planci dalam air, baik untuk diangkut ke perahu atau diangkut ke pantai. Setelah semua A. planci hasil pembersihan telah dikumpulkan, maka semua
partisipan kembali ke pantai. Adapun cara memusnahkan A. planci yang terkumpul biasanya dilakukan dengan membakar mereka di darat ataupun di
pantai.
b. Penyuntikan dengan Racun
Sekarang ini direkomendasikan menggunakan sodium bisulfat asam kering, NaSO
4 2
, karena dipandang efektif, relatif murah, mudah didapatkan di mana-mana dan menyebabkan kerusakan yang sedikit di
lingkungan bila ditangani secara benar Lassig, 1995. Racun tersebut disuntikkan dengan menggunakan penyuntik plastik.
Adapun campurannya adalah setiap liter air laut dicampur dengan bubuk sodiumbisulfat sebanyak 140 gram. Karena racun tersebut tidak
berwarna maka bisa ditambahkan dengan pewarna makanan untuk menegaskan lagi bahwa penyuntikan bekerja dengan baik. Racun lainnya
yang sering digunakan adalah tembaga sulfat CuSO, formalin, larutan konsentrat aqua ammonia, dan asam hidroklorik.
c. Pagar Bawah Air
Pembangunan pagar bawah air dilakukan untuk menjaga agar individu dewasa tidak bermigrasi ke lokasi yang baru saja dibersihkan, dan juga
untuk mengurangi perlunya pengambilan secara berulang-ulang. Pagar- pagar ini digunakan hanya untuk menjaga agar individu dewasa tidak keluar
kemana-mana; akan tetapi pagar tidak bisa menghentikan pergerakan bibit muda larva A. planci.
d. Pemotongan
A. planci dipotong menjadi empat bagian atau sebagian besar bagian tengah tubuhnya dikeluarkan. Cara tersebut dilakukan agar A. planci tidak
dapat melakukan regenerasi. Metode ini cukup memakan waktu, mengharuskan partisipan penyelam SCUBA, dan berpeluang besar
mengalami luka karena duri-duri.
26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2015. Lokasi pengambilan data adalah Pulau Air, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Data
keseluruhan dari luas Pulau Air diwakili oleh 4 stasiun pengamatan berdasarkan arah mata angin yaitu utara, barat, selatan dan timur Gambar 9.
Gambar 9. Gambaran lokasi pengambilan data Sumber: Iqbal, 2013
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: roll meter 100 m, turbidity meter, DO meter, pengukur arus, kamera digital, GPS, SCUBA set,
Secchi disk, alat tulis, pita meter, termometer raksa, kertas indikator pH, dan buku pedoman terumbu karang. Bahan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah terumbu karang dan A. planci sebagai objek pengamatan.
P. JAWA
m
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Tahap Persiapan
Persiapan dilakukan dengan mengobservasi titik yang mewakili pada
masing-masing stasiun utara, barat, selatan, dan timur menggunakan teknik time swimming snorkeling. Teknik yang dilakukan adalah seorang
pengamat melakukan penyelaman singkat di atas permukaan air sejajar garis pantai untuk melihat kondisi terumbu karang dan keberadaan A. planci
Ikhsan, et al., 2013.
3.3.2. Pengukuran Parameter Lingkungan
Pengukuran parameter lingkungan dilakukan pada setiap transek pengamatan meliputi suhu air, DO, salinitas, kekeruhan, kecerahan, pH,
kecepatan arus dan kedalaman Lampiran 15. Pengukuran tersebut dilakukan bersamaan dengan pengambilan data terumbu karang dan A.
planci.
3.3.3. Pengambilan Data Tutupan Karang Hidup dan A. planci
Penelitian ini menggunakan metode survei dalam 24 titik sampling yang tersebar di Pulau Air. Titik sampling ditentukan berdasarkan arah mata
angin utara, timur, selatan, dan barat dan kedalaman air 3-5 dan 10-13 m Rani et al., 2011. Pengambilan data terumbu karang dan A. planci
menggunakan metode Line Intercept Transect LIT Lampiran 13 English et al., 1994 dalam Fachrul 2008. Teknik ini dilakukan dengan memasang
transek sejajar dengan garis pantai sepanjang 20 m sebanyak tiga kali pengulangan pada masing-masing titik sampling Gambar 10.
Pengambilan data terumbu karang dibatasi pada bentuk pertumbuhan life form Syahnilawati et al., 2013 dengan panduan UNEP 1993
Lampiran 2. Pengambilan data A. planci dilakukan pada titik pengamatan LIT dengan melakukan pemantauan secara langsung di sepanjang garis
transek dengan areal pemantauan 2,5 m di sisi kiri dan kanan transek garis Gambar 10 Rani et al., 2013. Pengambilan data dilakukan pada pukul
09.00-16.00 WIB, karena menurut Ikhsan et al. 2013, salah satu waktu makan A. planci adalah pada siang hari, maka dari itu diambil kurun waktu
tersebut dengan dugaan adanya kemunculan A. planci Lampiran 14. Pengambilan data dilakukan secara spasial dalam kurun waktu 1-2 hari.
Gambar 10. Petak pengambilan sampel terumbu karang dan A. planci
3.4. Analisis Data
3.4.1. Penilaian Tutupan Karang Hidup
Persentase tutupan karang dihitung menggunakan rumus berikut ini English et al., 1994 dalam Fachrul, 2008:
Keterangan: Li= Persentase tutupan karang
ni= Panjang tutupan lifeform ke –i pada transek cm
L= Panjang transek m
20 m 20 m
20 m 70 m
2,5 m 2,5 m
3-5 dan 10-13 m
5 m 5 m
Penilaian terumbu karang berdasarkan persentase tutupan karang hidup didasari oleh kriteria yang tertera pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Kategori dan Persentase Tutupan Karang Hidup Gomes dan Yap,
1988 dalam Fachrul, 2008
3.4.2. Kepadatan A. planci
Kepadatan A. planci dihitung menggunakan rumus berikut ini Krebs, 1989:
D = nA Keterangan:
D= Kepadatan spesies individum
2
n= Jumlah total individu individu A= Luas total transek m
2
Kepadatan A. planci ditentukan berdasarkan kategori Endean dan Stablum 1975 dalam Reichelt et al. 1990 yaitu dikategorikan alami jika
kepadatannya kurang dari 14 individu1000m
2
0,014 individum
2
dan ancaman jika kepadatannya lebih dari 14 individu1000m
2
. Kepadatan A. planci dikelompokkan menurut stasiun pengulangan dan disajikan dalam
bentuk tabel.
3.4.3. Hubungan Antara Kepadatan A. planci dengan Persentase Tutupan
Karang Hidup
Hubungan antara kepadatan A. planci dan parameter lingkungan dengan persentase tutupan karang hidup dianalisis menggunakan Principal
Kategori Tutupan karang hidup
Buruk 0-24,9
Sedang 25-49,9
Baik 50-74,9
Sangat Baik 75-100
Component Analysis PCA dengan bantuan perangkat lunak SPSS Ver. 20. Kriteria penilaian menggunakan nilai eigenvalue apabila bernilai lebih dari 1
maka terdapat hubungan. Selain itu juga dilakukan analisis secara deskriptif dengan mengelompokkan status kepadatan A. planci alami dan ancaman
dan dilakukan perhitungan rata-rata persentase penutupan karang hidup. Adapun hasilnya disajikan dalam bentuk grafik.
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Wilayah
Kepulauan Seribu merupakan gugusan kepulauan yang terletak di sebelah utara Jakarta, tepat berhadapan dengan Teluk Jakarta. Pulau Air
adalah salah satu pulau penyusun gugusan Kepulauan Seribu. Pulau ini merupakan pulau tidak berpenghuni yang berada di luar kawasan Taman
Nasional Kepulauan Seribu dan menjadi salah satu destinasi untuk keperluan wisata karena memiliki daya tarik pada ekosistem terumbu karang. Daya tarik
lainnya adalah terdapat semacam kanal yang membelah Pulau Air menjadi dua bagian.
Pulau Air dapat diakses melalui pintu masuk dari arah selatan dan utara.
Bagian luar Pulau Air dikelilingi ‘pagar’ yang menahan gelombang agar tetap tenang. Pagar tersebut ditancapkan ke dalam air sehingga bersifat
permanen. Berdasarkan kontur kedalaman dan tubirnya yang landai, wilayah perairan Pulau Air sesuai untuk kegiatan wisata snorkeling dan SCUBA
diving. Pulau Air merupakan daerah penyangga yang dekat dengan P.
Pramuka sebagai pulau yang berada di selatan Taman Nasional Kepulauan Seribu. Menurut Soemarwoto 1985, daerah penyangga merupakan daerah
yang mengelilingi kawasan lindung yang berfungsi membatasi aktifitas manusia di dalam kawasan lindung agar tidak merusak ekosistem di dalam
kawasan lindung. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1990
Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa wilayah yang berbatasan dengan kawasan suaka alam
ditetapkan sebagai daerah penyangga.
4.2. Kepadatan