik Utara dan Pasifik Utara yang relatif panas dengan memakai referensi tekanan rendah Iceland dan Aleutian. d. Tekanan Tinggi Polar

Secara rata-rata daerah tekanan tinggi berada diatas kedua daerah polar (kutub). Tetapi, intensitas dan lokasi pusat tekanan tinggi ini diketahui berubah, jarang terpusat pada kutub-kutub geografis.


(37)

2.2.3 Faktor terjadinya angin

Faktor terjadinya angin yaitu:

1.Gradien Barometris : Bilangan yang menunjukkan perbedaan tekanan udara dari 2 isobar yang jaraknya 111 km. Makin besar gradien barometrisnya semakin cepat tiupan angin.

2. Letak tempat : kecepatan angin di dekat katulistiwa lebih cepat dari yang jauh dari garis khatulistiwa.

3. Tinggi tempat : semakin tinggi tempat semakin kencang pula angin yang bertiup, hal ini disebabkan oleh pengaruh gaya gesekan yang menghambat laju udara.

4. Waktu : Di siang hari angin bergerak lebih cepat daripada pada malam hari.

2.2.4 Jenis-jenis Angin

Jenis-jenis angin antara lain : a. Angin Monsun

Angin monsun disebabkan oleh beda sifat fisis antara osean dan kontinen; kapasitas panas osean lebih besar daripada kontinen. Permukaan osean memantulkan radiasi matahari lebih banyak permukaan daratan (kontinen), dan radiasi matahari dapat memasuki air sampai dalam dengan bantuan gerakan air (arus laut), sedangkan di darat panas hanya mencapai beberapa sentimeter saja. Hasil dari beda fisis ini adalah osean lambat panas bila ada radiasi matahari dan lambat dingin bila tidak ada radiasi matahari, dibandingkan dengan kontinen. Akibatnya, osean akan lebih dingin dalam musim panas dan lebih panas dalam musim dingin dibandingkan dengan kontinen. Pergantian dari musim dingin ke musim panas atau sebaliknya, dapat membalikkan arah gaya gradien tekanan, dengan demikian angin monsun mengalami pembalikan arah.


(38)

Gambar 2.8. Gaya Gradien Tekanan Dalam Musim Dingin dan Musim Panas.

Secara latitudinal (melintang) dan longitudinal (membujur), Indonesia di bawah pengaruh kekuasaan (regime) sirkulasi ekuatorial dan monsunal yang sangat berbeda karakteristiknya. Monsun dapat digambarkan sebagai fenomena angin laut raksasa akibat beda panas BBU-BBS yang dikaitkan dengan migrasi matahari tahunan. Anggap bahwa udara dingin di BBS (belahan bumi selatan) dipisahkan oleh udara panas di BBU (belahan bumi Utara) oleh sebuah dinding yang berdiri pada ekuator, seperti yang ditunjukkan secara bagan pada gambar 2.9.

Gambar 2.9. Bagan Gaya Gravitasional Monsun

Tekanan permukaan (berat kolom udara persatuan luas) lebih besar di BBS dari pada di BBU. Gradiaen tekanan dari selatan ke utara mnunjukkan adanya energi potensial. Jika dinding diambil maka udara


(39)

dingin mulai turun dan bergerak ke utara, sedangkan udara panas naik dan bergerak keselatan, jadi ada kenaikan energi kinetik akibat energi potensial. Jungkir balik vertikal ini bergantung pada musim yang mendefenisikan sirkulasi monsun. Beda panas antara utara-selatan yang sangat penting diperkirakan antara benua Asia dan osean Hindia. Selama musim panas boreal (BBU), benua asia dipanasi secara efektif dan luas. Puncak gunung yang tinggi seperti dataran tinggi (plateau) Tibet, memberi kontribusi secara langsung udara troposferis tengah.

Daerah monsun adalah daerah dimana sirkulasi atmosfer permukaan dalam bulan januari dan juli memenuhi persyaratan berikut.

a. Arah angin utama pada bulan Januari dan Juli berbeda paling sedikit 120˚.

b. Frekuensi angin utama rata-rata dalam bulan Januari dan Juli lebih dari 40%.

c. Kecepatan angin paduan rata-rata sekurang-kurangnya satu bulan melebihi 3ms1.

d. Indeks monsun ≥ 40%, daerah non monsunal mempunyai indeks

monsun < 40%.

Monsun adalah angin periodik dengan perioda musiman. Daerah monsun

dibatasi oleh garis bujur 30˚ B dan 170˚T dan oleh garis lintang 35˚U dan 25˚S . Jadi jelas benua maritim Indonesia termasuk dalam daerah monsun.

b. Angin Darat dan Angin Laut.

Proses terjadinya angin darat dan angin laut pada dasarnya sama dengan angin monsun yaitu disebabkan oleh beda sifat fisis antara permukaan darat dan laut. Periode angin mosun adalah musiman, sedangkan angin darat dan laut adalah harian. Beda panas antara permukaan darat dan air adalah penyebab utama pembentukan angin darat dan laut. Pada siang hari, daratan agak cepat panas jika ada radiasi matahari sedangkan permukaan air lebih dingin, karena panas hilang pada lapisan air yang lebih tebal oleh turbulensi dan gelombang dan oleh penetrasi langsung dan absorpsi. Akibatnya terjadi sel konveksi kecil sehingga angin dekat permukaan bumi berhembus ke darat


(40)

disebut angin laut (the sea breeze). Pada malam hari , darat lebih cepat dingin akibat kehilangan radiasi gelombang panjang, sedangkan air karena inersia thermalnya menjadi tetap panas dengan temperatur hampir sama seperti ketika siang hari, sehingga pola tekanan harian terbalik dan terbentuk angin darat (the land breeze) karena udara darat yang relatif dingin bergerak ke arah tekanan lebih rendah diatas laut.

Gambar. 2.10. Pola Dasar Angin Darat dan Angin Laut : a) Angin Laut Siang Hari dan b) Angin Darat Malam Hari. Garis-garis Horizontal Menunjukkan Permukaan Isobaris.

Angin laut biasanya lebih kuat dibandingkan angin darat, kecepataannya mencapai 4-8 ms1 dan ketebalan lapisan udara mencakup ketinggian 1000m. Angin laut di tropis dapat masuk ke darat sejauh 100 km.

Angin laut biasanya muncul di dekat pantai beberapa jam setelah matahari terbit dan mencapai maksimum ketika beda temperatur darat-laut mencapai maksimum. Secara musiman angin laut paling kuat jika insolasi kuat, karena itu pertumbuhan angin laut paling baik selama musim kering. Di luar tropis, musim panas merupakan musim angin laut kuat karena kecepatan angin sirkulasi umum lemah dan massa udara labil menguntungkan pembentukan angin laut. Kekuatan dan arah angin laut dikendalika oleh faktor-faktor lokal ;


(41)

temperatur air permukaan dingin disebabkan oleh arus laut dingin atau kenaikan (upwelling) air dari bawah akan meningkatkan kekuatan angin laut. Faktor-faktor yang meningkatkan temperatur diatas darat pada siang hari, misalnya kurangnya tanaman dan permukaan kering mempunyai efek yang sama. Tutupan tanaman lebat, rawa atau sawah yang kebanjiran (flooded ricefield) biasanya menurunkan kekuatan anginlaut karena kondisi ini akan menurunkan beda temperatur darat-laut. Adanya gunung dekat pantai sering menimbulkan sistem angin gabungan angin laut-lembah.

Jika angin laut memusat (konvergen) dengan angin dari arah yang berbeda

maka sering terbentuk „front angin laut“ yang dapat menyebabkan

pembentukan awan lokal dan hujan.

Angin darat lebih lemah daripada angin laut dalam kebanyakan iklim tropis. Ini disebabkan beda temperatur darat-laut di tropis jauh lebih besar akibat pemanasan siang hari dari pada akibat pendinginan waktu malam hari. Penyebab utamanya adalah pendinginan cepat permukaan darat sepanjang malam hari. Pengaruh pendinginan ini terbatas pada lapisan udara permukaan yang tipis, sehingga angin darat jarang mempunyai kecepatan lebih dari 3ms1, tetapi kecepatannya dapat meningkat oleh arus katabatik (katabatik flow). Ketebalan lapisan udara dalam angin darat biasanya hanya beberapa meter. Angin darat secara normal tidak mencapai lebih dari 15-20 km ke laut. Semua sirkulasi lokal dipangaruhi oleh angin sirkulasi general tanpa terkecuali angin laut dan darat. Jika angin skala sinoptik kuat, maka angin darat dan laut tidak terjadi, karena turbulensi mencegah beda temperatur dan tekanan lokal antara permukaan air dan darat. Untuk angin general yang lebih lemah, maka angin laut dan darat umumnya tidak berubah baik arah maupun kecepatannya. Di daerah angin melempem(doldrum) dan dekat ekuator dimana angin skala sinoptik sangat lemah maka sirkulasi lokal mendominasi.

Variasi lain angin laut dan darat dikaitkan dengan bentuk umum garis pantai yang dapat menyebabkan konvergensi atau divergensi. Konvergensi dan pembentukan awan di dukung di atas tanjung (headlands) sedangkan divergensi dan garis-garis patah pembentukan awan lebih di dukung diatas


(42)

teluk (bays). Sistem angin laut-darat terjadi diatas pulau yang tidak sangat kecil (minimum diameter sekitar 15 km). Di atas laut, seperti selat malaka, konvergensi angin darat yang berlawanan dapat terjadi pada malam hari yang menimbulkan hujan.Kekuatan angin laut bergantung pada perbedaan temperatur antara darat dan laut, makin besar perbedaannya makin kuat anginnya.

c. Angin Gunung dan Lembah

Di daerah pegunungan tropis seringterjadi sistem angin harian yang kuat dan reguler, yang disebabkan oleh pemanasan dan pendinginan udara pada lereng. Pada siang yang bermatahari lereng gunung mendapat panas secara cepat akibat radiasi yang di terima besar. Atmosfer bebas di dataran rendah kurang di pengaruhi oleh masukan insolasi besar ini sehingga udara sedikit lebih dingin dibandingkan udara diatas lereng gunung. Karena itu udara lereng gunung menjadi lebih labil dan cenderung menaiki lereng disebut angin lembah (valley wind) atau arus anabatik .Angin lembah dapat dengan mudah dikenali karena sering dibarengin dengan formasi awan cumulus dekat puncak gunung atau diatas lereng gunung. Pada malam hari, terjadi perbedaan temperatur kebalikannya, ketika dataran tinggi menjadi dingin secara cepat akibat kehilangan radiasi gelombang panjang. Udara yang lebih dingin (densitas lebih besar) kemudian gerak menuruni lereng di bawah pengaruh gravitasi dan di sebut angin gunung (mountain wind) atau arus katabatik

Arus anabatik (anabatic flows) biasanya lebih kuat dan lebih presisten (tidak berubah-ubah) daripada arus katabatik. Arus anabatik cendrung lebih kuat di daerah tropis pada musim panas, ketika insolasi sangat kuat dan malamnya pendek. Dalam keadaan demikian angin anabatik (anabatic winds) dapat kontinyu sepanjang malam jika terjadi pada skala yang luas. Angin anabatik biasanya memperkuat monsun atau angin pasat pada lereng diatas angin (windward side) gunung. Angin ini dapat memberikan kontribusi pada curah hujan orografik, dan daerah ini sering memperlihatkan cuarah hujan maksimum pada sore hari.


(43)

d. Angin Fohn

Angin fohn dikenal di Austria dan Jerman dimana angin ini sering ditemukan pada lereng utara pegunungan Alpen. Di sebelah barat Amerika Serikat dan Kanada, angin ini disebut chinook. Biasanya angin chinook disertai dengan aktifitas siklonik yang menghasilkan awan dan endapan pada lereng diatas angin (windward). Setelah angin fohn turun pada lereng dibawah angin (leeward), maka udara mengalami pemanasan secara adiabatik sehingga kelembabannya kecil dan temperaturnya semakin panas(Gambar 2.12). Angin yang lembab jika menaiki gunung akan menghasilkan hujan, kemudian pada waktu turun dari pegunungan akan bersifat panas dan kering.

Tinjauan proses terjadinya angin fohn pada gambar 2.12 . Anggap bahwa angin relatif lembab menaiki daerah pegunungan dengan puncak 4000 m. Setelah udara naik setinggi 1500 (dasar awan) maka udara akan mengalami kondensasi dan terjadi pembentukan awan. Jika temperatur permukaan tanah adalah 10˚c,

maka udara akan mengalami pendinginan 1˚C/100 m, yaitu pada susut temperatur

(lapse rate) adiabatik kering, dan temperaturnya menjadi -5˚C pada dasar awan.

Kenaikan udara selanjutnya menyebabkan pendinginan 0,6˚ C/100 m pada susut

temperatur adiabatik jenuh karena adanya panas laten kondensasi yang diberikan pada udara.

Gambar 2.11. Terjadinya Angin Fohn

Fohn yang sangat kuat tidak menyenangkan, karena angin tersebut panas, kering dan kencang, sehingga dapat mempengaruhi macam-macam reaksi fisiologis (fisik) psikologis (jiwa) misalnya dapat lekas marah, sakit kepala dan sebagainya. Selain itu juga dapat menyebabkan kekeringan pada tanah, pohon-pohon, ranting, sehingga mudah menimbulkan kebakaran hutan.


(44)

Di Indonesia angin Fohn sering terjadi pada musim kemarau atau musim

timur, misalnya : ”angin Gending” di Probolinggo, ”angin Kumbang” di Tegal/Brebes, ”angin Bahorok” di Deli, ”angin Padang Lawas” di Sumatera Barat dan ”angin Brubu” di Sulawesi Tenggara.

Umumnya pegunungan di pulau Jawa berderet dari barat ke timur. Pada musim kemarau angin timur membelok ke utara, kemudian turun di sebelah utara pegunungan yang bersifat kering, panas dan kencang. Sedangkan di lereng bagian selatan pegunungan angin akan naik dan akibat pengaruh orografi maka angin ini dapat mendatangkan hujan di lereng bagian selatan.

2.2.3 Alat Ukur Angin

Meskipun pada kenyataannya angin tidak dapat dilihat bagaimana wujudnya, namun masi dapat diketahui keberadaannya melalui efek yang ditimbulkan pada benda-benda yang mendapat hembusan angin. Seperti ketika kita melihat dahan-dahan pohon bergerak atau bendera yang berkibar dan berapa kecepatannya dapat diketahui dengan menggunakan alat-alat pengukur angin. Alat-alat pengukur angin tersebut adalah:

a. Anemometer, Yaitu alat yang mengukur kecepatan angin. b. Wind Vane, yaitu alat yang mengetahui arah angin.

c. Windshock, yaitu alat untuk mengetahui arah angin dan memperkirakan besar kecepatan angin.

2.3 Sea Surface Temperature(SST)

Samudera mempunyai fungsi untuk menstabilkan suhu permukaan bumi. Ada beberapa referensi yang menjelaskan mengenai kemampuan samudera untuk mengatur pemanasan dan untuk mengatur distribusi uap air yang di control oleh suhu permukaan laut. (e.g Duxbury et al;Tomczak & Godfrey 2003). Penelitian khusus lainnya dilakukan oleh Nicholls (1981,1984) yang menunjukkan bahwa hubungan antara laut dan udara di Indonesia terkait dengan anomaly/keganjilan suhu permukaan laut dan hal itu mempunyai hubungan seasonal yang kuat dengan Samudra Pasifik. Penemuan terakhir menjelaskan bahwa anomaly/keganjilan suhu permukaan laut di Samudera India juga ada hubungannnya dengan hujan di


(45)

Indonesia. Penjelasan tersebut diatas memberikan argument yang jelas bahwa Suhu Permukaan Laut merupakan parameter kunci dalam hubungan antara atmosfer dan samudera.Suhu Permukaan Laut yang menyeberang wilayah Indonesia itu merupakan hal yang penting untuk distribusi hujan. Hubungan ini telah di selidiki dan di pelajari oleh beberapa model ( Miller et al.,1992) atau oleh observasi (McBride et al.,1995). Untuk menjelaskan semua itu, Qu et al. (2005) menggunakan eksperiment modeling untuk menyelidiki sensivisitas atmosfer dan suhu permukaan laut. Hasilnya menunjukkan bahwa suhu permukaan laut di wilayah ini menentukan kegiatan konvektif dan proses penguapan diseluruh wilayah.

Berdasarkan Rangkaian Data Interpolasi/Penambahan Tertinggi tentang Samudera dan atmosfer Nasional (NOAA), Awaluddin, et al (2010) menghitung nilai rata-rata tahunan di Indonesia dari tahun 1982 sampai 2007 (gambar 2.12). Dapat dilihat dengan jelas bahwa perputaran tahunan suhu permukaan laut di Indonesia meningkat dari bulan Maret dan mencapai puncaknya pada suhu 29.5 derajat Celsius pada bulan April. Akan tetapi, untuk lima bulan kedepan, suhu permukaan laut menurun secara terus menerus sampai mencapai suhu terendah tahunan di suhu 28,2 derajat Celsius pada bulan Agustus. Hasil ini telah mendapat persetujuan dengan penemuan terakhir oleh Setiawan dan kawamura (2010). Hasil tersebut difokuskan pada cooling/pendinginan suhu permukaan laut di laut-laut Indonesia yang berkaitan dengan hubungan antara suhu permukaan laut dan angin selama periode monsoonal; puncak fenomena ini terjadi pada bulan Agustus.

Gambar 2.12 Peredaran Tahunan Suhu Permukaan Laut dari Tahun 1982 Sampai 2007 Berdasarkan NOAA


(46)

2.4 Karakteristik Hujan

Banyak penelitian menyatakan bahwa curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh perubahan iklim. Satu indikasi yang dapat dilihat adalah kecenderungan curah hujan. (Manton.et.al, 2001) menjelaskan bahwa kecenderungan curah hujan dan suhu setiap hari ekstrim di beberapa Negara di Asia Tenggara dan Australia, termasuk Indonesia. Terutama untuk wilayah Indonesia, mereka memakai enam pusat curah hujan, yang mana mereka dapat menyimpulkan bahwa jumlah hari-hari hujan (dengan paling sedikit 2mm curah hujan) telah menurun drastis di Asia Tenggara dan di Bagian Barat serta Pusat Pasifik Selatan, tetapi meningkat di bagian utara French Polynesia, Fiji dan beberapa titik di Australia. Akan tetapi, penelitian ini kelihatan kurang cukup untuk menjelaskan di wilayah khusus dan kompleks seperti di Indonesia.

Untuk menjawab keterbatasan penelitian di Indonesia, Aldrian dan Djamil (2006) melakukan penelitian tentang curah hujan di daerah hujan Brantas,Jawa Barat. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah bulan-bulan musim kemarau ekstrim telah meningkat di 5 dekade terakhir, khususnya di daerah-daerah dekat pantai. Di daerah ini, jumlah bulan musim kemarau yang ekstrim meningkat sampai empat bulan di sepuluh tahun terakhir dan ditahun 2002 itu mencapai 8 bulan dimana hal ini dianggap sebagai musim kemarau yang paling panjang pada 10 tahun terakhir yang berlangsung selama 4 bulan. Mereka menyimpulkan bahwa daerah di dataran rendah lebih mudah terjadi perubahan cuaca.

Dalam istilah regionalisasi, Aldrian dan Susanto (2003), Aldrian (2007) membagi Indonesia menjadi 3 wilayah cuaca yang berbeda, monsoonal bagian selatan, semi monsoonal barat daya dan anti monsoonal moluccan (Gambar 2). Penelitian ini berdasarkan pada data pusat hujan dari tahun 1961 sampai 1993. Setiap daerah mempunyai karakter khusus masing-masing.

Aldrian dan Susanto (2003), Adrian (2007) menerangkan bahwa bagian selatan dari wilayah Indonesia atau region A merupakan daerah sensitive ENSO sementara wilayah region C yang terletak di daerah curah hujan Indonesia juga merupakan region sensitive ENSO. Dalam hubungannya dengan pengaruh musim,


(47)

Kirono and all (1999) menerangkan bahwa pada bulan September sampai November (SON) merupakan dampak yang paling hebat dari ENSO secara lingkungan dan social ekonomi di wilayah Indonesia.

2.5 Interaksi Antara Suhu Permukaan Laut dengan Hujan

Banyak sarjana percaya bahwa perbedaan suhu permukaan laut akan berpengaruh terhadap perbedaan atmosfir di seluruh wilayah tanah continental juga pada atmosfir laut local. Suhu permukaan laut yang hangat di suatu wilayah akan mempengaruhi konveksi yang tinggi dan timbulnya hujan yang penting. Neale dan Slingo (2003) meragukan bahwa curah hujan kurang di wilayah Indonesia dapat berpengaruh pada wilayah yang lain. Untuk meneliti sensitifitas suhu permukaan laut di wilayah ini, Que and aAll (2003) mengembangkan sebuah eksperimen model. Hasilnya menjelaskan bahwa 1° celcius pada suhu permukaan laut seluruh lautan Indonesia akan mempengaruhi penurunan yang serius pada penyebaran curah hujan di bagian Samudra Pasifik dan Hindia barat. Akibatnya, wilayah di kedua daerah Samudra Pasifik barat dan Samudra Hindia barat kemungkinannya akan mengalami kemarau.

Sebaliknya, interaksi antara udara dan laut dan dinamika samudra di Samudra Pasifik dan Samudra Hindia mempengaruhi kondisi di perairan Indonesia. Nicholls (1981), (1984) menunjukkan bukti interaksi antara udara dan laut di Indonesia dan menyatakan bahwa curah hujan di Indonesia berhubungan langsung dengan anomaly suhu permukaan laut. Terlebih lagi, dia menemukan hubungan cuaca yang kuat antara suhu permukaan laut di Indonesia dan Samudra Pasifik. Penemuan terbaru menunjukkan bahwa anomaly suhu permukaan laut di Pasifik Barat mempengaruhi hujan yang ekstrim tidak hanya di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. Fenomena ini, telah dikenal sebagai ENSO yang mirip tetapi berbeda atau ENSO Modoki (Ashok, et al.,2007).

2.6 Outgoing Longwave Radiation (OLR)

Radiasi balik gelombang panjang atau OLR (Outgoing Longwave Radiation) dapat diinterpretasikan sebagai radiasi gelombang panjang yang


(48)

dipancarkan oleh bumi ke atmosfer. Jika di atmosfer tidak banyak terdapat hambatan (misalnya awan yang tebal), maka OLR yang ditangkap oleh satelit akan bernilai tinggi, begitu pula sebaliknya. Dalam menganalisis OLR, terdapat beberapa prinsip sederhana yang perlu kita ingat kembali, diantaranya sebagai berikut.

Nilai OLR tinggisedikit awansedikit hujan

Nilai OLR rendahbanyak awanbanyak hujan

Anomali OLR positif lebih sedikit awan dibanding rata-rata klimatologi  lebih sedikit hujan dibanding rata-rata klimatologi

Anomali OLR negatiflebih banyak awan dibanding rata-rata klimatologi  lebih banyak hujan dibanding rata-rata klimatologi.

2.7 Cuaca Ekstrim

Cuaca Ekstrim adalah kejadian cuaca yang tidak normal, tidak lazim yang dapat mengakibatkan kerugian terutama keselamatan jiwa dan harta. Bencana alam adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang dapat mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

Prediksi cuaca ekstrim adalah kegiatan untuk mengidentifikasi potensi gejala cuaca ekstrim yang akan terjadi dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) menit sebelum kejadian. Angin kencang adalah angin dengan kecepatan diatas 25 knots atau 45 km/jam. Hujan Lebat adalah hujan dengan intensitas paling rendah 50 milimeter(mm)/24 jam dan/atau 20 milimeter(mm)/jam. Suhu udara ekstrim adalah kondisi suhu udara yang mencapai 3˚C (tiga derajat celcius) atau lebih diatas nilai normal setempat. Gelombang laut ekstrim adalah gelombang laut signifikan dengan keteinggian lebih besar dari atau sama dengan 2 meter (BMKG,2010).


(49)

2.8 Peringatan Dini

Peringatan dini cuaca ekstrim adalah serangkaian kegiatan pemberian informasi sesegera mungkin kepada masyarakat yang berisikan tentang prediksi peluang terjadinya cuaca ekstrim (BMKG,2010). Peringatan dini merupakan faktor utama dalam pengurangan resiko bencana. Peringatan dini dapat mencegah korban jiwa dan mengurangi dampak ekonomi dan material dari sebuah bencana(EWC III,2006).

2.9 GrADS ( Grid Analysis and Display System)

The Grid Analysis and Display System (GrADS) merupakan software

interaktif yang digunakan untuk memanipulasi dan visualisasi data sains kebumian secara mudah. GrADS merupakan software yang direkomendasikan oleh World Meteorological Organization (WMO) untuk menggambarkan parameter-parameter meteorologi dalam bentuk spasial dan jika kita memperhatikan jurnal-jurnal meteorologi internasional, sebagian besar gambar yang ditampilkan diolah menggunakan software GrADS. Format data yang bisa digunakan dalam Grads adalah biner biasa, netCDF, dan HDF-SDS (Hierarchical Data Format – Scientific Data Format). Grads dapat menggunakan data dengan 4 dimensi: garis bujur, garis lintang, ketinggian (level), dan waktu. Data dapat ditampilkan menggunakan bermacam teknik grafis seperti grafik garis, grafik batang, kontur biasa, kontur berwarna, vektor angin, ataupun garis alur (streamlines).

Penggunaan tipe grafik yang digunakan tergantung pada jenis variabel yang ingin ditampilkan. Untuk curah hujan dapat digunakan kontur berwarna dan untuk angin digunakan vektor angin.

2.10 Konsep Operasi Dasar GrADS

Terdapat 3 (tiga) perintah dasar GrADS, yaitu :

1. open adalah perintah untuk membuka file grid atau data stasiun. 2. d untuk menggambarkan ekspresi GrADS.


(50)

3. set adalah perintah untuk memanipulasi “apa”, “dimana” dan”bagaimana”

data digambarkan.

Ekspresi GrADS atau “apa” yang Anda ingin lihat dapat dijadikan sesuatu

yang sederhana dari variabel pada file data yang telah dibuka misalnya untuk

menampilkan suhu cukup mengetikkan „d tmp‟ atau juga dapat memasukkan

operasi aritmetika seperti „d tmp-273.15‟ yaitu untuk menampilkan variabel suhu

dalam satuan derajat celcius atau suatu perintah yang telah disiapkan oleh GrADS

seperti perintah mag misalnya „d mag(ugrd,vgrd)‟ yaitu untuk manampilkan

magnitudo dari variabel angin, dimana mag(ugrd,vgrd) merupakan formula dari

sqrt(ugrd*ugrd+vgrd*vgrd). “Di mana” dari tampilan data disebut “dimensi

lingkungan” dan mendefinisikan bagian mana, potongan atau irisan dari ruang

geofisikal 4D (bujur, lintang, ketinggian dan waktu) yang diinginkan. Dimensi lingkungan ini diatur dengan perintah set dan dikontrol oleh salah satunya adalah koordinat grid (x, y, z, t atau indeks) atau koordinat dunia (bujur, lintang, ketinggian dan waktu).

Apa” dan “Bagaimana” dari tampilan dikontrol oleh perintah set dan

terdapat didalamnya baik metode grafik (misalnya kontur, streamline) dan data (misalnya display untuk suatu file) Grafik GrADS dapat ditulis kembali menjadi suatu file (dengan perintah enable print filename dan print) dan kemudian dikonversi menjadi file PostScript untuk pencetakan atau dikonversi menjadi format lain misalnya .gif. Sebagai tambahan lainnya, GrADS termasuk primitif grafik (misalnya garis dan lingkaran) dan pelabelan dapat dilakukan dengan perintah draw. Perintah q atau query digunakan untuk mendapatkan informasi dari GrADS tentang file yang dibuka dan data statistiknya.

Selain mempunyai kemampuan untuk menampilkan parameter meteorologi, GrADS juga mempunyai kemampuan untuk mengolah suatu data baik manipulasi ataupun operasi matematis. Berbagai ekspresi matematika dapat dipergunakan dalam operasi pada GrADS ini seperti operasi standar +, -, *, dan /, serta juga dapat memasukkan suatu konstanta, variabel ataupun fungsi.


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Wilayah Penelitian

Penelitian ini meliputi wilayah Sumatera Utara, wilayah penelitian adalah wilayah pada saat terjadi kejadian banjir sepanjang tahun 2011 (Data pada lampiran A).

Untuk mendapatkan data dukung beberapa lokasi di wilayah Sumatera Utara dilakukan pengambilan data di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Meteorologi Klas I Polonia Medan dan beberapa pos pengamatan hujan di wilayah Sumatera Utara.

Pembentukan fenomena-fenomena cuaca ekstrim di wilayah Sumatera Utara banyak pula dipengaruhi oleh aktifitas-aktifitas gangguan-gangguan cuaca yang terbentuk di daerah laut cina selatan, selat malaka dan samudera hindia.. Berdasarkan hal tersebut maka penulis menentukan pengambilan data variabel-variabel cuaca yaitu Sea Surface Temperature, Sea Level Preasure, OLR dan angin di sekitar wilayah laut Cina selatan, Samudera Hindia dan Selat Malaka. Variabel-variabel cuaca diperoleh dari http://www.esrl.noaa.gov/psd/data/ composites/day/.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian antara lain : 1. Komputer atau Laptop untuk membantu dalam mengolah data.

2. Software GrADS untuk memudahkan dalam mengumpulkan dan menganalisis


(52)

3. Data variabel-variabel cuaca yang akan dianalisis antara lain: data Suhu muka Laut

(SST), Data OLR ( Outging Longwave Radiation), Tekanan Udara Permukaan

(MSLP),dan data angin.

4. Menggunakan akses Internet untuk memperoleh data variabel-variabel cuaca dari NOAA.

3.3. Variabel yang Diamati

Variabel-variabel yang akan diamati adalah unsur-unsur cuaca yang mempengaruhi terjadinya cuaca ekstrim apakah terjadi anomali atau penyimpangan dari rata-rata normal nya dan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan atau memicu terjadinya kejadian cuaca ekstrim tersebut. Unsur-unsur cuaca tersebut antara lain:OLR (Out Longwave Radiation), Sea Surface Temperature (SST), Curah hujan, Pola Angin dan Sea Level Preasure (SLP). Apakah perubahan-perubahan pada unsur-unsur tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap terjadinya curah hujan yang tinggi. Hasil analisis yang diperoleh akan di validasi dengan menggunakan data reanalisis global pada bulan Desember 2011.

3.4. Data

Dalam penelitian ini menggunakan data variabel-variabel cuaca yang antara lain, data anomali OLR (Out Longwave Radation), suhu muka laut, tekanan permukaan laut, pola angin dan data pos-pos hujan di sekitar kejadian bencana. Diharapkan dari analisis yang dilakukan terhadap masing-masing dapat di lihat variabel apa saja yang mempengaruhi kejadian cuaca ekstrim di wilayah Sumatera Utara.


(53)

3.5. Rancangan Penelitian

Terdapat dua tahapan dalam proses pengumpulan data, tahapan pertama adalah pengambilan data kejadian cuaca ekstrim sepanjang tahun 2011. Tahapan kedua pemisahan satu data kejadian cuaca ekstrim tahun 2011 sebagai data validasi.

3.5.1. Pengumpulan Data Sea Surface Temperature (SST), OLR, Sea Level Preasure dan Pola angin.

Data Suhu muka laut, OLR, tekanan permukaan laut dan pola angin yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data reanalisis global yang dapat di peroleh dengan mengakses analisis harian melalui website NOAA.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat analisis ini adalah apakah data analisis untuk tanggal kejadian sudah tersedia (nomor 1). Berdasarkan contoh gambar diatas, data analisis yang tersedia mulai bulan Januari 1948 sampai dengan 28 september 2012. Pemilihan berikutnya meliputi variabel yang diplot sea surface temperature (nomor 2), Analysis level Surface (nomor 3), pemilihan range waktu analisis , dimasukkan tanggal berdasarkan hari kejadian bencana 5 hari sebelum kejadian dan 5 hari setelah kejadian (nomor 4). Setelah dilakukan pemilihan seperti setting diatas, kita geser ke bawah untuk melanjutkan setting tipe plot dan batas lokasi yang akan ditampilkan.


(54)

Gambar 3.1 Pengumpulan Data Analisis Anomali Sea Surface Temperature (SST).

Gambar. 3.2 Pemilihan Plot Type, Batas Wilayah Plot dan Pembuatan Plot.

Anomaly dipilih untuk plot type (nomor 5) dengan tujuan membandingkan keadaan pada rentang waktu kejadian terhadap rata-rata klimatologisnya. Regional of globe dipilih Custom (nomor 6), batas lintang dipilih dari 10 LS (-10) hingga 15 LU (15) seperti (nomor 7), batas bujur dipilih dari 90 BT hingga 120 BT (nomor 8) dan proyeksi peta Cylindrical Equidistant (nomor 9). Setelah dilakukan

1

3 2 4

5 7 6

8


(1)

5.2. SARAN

1. Sebaiknya penelitian ini dapat di kembangkan dan dilakukan untuk daerah-daerah lain di luar wilayah Sumatera Utara, sehingga dapat diperoleh perbandingan terhadap indeks yang di peroleh di wilayah lain. 2. Sebaiknya penelitian ini juga dapat di kembangkan untuk

kejadian-kejadian cuaca ekstrim yang dapat menyebabkan bencan lainnya seperti bencana kekeringan.

3. Agar penelitian ini dapat digunakan untuk memvalidasi model-model yang sekarang telah di pergunakan di instansi BMKG.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Aldrian,E.2007, Curah hujan di Indonesia : dengan sebuah hirarki dari model-model iklim yang ada,VDM Verlag Dr Muller, germany.

Aldrian E &Suasanto R.D.2003, Identifikasi tentang tiga wilayah hujan yang dominant di Indonesia dan hubungannya dengan suhu permukaan laut, Jurnal Internasional tentang iklim, Vol. 23, No 12, pp.1435-1452,doi 10.1002/joc.950.

Amsari M. Setiawan, M.Si dan Syahru Romadhon, S.Si. 2012. “Pemanfaatan Data Hujan GPCC dan Iklim Global untuk Analisis Kejadian Bencana Terkait

Iklim Ekstrim” Jurnal Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofosika.

Awaluddin, M.Y., J. Kaempf & C. Ewenz 2010, Perbedaan suhu permukaan laut dilautan Indonesia: hasil Awal/Pendahuluan.AMOS 17th Konferensi Presentasi poster. ANU Canberra.

Bayong, T.2004. “Klimatologi”Penerbit ITB, 2004

Chokngamwong, R. dan Chiu, L.S. 2008. ”Thailand Daily Rainfall and

Comparison

with TRMM Products”, Journal of Hydrometeorology, 9, 256 – 266, doi : 10.1175/2007JHM876.1

Duxburry, A.B.,AC Duxbury, & & K.A Sverdup 2002, Dasar-dasar Oceanografi edisi

ke 4, Mc Graw Hill Higher Education,Boston

Erwin, M. 2008. ”Panduan Menggunakan GrADS untukPemula”.

Gill AE (1980) Some simple solutions for heat-induced tropical

circulation, vol 106. Wiley, USA. doi:10.1002/qj.49710644905

Gustari, I. 2009. ”Analisis Curah Hujan Pantai Barat Sumatera Bagian Utara

Periode 1994-2007”, Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofiska Vol 10 No 1 Tahun 2009 : 29-38.

Ihsan, N. (2004): Studi Siklon Tropis di Selatan Indonesia dan Pengaruhnya Terhadap Curah Hujan Jakarta. Tesis Magister Institut Teknologi Bandung.


(3)

Ismanto, H. (2011): Karakteristik Kompleks Konvektif Skala Meso Di Benua Maritim. Tesis Magister Institut Teknologi Bandung.

Kirono, D.G.C., N.J. Tapper & J.l. Mc Bride 1999, Dokumentasi Hujan di Indonesia pada tahun 1997/1998 Peristiwa El Nino, Geografi fisik, Vol. 20, pp.422-435.

Matsuno T (1966) Quasi-geostrophic motions in the equatorial area. J Meteor Soc Jpn 44(1):25–42.

McBride, J. L., 1995: Tropical cyclone formation. Global Perspective on Tropical Cyclones, R. L. Elsberry, Ed., Tech. Doc. 693, World Meteorological Organization, 63–105.

Nicholls N. 1981. Air–sea interaction and the possibility of long-range weather prediction in the Indonesian archipelago. Monthly Weather Review 109: 2345–2443.

Nicholls N. 1984. The southern oscillation and Indonesia sea surface temperature.

Monthly. Weather Review 112: 424–432.

Nuryanto, D.N (2011): Aktifitas Konvektif Di Atas Benua Maritim Indonesia dan Keterkaitannya Dengan Variabilitas Iklim Regional dan Global. Tesis Magister Institut Teknologi Bandung.

Prabowo, A.A (2011) : Kajian Anomali Curah Hujan Musiman DiWilayah Sumatera Bagian Utara. Tesis Magister Institut Teknologi Bandung. Pusat Meteorologi Publik BMKG, (2010): Prosedur Operasional Peringatan Dini,

Pelaporan dan Diseminasi Informasi Cuaca Ekstirm. Peraturan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Nomor. Kep 009 Tahun 2010, Jakarta

Rudolf, B., dan Schneider, U. 2006. “Calculation of Gridded Precipitation Data

for the Global Land-Surface Using In-Situ Gauge Observations”,

Proceedings of 2nd Workshop of the International Precipitation Working

Group.

Setiawan. R Y.&H. Kawamura.2010.Pendinginan suhu permukaan laut beberapa laut di Indonesia. Dikumpulkan dalam Jurnal Indonesia tentang ilmu kelautan.


(4)

SOP Biro Hukum BMKG. 2010. tentang PROSEDUR STANDART

OPERASIONAL PELAKSANAAN PERINGATAN DINI,

PELAPORAN, DAN DISEMINASI CUACA EKSTRIM

Sri Woro B. Harijono. 2008. “ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER DI BAGIAN UTARA EKUATOR SUMATERA PADA SAAT PERISTIWA EL-NINO DAN DIPOLE MODE POSITIF TERJADI BERSAMAAN” . Jurnal Sains Dirgantara

Tomczak, M & Godfrey, Js 2003. Oceanografi regional: sebuah pendahuluan 2nd Daya .Publishing House, Delhi.

Walace, J.M., Hobbs, P.V (2006): Atmospheric Science – An Introduction Survey, Academic Press, 483, PP

Wang B, Wu R (1997b) Peculiar temporal structure of the South China Sea summer monsoon. Adv Atmos Sci 14(2):177–194. doi:10.1007/s00376-997-0018-9

Yeni, M. 2010. “ Prediksi Cuaca Ekstrim Dengan Model Jaringan Syaraf Tiruan

Menggunakan Program MATLAB. Tesis Magister Universitas Sumatera Utara.

..., 2005, Visualisasi Luaran DARLAM dengan GrADS, Pelatihan GrADS, Puslitbang BMG

http://www.esrl.noaa.gov/psd/data/composites/day/ diakses tanggal 5 Juli 2012 http://www.klimatologibanjarbaru.com/media/newsimg/analisis_iklim_ekstrim/ ANALISIS_BANJIR_BALANGAN.pdf. diakses tanggal 6 juli 2012


(5)

Lampiran A

Kejadian Ekstrem (Bencana) di Wilayah Sumatera Bagian Utara Tahun 2011

Tanggal Jenis Bencana Wilayah Keterangan Sumber

01/04 Banjir

Medan Tuntungan Medan Selayang Medan Polonia Medan Baru Medan Petisah Medan Johor Medan Barat Medan Helvetia Medan Maimun Medan Labuhan Medan Belawan

Sungai meluap : Babura

Denai Deli Belawan Korban mengungsi :

+/- 7.241 KK +/26.959 jiwa 43 sekolah dan 1 Kampus tergenang

Harian Analisa 02 April 2011 Dumaipos.com

02 April 2011

01/04 Banjir

Desa Air Hitam Desa PayaBengkuang Desa Securai Desa Pelawi Desa Lama Kab. Langkat Desa Kelapasatu Desa Petumbukan Kab. Deli Serdang

Ratusan rumah terendam Bangunan sekolah dan rumah ibadah terendam

Ratusan Hektar lahan pertanian terendam

Harian Analisa 02 April 2011

01/04 Banjir

Binjai Timur, Binjai Kota,

SUMUT

Sungai meluap : Bangkatan

Mencirim

Detik.com 02 April 2011

19/04 Banjir

Desa Sopotinjak, Batang Natal,

Madina, SUMUT

4 Penambang Tewas 1 Dirawat Intensif

Harian Analisa 20 Mei 2011

14/09 Banjir Tebingtinggi, SUMUT

Sungai Padang meluap Ratusan rumah, tergenang air setinggi

0,5 – 1,5 m

Harian Analisa 15 September

2011

04/10 Banjir

Kec.Tebingtinggi Kota,

Sungai Padang meluap sehingga mengenangi

beberapa kawasan

Harian Analisa 05 Oktober 2011


(6)

Kec. Rambutan, Kec.Bajenis, Tebingtinggi

SUMUT

05/10 Banjir

Ds.Bangunsari Baru, Kec.Tanjung

Morawa Deli Serdang

SUMUT

Ratusan rumah terendam hingga

ketinggian 1 m

Harian Analisa 06 Oktober 2011

09/10 Banjir

Asahan, Kisaran, SUMUT

80 rumah di desa Silau barat tergenang air

setinggi 1 meter

Harian Analisa 12 Oktober 2011

05/11 Banjir Tebing tinggi SUMUT

Ribuan rumah, sekolah, tempat ibadah, area pertanian terendam 12.876 KK menjadi

korban

Harian Analisa 07 November