commit to user
57
Dalam ketoprak, unsur dan strukturnya sama seperti unsur dan struktur teater pada umumnya. Yang membedakannya hanya pada bentuk dan wujudnya. Unsur dan
struktur dalam ketoprak selalu berkaitan dengan potensi lokal yang dimiliki, yaitu budaya Jawa. Baik tema, alur cerita, tokoh, setting, dan sebagainya disesuaikan
dengan budaya masyarakat Jawa. Menurut Handung Kus Sudyarsana 1984: 65, di dalam seni ketoprak,
ditemukan 9 komponen, yaitu 1 ekspresi; 2 cerita; 3 dialog; 4 akting; 5 bloking; 6 rias; 7 busana; 8 bunyi-bunyian; dan 9 tradisi. Delapan unsur
pertama merupakan bagian-bagian drama seperti yang sudah disinggung di depan, dengan sedikit perbedaan istilah. Sementara unsur tradisi berkaitan dengan budaya
Jawa. Semua unsur dalam ketoprak tidak bisa dilepaskan dari budaya Jawa.
7. Sejarah Ketoprak
Seperti yang sudah sedikit disinggung di depan bahwa ketoprak muncul pada akhir abad XIX. Pada mulanya ketoprak hanya berupa permainan sederhana
masyarakat desa dengan tarian, nyanyian, dan iringan musik lesung. Pada perkembangan selanjutnya, digunakan pula cerita-cerita sederhana tentang kehidupan
masyarakat desa sehari-hari. Alat musik pun ditambah dengan kendang, seruling, dan tamburin. Semakin lama, pertunjukan semakin disempurnakan dengan menghadirkan
unsur-unsur baru untuk lebih menyempurnakan penampilan. Pada gilirannya, lahirlah sebuah seni pertunjukan tradisional yang dikenal dengan nama ketoprak.
commit to user
58
Sejarah ketoprak mulai diperhitungkan ketika seorang dari kalangan kerajaan Solo, K.R.T. Wreksadiningrat pada tahun 1908 mendirikan kelompokgrup ketoprak
di rumahnya. Pertunjukannya masih sangat sederhana, hanya mengangkat hal-hal yang lucu, menggunakan lesung, kendang, seruling, dan tamburin sebagai pengiring.
Kelompok ini mulai dikenal orang pada tahun 1909 ketika dipertunjukkan dalam sebuah acara perkawinan. Pada tahun 1914, K.R.T. Wreksodiningrat meninggal
dunia. Kelompok ketoprak yang didirikan beliau pun mencoba mengadakan pertunjukan untuk tujuan komersial. Langkah tersebut tidak berhasil karena
masyarakat Solo tidak terbiasa membayar atau membeli karcis untuk menonton pertunjukan ketoprak. Mereka biasanya menyaksikan ketoprak secara gratis di
rumah-rumah bangsawan kerajaan. Selain itu, ketoprak juga harus bersaing dengan pertunjukan Wayang Wong yang telah lebih dulu dikenal orang karena sejak 1880,
Wayang Wong sudah tampil di luar kerajaan untuk tujuan komersil Wijana dan Sutjipto dalam Hatley, 2008: 20
Ketoprak justru mengalami perkembangan yang sangat baik di Yogyakarta. Seorang mantan anggota kelompok ketoprak Wreksodiningrat memilih pergi dari
Solo pada tahun 1925 dan mendirikan kelompok baru yang diberi nama Krida Madya Utama. Kelompok ini menggelar pertunjukannya di Klaten, Prambanan, dan
Demangan. Dalam seminggu, kelompok ini menggelar pertunjukan ketoprak di seluruh kota sehingga ketoprak pun menjadi sebuah kegemaran baru. Pada tahun
1928, tercatat ada sekitar 300 kelompok ketoprak yang beropreasi di Yogyakarta Hatley, 2008: 20.
commit to user
59
Awalnya ketoprak dalam permainannya, selain juga menari, semuanya diberi bingkai yang sederhana, misalnya seorang istri mengirim makanan dan minuman
untuk suaminya yang sedang bekerja di sawah, gadis desa yang beramai-ramai menuai padi, dan sebagainya. Semua gerak diekspresikan melalui tari yang sangat
sederhana. Pada saat itu alat pengiringnya adalah lesung. Oleh karena itu kesenian ketoprak pada mulanya adalah ketoprak lesung.
Menelusuri sejarah munculnya ketoprak agaknya terlalu sulit karena dalam beberapa sumber terdapat perbedaan. Handung Kus Sudyarsana 1984: 65
menyatakan tentang asal mula ketoprak sebagai berikut. Hasil penelitian Bagian Kesenian Jawatan Kebudayaan Kementrian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan
Republik Indonesia, menyatakan bahwa Kethoprak lahir di Surakarta pada tahun 1908, yang diciptakan oleh RMT Wreksodiningrat. Pada awal tahun 1908 RMT
Wreksodiningrat mengadakan latihan kethoprak. Dalam latihannya beliau menggunakan alat tetabuhan, seperti lesung, sebuah terbang rebana, dan sebuah
seruling. Pemainnya terdiri dari Mbok Gendro alias Nyi Badur dan Ki Wisangkoro. Lakon yang dibawakan menceritakan tentang seorang petani yang sedang
mencangkul di sawah disusul istrinya dengan membawakan makanan. Pakaian yang digunakan adalah pakaian sehari-hari para petani. Alat yang dibawa saat adegan
adalah cangkul pacul dalam bahasa jawa dan tenggok tempat yang biasanya digunakan untuk jamu gendhong, yang penampilannya dilakukan dengan menari.
Kadang-kadang menarinya dilebih-lebihkan hingga lucu. Maka dari itu banyak
commit to user
60
penonton menyebut sebagai badutan. Dialog yang digunakan adalah dalam bentuk nyanyian atau tembang dalam bahasa jawa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ketoprak diciptakan oleh Raden Mas Tumenggung Wreksodiningrat. Ketoprak bermula dari permainan
sederhana para penduduk desa yang sebagian besar sebagai petani yang mengekspresikan kehidupan sehari-harinya dalam bentuk tarian dan nyanyian dengan
iringan musik lesung dan keprak.
8. Perkembangan Ketoprak