Tahun 2009 atau tidak serta, kendala-kendala apa yang dihadapi dalam penerapan peraturan suscatin tersebut dan bagaimana solusinya.
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih mempermudah penambahan dan penulisan pada skripsi ini, maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam beberapa bab dengan
sistematika sebagai berikut:
Bab I :
Berisi PENDAHULUAN yang memuat latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metologi penelitian, riview studi terdahulu, sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan umum tentang KUA dan suscatin, yang menguraikan tugas dan
kewenangan KUA, sejarah KUA, tugas dan fungsi KUA, KUA dan BP4, Kursus calon pengantin suscatin menurut Perundang-undangan di
Indonesia, pengertian suscatin, tujuan suscatin, dasar hukum penerapan suscatin, dan pelaksanaan suscatin.
Bab III : Profil KUA di Wilayah Kota Tangerang Selatan, yang terdiri dari profil
KUA Ciputat, KUA Pamulang, KUA Pondok Aren, KUA Serpong.
Bab IV: Implementasi tentang kursus calon pengantin di KUA Wilayah Tangerang
Selatan, yang akan menganalisis bagaimana pelaksanaan suscatin di KUA Wilayah Kota Tangerang Selatan, KUA Ciputat, KUA Pamulang, KUA
Pondok Aren, kendala dan solusinya.
Bab V: Penutup, yang berisi tentang kesimpulan dan saran.
11
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUA DAN SUSCATIN
A. Tugas dan Kewenangan KUA 1.
Sejarah KUA
Jauh sebelum bangsa Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia sudah mempunyai lembaga
kepenghuluan yaitu semenjak berdirinya Kesultanan Mataram. Pada saat itu Kesultanan Mataram telah mengangkat seseorang yang diberi tugas dan
wewenang khusus di bidang kepenghuluan. Pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, Lembaga Kepenghuluan sebagai lembaga swasta yang
diatur dalam suatu Ordonansi, yaitu Huwelijk Ordonantie S. 1929 No. 348 jo S. 1931 No. 467, Vorstenlandsche Huwelijk Ordonantie S. 1933 No. 98 dan
Huwelijs Ordonantie Buetengewesten S 1932 No. 482. Untuk Daerah Vorstenlanden dan seberang diatur dengan Ordonansi tersendiri. Lembaga
tersebut di bawah pengawasan Bupati dan penghasilan karyawannya diperoleh dari hasil biaya nikah, talak dan rujuk yang dihimpun dalam kas
masjid.
1
Kemudian pada masa Pemerintah Pendudukan Jepang, tepatnya pada tahun 1943 Pemerintah Pendudukan Jepang di Indonesia mendirikan
Kantor Shumubu KUA di Jakarta. Pada waktu itu yang ditunjuk sebagai
1
Melia Fitri, Pelaksanaan Bimbingan Pranikah Bagi Calon Pengantin di Kantor Urusan Agama KUA Kecamatan Pondok Aren Kota Tangerang Selatan, Jakarta: 2014, h. 47