Kepadatan Kepadatan acanthaster planci l. dan hubungannya dengan persentase tutupan karang hidup di pulau air : daerah penyangga Taman Nasional Kepulauan Seribu

Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa wilayah yang berbatasan dengan kawasan suaka alam ditetapkan sebagai daerah penyangga.

4.2. Kepadatan

Acanthaster planci di Pulau Air Acanthaster planci atau Crown Of Thorns-starfish COTs memiliki sebutan lokal yaitu bintang laut mahkota duri. Namun masyarakat sekitar Pulau Air biasa menyebutnya dengan bulu seribu. Organisme ini dikenal sebagai predator hewan karang. Penelitian ini menemukan keberadaan A. planci di Pulau Air bagian utara sebanyak 4 individu Tabel 2. Karakteristik morfologi A. planci yang ditemukan antara lain: memiliki lengan sebanyak 15 buah, tubuh bagian dorsal ditutupi oleh banyak duri, memiliki madreporit pada bagian dorsal, dan berwarna kemerahan dan kelabu Gambar 11. Tabel 2. Jumlah A. planci yang Ditemukan di Pulau Air No. Stasiun Jumlah 1. Barat 2. Selatan 3. Timur 4. Utara 4 Kepadatan A. planci di Pulau Air adalah sebesar 0,002 individum 2 , sehingga dapat dikategorikan dalam kondisi alami atau bukan ancaman menurut kategori Endean dan Stablum 1975 dalam Reichelt et al. 1990. Kelimpahan yang tergolong alami ini justru berguna bagi ekosistem terumbu karang di Pulau Air, yaitu memberi kesempatan bagi karang yang pertumbuhannya lambat, seperti karang masif, untuk hidup dan berkembang. Manfaat lainnya menurut Ikhsan et al. 2013 adalah, kerangka karang yang mati akibat pemangsaan A. planci dapat menjadi tempat bagi larva dan spora penghuni ekosistem terumbu karang lainnya. A. planci yang ditemukan memiliki jumlah lengan sebanyak 15 buah dan diameter yang berkisar antara 21-26 cm Tabel 3. Jumlah lengan memiliki hubungan dengan diameter A. planci. Menurut Napitupulu et al. 2013, jumlah lengan memiliki pengaruh sebesar 7-10 terhadap diameter. Penambahan satu buah lengan dapat menambah diameter sebesar 0,5-0,746 cm. Nilai diameter dapat digunakan sebagai perkiraan dalam menentukan usia dari A. planci. Menurut Suharsono 1991, apabila diameter A. planci mencapai 27 cm maka dapat diperkirakan usianya telah mencapai 48 bulan. Maka dari itu dapat diperkirakan pula usia A. planci di Pulau Air adalah ± 48 bulan. Tabel 3. A. planci yang ditemukan di Pulau Air Keterangan: LIT: Line Intercept Transect Eutrofikasi merupakan salah satu hal yang menyebabkan meledaknya populasi A. planci karena menyediakan nutrisi yang melimpah bagi larva-larva A. planci Fraser et al., 2003. Dengan kata lain kepadatan A. planci dalam kategori alami di perairan Pulau Air juga mengindikasikan perairan tersebut masih dalam kondisi yang cukup baik. Dugaan tersebut diperkuat oleh No. Lokasi Jarak pada LIT m Jarak dari LIT m Jumlah Lengan Diameter cm Karang Asosiasi 4. Utara 3- 5 m 3,76 0,28 15 23 Coral Foliose 5. Utara 3- 5 m 64 0,28 15 21 Coral Encrusting 6. Utara 3- 5 m 68,7 2,20 15 25 Coral Submassive 7. Utara 3- 5 m 70 1,27 15 26 Coral Submassive A B C D penelitian Suharsono et al. pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa Pulau Air masih belum terpengaruh sedimen dan material organik dari Teluk Jakarta, dibuktikan dengan kecerahan perairannya yang masih di atas 10 m, serta tidak adanya pemukiman juga turut menjaga kualitas perairan pulau ini. Gambar 11. Keberadaan A. planci di Pulau Air pada karang Coral Encrusting A; Coral Submassive B; Coral Foliose C; dan Coral Submassive D Dok. Pribadi, 2015 A. planci tidak ditemukan di stasiun barat dan timur diduga karena kedua stasiun ini dilanda terpaan angin dan gelombang musiman setiap tahunnya. Menurut Putrajaya 2010, kecepatan angin pada musim barat mencapai 20 knot dan pada musim timur mencapai 15 knot. Terpaan angin dan gelombang dapat mempengaruhi kecepatan arus pada kedua stasiun tersebut. Arus yang cukup besar dapat membuat persebaran larva A. planci menjadi lebih jauh sehingga mempengaruhi kepadatannya pada suatu wilayah. Adapun tidak ditemukannya A. planci di stasiun selatan diduga karena adanya rendahnya persentase tutupan karang hidup di lokasi tersebut, sehingga tidak menyediakan naungan yang cukup bagi A. planci juvenil maupun dewasa. Dugaan lainnya mengenai keberadaan A. planci di Pulau Air pada stasiun utara adalah adanya limpasan bahan organik dari P. Panggang dan P. Pramuka. Kedua pulau tersebut berada di sebelah timur laut Pulau Air dan terdapat pemukiman di dalamnya. Bahan organik dari kedua pulau tersebut berasal dari kegiatan rumah tangga dan keramba jaring apung. Penelitian Asmara pada Desember 2004 menyatakan bahwa kandungan NO 2 -N di P. Pramuka berkisar antara 0,556-1,113 mgl dan di P. Panggang berkisar antara 0,563-0,903 mgl. Kandungan NH 3 -N di P. pramuka berkisar antara 0,018-0,024 mgl dan di P. Panggang berkisar antara 0,022-0,067 mgl. Kandungan ortofosfat di P. Pramuka berkisar antara 0,003-0,031 mgl dan di P. Panggang berkisar antara 0,086-0,124 mgl. Kandungan NO 2 -N dan ortofosfat di kedua pulau tersebut melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh KEPMEN LH No. 51 tahun 2004. Adanya kandungan bahan organik dalam perairan dapat menjadi sumber nutrisi bagi alga dan plankton yang merupakan pakan bagi larva A. planci. Namun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kepadatan A. planci di Pulau Air yang masih tergolong dalam kategori alami ini menunjukkan bahwa limpasan yang masuk ke perairan Pulau Air masih dalam kisaran normal.

4.3. Tutupan Karang Hidup di Pulau Air