24
tata  kerja  kejaksaan.  Oleh  karena  itu  kegiatan  penuntutan  di  pengadilan oleh  kejaksaan  tidak  akan  berhenti  hanya  karena  jaksa  yang  semula
bertugas  berhalangan.  Tugas  penuntutan  oleh  kejaksaan  akan  tetap berlangsung sekalipun dilakukan oleh jaksa lainnya sebagai pengganti.
1. Kedudukan Jaksa a. Kejaksaan  Republik  Indonesia,  selanjutnya  dalam  undang-undang  ini
disebut  kejaksaan,  adalah  lembaga  pemerintahan  yang  melaksanakan kekuasaan negera di bidang penuntutan.
b. Kejaksaan  adalah  satu  dan  tidak  terpisah-pisahkan  dalam  melakukan penuntutan Pasal 2.
2. Wewenang Jaksa a. Jaksa adalah Pejabat Fungsional yang diangkat dan diberhentikan oleh
Jaksa Agung. b. Dalam  melakukan  penuntutan  jaksa  bertindak  untuk  dan  atas  nama
negara serta bertanggung jawab menurut saluran hierarki. c. Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah.
d. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan  hukum  dan  mengindahkan  norma-norma  keagamaan,
kesopanan,  dan  kesusilaan  serta  wajib  menggali  nilai-nilai kemanusiaan,  hukum,  dan  keadilan  yang  hidup  dalam  masyarakat
Pasal 8. Jabatan jaksa sebagai fungsional, terkait dengan fungsi yang
25
secara khusus dijalankan oleh jaksa dalam bidang penuntutan sehingga memungkinkan organisasi kejaksaan menjalankan tugas pokoknya.
Sebagaimana  badan  negara  yang  menjalankan  fungsi penegakan hukum, Kejaksaan dalam melaksanakan fungsinya tersebut
membutuhkan, kemandirian dan independensi bersifat tidak memihak, tanpa  membeda-bedakan  asal-usul,  kewarganegaraan,  agama  atau
etnik, dan mempunyai posisi sentral dalam penegakan hukum, karena pertama  sebagai  penyandang  azas dominus  litis institusi  yang  dapat
menyatakan  seseorang  menjadi  terdakwa,  kedua  sebagai executive abmtenaar pelaksana  keputusan  Pengadilan  yang  telah  mempunyai
kekuatan  hukum  tetap,  ketiga  hanya  Jaksa  Agung  yang  dapat mengesampingkan  perkara  demi  kepentingan  umum  berdasarkan  azas
oportunitis  dan  keempat  sebagai  pengacara  negara  kesatuannya  itu sulit  terwujud  jika  secara  struktural  Kejaksaan  Republik  Indonesia
masih berada di bawah presiden masuk lingkup eksekutif.
13
Dari sudut ketatanegaraan  Jaksa  Agung  merupakan  tangan  kanan  dari
pemerintahan  pusat  dan  perdana  menteri,  dan  bertanggung  jawab kepada  mereka  dan  parlemen.  Di  bawah  Undang-Undang  No.  15
Tahun  1961,  kedudukan  kejaksaan  ditegaskan  kembali  dan  menjadi departemen  tersendiri  yang  setingkat  dengan  menteri.  Dari  uraian  di
atas jaksa dalam ketatanegaraan disebut sebagai Pengacara negara. Kejaksaan  merupakan  bagian  dari  kekuasaan  eksekutif  di  bawah
13
Media  Informasi  dan  Hukum,  22  Juli  2004, Edisi  Khusus  Ulang  Tahun  Kejaksaan. Media
Hukum Vol. 2 No. 10. Jakarta: Kejaksaan Republik Indonesia, hal 58-59
26
presiden  sehingga  struktur lembaga  kejaksaan  itu  sendiri  sebagaimana layaknya  sebuah  organisasi  harus  memiliki  pengawas  baik  itu  internal
maupun  eksternal.  Aparatur  pengawasan  membutuhkan  instrumen  di dalam melaksanakan fungsi pengawasan. Aparatur kejaksaan seperti yang
disebutkan pada Pasal 9 ayat 1 huruf “h” untuk jaksa dan Pasal 29 ayat 1, ayat 2 UU No. 16 tahun 2004 tentang kejaksaan RI, bahwa aparatur
kejaksaan  yang  terdiri  dari  jaksa  dan  Tata  Usaha  adalah  Pegawai  Negeri Sipil PNS sehingga terikat oleh peraturan pemerintah No. 53 tahun 2010
tentang  Disiplin  Pegawai  Negeri  Sipil.  Secara  umum  PP  No.  53  tahun 2010 tentang digunakan  sebagai instrumen untuk melakukan pengawasan
PNS  di  lingkungan  Kejaksaan.  Adapun  secara  khusus  terkait  dengan jabatan  fungsional  Jaksa  ada  Peraturan  Pemerintah  No.  20  tahun  2008
tentang  Tata  Cara  Pemberhentian  dengan  Hormat,  pemberhentian  tidak dengan  Hormat,  dan  Pemberhentian  Sementara,  Serta  Hak  Jabatan
Fungsional  Jaksa  Yang  Terkena  Pemberhentian.  Di  dalam  lingkungan internal  kejaksaan  ada  pula instrumen  yang  dibuat  untuk  melakukan
pengawasan aparatur kejaksaan, yang terbaru yaitu Peraturan Jaksa Agung Nomor  :  PER-022AJA032011  tentang  Penyelenggaraan  Pengawasan
Kejaksaan RI.
27
BAB III PROFIL KOMISI KEJAKSAAN DAN PENGADILAN TINGGI JAKARTA
A. Komisi Kejaksaan 1. Kedudukan komisi kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
Untuk  lebih  memantapkan  kedudukan  dan peranan  kejaksaan  RI sebagai  “badan  negara”  yang  terpisah  dari  lembaga  eksekutif,  ditunjuk
seorang  Jaksa  Agung  yang  diangkat  dan  diberhentikan  oleh  Presiden berdasarkan  persetujuan  DPR.  Kejaksaan  RI  bertanggung  jawab  kepada
publik  secara  transparan,  dan  konsekuensinya  lembaga  ini  harus melaksanakan  kekuasaan  negara  di  bidang  penuntutan  secara  bebas  dan
lepas  dari  pengaruh  kekuasaan  pemerintah  eksekutif  dan  kekuasaan lainnya,  walau  perlu  juga  dibentuk  Komisi  Kejaksaan  yang  mengawasi
untuk  menghindari  penyalahgunaan  kewenangan. Komisi  ini  bertugas membantu Presiden untuk memberdayakan Kejaksaan RI dan memberikan
pertimbangan kepada
Presiden dalam
hal pengangkatan
dan pemberhentian Jaksa Agung dan Jajaran eselon satu di bawahnya.
1
Sejak  tanggal  22  juli  1960  yaitu  ketika  Presiden  Sukarno mengeluarkan Keputusan Presiden No. 204 Tahun 1960 yang secara tegas
memisahkan  Kejaksaan  dari  Kementerian  Kehakiman  dan  Mahkamah Agung, dan menjadikannya sebagai suatu institusi yang berdiri sendiri dan
merupakan  bagian  langsung  dari  kabinet.  Inilah  landasan  hukum  pertama
1
Marwan  Effendy,Kejaksaan  RI:  Posisi  dan  Fungsinya  Dari  Perspektif  Hukum, Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama,Anggota IKAPI,2005, h.142.
28
yang  menempatkan  Kejaksaan  sepenuhnya  sebagai  bagian  dari  ranah kekuasaan  Eksekutif.
2
Namun  beberapa  pendapat    sarjana  hukum  bahwa kejaksaan  di  bawah  kabinet  pemerintah  menyebabkan  independensi
lembaga  Kejaksaan  dipertanyakan.  Salah  satunya  adalah  Prof.  Dr.  Jur. Andi Hamzah, SH.
Dari  tahun  1945-1959,  memang  disebut  Jaksa  Agung  pada Mahkamah Agung. Sayang dalam amandemen UUD, kurang diperhatikan
faktor  sejarah  ini,  sehingga  Jaksa  Agung menjadi  “pembantu”  presiden. Undang-undang tentang kejaksaan No. 5 tahun 1991 menyebutkan bahwa
kejaksaan  Jaksa  Agung  adalah  alat  Pemerintah  yang  kemudian diperkuat  di  dalam  Undang-undang  No.16  tahun  2004  tentang  Kejaksaan
di  dalam  Konsideran  dan  pada Pasal  2  ayat 1  menyatakan  Kejaksaan Republik  Indonesia  yang  selanjutnya  dalam  Undang-undang  ini  disebut
kejaksaan  adalah  lembaga  pemerintah yang  melaksanakan  kekuasaan negara  di  bidang  penuntutan  serta  kewenangan lain  berdasarkan  undang-
undang. Jadi, mundur dari semula “Kejaksaan adalah alat negara penegak hukum”.  Dengan  demikian  Jaksa  Agung  menjadi  tidak  independen,
sehingga sulit diharapkan penegakan hukum yang independen terbatas dari pengaruh politik.
Pendapat  lain  mengenai  independensi  kejaksaan disampaikan  oleh Mappi  masyarakat  pemantauan  peradilan  indonesia  dalam  sebuah
publikasi opini bahwa Kejaksaan saat ini masih berada di bawah bayang-
2
Yusril  Ihza  Mahendra  “Kedudukan  Kejaksaan  Dan  Posisi  Jaksa  Agung  Dalam  Sistem Presidensial  Di  Bawah  UUD  1945”  makalah  di
http:yusril.Ihzamahendra.com diakses pada
tanggal 3 november 2014
29
bayang kekuasaan eksekutif, sehingga nampak sulit bagi Jaksa, khususnya Jaksa  Agung  untuk  mandiri.  Kenyataan  tersebut  tidak  dapat  dipungkiri,
karena  Pasal  2  ayat  1  Undang-undang  No.16  Tahun  2004  tentang Kejaksaan  Republik  Indonesia  menyatakan  bahwa  Kejaksaan  adalah
lembaga  pemerintah  yang  melaksanakan  kekuasaan  negara  di  bidang penuntutan.  Beberapa  kejadian  telah  membuktikan  bahwa  dengan
Kejaksaan tidak mandiri sangatlah berpengaruh  kepada proses penegakan hukum  itu  sendiri  dan akhirnya  betul-betul  tergantung  pada  itikad  politik
pemerintah, dalam hal ini Presiden.
3
Khusus untuk lembaga Kejaksaan di dalam  Undang-undang  No.  16  Tahun  2004  tentang  Kejaksaan  bahwa
dimungkinkan  adanya  lembaga  pengawas  eksternal  berdasarkan  Pasal  38 disebutkan  bahwa  untuk  meningkatkan  kualitas  kinerja  Kejaksaan  maka
Presiden  dapat  membentuk  sebuah  komisi  yang  susunan  dan kewenangannya  diatur  oleh  Presiden.  Keberadaan  komisi  ini  merupakan
tuntutan publik untuk mendorong penegakan hukum oleh Kejaksaan lebih efektif,  pemerintah  dan  DPR  sepakat  membahas  mengenai  pembentukan
sebuah komisi. Amanah  Perpres  No.  18  tahun  2010  tentang  Komisi  Kejaksaan
Republik  Indonesia  mengisyaratkan  dibentuknya  Komisi  Kejaksaan Republik  Indonesia  adalah  dalam  rangka  upaya  meningkatkan  kinerja
Kejaksaan,  amanah  tersebut  dijabarkan  oleh  Komisi  Kejaksaan  Republik Indonesia  dalam  misinya  yang  berbunyi:  Mewujudkan  Kejaksaan  yang
3
Asep Rahmat Fajar, S.H. Wajah Lembaga Peradilan Inonesia: Kenyataan Dan Harapan. H.5.
30
Lebih Baik. Lahirnya  Perpres  No.  28  Tahun  2010  sebagai  implementasi  UU
No.  16  Tahun  2004    tentang  Kejaksaan  Republik  Indonesia  tentu  tidak muncul  begitu  saja,  tetapi  didasari  oleh  kondisi  yang  nyata  terutama
kinerja  Kejaksaan  yang  dipandang  PublikMasyarakat  belum  lagi memadai  terutama  dalam  pemberantasan  korupsi  di  Indonesia. Masalah
perilaku para  Jaksa  dan  Pegawai  Tata  Usaha  yang  terjaring  melakukan perbuatan tercela masalah profesionalisasi para Jaksa dalam melaksanakan
tugas  penegakan  hukum,  juga  menjadi  dasar  penilaian  publikmasyarakat terhadap Kejaksaan.
Komisi Kejaksaan Republik Indonesia dengan peran utama sebagai lembaga  yang  bertugas  mengawasi  perilaku  maupun  “kinerja”  para  Jaksa
dan  Pegawai  Tata  Usaha  sekaligus  juga  berperan  mencermati  proses penegakan  “disiplin”  para  Jaksa  dan  Pegawai  Tata  Usaha,  disamping
Kewenangan  memberikan  reward  kepada  para  Jaksa  dan  Pegawai  Tata Usaha  yang  berprestasi. Peran  lain  yang  cukup  penting  dari  Komisi
Kejaksaan  Republik  Indonesia  adalah  memberikan  penilaian  terhadap Organisasi dan Tata Laksana, Saran dan Prasarana, Sumber Daya Manusia
dan Keuangan. Dari Uraian diatas tergambar sebuah ruang lingkup tugas yang luas,
strategis  dengan  tujuan    terwujudnya  Kejaksaan  yang  lebih  baik  di  masa datang.
Pilar penyanggah sebuah organisasi seperti Kejaksaan antara lain