Efektifitas Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Perempuan tentang Pencegahan Keputihan di SMK YMJ Ciputat

(1)

EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP

TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PEREMPUAN

TENTANG PENCEGAHAN KEPUTIHAN

DI SMK YMJ CIPUTAT

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Pernyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH:

DIAN ERIKA PURNAMA

NIM: 109104000045

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013 M


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

vi

Nama : Dian Erika Purnama Tempat, TanggalLahir : Aceh, 7 Juni 1991 Status Pernikahan : Belum menikah

Alamat : Desa ladang kec. Samadua Kab. Aceh Selatan Nanggroe Aceh Darussalam

Telepon : 085296096010/085697498290 Email : dianerikapurnama@yahoo.com

RiwayatPendidikan

1. SD Negeri 1 Bakongan, Aceh Selatan [1997-2003] 2. Mts Pondok Pesantren Al-kautsar Al-akbar Medan [2003-2006] 3. MA Pondok Pesantren Al-kautsar Al-akbar Medan [2006-2009]

RiwayatOrganisasi

1. Pengurus pesantren Al-kautsar Al-akbar devisi Ibadah [2007-2008] 2. Staff pengurus devisi PPIP Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh Jakarta

(IMAPA) [2007-2009]


(7)

vii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Skripsi, September 2013

Dian Erika Purnama, NIM :109104000045

Efektifitas Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Perempuan tentang Pencegahan Keputihan di SMK YMJ Ciputat

ABSTRAK

Remaja perempuan mengalami serangkaian perubahan biologis, baik dari anatomis maupun fungsional. Salah satu perubahan biologis pada remaja perempuan adalah pada organ reproduksi yang dipengaruhi oleh perubahan hormon.Agen penyakit seperti virus bakteri dan jamur dapat menyerang organ ini, salah satu gejala keadaan abnormal organ reproduksi perempuan yaitu keputihan. Keputihan dapat dicegah dengan menjaga kebersihan organ reproduksi. Pendidikan kesehatan dapat menjadi salah satu sumber informas bagi remaja perempuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang pencegahan keputihan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain pre eksperimen one group pre and post test design. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Sampel remaja perempuan yang diperoleh melalui total sampling sejumlah 26 orang. Analisis data menggunakan uji t berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan remaja perempuan sebelum diberikan pendidikan kesehatan dengan nilai rata-rata 66,8%. Terjadi peningkatan pengetahuan menjadi 75,5% setelah diberikan pendidikan kesehatan. Hasil uji hipotesis dengan tingkat kesalahan alpha 0,05didapatkan nilai yang signifikan dengan nilai p<0,05, dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Nilai efektifitas pendidikan kesehatan dihitung dengan rumus Eta Squared diperoleh hasil 0,468 yang berarti pendidikan kesehatan memiliki efektifitas yang besar dalam meningkatkan pengetahuan remaja perempuan. Kata kunci :Remaja perempuan, pendidikan kesehatan, keputihan, organ reproduksi


(8)

viii Skripsi, September 2013

Dian Erika Purnama, NIM :109104000045

The Effectiveness of HealthEducation toward the KnowledgeLevel of The TeenageGirls about the Prevention of The Whitish in SMK YMJ Ciputat

ABSTRACT

Teenage girls undergo some biological changes, from anatomical to functional. One of the changes is in reproductive organ which is affected by hormonal change. Patogenic agents, such as virus, bacteria and fungi can attack this organ and one of the symptoms of an abnormal condition of reproductive organ is whitish. It can be prevented by maintaining the cleanliness of the reproductive organ. Health education can be one of information sources for teenage girls to get the knowledge about prevention of the whitish.This research is aimed to see the effectiveness of health education toward the knowledge level of the teenage girls about the prevention of the whitish. This research uses qualitative method with quasyexperimen one group pre and post test design. The data is obtained by using questionnaires. There are 26 teen girls as samplings. The data analysis which is used is paired t test. The result of this research shows that the knowledge of the teenage girls before they were given the health education is 66, 8 % for the average score. And then, there is enhancement knowledge and the score becomes 75, 5% after they were given the health education. The result of the hypothesis test with an alpha error level 0.05 obtained significant score p <0.05. It can be concluded that there is a significant difference for the teenage girls about the prevention of whitish before and after they were given the health education. The effectiveness of health education score which is calculated with Eta Squared formula obtained a result 0.468 which means health education has great effectiveness in increasing knowledge of the teenage girls.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan karunia, rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul Efektifitas Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Perempuan tentang Pencegahan Keputihan di SMK YMJ Ciputat. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua umat manusia dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman.

Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah dengan doa, kesungguhan, kerja keras, dan kesabaran disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.

Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam NegeriS yarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Waras Budi Utomo S.Kep, Ns, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam NegeriSyarifHidayatullah Jakarta. 3. Ibu Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns., Sp.Kep.Mat selaku

pembimbing pertama dan Ibu Ns. Uswatun Khasanah, S.Kep, MNS selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran selama membimbing peneliti dan memberikan banyak masukan, pengetahuan, dan bimbingan pada peneliti.


(10)

x

5. Ibu Ita Yuanita, S.Kp., M.Kep selaku Dosen Penasehat Akademik peneliti yang telah membimbing dan memberikan nasehat selalu kepada peneliti selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan UniversitasIslam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar, pada lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama duduk pada bangku kuliah

7. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik dan Perpustakaan Fakultas yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.

8. Pihak sekolah Triguma Utama dan SMK YMJ Ciputat yang telah memberikan kesempatan dan perizinan dalam melakukan uji validitas danr reabilitas dan penelitian untuk penyusunan skripsi ini.

9. Siswi SMK YMJ Ciputat kelas X dan XI yang telah bersedia menjadi responden penelitian

Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya.


(11)

xi

Ciputat, 2 September 2013


(12)

xii

Ayahanda Rusdi Usman dan Ibunda Ernawati yang senantiasa memberikan dukungan penuhbaik berupa material maupun spiritual yang selalu mengiringi setiap langkahku dengan doa tulus ikhlassehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi.Saudara ku Putra Edika dan adik ku Sherly yang selalu dapat memberikan semangat disaat aku lelah selama proses pembuatan skripsi ini. Teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan 2009dan teman-teman dekatku yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Terima kasih atas dukungan, semangat, kenangan dan kebersamaan yang indah selama ini.


(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

LEMBAR PERSEMBAHAN ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xvii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian... 5

1. Tujuan Umum ... 5

2. Tujuan Khusus ... 6

D. Manfaat Penelitian... 6

1. Manfaat ilmiah ... 6

2. Manfaat praktis ... 6


(14)

xiv

1. Definisi ... 8

2. Periode masa remaja ... 9

3. Perkembangan pada remaja perempuan ... 9

B. Pengetahuan ... 14

1. Pengertian ... 14

2. Domain pengetahuan ... 16

C. Pendidikan kesehatan ... 17

1. Pengertian ... 17

2. Tujuan ... 18

3. Pendidikan kesehatan dalam pencegahan penyakit... 18

4. Sasaran pendidikan kesehatan ... 19

5. Metode... 20

6. Media pendidikan kesehatan ... 26

7. Tahap pelaksanaan pendidikan kesehatan ... 27

D. Model kepercayaan kesehatan (health belief model) ... 29

E. Keputihan ... 31

1. Pengertian ... 31

2. Klasifikasi ... 32

3. Penyebab ... 33

4. Tanda dan gejala ... 34

5. Penyakit yang menyebabkan keputihan ... 35


(15)

xv

7. Pencegahan ... 38

F. Kerangka teori ... 40

BAB III: KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. KerangkaKonsep ... 41

B. DefinisiOperasional... 42

C. Hipotesis ... 43

BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN A. DesainPenelitian ... 44

B. Lokasi dan waktu penelitian ... 44

C. Populasi dan sampel ... 45

D. Teknik pengambilan sampel ... 45

E. Instrumen penelitian ... 45

F. Uji validitas dan reabilitas ... 46

G. Tahapan pengambilan data ... 48

H. Pengolahan data ... 50

I. Analisis data ... 51

J. Etika penelitian... 52

BAB V : HASIL PENELITIAN A. Gambaran lokasi penelitian ... 55

B. Analisis univariat ... 56

C. Analisis bivariat ... 59

BAB VI : PEMBAHASAN A. Pengetahuan sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang pencegahan keputihan ... 62


(16)

xvi

C. Efektifitas pendidikan kesehatan terhadap peningkatan pengetahuan tentang pencegahan keputihan ... 67 D. Keterbatasan penelitian ... 71 BAB VII : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 73 B. Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA


(17)

xvii

DAFTAR BAGAN

NomorBagan Judul Bagan

Hal

2.1 Kerangka teori ... 40 3.1 Kerangkakonsep penelitian ... 41


(18)

xviii Hal

3.1 Definisi Operasional ... 42 4.1 Uraian Kuesioner Penelitian ... 46 5.1 Deskripsi Data DemografiResponden ... 56 5.2 Distribusi Statistik Deskriptif Pengetahuan Siswi Sebelum dan

Sesudah diberikan Intervensi Pendidikan Kesehatan tentang

Pencegahan Keputihan ... 57 5.3 Deskripsi Hasil Pertanyaan Per Item Sebelum Diberikan

Pendidikan Kesehatan ... 58 5.4 Deskripsi Hasil Pertanyaan Per Item Setelah Diberikan Pendidikan

Kesehatan ... 58 5.5 Distribusi Hasil Normalitas Pengetahuan Remaja Perempuan

Tentang Pencegahan Keputihan Sebelum dan Sesudah Diberikan Pendidikan Kesehatan ... 59 5.6 Distribusi Perbedaan Pengetahuan Tentang Pencegahan Keputihan


(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden Lampiran 2 Satuan Acara Penyuluhan (SAP) Lampiran 3 Outline Kuesioner Penelitian Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 Surat Izin Studi Pendahuluan Lampiran 6 Surat Izin Validitas Dan Reabilitas Lampiran 7 Surat Izin Penelitian

Lampiran 8 Surat Pernyataan Telah Melakukan Studi Pendahuluan Lampiran 9 Surat Pernyataan Telah Melakukan Penelitian

Lampiran 10 Hasil Uji Validitas Dan Reabilitas Lampiran 11 Hasil Pengolahan Data


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Populasi remaja di Indonesia saat ini cukup besar. Jumlah populasi remaja berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 sekitar 43.551.815. Jumlah populasi remaja perempuan 21.275.092 atau sekitar 8,8% dari populasi seluruh penduduk (BPS, 2012).

Periode remaja menurut World Health Organization (WHO, 2013) berkisar antara usia 10-19 tahun. Masa remaja merupakan suatu periode transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang mengalami serangkaian perkembangan biologis yang meliputi perubahan anatomi dan fungsional, psikologis, kognitif, sosial, dan emosional, sebagai persiapan memasuki masa dewasa (Wong, 2008; Notoatmodjo, 2007). Perubahan biologis pada remaja perempuan salah satunya pada sistem reproduksi yang dipengaruhi oleh perubahan hormonal. Perubahan anatomi organ reproduksi remaja perempuan ditandai dengan tumbuhnya rambut kemaluan, perubahan pada bentuk dada, dan perbesaran panggul, sedangkan perubahan fisiologis ditandai dengan adanya menstruasi. Remaja dapat mengalami keputihan yang fisiologis pada setiap siklus menstruasi (Kusmiran, 2012; Notoatmodjo, 2007).

Keputihan merupakan sekresi vagina berupa cairan berwarna putih yang berlebihan. Keputihan bukan merupakan suatu penyakit tersendiri melainkan manifestasi klinis dari suatu penyakit. Keputihan bisa bersifat fisiologis dan patologis. Keputihan fisiologis terjadi saat menjelang atau sesudah menstruasi,


(21)

2

sedangkan keputihan patologis terjadi karena infeksi genetalia dan keganasan organ reproduksi. Dampak dari penyakit yang memiliki gejala keputihan abnormal sangat berbahaya bagi organ reproduksi perempuan dapat menimbulkan gangguan dalam fungsi organ reproduksi (Manuaba dkk, 2009).

Keputihan lebih sering dialami oleh remaja daripada dewasa. Penelitian yang dilakukan oleh Ayuningtyas (2011) pada siswi SMA Negeri 4 Semarang, mengungkapkan bahwa 96,9% remaja mengalami keputihan. Putri (2012) juga melaporkan dalam penelitiannya di SMA Negeri Subang bahwa sebanyak 67,19% siswi pernah mengalami keputihan. Dianis (2012) menyatakan ada hubungan yang signifikan antara perilaku higiene pribadi dengan kejadian keputihan. Remaja yang mengalami keputihan ini banyak yang belum mengetahui tentang masalah keputihan. Penelitian terkait juga telah dilakukan oleh Ayuningtyas (2011) yang melaporkan bahwa tingkat pengetahuan siswi SMA Negeri 4 Semarang dalam menjaga kebersihan genitalia eksterna masih kurang. Yulianingsih (2012) dalam penelitiannya melaporkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan remaja perempuan tentang keputihan terhadap perilaku pencegahan keputihan pada sisiwi SMAN 1 Semarang. Purnaningarti (2010) juga telah melakukan penelitian serupa yang dilakukan di SLTPN 39 Semarang, dengan hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan remaja putri tentang keputihan dengan sikap remaja putri dalam mengatasi keputihan. Hertiani (2012) melaporkan hasil penelitiannya terhadap 144 siswi SMA BPI Bandung yang menunjukkan bahwa sebagian besar remaja perempuan di SMA tersebut memiliki pengetahuan yang kurang dalam penatalaksanaan keputihan sekitar 70, 83%. Pengetahuan yang kurang


(22)

ini terjadi karena hampir seluruh remaja perempuan belum pernah mendapatkan informasi mengenai penatalaksaan keputihan.

Pengetahuan remaja sangat mempengaruhi perilaku pencegahan keputihan melalui menjaga kebersihan organ reproduksi. Hal ini dilaporkan oleh Sugiarto (2012) dalam studinya di SMA 1 Jatinom bahwa terdapat 29,6% remaja perempuan memiliki pengetahuan kesehatan reproduksi wanita dengan baik, 34,6% dengan pengetahuan cukup dan 35,8% dengan pengetahuan kurang. Perilaku pencegahan keputihan diperoleh data 25,9% memiliki perilaku yang baik, 39,5% dengan perilaku cukup, dan 34,6% dengan perilaku kurang.

Susanto (1998) dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan-Universitas Pendidikan Indonesia (FIP-UPI, 2007) mengatakan bahwa informasi yang diperoleh sangat memungkinkan seseorang mengadopsi nilai-nilai dan pengetahuan yang dapat mempengaruh pola pikir dan pola tindakan. Salah satu sumber informasi adalah melalui pendidikan kesehatan. Kustriyani (2009) telah melakukan penelitian pada siswi di SMU Semarang yang mengungkapkan bahwa setelah dilakukan pendidikan kesehatan pada remaja perempuan mengenai keputihan terjadi peningkatan tingkat pengetahuan tentang keputihan sebesar 70,2%. Wina (2013) dalam penelitiannya juga melaporkan bahwa pendidikan kesehatan yang diberikan pada siswa SMPN 9 Dumai tentang Napza efektif meningkatkan pengetahuan. Purwono (2011) melakukan penelitian tentang efektifitas pendidikan kesehatan melalui metode ceramah, dalam penelitiannya melaporkan bahwa


(23)

4

pendidikan kesehatan tentang stres melalui ceramah efektif terhadap peningkatan pengetahuan remaja di SMPN 34 Semarang.

Hasil studi pendahuluan terhadap 10 orang siswi SMK YMJ Ciputat didapatkan data bahwa semua siswi pernah mengalami keputihan. Mereka mengatakan belum mengetahui tentang masalah keputihan, baik dari pencegahan, penanganan, serta karakteristik keputihan normal dan abnormal. Penelitian mengenai efektifitas pendidikan kesehatan tentang keputihan telah dilakukan, namun penelitian mengenai pencegahan keputihannya belum ada yang melakukannya di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik ingin melakukan penelitian mengenai “Efektifitas pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan upaya pencegahan keputihan pada remaja perempuan tentang pencegahan keputihan”.

B. Rumusan Masalah

Keputihan adalah keluarnya cairan putih dari vagina secara berlebihan. Keputihan bisa bersifat fisiologis ataupun patologis. Keputihan patologis merupakan gejala dari suatu penyakit organ reproduksi dan karakteristik keputihan dapat berbeda-beda dari beberapa penyakit tersebut, yang jika tidak diketahui secara dini akan membahayakan kesehatan reproduksi remaja perempuan. Ayuningtyas (2011) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa 96,9% remaja di SMA Negeri 4 Jakarta mengalami keputihan dan sebagian besar remaja perempuan tidak mengetahui cara menjaga kebersihan genitalia eksterna, sedangkan pengetahuan sangat mempengaruhi perilaku remaja perempuan dalam menjaga kesehatan reproduksi mereka. Penelitian serupa


(24)

yang dilakukan oleh Sugiarto (2012) menyatakan bahwa adanya hubungan antara tingkat pengetahuan remaja perempuan dengan pencegahan keputihan. Pengetahuan ini bisa didapatkan dari berbagai cara salah satunya melalui pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan sangat membantu remaja perempuan dalam menambah pengetahuannya mengenai keputihan. Penelitian yang dilakukan Kustriyani (2009) menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat pengetahuan remaja perempuan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan mengenai keputihan, sedangkan Purwono (2011) menyatakan dalam penelitiannya bahwa pendidikan kesehatan tentang stres melalui ceramah efektif terhadap peningkatan pengetahuan remaja di SMPN 34 Semarang. Penelitian mengenai efektifitas pendidikan kesehatan mengenai keputihan sudah banyak dilakukan sedangkan mengenai pencegahannya belum ditemukan. Hasil studi pendahuluan pada 10 orang siswi di SMK YMJ Ciputat didapatkan data bahwa semua siswi pernah mengalami keputihan dan belum mengetahui cara pencegahannya. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai efektifitas pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan di SMK YMJ Ciputat.

C. Tujuan penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan di SMK YMJ Ciputat.


(25)

6

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya tingkat pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan sebelum diberikan pendidikan kesehatan.

b. Diketahuinya tingkat pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan setelah diberikan pendidikan kesehatan.

c. Diketahuinya efektifitas pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan remaja perempuan tentang pencegahan keputihan.

D. Manfaat penelitian 1. Manfaat ilmiah

Menjadi landasan dalam promosi kesehatan remaja untuk meningkatkan pengetahuan pencegahan keputihan pada remaja perempuan.

2. Manfaat praktis

a. Institusi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan dalam mengembangkan kurikulum pendidikan keperawatan khususnya dalam mata ajar pendidikan dalam keperawatan.

b. Pelayanan Keperawatan

Penelitian dapat menjadi landasan bagi perawat sebagai health educator dan health counselor dalam strategi promosi kesehatan reproduksi pada remaja khususnya mengenai pencegahan masalah keputihan.


(26)

c. Peneliti selanjutnya

Penelitian diharapkan menjadi landasan pengembangan evidence base keperawatan khususnya kesehatan reproduksi remaja.

E. Ruang lingkup penelitian

Penelitian ini berkaitan dengan area keperawatan maternitas, khususnya mengenai kesehatan reproduksi remaja perempuan. Penelitian akan dilakukan di SMK YMJ Ciputat, menggunakan jenis penelitian pra-eksperimental dengan desain one group before after atau pre-test dan post-test group design.


(27)

8

BAB II

TINJAUAN TEORI A. Remaja

1. Pengertian

Remaja secara etimologi diambil dari bahasa Latin adolescere diambil dari kata benda adolescentia yang berarti “tumbuh” atau

“tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock, 2010). Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang mengalami serangkaian perubahan, baik dari proses fisiologis, sosial, dan kematangan yang dimulai dengan perubahan pubertas (Notoatmodjo, 2007; Wong, 2008).

WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. WHO menyatakan remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak mejadi dewasa dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (dalam Sarwono, 2005).

Berdasarkan beberapa pengertian tentang remaja tersebut dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang mengalami masa transisi dari anak-anak menuju dewasa dimana terjadi perkembangan fisik, psikologis, sosial dan ekonomi untuk mencapai kematangan.


(28)

2. Periode Masa Remaja

Wong (2008) menyebutkan masa remaja terbagi menjadi tiga periode, yaitu:

a. Remaja awal (early adolescent) berada pada rentang usia 11 sampai 14 tahun, pada masa ini laju pertumbuhan terjadi dengan cepat, puncak kecepatan pertumbuhan, karakteristik seks sekunder muncul.

b. Remaja pertengahan (middle adolescent) berada pada rentang usia 15 sampai 17 tahun, pada masa ini pertumbuhan melambat pada remaja putri, tinggi badan mencapai 95% tinggi badan dewasa, karakteristik seks sekunder berkembang dengan baik.

c. Remaja akhir (late adolescent) berada pada rentang usia 18 sampai 20 tahun, terjadi kematangan secara fisik, pertumbuhan struktur dan reproduktif hampir lengkap.

3. Perkembangan pada Remaja Perempuan a. Perkembangan fisik

Remaja mengalami perubahan fisik yang ditandai oleh perubahan pada penampilan fisik dan fungsi fisiologis, terutama yang terkait dengan kelenjar seksual (Kusmiran, 2012). Perubahan fisik merupakan hasil aktifitas hormonal di bawah pengaruh sistem saraf pusat (hipotalamus dan hipofisis) yang merangsang kelenjar hormon estrogen dan progesteron yang akan berinteraksi dengan faktor genetik maupun lingkungan, walaupun semua aspek fungsi fisiologis berinteraksi secara bersama-sama. Perubahan fisik yang


(29)

10

sangat jelas tampak pada pertumbuhan peningkatan fisik dan pada penampakan serta perkembangan karakteristik seks sekunder, perubahan yang tidak tampak jelas adalah perubahan fisiologis dan kematangan neurogonad yang disertai dengan kemampuan untuk bereproduksi (Kusmiran, 2012; Wong, 2008).

Perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja perempuan meliputi: 1) Perubahan payudara ; 2) Pertambahan berat badan dan tinggi

badan yang cepat; 3) Pertumbuhan rambut pubis; 4) Penampkan rambut aksila; 5) Menstruasi; 6) Perlambatan pertumbuhan linear yang tiba-tiba; 7) Pinggul semakin membesar (Kusmiran, 2012; Wong, 2008).

Peran sistem endokrin melibatkan interaksi hipotalamus, kelenjar pituitari, dan kelenjar gonad (kelenjar seks). Beberapa hormon yang berperan dalam perubahan fisik pada remaja perempuan yaitu hormon seks, hormon estrogen (estradiol), dan hormon androgen (testosteron). Hormon seks disekresi oleh ovarium, dan adrenal; Hormon estrogen merupakan hormon kewanitaan, awitan produksi estrogen di dalam ovarium menyebabkan peningkatan yang jelas dan berlanjut sempai tiga tahun setelah awitan menstruasi, yaitu saat estrogen mencapai tingkat maksimal yang berlanjut sepanjang kehidupan reproduksi perempuan. Meningkatnya kadar hormon ini menyebabkan terjadinya perkembangan payudara, uterus, dan perubahan tulang pada kerangka tubuh; Hormon androgen adalah hormon pria yang


(30)

ada pada perempuan tapi dalam jumlah sedikit (Santrock, 2003; Wong, 2008).

b. Perkembangan Psikologis

Remaja merupakan masa seseorang mengalami perubahan-perubahan dalam aspek kognitif, emosi, sosial, dan moral (Kusmiran, 2012). Awal masa remaja, anak laki-laki dan perempuan sudah menyadari sifat-sifat yang baik dan yang buruk, dan mereka menilai sifat-sifat ini sesuai dengan sifat teman-teman mereka. Mereka juga sadar akan peran kepribadian dalam hubungan-hubungan sosial dan oleh karenanya terdorong untuk memperbaiki kepribadian mereka dengan harapan untuk meningkatkan dukungan sosial. Remaja menggunakan standar kelompok sebagai dasar konsep mereka mengenai kepribadian ideal terhadap bagaimana mereka menilai kepribadian mereka sendiri (Hurlock, 2010).

Kondisi-kondisi yang membentuk pola kepribadian di luar pengendalian para remaja banyak dipengaruhi oleh lingkungan sekitar mereka. Sekalipun lingkungan tidak berubah, beberapa kondisi yang mempengaruhi konsep diri yang buruk dengan sendirinya akan berubah bila nilai-nilai kelompok berubah. Dukungan sosial jika mempunyai nilai yang tinggi di dalam kehidupan remaja, maka remaja yang tidak populer atau tidak terkenal di masyarakat akan merasa kurang percaya diri, jika suatu saat keakraban kelompok sebaya mulai melemah dan popularitas


(31)

12

tidak terlampau dinilai tinggi, remaja dapat memandang diri sendiri dari sudut pandang yang berbeda dan dapat merasa lebih percaya diri (Hurlock, 2010).

Banyak kondisi dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian melalui pengaruhnya pada konsep diri. Beberapa di antaranya sama dengan kondisi pada masa kanak-kanak, tetapi banyak yang merupakan akibat dari perubahan-perubahan fisik pikologis yang terjadi selama masa remaja (Hurlock, 2010).

c. Perkembangan Kognitif

Tahap perkembangan kognitif pada remaja menurut Piaget (1959) adalah tahap masa formal–operasional dimana seseorang sudah mampu berpikir abstrak dan hipotesis. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman nyata dan konkret sebagai landasan berpikirnya. Mereka mampu membayangkan situasi rekaan, kejadian yang semata-mata berupa kemungkinan hipotesis ataupun proposisi abstrak, dan mencoba mengolahnya dengan pemikiran logis. Pada tahap ini ia bisa memperkirakan apa yang mungkin terjadi. Ia bisa mengambil kesimpulan dari suatu pertanyaan yang abstrak (dalam Sarwono, 2005).

Piaget (1954) menekankan bahwa remaja terdorong untuk memahami dunianya karena tindakannya itu merupakan penyesuaian diri terhadap perkembangan biologis. Remaja membangun dunia kognitifnya sendiri, informasi tidak hanya


(32)

tercurah ke dalam benak mereka dari lingkungan. Remaja menyesuaikan diri dengan dua cara yaitu: 1) Asimilasi terjadi ketika seseorang menggabungkan informasi baru ke dalam pengetahuan yang sudah dimilikinya; 2) Akomodasi terjadi ketika seseorang menyesuaikan dirinya terhadap informasi baru (dalam Santrock, 2003).

d. Perkembangan Emosional

Masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan yaitu suatu masa dengan ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningkatnya emosi pada remaja karena berada di bawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu (Hurlock, 2010).

Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru (Hurlock, 2010 ).

e. Perkembangan Sosial

Remaja mempunyai kebutuhaan yang besar untuk dapat masuk dalam kelompok, persahabatan, diterima, dan mendapatkan dukungan dari teman sebaya. Remaja berusaha mengembangkan hubungan baru dan penuh dengan kepercayaan diri di luar rumah


(33)

14

tetapi rentan terhadap opini dari mereka yang berusaha menyamai atau melebihinya (Bastable, 2002). Kusmiran (2012) mengatakan bahwa terjadinya tumpang tindih pola tingkah laku anak dan pola perilaku dewasa merupakan kondisi tersulit yang dihadapi remaja. Remaja diharuskan dapat menyesuaikan diri dengan peran orang dewasa dan melepaskan diri dari peran anak-anak. Perubahan perilaku sosial remaja ditunjukkan dengan:

1) Minat dalam hubungan heteroseksual yang lebih besar

2) Kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan perempuan dan laki-laki

3) Bertambahnya wawasan sehingga remaja memiliki penilaian yang lebih baik serta lebih bisa mengerti orang lain. Remaja juga mengembangkan kemampuan sosial yang mendorongnya lebih percaya diri dan aktif dalam aktivitas sosial

4) Berkurangnya prasangka dan diskriminasi. Mereka cenderung tidak mempersoalkan orang yang tidak cocok latar belakang budaya dan pribadinya.

B. Pengetahuan 1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar


(34)

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Efendi, 2009). Feiblenan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan

“pengetahuan adalah hubungan antara objek dan subjek”. Montagu

mengatakan “ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem

yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang sesuatu yang sedang

dipelajari” (dalam Zurinal, 2006). Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2005) merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Jadi dapat disimpulkan pengetahuan adalah hasil dari pengamatan seseorang melalui panca inderanya terhadap suatu objek atau suatu hal yang dipelajari.

Beberapa peneliti sudah melakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan dan hubungannya dengan kesehatan. Sugiarto (2012) melakukan penelitian tentang hubungan pengetahuan dengan perilaku kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara tingkat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku pencegahan keputihan pada remaja perempuan di SMA Negeri 1 Jatinom. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Ayuningtyas (2011) di SMA Negeri 4 Semarang. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan pengetahuan dan perilaku menjaga kebersihan genetalia eksterna dengan kejadian keputihan pada remaja perempuan di SMA Negeri 4 Semarang. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan remaja mengenai cara terbaik membersihkan genetalia


(35)

16

eksterna sangat kurang tetapi tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku mereka menjaga kebersihan eksterna.

2. Domain Pengetahuan

Domain pengetahuan terbagi menjadi enam tingkatan (Sunaryo, 2004), yaitu:

a. Tahu (know), merupakan tingkat pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan , dan menyatakan.

b. Memahami (comprehension), artinya kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, memberi contoh, dan menyimpulkan.

c. Penerapan (application), yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.

d. Analisis (analysis), artinya adalah kemampuan uuntuk menguraikan objek ke dalam bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, dan memisahkan.


(36)

e. Sintesis (synthesis), yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran kemampuan adalah dapat menyusun, meringkas, merencanakan, dan menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang ada.

f. Evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu obek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau disusun sendiri.

C. Pendidikan Kesehatan

1. Pengertian

Pendidikan kesehatan adalah suatu upaya menyebarluaskan atau memberikan informasi mengenai kesehatan yang bertujuan agar masyarakat berprilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Soekidjo (2003) juga mengemukakan bahwa pendidikan kesehatan pada hakekatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan pada masyarakat, kelompok, dan individu dengan harapan adanya perubahan perilaku yang baik. Definisi lain dari pendidikan kesehatan menurut Suliha dkk (2002) adalah proses belajar dari individu, kelompok, dan masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam bidang kesehatan agar dapat hidup secara optimal (Manurung, 2006). Pendidikan kesehatan dapat disimpulkan sebagai suatu kegiatan


(37)

18

menyebarluaskan informasi yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku kesehatan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Tujuan

Manurung (2006) mengungkapkan tujuan pendidikan kesehatan meliputi:

a. Meningkatkan pengetahuan (kognitif)

Tindakan yang dilakukan adalah menjelaskan, memberikan informasi, menyarankan, mendiskusikan masalah kesehatan.

b. Mengubah atau memperbaiki perasaan

Tindakan yang dapat dilakukan adalah bermain peran, pengalaman langsung, diskusi, memberikan contoh atau model. c. Meningkatkan keterampilan

Kegiatan untuk meningkatkan keterampilan seperti mendemonstrasikan, bermain peran, simulasi, latihan kerja.

3. Pendidikan Kesehatan dalam Pencegahan Penyakit

Menurut Leavell dan Clark (2006) dalam Tim pengembang ilmu pendidikan FIP-UPI (2007) terdapat tiga jenis pencegahan dalam pelayanan kesehatan, yang terdiri dari:

a. Pencegahan primer, diberikan pada individu atau masyarakat yang sehat dan bertujuan untuk mengintervensi individu atau masyarakat sebelum terkena penyakit, termasuk promosi kesehatan dan perlindungan khusus seperti imunisasi, nutrisi, dan gaya hidup


(38)

b. Pencegahan sekunder, diberikan pada individu atau masyarakat yang baru terkena penyakit atau terancam terhadap suatu penyakit dan bertujuan untuk mencegah kesakitan dan kecacatan pada masyarakat melalui tindakan penapisan, deteksi dini dan pengobatan segera saat gejala awal penyakit muncul

c. Pencegahan tersier, diberikan pada individu atau masyarakat yang sedang dalam pemulihan setelah mengalami kesakitan atau dalam masa rehabilitasi yang bertujuan untuk membatasi keterbatasan dan mendukung program rehabilitasi. Pembatasan kecacatan, dengan melakukan pengobatan secara tuntas dan benar.

4. Sasaran Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2005) dalam tim pengembang ilmu pendidikan FIP-UPI (2007) mengatakan terdapat tiga sasaran pendidikan kesehatan, yaitu perorangan, kelompok dan masyarakat a. Pendidikan kesehatan perorangan

Pendidikan perseorangan terutama ditujukan bagi seorang yang mulai tertarik kepada suaru masalah kesehatan. Ketertarikan ini dapat disebabkan pengalamannya dalam bersentuhan dengan masalah kesehatan tertentu. Pendidikan kesehatan pada perseorangan ini tentunya harus memperhatikan karakteristik individu tersebut secara keseluruhan seperti tingkat pendidikan, usia, sosial ekonomi, suku bangsa, agama, dan sebagainya.


(39)

20

b. Pendidikan Kesehatan kelompok

Pendidikan kesehatan pada kelompok harus memperhatikan beberapa hal seperti tempat dan waktu memberikan pendidikan, jumlah peserta dalam kelompok, homogenitas kelompok, selain karakteristik khusus pada kelompok tersebut seperti usia, sosial ekonomi, suku bangsa, agama dan sebagainya.

c. Pendidikan Kesehatan Massa

Pada pendidikan massa ini biasanya tidak memperhatikan homogenitas kelompok massa tersebut. Biasanya tujuan pendidikan massa ini adalah untuk menggugah perhatian massa terhadap suatu masalah kesehatan yang relatif baru dan merupakan masalah masyarakat secara umum (Tim pengembang ilmu pendidikan FIP-UPI , 2007).

5. Metode

Notoatmodjo (1993) dan WHO (1992) dalam Maulana (2009) menyatakan bahwa metode pendidikan kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu metode pendidikan individu, kelompok, dan massa.

a. Pendidikan kesehatan perseorangan Metode yang dapat dilakukan adalah: 1) Bimbingan dan konseling

Konseling kesehatan merupakan kegiatan pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja


(40)

sadar, tahu, dan mengerti, tetapi juga mau dan dapat melakukan anjuran yang berhubungan dengan kesehatan (Azwar, 1983 dalam Maulana, 2009).

2) Wawancara

Wawancara merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan. Menggali informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, untuk mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadobsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi (Fitriani, 2011).

b. Pendidikan kesehatan kelompok masyarakat

Pendidikan kesehatan pada kelompok masyarakat terdiri dari kelompok besar dan kelompok kecil. Metode yang dapat digunakan pada kelompok besar adalah :

1) Ceramah

Metode ceramah adalah sebuah metode pengajaran dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa, yang pada umumnya mengikuti secara pasif (Syah, 2000 dalam Simamora, 2009). Metode ceramah dapat dikatakan satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli serta daya paham peserta didik


(41)

22

(Simamora, 2009). Maulana (2009) mengatakan metode ini digunakan jika berada dalam kondisi berikut:

a) Waktu untuk menyampaikan informasi terbatas. b) Orang yang mendengarkan sudah termotivasi. c) Pembicara menggunakan gambar dalam kata-kata. d) Kelompok terlalu besar untuk memakai metode lain.

e) Ingin menambah atau menekankan apa yang sudah dipelajari.

f) Mengulangi, memperkenalkan atau mengantarkan suatu pelajaran atau aktivitas.

Kelebihan metode ini dapat dipakai pada orang dewasa, pendidik mudah menguasai kelas, menghabiskan waktu dengan baik, dapat dipakai pada kelompok yang besar, mudah dilaksanakan, dan tidak terlalu melibatkan banyak alat bantu (Maulana, 2009; Simamora, 2009).

Metode ceramah adalah metode yang sangat sederhana yang paling banyak digunakan. Penyuluh berfungsi sebagai transmitter dan peserta didik sebagai receiver. Bahasa, baik verbal maupun nonverbal, merupakan satu-satunya media komunikasi. Bahan yang disampaikan dengan bahasa sebagai alatnya disebut message (pesan) atau ide. Komunikasi dikatakan baik jika pesan atau ide diterima 100% oleh receiver. Sebaliknya, komunikasi dikatakan buruk jika pesan


(42)

yang ada pada transmitter tidak diterima sesuai dengan aslinya oleh receiver.

Saha (2007) dalam tim pengembang ilmu pendidikan FIP-UPI (2007) menyimpulkan bahwa model pendekatan komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan responden. Metode ceramah, diskusi, lebih disukai oleh kelompok dengan latar belakang pendidikan sukup, sedangkan metode dengan media hiburan lebih disukai oleh kelompok dengan latar belakang pendidikan yang lebih rendah.

Purwono (2011) menyatakan dalam penelitiannya bahwa pendidikan kesehatan dengan menggunakan metode ceramah efektif dalam meningkatkan pengetahuan remaja perempuan tentang stress.

2) Seminar

Metode seminar hanya cocok untuk saasran kelompok besar dengan pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat (Fitriani, 2011).

Metode pendidikan kesehatan pada kelompok kecil, meliputi: 1) Diskusi kelompok (Group Discussion)

Diskusi kelompok adalah pembahasan suatu topik dengan cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-kelompok kecil, yang direncanakan untuk mencapai


(43)

24

tujuan tertentu. Tujuan penggunaan metode ini adalah mengembangkan kesamaan pendapat atau kesepakatan atau mencari suatu rumusan terbaik mengenai suatu persoalan (Fitriani, 2011).

2) Mengungkapkan pendapat (Brainstorming)

Metode brainstorming adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta dan semacam pemecahan masalah ketika setiap anggota mengusulkan dengan cepat semua kemungkinan pemecahan yang dipikirkan (Fitriani, 2011; Maulana, 2009).

3) Bermain peran (Role Play)

Role play adalah permainan sebuah situasi dalam hidup manusia dengan atau tanpa melakukan latihan sebelummnya (Maulana, 2009). Bermain peran pada prinsipnya merupakan

metode untuk „menghadirkan„ peran-peran yang ada dalam

dunia nyata ke dalam datu „pertunjukkan peran’ di dalam kelas

pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian (Fitriani, 2011).

4) Kelompok membicarakan desas-desus (Buzz Group)

Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok lain, dan masing-masing kelompok


(44)

mendiskusikan masalah tersebut. Kemudian akan dicari kesimpulannya (Fitriani, 2011).

5) Bola salju (Snow Balling)

Metode ini dilakukan dengan cara tiap orang dibagi menjadi pasangan-pasangan. Kemudian dilontarkan satu permasalahan, setelah berdiskusi pasangan tersebut bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusi masalah yang sama. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas (Fitriani, 2011).

6) Simulasi (Simulation)

Metode ini adalah bentuk metode praktek yang sifatnya untuk mengembangkan keterampilan peserta belajar. Metode ini memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam kegiatan atau ruang belajar karena adanya kesulitan untuk melakukan praktek di dalam situasi yang sesungguhnya (Fitriani, 2011). c. Pendidikan massa

Metode pendidikan massa dilakukan untuk mengonsumsikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan untuk masyarakat (Maulana, 2009). Pada umumnya bentuk pendekatan ini adalah secara tidak langsung. Metode yang biasa digunakan adalah dengan memanfaatkan media komunikasi yang bersifat massal seperti ceramah umum, media cetak, media elektronik, media teknologi


(45)

26

informasi seperti acara TV (Fitriani, 2011; Tim pengembang ilmu pendidikan FIP-UPI , 2007).

6. Media Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan menurut Tim pengembang ilmu pendidikan FIP-UPI (2007) dan Nursalam (2008) dapat memanfaatkan berbagai macam media untuk menyampaikan atau membantu menyampaikan materi pendidikan. Media pendidikan kesehatan terdiri dari media cetak, media elektronik, dan media papan.

a. Media cetak terdiri dari buku kecil, leaflet, selebaran (flyer), lembar balik (flip chart), poster, surat kabar (newspaper), tabloid, jurnal, majalah, dan foto. Buku kecil (Booklet) adalah media berbentuk buku kecil yang berisi tulisan atau gambar atau kedua-duanya yang dapat diberikan pada masyarakat yang dapat membaca. Leaflet adalah selembar kertas yang berisi tulisan cetak tentang sesuatu masalah khusus untk sasaran yang dapat membaca. Leaflet terdiri dari 200-400 kata dan kadang-kadang kata berseling dengan gambar. Leaflet berukuran 20x30 cm dan biasanya disajikan dalam ukuran berlipat. Biasanya leaflet diberikan kepada sasaran selesai kuliah/ceramah, agar dapat dipergunakan sebagai pengingat pesan atau dapat juga dibagikan sewaktu ceramah untuk memperkuat pesan yang sedang disampaikan.

Selebaran (flyer) berbentuk seperti leaflet, tetapi tidak berlipat., biasanya disebarkan melalui udara. Lembar balik (flip chart) adalah alat peraga yang menyerupai kalender balik bergambar. Poster


(46)

adalah pesan singkat dalam bentuk gambar. Kata-kata dalam poster tidak lebih dari tujuh kata dan hurufnya dapat dibaca oleh orang yang lewat dari jarak enam meter.

b. Media elektronik berupa televisi, radio, video, filmstrip, dan slide (power point). Televisi adalah media yang dapat menampilkan pesan secara audiovisual dan gerak. Radio merupakan media audio yang menyampaian pesannya dilakukan melalui pancaran gelombang elektromagnetik dari suatu pamancar. Filmstrip adalah media visual proyeksi diam, yang pada dasarnya hampir sama dengan media slide. Film strip ini terdiri atas beberapa film yang merupakan satu kesatuan (Hassan, 2010).

Slide (power point), merupakan salah satu media untuk menyampaikan presentasi. Power point dapat merupakan bagian dari keseluruhan presentasi maupun manjadi satu-satunya sarana penyampaian informasi. Power point sebagai pendukung presentasi, misalnya adalah power point sebagai alat bantu visual dalam presentasi oral. Power point dapat pula menjadi media utama penyampaian presentasi. (Isroi, 2005),

c. Media papan (billboard) : berbentuk papan besar berukuran 2x2 m yang berisi tulisan dan/gambar yang ditempkan di pinggir jalan besar yang dapat dibaca atau dilihat oleh pemakai jalan.

7. Tahap pelaksanaan pendidikan kesehatan

Manurung (2006) mengungkapkan ada beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam melakukan pendidikan kesehatan yaitu:


(47)

28

1. Identifikasi karakteristik peserta didik yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman dan pengetahuan tentang kesehatan, bahasa dan budaya, masalah kesehatan, dan tingkat kemampuan untuk menerima. Hal ini berguna untuk menentukan metode dan media pendidikan kesehatan yang akan diberikan (Nursalam, 2008).

2. Identifikasi kebutuhan dan masalah peserta didik, hal ini dibutuhkan untuk menentukan materi pendidikan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

3. Menentukan tujuan dari pendidikan kesehatan. Tujuan terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus, hal ini diperlukan agar pendidikan kesehatan berjalan sesuai dengan tujuan dan dapat menjadi bahan evaluasi untuk menilai tingkat keberhasilan pendidikan kesehatan yang diberikan.

4. Identifikasi sumber-sumber dalam pelaksanaan seperti kemampuan pemberi materi, materi yang diberikan, sarana dan prasarana yang dimiliki untuk menunjang pelaksanaan pendidikan kesehatan.

5. Membuat perencanaan isi, metode, dan teknik pendidikan kesehatan agar dapat tercapai tujuan umum dan tujuan khusus yang sudah direncanakan. Hal ini harus disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan, sumber yang tersedia, dan kebutuhan klien 6. Membuat rencana metode evaluasi yang sesuai untuk dapat


(48)

7. Melaksanakan pendidikan kesehatan sesuai dengan yang sudah direncanakan.

8. Evaluasi proses dan hasil dari pendidikan kesehatan yang sudah dilaksanakan.

D. Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model)

Rosentock (1960) mengatakan Health Belief Model (HBM) dikembangkan sejak tahun 1950 oleh kelompok ahli psikologi sosial dalam pelayanan kesehatan masyarakat Amerika yang mencoba menjelaskan sebab kegagalan sekelompok individu dalam menjalani program pencegahan penyakit (dalam Anies, 2006). Glanz dkk (1997) mengungkapkan bahwa pada tahun 1970, pendidikan kesehatan mencurahkan seluruh perhatian terhadap isu HBM dan perilaku kesehtan individu (dalam Maulana, 2009). Model ini merupakan salah satu model pertama yang dirancang untuk mendorong penduduk melakukan tindakan ke arah kesehatan yang positif. Model ini digunakan sebagai upaya menjelaskan secara luas kegagalan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan atau deteksi penyakit. Health Belief Model sebagai suatu pendekatan pendidikan kesehatan yang di dasarkan pada kepercayaan atau persepsi yang dimiliki seseorang berkaitan dengan kerentanannya terhadap penyakit dan merupakan model kognitif, yang digunakan untuk meramalkan perilaku peningkatan kesehatan (Bensley, 2008; Maulana, 2009). Model ini juga merupakan model yang sering digunakan untuk menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (Anies, 2006).


(49)

30

Berdasarkan Health Belief Model, kemungkinan seseorang melakukan tindakan pencegahan dipengaruhi secara langsung dari hasil dua keyakinan atau penilaian kesehatan (health belief) (Maulana, 2009), antara lain sebagai berikut:

1. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka, hal ini mengacu pada sejauh mana seseorang berpikir bahwa penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi dirinya. Jika ancaman meningkat, perilaku pencegahan juga akan meningkat. Penilaian tentang ancaman yang dirasakan didasarkan pada hal-hal berikut:

a) Ketidakkebalan yang dirasakan. Individu mungkin dapat menciptakan masalah kesehatannya sendiri sesuai dengan kondisi. b) Keseriusan yang dirasakan. Individu mengevaluasi keseriusan

penyakit jika penyakit tersebut muncul akibat ulah individu tersebut atau penyakit dibiarkan tidak ditangani.

2. Keuntungan dan kerugian, pertimbangan antara keuntungan dan kerugian perilaku untuk memutuskan melakukan tindakan pencegahan atau tidak.

Petunjuk berperilaku juga diduga tepat untuk memulai proses perilaku, yang disebut sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol. Hal ini berupa berbagai informasi dari luar atau nasihat mengenai permasalahan kesehatan (misalnya media massa, kampanye, nasihat orang lain, penyakit dari anggota keluarga yang lain atau teman).

Kebutuhan yang dirasakan untuk melakukan tindakan dipengaruhi oleh variabel-variabel yang mempengaruhi persepsi seseorang dan


(50)

akibatnya secara tidak langsung mempengaruhi perilaku kesehatannya. Faktor pemodifikasi tersebut mencakup tingkat pendidikan yang dimiliki, perbedaan kebudayaan, usia, pengalaman pribadi, jenis kelamin, dan status ekonomi, dan dapat mempengaruhi persepsi kerentanan, keparahan risiko, manfaat, dan kendala (Bensley, 2008).

Ancaman, keseriusan, ketidakkebalan, pertimbangan keuntungan, dan kerugian dipengaruhi oleh 1) variabel demografi seperti umur, jenis kelamin, dan latar belakang budaya; 2) variabel sosiopsikologis seperti kepribadian, kelas sosial, dan tekanan sosial; 3) variabel struktural seperti pengetahuan, dan pengalaman sebelumnya. Penilaian terhadap masalah kesehatan terdahulu merupakan petunjuk untuk berprilaku diduga tepat untuk memulai proses perilaku, disebut sebagai keyakinan terhadap posisi yang menonjol. Hal ini dapat berupa bermacam-macam informasi dari luar atau nasihat mengenai permasalahan kesehatan, misalnya media, kampanye, nasihat orang lain, dan penyakit anggota keluarga lain atau teman (Maulana, 2009).

E. Keputihan 1. Pengertian

Perempuan mempunyai sistem pertahanan organ reproduksi yang cukup baik, mulai dari sistem asam basanya sampai dengan sistem pertahanan eksternal, namun sistem pertahanan ini tidak sepenuhnya dapat melindungi alat reproduksi wanita. Organ reproduksi perempuan yang berhubungan langsung dengan dunia luar melalui vagina


(51)

32

memudahkan terjadinya infeksi organ reproduksi terutama melalui hubungan seksual. Agen penyakit dari luar sepert virus, jamur, bakteri dan protozoa dapat menginfeksi alat reproduksi perempuan dan menyebabkan berbagai macam penyakit infeksi dengan bermacam keluhan. Salah satu keluhan klinis dari infeksi atau keadaan abnormal organ reproduksi adalah “keputihan” dengan berbagai macam ciri khas sesuai dengan penyebab penyakit ( Manuaba dkk, 2009).

Keputihan adalah keluarnya cairan selain darah dari liang vagina di luar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak, serta disertai rasa gatal setempat. Keputihan dapat bersifat normal (fisiologis) dan abnormal (patologis) (Kusmiran, 2012; Manuaba dkk, 2009).

2. Klasifikasi

Keputihan terdiri dari keputihan normal dan abnormal (Kusmiran, 2012; Manuaba dkk, 2009):

a. Keputihan normal

Keputihan yang bersifat fisiologis dipengaruhi oleh hormon tertentu. Cairannya berwarna putih, tidak berbau, dan jika dilakukan pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan ada kelainan. Keputihan ini dapat terjadi ketika menjelang menstruasi atau setelah menstruasi, sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16 menstruasi, juga dapat terjadi melalui rangsangan seksual.

b. Keputihan abnormal

Keputihan abnormal dapat terjadi pada penyakit infeksi alat reproduksi. Keputihan abnormal merupakan gejala dari suatu


(52)

penyakit oleh karena itu perlu diketahui karakteristik keputihan yang keluar dan hasil dari pemeriksaan laboratorium untuk dapat menegakkan diagnosa penyakit yang menyebabkan keputihan. 3. Penyebab

Keputihan normal menurut Kasdu (2005) dan Jatmiko (20120 dapat disebabkan oleh beberapa faktor fisiologis dan psikologis seperti:

a. faktor hormonal, dapat terjadi sebelum atau sesudah menstruasi, rangsangan seksual dan penggunaan kontrasepsi seperti pil.

b. kelelahan fisik dan jiwa seperti stres dapat mencetus terjadinya keputihan normal.

c. adanya benda asing seperti penggunaan kontrasepsi IUD dan benda asing lainnya.

d. Memakai pakaian dalam yang ketat dari bahan sintetis

Keputihan abnormal menjadi salah satu tanda atau gejala adanya kelainan pada organ reproduksi wanita. Tidak semua infeksi pada saluran reproduksi wanita memberikan gejala keputihan (Kasdu, 2005). Beberapa penyebab keputihan menurut Kasdu (2005), Williams dkk (2008), dan Tim Cancer Helps (2010), yaitu:

a. Non Penyakit Hubungan Seksual (non-PHS)

Bagian luar alat reproduksi wanita merupakan tempat yang rawan. Jika dibanding dengan bagian tubuh lainnya. Perawatan bagian ini sering terabaikan, jika tidak dibersihkan secara sempurna pada anus selalu ditemukan bakteri, jamur, dan parasit yang bisa


(53)

34

menjalar ke organ reproduksi. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi gejala keputihan. ada beberapa infeksi non-PHS yang sering di alami wanita, yaitu : 1) Vaginitis, penyebabnya adalah bakteri Gardnerella, 2) Kandidiasis vaginitis, penyebabnya adalah jamur Candida albican, 3)Trikomonisis, berasal dari parasit Trichomonas Vaginalis, 4) Keganasan organ reproduksi, Keganasan yang terjadi pada organ reproduksi seperti kanker servis dapat menimbulkan gejala keputihan.

b. Penyakit Hubungan Seksual (PHS)

Adanya pelecetan dan kontak mukosa vagina dengan air mani merupakan pintu masuk mikroorganisme penyebab infeksi PHS. Penyakit yang tergolong PHS adalah sifilis, gonore yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae, ulkus mola, limfogranuloma venereum, granuloma inguinale (Manuaba, 2009). Menurut Jatmiko (2012) penyebab keputihan abnormal didapatkan dari beberapa perilaku yang tidak sehat seperti: a) sering menggunakan WC yang kotor, b) sering bertukar celana dalam dan handuk dengan orang lain, c) membilas vagina dari arah yanng salah, yaitu dari belakang ke depan, d) kurang menjaga kebersihan vagina, e) tidak segera mengganti pembalut saat menstruasi, f) sering berganti pasangan dalam berhubungan seksual.

4. Tanda dan gejala

Kasdu (2005) dan Williams dkk (2008) membagi tanda dan gejala keputihan berdasarkan penyebab, yaitu:


(54)

a. Keputihan yang normal memiliki ciri-ciri keputihan berwarna putih, bening, encer, tidak berbau dan tidak gatal.

b. Bakterial vaginosis, karakteristik keputihan bersifat encer, abu-abu, kuning kehijauan, atau putih, berbusa dan berbau busuk, gatal dan terasa tidak nyaman.

c. Candida albican, keputihan berwarna putih susu, bergumpal seperti susu basi disertai rasa gatal dan kemerahan di sekitar vagina.

d. Trichomonas vaginalis, ciri-ciri keputihan berwarna hijau kekuningan-kuningan, berbau dan berbusa, kecoklatan. Biasanya gatal-gatal di bagian labia mayora.

e. Keganasan organ reproduksi, keputihan lendir kental, berwarna kuning atau kecoklatan, berbau atau bercampur darah (Tim Cancer Helps, 2010; Nurwijaya dkk, 2010).

5. Penyakit yang menyebabkan keputihan

Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan keputihan (Williams. 2010; Tim Cancer Helps, 2010) diantaranya:

a. Bakterial Vaginosis

Bakterial vaginosis adalah peradangan vagina yang disebabkan oleh bakteri Gardnerella, yang normalnya ditemukan dalam vagina dan menyebabkan gejala bila pertumbuhan bakteri ini berlebihan. Gejala utama tampak berupa keputihan berwarna kuning atau abu-abu krem dan berbau amis. Mukosa vagina dapat terlihat normal, biasanya tidak disertai nyeri, terbakar atau gatal (Morgan, 2009).


(55)

36

b. Kandidiasis vaginitis

Kandidiasis vaginitis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida albicans. Keputihan berwarna putih susu, kental, berbau agak keras, disertai rasa gatal. Mulut vagina menjadi kemerahan dan meradang. Biasanya kehamilan, penyakit kencing manis, pemakaian pil KB, dan rendahnya daya tahan tubuh menjadi pemicu. Bayi yang baru lahir juga bisa tertular keputihan akibat Candida karena saat persalinan tanpa sengaja menelan cairan ibunya yang menderita penyakit tersebut (Djuanda, 2007; Manuaba, 2009). c. Trikomoniasis

Trikomoniasis adalah infeksi saluran urogenital yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, dapat bersifat akut ataupun kronik ditularkan lewat hubungan seks, perlengkapan mandi, atau bibir kloset. Ciri-ciri keputihan sangat kental, berbuih, berwarna kuning atau kehijauan dengan bau anyir. Keputihan karena parasit tidak menyebabkan gatal, tapi liang vagina nyeri bila ditekan. Penularan Trikomoniasis umumnya melalui hubungan seksual, tetapi dapat juga melaui pakaian, handuk, atau karena berenang. Gejala klinis pada kasus akut terlihat sekret vagina seropulen berwarna kekuning-kuningan, kuning-hijau, berbau tidak enak, dan berbusa. Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Bila sekret bnyak keluar dapat timbul iritasi pad lipat paha atau disekitar genetalia eksterna. Pada kasus kronik biasnya sekret tidak berbusa (Djuanda, 2007).


(56)

d. Kanker serviks

Kanker serviks adalah keganasan yang bermula pada sel-sel serviks. disebabkan oleh virus HPV yang menyerang selaput di dalam mulut dan kerongkongan serviks dan anus. Terjadinya kanker serviks sangat perlahan. Pertama, beberapa sel normal berubah menjadi sel-sel prakanker, kemudian berubah menjadi sel kanker. Kanker serviks pada stadium awal tidak menimbulkan gejala. Gejalanya baru muncul saat kanker serviks suudah menginvasi jaringan di sekitarnya. Salah satu gejala yang muncul adalah keputihan yang abnormal dengan ciri-ciri berwarna kuning atau kecoklatan, berlendir dan kental, berbau busuk, gatal, dan kadang-kadang bercampur darah. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah operasi, kemoterapi, dan radioterapi (Tim CancerHelps, 2010; Nurwijaya dkk, 2010).

6. Penanganan

Keputihan normal tidak perlu diobati dengan obat-obatan tetapi dirawat dengan menjaga kebersihan dan mencegah kelembaban yang berlebihan pada daerah vagina dengan menggunakan tissu dan sering mengganti pakaian dalam. Keputihan abnormal diobati dengan meminum obat dari dokter untuk membersihkan vagina dari agen penyebab keputihan dan menjaga kelembaban daerah vagina (Kasdu, 2005). Keputihan yang disebabkan oleh trikomoniasis dapat diobati dengan metronidazol, sedangkan keputihan yang disebabkan oleh kandidiasis dapat diobati dengan Mycostatin (Manuaba dkk, 2009).


(57)

38

Pengobatan keputihan dapat juga menggunakan cara tradisional yaitu dengan menggunakan bahan alami seperti daun sirih. Daun sirih terkenal ampuh sebagai antibiotik sehingga membersihkan daerah vagina dengan air sirih akan membantu menghilangkan kuman dan jamur yang menimbulkan rasa gatal (Shanti, 2012).

7. Pencegahan

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah keputihan menurut Saraswati (2010), Jatmiko (2012) dan Herawati (2013) adalah sebagai berikut:

a. Basuh dengan air bersih dari arah depan ke belakang (dari arah vagina ke anus) untuk menghindari masuknya kuman dan jamur dari daerah anus kedalam vagina

b. Hindari penggunaan bilasan vagina dengan menggunakan sabun pembersih agar keseimbangan asam vagina tetap seimbang.

c. Gunakan air yang berasal dari kran jika berada di toilet umum. Hindari penggunaan air yang berasal dari tempat penampungan karena menurut penelitian air yang ditampung di toilet umum dapat mengandung bakteri dan jamur.

d. Sediakan selalu tisu untuk mengeringkan bagian luar vagina setelah buang air kecil atau besar.

e. Ganti pembalut 1-2 jam sekali jika sedang banyak-banyaknya. Setelah masa-masa ini lewat, ganti pembalut 3-4 jam sekali.


(58)

f. Ganti pembalut segera jika terasa ada gumpalan darah di atas pembalut yang sedang dipakai, agar terhindar dari bakteri dan jamur.

g. Gunakan celana dalam yang berdasarkan katun. Katun merupakan jenis kain yang dapat mengalirkan udara sehingga dapat mencegah daerah vagina dari kelembaban.

h. Menjaga kebersihan organ reproduksi dengan cara tradisional dengan menggunakan daun sirih yang direbus kemudian airnya digunakan untuk membersihkan vagina.

i. Menghindari stress dan kelelahan fisik serta tidak menggunakan celana ketat yang terbuat dari bahan sintetis.


(59)

40

F. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori dimodifikasi dari Notoatmodjo (1993) (dalam Maulana, 2009) dan Health Belief Model yang dimodifikasi dari teori Health

Belief Model Rosenstock 1974. Glanz dkk (1998) ( dalam Maulana, 2009). Pendidikan Kesehatan Metode

- Konseling - Wawancara - Ceramah - Seminar

- Diskusi kelompok - Bermain peran

- Mengungkapkan pendapat - Simulasi

- dll Media

- Leaflet - Booklet - Poster - Video - Power Point - dll

1. Faktor demografi (umur, jenis kelamin)

2. Sosiopsikologis (personality, kelas sosial)

Persepsi individu  Kelemahan

terhadap penyakit yang dirasakan  Keseriusan

terhadap penyakit yang dirasakan Pengetahuan tentang pencegahan keputihan Remaja


(60)

41

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007). Kerangka konsep harus didukung landasan teori yang kuat serta ditunjang oleh infomasi yang bersumber pada berbagai laporan ilmuah, hasil penelitian, jurnal penelitian, dan lain-lain (Hidayat, 2008).

Berdasarkan kerangka teori, pendidikan kesehatan diharapkan dapat menambah pengetahuan remaja perempuan mengenai pencegahan keputihan sehingga dapat menjadi pertimbangan mereka dalam mengambil tindakan pencegahan. Kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 3.1 Kerangka konsep penelitian

Kerangka konsep diatas terdiri dari input, proses dan output. Pengetahuan remaja perempuan mengenai pencegahan keputihan menjadi input, pendidikan kesehatan merupakan suatu proses untuk menciptakan output yaitu peningkatan pengetahuan remaja perempuan mengenai pencegahan keputihan.

Proses Pendidikan

kesehatan

Output Peningkatan Pengetahuan remaja perempuan mengenai pencegahan keputihan Input

Pengetahuan remaja perempuan mengenai pencegahan keputihan


(61)

42

B. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suartu variabel, sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama. Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel danistilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Setiadi, 2007).

Tabel. 3.1 Definisi Operasional N

o

Variabel Definisi Cara pengukuran

Alat ukur Hasil ukur Skala

1 Pengetahuan tentang pencegahan keputihan

Hasil dari tahu terhadap informasi yang didapatkan mengenai:  Definisi

keputihan  Penyebab keputihan  Tanda dan

gejala keputihan  Penanganan

keputihan  Pencegahan

keputihan Responden akan diberikan pertanyaan melalui kuesioner mengenai pencegahan keputihan

Kuesioner Jika benar bernilai 1 jika salah bernilai 0. Point minimal = 0

Point maksimal = 25

Interval

2 Pendidikan kesehatan

Penyampaian materi tentang kesehatan reproduksi remaja dengan tema

pencegahan keputihan dengan


(62)

menggunakan media power point dan leaflet dengan metode

ceramah dan tanya jawab

C. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu kesimpulan sementara yang diambil dari suatu data penelitian yang kebenarannya masih harus dibuktikan. Hipotesis dinyatakan dalam bentuk pernyataan (Kurniawan, 2009). Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan tingkat pengetahuan remaja putri di SMK YMJ Ciputat tentang pencegahan keputihan sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan.


(63)

44

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian`

Penelitian ini menggunakan jenis pra-eksperimental dengan desain penelitian one group before after atau pre-test dan post-test group design. Dalam rancangan ini digunakan satu kelompok subjek. Pertama-tama dilakukan pengukuran dengan membagikan kuesioner, lalu dikenakan perlakuan yaitu berupa pemberian materi pendidikan kesehatan, kemudian kuesioner akan dibagikan kembali pada kelompok responden yang sama (Nursalam, 2008).

O1---X---O2

Keterangan:

O1: mengukur tingkat pengetahuan responden dengan mengisi kuesioner X : memberikan perlakuan berupa pendidikan kesehatan

O2: mengukur tingkat pengetahuan responden setelah diberi tindakan dengan mengisi kembali kuesioner.

B. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMK YMJ Ciputat tanggal 1 Juni 2013. Alasan penelitian dilakukan di SMK YMJ Ciputat adalah berdasarkan hasil studi pendahuluan yang didapatkan data bahwa 10 dari 10 orang siswi di SMK YMJ Ciputat pernah mengalami keputihan.


(64)

C. Populasi dan sampel 1. Populasi

Populasi dapat berupa orang, benda, gejala, atau wilayah yang ingin diketahui oleh peniliti. Populasi dirumuskan sebagai populasi finite (terbatas) dan infinite (tidak terbatas) (Danim, 2003; Wasis, 2008). Populasi pada penelitian ini bersifat finite atau terbatas yaitu remaja perempuan kelas X dan XI di SMK YMJ Ciputat.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi, yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu (Wasis, 2008). Sampel penelitian yang diambil adalah siswi-siswi SMK YMJ Ciputat sebanyak 26 orang.

D. Teknik pengambilan sampel

Teknik pengambilam sampel yang digunakan adalah total sampling dengan jumlah responden 80 orang yang terdiri dari kelas X dan XI.Saat dilakukan penelitian siswi yang hadir berjumlah 34 orang, hal ini dikarenakan banyaknya siswi yang tidak datang ke sekolah dengan alasan mempersiapkan study tour. Responden yang dapat diambil sebagai sample berjumlah 26 orang karena ada beberapa responden yang tidak lengkap mengisi kuesioner sehingga harus di diskualifikasi.

E. Instrumen penelitian

Jenis Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang telah disusun untuk memperoleh data sesuai yang


(65)

46

diinginkan. Jenis kuesioner yang akan digunakan adalah kuesioner tertutup atau berstruktur dimana kuesioner tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal memilih atau menjawab pada jawaban yang sudah ada (Hidayat, 2008; Nursalam, 2008; Wasis, 2008). Kuesioner akan menggunakan skala guttman yaitu dengan interpretasi penilaian, apabila jawaban benar nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0 (Hidayat, 2008). Kuesioner terdiri dari data umum dan pengetahuan tentang pencegahan keputihan.

Tabel 4.1 Uraian Kuesioner Penelitian Variabel Parameter Jumlah

pertanyaan

No Pertanyaan Data Umum

(Kuesioner A)

 Umur, kelas, pengetahuan,

5 1, 2, 3, 4, dan 5 Pengetahuan

tentang pencegahan keputihan (Kuesioner B)

 Definisi  Klasifikasi  Tanda dan

gejala  Penyebab  Penanganan  Pencegahan

3 2 3 6 2 14

1, 2, 3 4, 5 6, 7, 8

9, 10, 11, 12, 13, 14

14, 15

16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30

F. Uji Validitas dan Reabilitas

Validitas dan reabilitas adalah istilah yang digunakan untuk persyaratan suatu alat ukur penelitian atau instrumen penelitian. Validitas berasal dari kata validity yang memiliki arti ketepatan dan kecermatan (Machfoedz, 2008). Validitas instrumen didefinisikan sejauh mana instrumen itu mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur (Suryabrata, 2010). Alat ukur itu dikatakan valid bila alat ukur tersebut benar-benar mengukur apa yang hendak diukur (Machfoedz, 2008). Uji validitas dapat menggunakan rumus Pearson Product


(66)

Moment, setelah itu diuji dengan menggunakan uji t dan kemudian dilihat penafsiran dari indeks korelasinya (Hidayat, 2008).

Rumus Pearson Product Moment: rhitung = √[

] [ ]

Keterangan:

rhitung =koefesien korelasi

∑Xi = jumlah skor item ∑Yi = jumlah skor total (item)

n = jumlah responden Rumus uji t:

thitung = √

Keterangan: t = nilai thitung

r = koefisien korelasi hasil rhitung n = jumlah responden

Untuk tabel tα = 0,05 derajat kebebasan (dk = n-2). Jika nilai t hitung > t tabel valid demikian sebaliknya, jika nilai t hitungnya < t tabel tidak valid.

Reabilitas artinya keajegan, maksudnya berkali-kali untuk mengukur hasilnya ajeg (tetap) atau paling sedikit berbeda amat sedikit (Machfoedz, 2008). Reabilitas instrumen merujuk kepada konsistensi hasil perekaman data kalau instrumen itu digunakan oleh orang atau kelompok orang yang sama dalam waktu berlainan atau kalau instrumen itu digunakan oleh orang atau kelompok orang yang berbeda dalam waktu yang sama atau dalam waktu yang


(67)

48

berlainan (Suryabrata, 2010). Bila berkali-kali untuk mengukur bedanya banyak, maka alat ukur tersebut tidak reliabel (Machfoedz, 2008). Dalam mengukur reabilitas dapat menggunakan rumus Spearman Brown. Metode ini dilakukan dengan jalan memilih satu instrumen kedalam dua bagian yang sama banyaknya, bagian yang pertama muat skor dari unsur-unsur pokok bernomor ganjil dan bagian kedua memuat skor dari unsur-unsur pokok yang bernomor genap (Hidayat, 2008; Setiadi, 2007).

Rumus Spearmen Brown: r11=

Keterangan :

r11= koefisien reliabilitas internal seluruh item

rb= nilai r Pearson dari pokok genap dengan pokok ganjil

Apabila r11> r tabel berarti reliabel dan apabila r11 < r tabel tidak reliabel. Uji validitas dan reabilitas telah dilakukan pada tanggal 29 Maret 2013 di sekolah Triguna Utama dengan responden 30 orang. Hasil uji validitas kuesiner hanya menunjukkan 2 pertanyaan yang valid dan nilai reabilitas 0,58 sedangkan nilai koefisien reabilitas yang baik diatas 0,7. namun, karena semua item pertanyaan dibutuhkan untuk menilai tingkat pengetahuan remaja perempuan, maka item tersebut tidak dihapuskan, melainkan kalimat pertanyaannya diperbaiki menjadi kalimat yang mudah dimengerti.

G. Tahapan pengambilan data

Beberapa tahapan yang dilakukan dalam pengambilan data:


(68)

2. Peneliti membuat surat perizinan penelitian untuk pihak sekolah dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta

3. Peneliti mendatangi pihak sekolah untuk meminta izin penelitian dan membuat kontrak waktu penelitian

4. Peneliti mempersiapkan peralatan untuk pelaksanaan penelitian

5. Peneliti mendatangi pihak sekolah pada hari yang telah dijanjikan, dan meminta dipersiapkan calon responden

6. Pihak sekolah mengumpulkan calon responden dalam suatu ruangan

7. Peneliti menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan pada calon responden

8. Peneliti dengan bantuan fasilitator membagikan kuesioner pada responden sebelum pemberian pendidikan kesehatan untuk melihat pengetahuan mereka mengenai pencegahan keputihan, kuesioner diisi selama 10-15 menit

9. Peneliti memberikan materi pendidikan kesehatan mengenai pencegahan keputihan dengan dibantu oleh observer dan fasilitator. Materi yang akan diberikan terdiri dari definisi keputihan, penyebab keputihan, tanda dan gejala keputihan, penanganan keputihan dan pencegahan keputihan.

Media yang akan digunakan adalah power point dengan bantuan LCD dan leaflet, menggunakan metode penyampaian ceramah dan tanya jawab selama 20-30 menit.

10. Peneliti kembali memberikan kuesioner kepada responden setelah diberikan pendidikan kesehatan, pengisian kuesioner dilakukan selama 10-15 menit.


(1)

Lampiran 10

VAR00003 .4000 .49827 30

VAR00004 .7667 .43018 30

VAR00005 .2333 .43018 30

VAR00006 .9000 .30513 30

VAR00007 .8667 .34575 30

VAR00008 .1667 .37905 30

VAR00009 .9000 .30513 30

VAR00010 .7333 .44978 30

VAR00011 .4333 .50401 30

VAR00012 1.0000 .00000 30

VAR00013 .9333 .25371 30

VAR00014 .1000 .30513 30

VAR00015 .7667 .43018 30

VAR00016 .9667 .18257 30

VAR00017 1.0000 .00000 30

VAR00018 .7000 .46609 30

VAR00019 .3333 .47946 30

VAR00020 .9667 .18257 30

VAR00021 .9333 .25371 30

VAR00022 .9000 .30513 30

VAR00023 .2667 .44978 30

VAR00024 .7667 .43018 30

VAR00025 .7000 .46609 30

VAR00026 .9000 .30513 30

VAR00027 .4667 .50742 30

VAR00028 .3333 .47946 30

VAR00029 .2667 .44978 30

VAR00030 .4333 .50401 30

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

Part 1 9.2000 1.614 1.27035 15a

Part 2 9.9333 2.823 1.68018 15b


(2)

Correlations

VAR00018 VAR00019 VAR00020 VAR00021 VAR00022 VAR00023 VAR00024 VAR00025 VAR00026 VAR00027 VAR00028 VAR00029 VAR00030 VAR00031 VAR00032

VAR00018 Pearson Correlation 1 .a -.122 -.263 -.034 -.050 -.062 .112 -.102 -.122 -.062 -.199 .131 -.308 -.212

Sig. (2-tailed) . .522 .161 .856 .795 .745 .556 .590 .522 .745 .293 .489 .098 .260

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VAR00019 Pearson Correlation .a .a .a .a .a .a .a .a .a .a .a .a .a .a .a

Sig. (2-tailed) . . . . .

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VAR00020 Pearson Correlation -.122 .a 1 .309 -.122 .117 .267 .230 -.017 .048 .509** .029 .309 .066 .132

Sig. (2-tailed) .522 . .097 .522 .539 .154 .221 .928 .803 .004 .878 .097 .730 .486

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VAR00021 Pearson Correlation -.263 .a .309 1 -.263 .189 .000 .053 .390* -.154 .236 .331 -.200 -.107 .095

Sig. (2-tailed) .161 . .097 .161 .317 1.000 .780 .033 .416 .210 .074 .289 .575 .617

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VAR00022 Pearson Correlation -.034 .a -.122 -.263 1 -.050 -.062 -.308 -.102 -.122 -.062 -.199 -.263 .112 .162

Sig. (2-tailed) .856 . .522 .161 .795 .745 .098 .590 .522 .745 .293 .161 .556 .391

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VAR00023 Pearson Correlation -.050 .a .117 .189 -.050 1 .356 .161 -.147 -.175 -.089 -.018 .189 -.141 -.036

Sig. (2-tailed) .795 . .539 .317 .795 .053 .395 .437 .355 .640 .925 .317 .457 .850

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VAR00024 Pearson Correlation -.062 .a .267 .000 -.062 .356 1 .201 -.184 .267 -.111 -.356 .000 -.553** .291

Sig. (2-tailed) .745 . .154 1.000 .745 .053 .287 .331 .154 .559 .053 1.000 .002 .118

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VAR00025 Pearson Correlation .112 .a .230 .053 -.308 .161 .201 1 -.202 .230 -.050 .191 .373* -.193 -.071

Sig. (2-tailed) .556 . .221 .780 .098 .395 .287 .284 .221 .792 .311 .042 .306 .709

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VAR00026 Pearson Correlation -.102 .a -.017 .390* -.102 -.147 -.184 -.202 1 -.189 .079 .042 -.111 -.024 .005

Sig. (2-tailed) .590 . .928 .033 .590 .437 .331 .284 .317 .679 .825 .558 .901 .978

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VAR00027 Pearson Correlation -.122 .a .048 -.154 -.122 -.175 .267 .230 -.189 1 .024 -.262 .000 -.099 -.015


(3)

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VAR00028 Pearson Correlation -.062 .a .509** .236 -.062 -.089 -.111 -.050 .079 .024 1 .089 .000 .201 .067

Sig. (2-tailed) .745 . .004 .210 .745 .640 .559 .792 .679 .899 .640 1.000 .287 .724

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VAR00029 Pearson Correlation -.199 .a .029 .331 -.199 -.018 -.356 .191 .042 -.262 .089 1 .189 .040 -.009

Sig. (2-tailed) .293 . .878 .074 .293 .925 .053 .311 .825 .161 .640 .317 .833 .962

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VAR00030 Pearson Correlation .131 .a .309 -.200 -.263 .189 .000 .373* -.111 .000 .000 .189 1 .213 -.190

Sig. (2-tailed) .489 . .097 .289 .161 .317 1.000 .042 .558 1.000 1.000 .317 .258 .314

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VAR00031 Pearson Correlation -.308 .a .066 -.107 .112 -.141 -.553** -.193 -.024 -.099 .201 .040 .213 1 -.223

Sig. (2-tailed) .098 . .730 .575 .556 .457 .002 .306 .901 .604 .287 .833 .258 .236

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

VAR00032 Pearson Correlation -.212 .a .132 .095 .162 -.036 .291 -.071 .005 -.015 .067 -.009 -.190 -.223 1

Sig. (2-tailed) .260 . .486 .617 .391 .850 .118 .709 .978 .939 .724 .962 .314 .236

N 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30

a. Cannot be computed because at least one of the variables is constant. **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(4)

Lampiran 11

HASIL PENELITIAN

Descriptives

Statistic Std. Error

Pretest Mean 20.04 .559

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 18.89

Upper Bound 21.19

5% Trimmed Mean 19.99

Median 20.00

Variance 8.118

Std. Deviation 2.849

Minimum 16

Maximum 25

Range 9

Interquartile Range 4

Skewness .531 .456

Kurtosis -.728 .887

Postest Mean 22.65 .440

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 21.75

Upper Bound 23.56

5% Trimmed Mean 22.71

Median 23.00

Variance 5.035

Std. Deviation 2.244

Minimum 18

Maximum 26

Range 8

Interquartile Range 3

Skewness -.288 .456


(5)

Lampiran 11

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pretest .147 26 .151 .914 26 .032

Postest .110 26 .200* .958 26 .354

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Pretest 20.04 26 2.849 .559

Postest 22.65 26 2.244 .440

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig. Pair 1 Pretest & Postest 26 .396 .045


(6)

Lampiran 11

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed) Mean Std. Deviation Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN TENTANG PENCEGAHAN KEPUTIHAN PADA REMAJA DI SMPN 5 KEPANJEN

2 18 19

Efektifitas Pendidikan Kesehatan tentang Dismenore terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja Perempuan di Madrasah Tsanawiyah Islamiyah Ciputat

0 11 105

Pengaruh Pendidikan Kesehatan terhadap Tingkat Pengetahuan Remaja tentang Kesehatan Reproduksi di SMP Islam Ruhama Ciputat

9 42 134

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SMA X Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap remaja sma x dalam upaya pencegahan hiv/aids di kabupaten karanganyar.

0 2 16

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENCEGAHAN KANKER PAYUDARA TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Pencegahan Kanker Payudara Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Pada Wanita Usia Produktif Di Desa Sumur Musuk Boyolali

0 1 19

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENCEGAHAN KANKER PAYUDARA TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Pencegahan Kanker Payudara Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Pada Wanita Usia Produktif Di Desa Sumur Musuk Boyolali

0 1 15

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI WANITA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Wanita Dengan Perilaku Pencegahan Keputihan Pada Siswi Di Sma Negeri 1 Jatinom.

0 1 16

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI WANITA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi Wanita Dengan Perilaku Pencegahan Keputihan Pada Siswi Di Sma Negeri 1 Jatinom.

0 0 14

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KEPUTIHAN DENGAN MOTIVASI MEMERIKSAKAN DIRI KE PELAYANAN KESEHATAN DI SMK MUHAMMADIYAH 3 GIRIWOYO WONOGIRI.

0 0 14

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEPUTIHAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KEPUTIHAN DI PANTI ASUHAN YATIM PUTRI ‘AISYIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2009

0 0 7