Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe pair checks terhadap hasil belajar matematika ssiswa: kuasi eskperimen di MTs Negeri 22 Jakarta Timur

(1)

(Kuasi Eksperimen di MTs Negeri 22 Jakarta Timur)

Oleh:

SAKINAH KOMARA

105017000478

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H/2010


(2)

Checks Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqasah pada tanggal 30 Juli 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, Agustus 2010

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan)

Maifalinda Fatra, M.Pd ... ... NIP. 19700528 199603 2 002

Sekretaris Jurusan

Otong Suhyanto, M.Si ... ... NIP. 19681104 199903 1 001

Penguji I

Maifalinda Fatra, M.Pd ... ... NIP. 19700528 199603 2 002

Penguji II

Firdausi, S.Si, M.Pd ... ... NIP. 19690629 200501 1 003

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A NIP. 19571005 198703 1 003


(3)

Skripsi berjudul ”Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pair Checks Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa”, disusun oleh Sakinah Komara, Nomor Induk Mahasiswa 105017000478, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Juli 2010

Yang Mengesahkan

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Afidah Mas’ud Lia Kurniawati, M.Pd


(4)

Nama : Sakinah Komara

NIM : 105017000478

Jurusan : Pendidikan Matematika

Angkatan Tahun : 2005

Alamat : Jl. Madrasah Rt. 003 Rw 02 No. 36 Kelurahan Pondok Ranggon Kecamatan Cipayung Jakarta Timur 13860

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Pair Checks Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Dra. Afidah Mas’ud, M.Pd

NIP : 19610926 198603 2 004

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

2. Nama : Lia Kurniawati, M.Pd

NIP : 19760521 200801 2 008

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Juli 2010

Yang Menyatakan


(5)

Nim : 105017000478 Jurusan : Pendidikan Matematika

Judul Skripsi : Pengaruh Model Pembelajaran Koopertif Tipe Pair Checks

Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa

No Referensi Pembimbing

I

Pembimbing II 1. Admin, “Siswa SMP yang Gagal Ujian Meningkat”,

dari www.republika.co.id, 26 Oktober 2009.

2.

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori &Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009, h. 4, 17, 21, 24, 58

3.

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan,

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), Cet I, Ed. 1, h. 49, 185, 252-253

4.

Asep Herry Hernawandkk., Belajar dan

Pembelajaran Sekolah Dasar, Bandung: UPI Press, Cet. I, 2007, h. 2

5. Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung:

Alfabeta, 2009), h.143.

6.

Erman Suherman, Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: JICA-UPI, 2001), h. 17.

7.

Erman Suherman, “Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa”, dari

www.scribd.com, 16 September 2009.

8. Erna Suwangsih dan Tiurlina, Pembelajaran Matematika, Jakarta: UPI Press, 2006, h. 3, 75

9.

Gempur Santoso, Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Cet. I, . Jakarta: Pustaka Prestasi, 2005, h. 38

10.

Hamzah BUno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, Jakarta: Bumi Aksara, 2007, h. 129

11.

Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari

http://timss.bc.edu/TIMSS2007/techreport.html, 6 September 2009, h. 38, 195


(6)

PT Gramedia, 1996), Cet. XXIII, h. 147.

14. Junaedi, Strategi Pembelajaran, PGMI Lapis, Edisi I,

2008

15.

Mumun Syaban, “Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa”, dari

http://educare.efkipunla.net/index.php?option=com_co ntent&task=view&id=62&Itemid=7, 27 Januari 2010, h. 2

16.

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan,

Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet. XIX, 2003, h. 84, 101

17.

M Subana dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Cet.II, Jakarta: Pustaka Setia, 2005, h. 132, 134, 135, 149-150, 165-166.

18

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), Cet.IX, h. 22.

19

Nana Syaodih Sukmadinata, Landsasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : PT. Remaja

Rosdakarya, 2007, h. 171

20.

n.n, “Revisi Taksonomi Bloom atau Revised Bloom Taxonomy” dari

http://www.hilman.web.id/posting/blog/852/revisi-taksonomi-bloom-atau-revised-bloom-taxonomy.html, 6 mei 2010, 15:14 WIB.

21. Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta:

Bumi Aksara, 2001), h. 39

22.

Pupuh Faturrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui

Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, Bandung: PT. Refika Aditama, Cet. I, 2007, h. 5

23. Purwanto, Evaluasi Hasil Belaja, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. I, h. 44, 46

24.

Richard I Arends, Learning to Teach-Belajar untuk mengajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), Ed.7, h. 5, 29, 85.

25.

Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi

BelajarMengajar.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Edisi I, 2009, h. 49.

26. Sholomo Sharan, Handbook of Cooperative Learning,


(7)

29. Pendidikan, Edisi Revisi, Cet.V. Jakarta: Bumi Aksara, 2005, h. 109, 208, 213

30.

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif

Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), Cet. I, h. 46, 48

31.

Zainurie, “Model-model Pembelajaran”, dari www.zainurie.files.wordpress.com, 24 Maret 2010, 10.25 WIB, h. 2.

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Afidah Mas’ud, M.Pd Lia Kurniawati, M.Pd NIP. 19610926 198603 2 004 NIP. 19760521 200801 2 008


(8)

ABSTRAK

SAKINAH KOMARA (105017000478), ”Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pair Checks Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe pair checks terhadap hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di MTs Negeri 22 Cilangkap Jakarta Timur Tahun Ajaran 2009/2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan desain penelitian The Post-test Only Control Group Design. Subyek penelitian ini adalah 84 siswa yang terdiri dari 42 siswa untuk masing-masing kelas eksperimen dan kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VII. Setelah diberikan perlakuan diperoleh nilai tes hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan segitiga. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe pair checks

berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa. Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe pair checks sebesar 69,93 sedangkan rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran klasikal sebesar 61,93. Berdasarkan perhitungan diperoleh > (2,04 > 1,66), sehingga rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe

pairchecks lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran klasikal.

hitung

t ttabel


(9)

ABSTRACT

SAKINAH KOMARA (105017000478), “The Effect of Cooperative Learning Model Pair Checks Type to Students Mathematics Learning Outcomes”. Thesis for Math Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, July 2010.

The purpose of this research is to determine the effect of cooperative learning model pair checks typ to students mathematics learning outcomes. The research was conducted at MTs Negeri 22 Cilangkap East Jakarta for academic year 2009/2010. The method used in this research is quasi experimental method with The Post-test Only Control Group Design. Subject for this research are 84 students consist of 42 students for each of experimental group and control group which selected in cluster random sampling technique. After being given treatment obtained the test scores of students mathematics learning outcomes at the subject of triangle. The result of research revealed that there is effect of cooperative learning model pair checks type to students mathematics learning outcomes. The students who taught with cooperative learning model pair checks type have mean score of students mathematics learning outcomes is 69,93 but the students who taught with classical learning model is 61,93. Base on statistic resulted > (2,04 > 1,66), so the students who taught with have cooperative learning model pair checks type mean score of students mathematics learning outcomes higher than who taught with with classical learning model .

hitung

t

tabel

t


(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat-Nya yang tak terhitung, karena atas rahmat dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat : 1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika. 3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika. 4. Ibu Dra. Afidah Mas’ud, M.Pd, pembimbing II dan penasihat akademik yang

selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini serta memberikan memberikan bimbingan dan nasehat kepada penulis selama proses perkuliahan..

5. Ibu Lia Kurniawati, M.Pd, pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staff Jurusan Pendidikan Matematika.

7. Bapak Drs. H. Bisri, MA, kepala MTs Negeri 22 Cilangkap Jakarta Timur yang telah banyak membantu penulis selama penelitian berlangsung.

8. Ibu Retno Widyastuti, S.Pt, guru pamong tempat penulis mengadakan penelitian.

9. Ummiku tercinta yang senantiasa memberikan dukungan moril, materil dan doa yang tulus setiap malam kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 10.Kakak dan adikku tercinta (Aa, Teh Cici, Teteh, Mas Agus, Ceu Icha, Igis dan

Nibros) yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(11)

11.Siswa dan siswi kelas VII MTs Negeri 22 Cilangkap Jakarta Timur, khususnya kelas VII-1 dan VII-2 yang telah bersikap kooperatif selama penulis mengadakan penelitian.

12.Teman-temanku tercinta, mahasiswa jurusan pendidikan matematika angkatan 2005, semoga kebersamaan kita menjadi kenangan terindah untuk menggapai kesuksesan dimasa mendatang.

13.Teman-teman seperjuanganku, Irna, Hanny, Liria, Siti Kholilah, Yuni, Dwi, dan Alif yang selalu memberikan motivasi dan saling bertukar informasi selama penulisan skripsi ini.

14.Teman-teman LDK khususnya Iam beserta Uda dan Fildza, Riesky, Nilma, Ida dan Eva.

15.Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu pengetahuan. Amin.

Jakarta, Juli 2010

Penulis

Sakinah Komara


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 8

A. Landasan Teoretik... 8

1. Pengertian Belajar dan Matematika ... 8

a. Pengertian Belajar ... 8

b. Pengertian Matematika... 14

2. Hasil Belajar Matematika... 17

a. Pengertian Hasil Belajar... 17

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 21

3. Model Pembelajaran Kooperatif ... 23

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ... 23


(13)

b. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif... 25

c. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif ... 26

d. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif... 30

e. Tipe Pair Checks... 30

4. Model Pembelajaran Klasikal ... 33

B. Kerangka Berpikir... 34

C. Pengajuan Hipotesis ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 36

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 36

C. Metode dan Desain Penelitian... 36

D. Teknik Pengumpulan Data... 37

1. Instrumen Penelitian ... 37

2. Uji Instrumen Tes Penelitian... 39

a. Uji Validitas ... 39

b. Uji Reliabilitas ... 40

c. Taraf Kesukaran Soal... 41

d. Daya Pembeda Soal... 41

E. Teknik Analisis Data... 42

1. Uji Prasyarat Analisis... 42

a. Uji Normalitas... 42

b. Uji Homogenitas ... 43

2. Uji Hipotesis Statistik ... 44

F. Hipotesis Stasistis ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

A. Deskripsi Data... 46

1. Hasil Belajar Matematika Kelas Eksperimen ... 47

2. Hasil Belajar Matematika Kelas Kontrol ... 49

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 52


(14)

1. Uji Normalitas... 52

a. Uji Normalitas Kelas Eksperimen... 52

b. Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 52

2. Uji Homogenitas ... 53

C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan... 54

1. Pengujian Hipotesis Penelitian... 54

2. Pembahasan... 55

D. Keterbatasan Penelitian... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

A. Kesimpulan ... 59

B. Saran... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 63


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Dimensi Kognitif Dalam Taksonomi Bloom yang Telah Direvisi 19 Gambar 2. Proses belajar mengajar... 21 Gambar 3. Hasil yang Diperoleh Pelajar dari Cooperative Learning... 26 Gambar 4. Desain Penelitian... 37 Gambar 5. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar

Matematika Kelas Eksperimen ... 50 Gambar 6. Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar

Matematika KelasKontrol ... 52 Gambar 7. Daerah Kritis (Penolakan H0) ... 55


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 29

Tabel 2. Klasifikasi Interpretasi Reliabilitas... .. 41

Tabel 3. Klasifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran ... 42

Tabel 4. Klasifikasi Interpretasi Daya Pembeda ... 43

Tabel 5. Perbandingan Hasil Belajar Matematika Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 48

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelas Eksperimen... 49

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok Kontrol ... 51

Tabel 8. Hasil Perhitungan Uji Normalitas ... 53

Tabel 9. Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 54

Tabel 10. Hasil Perhitungan Uji t... 55


(17)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)... 64

Lampiran 2. Lembar Kerja Siswa... 84

Lampiran 3. Kisi-kisi Instrumen Tes ... 101

Lampiran 4. Instrumen Tes... 103

Lampiran 5. Jawaban Instrumen Tes ... 107

Lampiran 6. Uji Validitas ... 109

Lampiran 7. Uji Reliabilitas ... 111

Lampiran 8. Uji Taraf Kesukaran... 113

Lampiran 9. Uji Daya Pembeda Pilihan Ganda... 115

Lampiran 10. Uji Daya Pembeda Pilihan Uraian ... 117

Lampiran 11. Hasil Perhitungan Validitas, Tingkat Kesukaran Dan Daya Pembeda... 119

Lampiran 12. Hasil Belajar Matematika Kelas Eksperimen ... 120

Lampiran 13. Hasil Belajar Matematika Kelas Kontrol ... 121

Lampiran 14. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen.... 122

Lampiran 15. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol... 125

Lampiran 16. Perhitungan Uji Normalitas, Uji Homogenitas Dan Uji Hipotesis Statistik ... 128

Lampiran 17. Nilai Koefisien Korelasi ”r” Product Moment... 130

Lampiran 18. Luas Kurva Di Bawah Normal... 132

Lampiran 19. Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) ... 133

Lampiran 20. Nilai Kritis Distribusi F... 135


(18)

A.

Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi ini, semakin banyak tantangan yang dihadapi dari segala segi kehidupan. Untuk menghadapi tantangan zaman ini, maka tidak lepas dari peranan pendidikan. Pendidikan bersifat madal hayah, artinya pendidikan harus dilakukan sepanjang hidup. Dengan pendidikan, setiap individu dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya. Sehingga hasil dari pendidikan atau pengalaman-pengalaman yang dialami dapat diaplikasikan dalam kehidupan sesuai dengan tantangan zaman.

Salah satu bentuk pendidikan formal adalah sekolah. Sekolah merupakan tempat siswa menimba ilmu. Di sekolah, siswa diharapkan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku pada setiap jenjang pendidikan. Salah satu pelajaran yang ada pada setiap jenjang pendidikan mulai Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) bahkan dibangku kuliahpun adalah pelajaran matematika. Selain itu, matematika juga merupakan salah satu pelajaran yang diujikan pada ujian nasional pada setiap jenjangnya. Ini pertanda bahwa matematika merupakan pelajaran yang sangat penting, karena matematika merupakan salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan suatu pertanda intelegensi manusia. Oleh karena itu, matematika sangat diperlukan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk menghadapi kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK).

Berdasarkan hasil studi TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) tahun 2007 untuk siswa kelas VIII, menempatkan siswa Indonesia pada urutan ke-36 dari 49 negara dengan nilai rata-rata untuk kemampuan matematika secara umum adalah 397. Nilai tersebut masih jauh dari standard minimal nilai rata-rata kemampuan matematika yang ditetapkan


(19)

TIMSS yaitu 500. Prestasi siswa Indonesia ini berada dibawah siswa Malaysia dan Singapura. Siswa Malaysia memperoleh nilai rata-rata 474 dan Singapura memperoleh nilai rata-rata 593.1 Skala matematika TIMSS-Benchmark Internasional menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada peringkat bawah, Malaysia pada peringkat tengah, dan Singapura berada pada peringkat atas. Padahal jam pelajaran matematika di Indonesia 136 jam untuk kelas VIII, lebih banyak dibanding Malaysia yang hanya 123 jam dan Singapura 124 jam.2

Selain itu ditingkatan nasional, yaitu di DKI Jakarta pada tahun 2008 jumlah siswa SMP yang gagal ujian nasional meningkat dan tingkat ketidaklulusan siswa DKI terendah. Mata pelajaran yang diujikan adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Tingkat ketidaklulusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang mengikuti ujian nasional tahun ini mengalami peningkatan. Tahun lalu, tingkat ketidaklulusan 6,66 persen, tahun ini menjadi sebesar 7,25 persen. Berarti terjadi peningkatan ketidaklulusan sebesar 0,59 persen dari 3.278.884 siswa SMP peserta ujian nasional tahun 2008. Dibandingkan provinsi lain, tingkat ketidaklulusan siswa SMP di Provinsi DKI Jakarta paling rendah, hanya 0,22 persen. Dua provinsi lain dengan persentasi ketidaklulusan terendah adalah Kalimantan Timur dan Bali, masing-masing 0,66 persen dan 0,91 persen.3

Melihat kenyataan tersebut, maka mutu pendidikan di Indonesia terutama pada pelajaran matematika masih rendah. Dan dengan melihat fakta-fakta tersebut, tentunya ada faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar anak didik. Diantara faktor-faktor tersebut yang sangat mempengaruhi adalah faktor pada proses pembelajaran itu berlangsung di kelas yaitu kemampuan bagaimana guru mendesain pengajaran yang tepat sesuai dengan materi yang akan diajarkan. Sehingga akan berpengaruh pada apa yang diperoleh siswa serta juga akan berpengaruh pada hasil belajarnya.

1

Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari http://timss.bc.edu/TIMSS2007/techreport.html, 6 September 2009, h. 38.

2

Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International ……… h. 195.

3

Admin, “Siswa SMP yang Gagal Ujian Meningkat”, dari www.republika.co.id, 26 Oktober 2009.


(20)

Dalam proses pembelajaran di sekolah atau di kelas, hendaknya guru memperhatikan kondisi individual dari siswa karena merekalah yang akan belajar. Selama ini guru hanya memperhatikan kondisi anak didik secara keseluruhan, tidak perorangan maupun kelompok. Sehingga perbedaan individual dari anak didik kurang mendapat perhatian. Selain itu, gejala yang lain dapat dilihat dalam proses pembelajaran selama ini yaitu sebagian besar guru menggunakan metode pengajaran yang cenderung sama setiap kali proses pembelajaran berlangsung. Metode yang sering digunakan adalah metode ceramah.4 Sehingga dalam proses pembelajaran ini guru dominan yaitu pengajaran berpusat pada guru (teacher centered). Begitu pula yang terjadi pada sebagian besar guru matematika.

Dari permasalahan yang telah dipaparkan, maka perlu adanya perubahan pada proses pembelajaran. Tidak lagi dengan cara yang klasik (pembelajaran konvensional) yaitu pengajaran berpusat pada guru sehingga pembelajaran di kelas-kelas terlihat monoton, tetapi dapat dilakukan pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, menyenangkan serta dapat mengatasi perbedaan individual siswa, sehingga pembelajaran dirasakan lebih bermakna bagi siswa.

Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya rasa senang siswa terhadap suatu pelajaran, sehingga akan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas dan memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami pelajaran sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang lebih baik.5 Diantara beberapa model pembelajaran yang ada, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Pembelajaran kooperatif digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini

4

Erman Suherman, “Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa”, dari www.scribd.com, 16 September 2009.

5


(21)

telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.6

Dalam Journal for Research in Mathematics Education menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan peralatan yang kuat untuk meningkatkan kepercayaan diri sebagai seorang pembelajar, pemecah masalah dan untuk memperkuat integrasi yang sebenarnya diantara berbagai macam siswa.7 Maka pembelajaran kooperatif merupakan salah satu alternatif pengajaran yang dapat diterapkan di sekolah pada pengajaran di kelas, sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah tipe pair checks. Tipe ini adalah sebuah model pembelajaran yang dapat melibatkan semua siswa pada proses pembelajaran. Dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk saling berbagi atau bekerja sama dari masing-masing kemampuan yang dimiliki siswa. Pembelajaran kooperatif diharapkan dapat mengoptimalkan kemampuan atau potensi yang dimiliki siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran sehingga mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki.

Dari latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan, dalam penelitian ini peneliti mengambil sebuah judul yaitu: “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pair Checks terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa”

6

Isjoni, Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok,

(Bandung: Alfabeta, 2009), Cet.II, h.16-17.

7

Sholomo Sharan, Handbook of Cooperative Learning, (Yogyakarta: imperium, 2009), h.349.


(22)

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Guru masih dominan (teacher centered).

2. Sebagian besar guru hanya memperhatikan kondisi anak didik secara keseluruhan, tidak perorangan maupun kelompok.

3. Sebagian besar guru menggunakan metode pengajaran yang cenderung sama setiap kali pembelajaran di kelas berlangsung.

4. Hasil belajar matematika siswa masih rendah.

C.

Pembatasan Masalah

Melihat sangat luasnya permasalahan yang dihadapi, maka penelitian ini perlu adanya pembatasan ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas, antara lain:

1. Masalah yang diteliti dibatasi pada pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran matematika. Pengaruhnya dilihat dari perbedaan hasil belajar siswa terhadap pelajaran matematika yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran klasikal.

2. Model pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe pair checks. Pada tipe ini guru akan membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari pasangan-pasangan. Guru memberi worksheet (lembar kerja) dan salah seorang dari pasangan mengecek jawaban temannya. Setelah itu pasangan bertukar peran serta mengecek kembali jawabannya temannya. Guru mengevaluasi jawaban dari masing-masing jawaban kelompok.

3. Siswa yang dimaksud adalah siswa kelas VII MTs 22 Jakarta Timur. 4. Hasil belajar yang dimaksud dibatasi pada aspek kognitif pada pokok


(23)

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan diatas maka penulis menetapkan perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe pair checks dan siswa yang diajar dengan model pembelajaran klasikal?

2. Apakah hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe pair checks lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran klasikal?

F.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe pair checks.

2. Mendeskripsikan hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran klasikal.

3. Untuk mengetahui apakah perbedaan hasil belajar matematika siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe pair checks

dengan siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran klasikal.

F.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini ditujukan kepada siswa, guru, sekolah dan pembaca, yaitu:

1. Siswa

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

pair checks dapat diterapkan pada pengajaran sekolah. Diharapkan dengan menggunakan pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan siswa, yaitu kemampuan berbagi, kemampuan komunikasi, kemampuan sosial dan sebagainya. Maka secara tidak langsung akan meningkatkan hasil belajar siswa.


(24)

2. Guru

Penelitian ini dapat menjadi masukan guru yang dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas. Sehingga dapat meningkatkan kualitas proses belajar mengajar yang akan dilakukan, dan pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran matematika.

3. Sekolah

Untuk pihak sekolah, penelitian ini dapat dijadikan masukan atau rujukan untuk mengoptimalkan pembelajaran kooperatif pada kegiatan pembelajaran, sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah pada khususnya dan mutu pendidikan pada umumnya.

4. Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan pemahaman bagi pembaca mengenai model pembelajaran kooperatif tipe pair checks, sehingga dapat menjadi masukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.


(25)

A.

Landasan Teoretik

1. Pengertian Belajar dan Matematika a. Pengertian Belajar

Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka kita tidak bisa lepas dari belajar. Belajar juga sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Banyak pakar pendidikan mendefinisikan belajar. Menurut Morgan belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.1 Sedangkan Sobry Sutikno mengartikan belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan yang baru sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.2 Berarti seseorang dikatakan belajar jika mengalami perubahan sebagai hasil dari pengalaman yang dialaminya sendiri. Perubahan dalam tingkah laku dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi dapat juga ke arah yang lebih buruk. Karena perubahan tingkah laku ini sangat dipengaruhi oleh interaksi seseorang dengan lingkungannya.

Selain itu, pengertian belajar adalah proses perubahan perilaku, dimana perubahan perilaku tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap, perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan dalam hal

1

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), Cet. XIX, h. 84.

2

Pupuh Fathurrahman dan Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar: Strategi Mewujudkan

Pembelajaran Bermakna Melalui Konsep Umum & Konsep Islami, (Bandung: PT. Refika

Aditama, 2007), Cet.1, h. 5.


(26)

belajar adalah proses mendapatkan pengetahuan dengan adanya perubahan dalam perilaku seseorang yang relatif menetap dan merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungannya. Dengan belajar seseorang akan mendapatkan sesuatu hal baru yang merupakan hasil dari kegiatan belajar.

Dari proses belajar maka akan menghasilkan hasil belajar. Untuk menjadikan kegiatan belajar dapat mencapai hasil yang diinginkan, maka diperlukan pengetahuan tentang prinsip-prinsip belajar yaitu:4 1) Prinsip belajar adalah perubahan perilaku

Perubahan perilaku memiliki ciri positif, artinya perubahan perilaku diharapkan dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik. Untuk dapat dikatakan belajar, maka perubahan itu membutuhkan waktu yang cukup panjang. Selain itu, setiap individu harus melakukan sendiri pada proses belajarnya, karena belajar tidak bisa diwakilkan oleh orang lain. Jadi setiap individu harus terlibat secara langsung untuk mengalaminya.

2) Belajar merupakan proses

Belajar terjadi karena didorong oleh kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuan tersebut maka ada proses yang cukup panjang yang harus dilaluinya. Sehingga proses tersebut bermakna bagi yang mengalaminya.

3) Belajar merupakan bentuk pengalaman

Dalam proses belajar perubahan perilaku bersifat relatif permanen atau tetap, yang terjadi karena pengalaman. Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari interaksi antara siswa dengan lingkungannya atau hal-hal yang pernah dialami. Maka dalam

belajar, lingkungan sekitar sangat mempengaruhi hasil dari belajar.

3

Asep Herry Hernawan, dkk., Belajar dan Pembelajaran SD, (Bandung: UPI Press, 2007), Cet.1, h. 2.

4

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 4.


(27)

memiliki banyak sekali teori. Dalam pendekatan modern secara garis besar teori belajar menghasilkan dua aliran, yaitu:

1) Teori Behaviorisme

Dalam behaviorisme, belajar merupakan proses pembentukan antara rangsangan (stimulus) dan balasan (respon). Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan siswa ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran, perasaan atau gerakan (tindakan).5 Teori ini disebut behaviorisme karena sangat menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati.

Salah satu tokoh pada aliran tingkah laku ini adalah Edward L. Thorndike. Menurut Thorndike, pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Teori belajar ini disebut teori connectionisme. Dengan memberikan stimulus maka otomatis siswa akan merespon. Sehingga dengan adanya stimulus-respon akan memberikan kebiasaan-kebiasaan dalam belajar. Dengan adanya latihan-latihan maka hubungan stimulus-respon akan semakin kuat. Dari inilah disebut S-R Bond Theory.

Thorndike dengan S-R Bond Theory menyusun hukum-hukum belajar sebagai berikut:6

a) Hukum pengaruh (The law of effect)

Hubungan antara rangsangan dengan perilaku akan semakin kuat jika terdapat kepuasan. Dengan adanya kepuasan, siswa cenderung untuk berusaha melakukan atau berusaha mendapatkan hasil yang baik.

5

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press, 2006), Cet.I, h. 75.

6


(28)

Apabila hubungan stimulus dan respon sering terjadi maka hubungan akan semakin kuat. Dan sebaliknya semakin jarang hubungan stimulus respon dipergunakan maka hubungannya semakin lemah. Jadi belajar akan berhasil jika hubungan respon sering dilakukan, yaitu berupa latihan-latihan.

c) Hukum kesediaan/kesiapan (The law of readiness)

Perbuatan itu akan memberikan kepuasan jika adanya kesiapan, sebaliknya apabila tidak ada kesiapan akan menimbulkan ketidakpuasan. Maka dapat disimpulkan bahwa seorang siswa dapat dikatakan berhasil dalam belajarnya apabila siswa tersebut telah siap melakukan kegiatan belajar.

Tokoh lainnya dari aliran tingkah laku ini adalah Burrhus Frederic Skinner. Skinner menayatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar. Reinforcement atau penguatan diartikan sebagai suatu konsekuensi perilaku yang memperkuat perilaku tertentu.7 Teori

reinforcement atau penguatan ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari teori connectionisme.

Dalam teorinya, Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif. Pada penguatan positif, semakin kuat rangsangan yang diberikan maka semakin kuat dorongan siswa untuk merespon. Sedangkan pada penguatan negatif ditunjukkan pada ketidakpuasan siswa dalam tingkah lakunya. Yang termasuk contoh dari penguatan positif diantaranya adalah seorang siswa dapat menjawab pertanyaan dalam ujian dengan benar. Guru memberikan penghargaan berupa nilai tinggi, pujian ataau hadiah. Dengan diberikan penghargaan tersebut maka siswa akan bersemangat kembali mengerjakan tugas berikutnya. Jadi respon dapat diperkuat oleh penghargaan atau hadiah (reward).

7


(29)

psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku anak didik merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkah laku adalah hasil belajar.8 Dalam teori ini hasil belajar akan lebih baik kalau dilatih secara berulang-ulang.

2) Teori Kognitif

Pada teori belajar kognitif, pengetahuan berasal dari penalaran. Secara mutlak diperlukan pemahaman dalam belajar. Sehingga dalam teori ini, seorang siswa dapat dikatakan belajar apabila telah mencapai pemahaman (understanding). Selain itu, menurut psikologi Gestalt dalam belajar faktor pemahaman atau pengertian (insight) merupakan faktor yang sangat penting.9 Sehingga pemahaman sangat diperlukan sebagai modal awal dalam belajar. Ada suatu hukum yang terkenal dari teori Gestalt yaitu hukum Pragnanz yang berati teratur, seimbang dan harmonis.

Untuk menemukan Pragnanz diperlukan adanya pemahaman (insight). Ada enam ciri dari belajar pemahaman ini menurut Ernest Hilgard, yaitu:10

a) Pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar

b) Pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu c) Pemahaman tergantung kepada pengaturan situasi

d) Pemahaman didahului oleh usaha coba-coba e) Belajar dengan pemahaman dapat diulangi

f) Suatu pemahaman dapat diaplikasikan bagi pemahaman situasi lain Konsep perkembangan kognitif juga dikembangkan oleh Bruner. Berangkat dari pemahaman bahwa proses belajar adalah adanya

8

Agus Suprijono, cooperative Learning …, h. 17.

9

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan ..., h. 101.

10

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT


(30)

perkembangan kognitif individu terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan. Tiga tahap tersebut meliputi:11

a) Tahap enaktif (enactive)

Dalam tahap ini individu melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, yaitu dengan pengetahuan motoriknya.

b) Tahap ikonik (iconic)

Dalam tahap ini individu memahami objek-objek pada tahap sebelumnya melalui gambar, yaitu bentuk perumpamaan.

c) Tahap simbolik (symbolic)

Pada tahap ini individu telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Sehingga telah memahami lingkungan sekitarnya melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya.

Perkembangan kognitif yang digambarkan oleh Bruner merupakan proses penemuan konsep. Sehingga belajar akan berhasil jika proses pengajaran diarahkan pada konsep-konsep yang terdapat dalam pokok bahasan yang diajarkan.

Teori kognitif berbeda dengan teori behaviorisme. Teori kognitif menekankan pada peristiwa mental individu. Sedangkan behaviorisme menekankan pada hubungan stimulus dan respon secara berulang. Pada teori kognitif seseorang dapat dikatakan belajar apabila telah memahami seluruh persoalan secara mendalam. Artinya pemahaman sangat diperlukan sebagai proses mental seseorang dalam belajar.

11


(31)

Terdapat banyak pendapat mengenai definisi matematika, sehingga belum ada kesepakatan mengenai definisi tunggal matematika. Ada yang mengatakan bahwa matematika adalah bahasa simbol, bahasa numerik, ilmu yang absrtak dan sebagainya. Matematika berasal dari bahasa Yunani mathematike yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu, mempunyai akar kata mathema

yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan

mathematike sangat erat hubungannya dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar (berpikir).12

Menurut Russeffendi berdasarkan asal katanya, perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran.13 Jadi berdasarkan asal katanya, matematika berarti pengetahuan yang diperoleh dengan berpikir (bernalar).

Beberapa ahli mendefinisikan pengertian tentang matematika. Diantaranya menurut James dan James dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.14 Sedangkan Soejadi memandang bahwa matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak, aksiomatik, dan deduktif.15

12

Erman Suherman, Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. (Bandung: JICA-UPI, 2001), h. 17.

13

Erna Suwangsih, Model Pembelajaran Matematika…, h. 3.

14

H. Erman Suherman, Common Text Book ,…h. 17.

15

Hamzah B Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang


(32)

matematika adalah ilmu logika, logika dalam matematika merupakan dasar terbentuknya matematika. Karena dengan logika atau proses berpikir terbentuklah konsep-konsep matematika. Agar konsep-konsep tersebut dapat dipahami dengan mudah maka digunakan bahasa matematika atau notasi matematika. Selain itu Soejadi mengatakan bahwa salah satunya matematika bersifat deduktif. Pola pikir deduktif disini dapat diartikan sebagai pola pikir dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus. Seorang siswa telah paham mengenai konsep persegi panjang yang telah diajarkan gurunya di sekolah. Saat siswa tersebut berada di pameran lukisan, ia dapat membedakan figura yang berbentuk persegi panjang dengan yang bukan. Maka siswa tersebut pada waktu menunjuk figura telah menggunakan pola pikir deduktif yang sederhana.

Salah satu karakteristik matematika adalah memiliki objek kajian abstrak. Objek dasar itu meliputi:

1) Fakta

Fakta dalam matematika merupakan kesepakatan yang dapat disajikan dalam bentuk lambang atau simbol. Sebagai contoh, kata”dua” disimbolkan dengan “2”, kata “tiga tambah empat” disimbolkan dengan “3+4”.

2) Konsep

Adalah ide abstrak yang memungkinkan orang mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-perstiwa ke dalam contoh dan non contoh. Sebagai contoh geometri “trapesium adalah segiempat yang tepat sepasang sisinya sejajar” atau “segiempat yang terjadi jika sebuah segitiga dipotong oleh sebuah garis sejajar salah satu sisinya disebut trapesium”. Dengan adanya konsep tersebut, maka kita dapat memisahkan apakah bangun tersebut trapesium atau bukan.


(33)

Maksud dari keterampilan disini adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar. Misalnya dalam aritmetika-aljabar adalah penjumlahan, pengurangan, pengambilan akar dan masih banyak lagi. Sedangkan contoh dalam geometri adalah membagi dua sama besar sebuah sudut, menjumlahkan ukuran dua sudut.

4) Prinsip

Prinsip dalam matematika merupakan objek dasar matematika yang paling kompleks karena dapat memuat fakta, konsep dan skill.

Prinsip ini dapat berupa teorema, lemma, sifat, hukum, dan sebagainya. Contohnya ialah, “dua buah segitiga sama dan sebangun bila dua sisi yang seletak dan sudut apitnya kongruen”.

Aspek penilaian yang terdapat dalam pembelajaran matematika atau disebut juga daya matematis siswa terbagi menjadi 4 bagian, yaitu pemacahan masalah (problem solving), komunikasi (communication), penalaran (reasoning) dan koneksi (connections).16 Untuk mencapai aspek penilaian tersebut dibutuhkan proses yang panjang. Sehingga dalam pembelajaran matematika perlu adanya proses pembelajaran yang tepat agar daya matematis siswa dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan.

Matematika merupakan mata pelajaran yang selalu ada pada setiap jenjangnya. Artinya matematika memiliki peranan penting bagi ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, didalam kehidupan ini kita tidak bisa lepas dari matematika. Salah satu cabang dari matematika adalah aritmatika atau berhitung. Dalam transaksi jual beli, menghitung lama perjalanan, maka kita memerlukan proses perhitungan. Begitu juga di Islam untuk mengerjakan shalat lima waktu, memberikan zakat, membagi harta waris (mawaris) perlu perhitungan yang tepat. Selain

16

Mumun Syaban, “Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa”, dari http://educare.e-fkipunla.net/index.php?option=com_content&task=view&id=62&Itemid=7, 27 Januari 2010, h. 2


(34)

oleh beberapa negara maju dalam meningkatkan dan menguasai tekhnologi.

2. Hasil Belajar Matematika a. Pengertian Hasil Belajar

Dari proses belajar maka akan menghasilkan hasil belajar. Selama ini hasil belajar merupakan cerminan dari keberhasilan proses belajar yang dilakukan. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu ”hasil” dan ”belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional.17

Menurut pendapat Nana Sudjana bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.18 Sedangkan Soedijarto mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang diterapkan.19 Tingkat penguasaan atau hasil yang diperoleh dari proses belajar adalah perubahan-perubahan dalam berbagai aspek yaitu aspek berpikir (cognitive), aspek kemampuan merasakan (afective) dan aspek keterampilan (psychomotoric).

Ketiga aspek hasil belajar tersebut diklasifikasi oleh Benyamin Bloom secara garis besar terbaginya menjadi tiga ranah, yaitu:20

1) Ranah kognitif (al-Nahiyah al-Fikriyah)

Dari ketiga aspek hasil belajar tersebut aspek kognitiflah yang paling sering digunakan untuk mengukur hasil belajar. Menurut

17

Purwanto, Evaluasi Hasil Belaja, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. I, h. 44.

18

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2004), Cet.IX, h. 22.

19

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, ...h. 46.

20

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), Cet I, Ed. 1, h. 49.


(35)

jenjang yaitu mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi dan menciptakan (berkreasi).21

Keenam jenjang tersebut adalah sebagai berikut:

a) Mengingat (C1) adalah mengingat kembali pengetahuan yang pernah tersimpan Mengingat ini merupakan proses berpikir yang paling rendah.

b) Memahami (C2) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan kata-katanya sendiri.

c) Menerapkan (C3) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya, dalam situasi baru dan konkret.

d) Menganalisis (C4) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan yang lain.

e) Mengevaluasi (C5) adalah menguraikan bahan/materi kedalam berbagai bagiannya dan menentukan bagaimana antar bagian terkait satu dengan lainnya serta bagaimana keseluruhan terpadu dalam mencapai tujuan.

f) Menciptakan/berkreasi (C6) adalah membuat penilaian sesuatu berdasarkan standar atau kriteria. Kata kunci dari berkreasi adalah

21

Richard I. Arends, Learning to Teach-Belajar untuk mengajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), Ed.7, h.85.


(36)

menemukan, memperbaharui, menyempurnakan, memperkuat, dsb

Gambar 1. Dimensi Kognitif Dalam Taksonomi Bloom Yang Telah Direvisi

(Sumber: http://www.hilman.web.id)

Dari berbagai aspek dan setelah melalui revisi, taksonomi Bloom tetap menggambarkan suatu proses pembelajaran, cara kita memproses suatu informasi sehingga dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa prinsip didalamnya adalah :22

• Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu.

• Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu.

• Sebelum kita mengevaluasi dampaknya maka kita harus mengukur atau menilai.

• Sebelum kita berkreasi sesuatu maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi, serta memperbaharui.

22

n.n, “Revisi Taksonomi Bloom atau Revised Bloom Taxonomy” darii

http://www.hilman.web.id/posting/blog/852/revisi-taksonomi-bloom-atau-revised-bloom-taxonomy.html, 6 mei 2010, 15:14 WIB.

Evaluasi Sintesis Analisis Aplikasi Pemahaman

Ingatan

Level tinggi

Level rendah

Evaluasi Analisis

Level tinggi

Level

Aplikasi Pemahaman

Ingatan

rendah


(37)

Taksonomi untuk daerah afektif mula-mula dikembangkan oleh David R. Krathwohl dan kawan-kawan (1974) dalam buku yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives: Afective Domain.

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku.

3) Ranah Psikomotor (Nahiyah al-harakah)

Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan hasil belajar kognitif dan afektif. Hasil belajar kognitif dan afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan afektifnya.

Adapun hasil belajar itu dikatakan benar-benar baik, apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:23

1) Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. Dalam hal ini guru akan senantiasa membimbing dan melatih siswanya dengan baik. Jika hasil pengajaran yang diberikan itu tidak tahan lama, berarti pengajaran tersebut tidak efektif.

23

Sardiman A.M., Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), Ed. 1, h. 49.


(38)

Pengetahuan yang didapat dari proses pengajaran itu merupakan bagian dari kepribadian setiap siswa. Sehingga akan mempengaruhi pandangannya dalam menghadapi suatu permasalahan. Sebab pengetahuan yang didapat dirasakan lebih bermakna oleh siswa.

Bukti bahwa seseorang itu telah belajar adalah terjadinya perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar. Selain itu hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan pendidikan, sehingga hasil belajar yang diukur tergantung kepada tujuan pendidikannya.

2

Insrtumental input/ Masukan alat

1 4 5 6

Raw input/ Masukan mentah

Hasil langsung

Hasil akhir Proses pengajaran

3 Lingkungan

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Pada proses belajar mengajar tentunya ada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Untuk mengetahui faktor-faktor tersebut maka perlu dianalisis, untuk menemukan persoalan-persoalan apa yang terlibat di dalam kegiatan belajar. Kegiatan belajar mengajar dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Proses belajar mengajar


(39)

1. Masukan mentah/ raw input: siswa/subjek belajar.

2. Masukan alat/ instrumental input, terdiri: tenaga, fasilitas, kurikulum, sistem administrasi dan lain-lain.

3. Lingkungan: antara lain keluarga, masyarakat, sekolah.

4. Proses pengajaran, merupakan proses interaksi anatara unsur

raw input, instrumental input dan juga pengaruh lingkungan. 5. Hasil langsung: merupakan tingkah laku siswa setelah belajar

melalui proses belajar-mengajar, sesuai dengan materi/bahan yang dipelajarinya.

6. Hasil akhir: merupakan sikap dan tingkah laku siswa setelah ada dalam masyarakat.

Siswa dalam hal ini sebagai subjek belajar yang diberi pengalaman belajar dalam proses pengajaran. Proses belajar mengajar dapat dipengaruhi oleh masukan mentah/ raw input, masukan alat/

instrumental input dan lingkungan. Siswa sebagai raw input

mempunyai karakteristik, baik fisiologis maupun psikologis. Yang dimaksud fisiologis adalah bagaimana kondisi fisiknya, panca indera dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk psikologis adalah minatnya, tingkat kecerdasannya, bakatnya, motivasinya, kemampuan kognitifnya dan sebagainya. Karakteristik yang dimiliki siswa juga dapat mempengaruhi proses serta hasil belajarnya.

Selain itu, yang mempengaruhi proses serta hasil belajar adalah

instrumental input dan lingkungan. Yang termasuk instrumental input

adalah tenaga, fasilitas, kurikulum, sistem administrasi dan lain-lain.

Instrumental input inilah yang sangat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Karena instrumental input yang sangat menetukan bagaimana proses belajar mengajar dirasakan oleh siswa.

Setelah proses pengajaran berlangsung maka ada sesuatu yang dihasilkan. Hasil langsung dari proses pengajaran adalah berupa tingkah laku sesuai dengan materi/ bahan yang diajarkan. Materi yang


(40)

sering diukur adalah pada aspek berpikir (ranah kognitif). Dan pada hasil akhirnya akan tercermin pada sikap dan tingkah laku siswa setelah ada dalam masyarakat.

3. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran merupakan satu kesatuan yang utuh antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran. Pada dasarnya model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.24 Pada kamus Inggris-Indonesia karangan John M. Echols dan Hassan Shadily, kooperatif (cooperative) artinya bekerjasama.25 Sedangkan secara etimologi pembelajaran kooperatif (cooperative learning) mempunyai arti belajar bersama antara dua orang atau lebih. Sedangkan pembelajaran kooperatif dalam artian yang lebih luas memiliki definisi yang antara lain adalah belajar bersama yang melibatkan antara 4-5 orang, yang bekerja bersama menuju kelompok kerja dimana tiap anggota bertanggungjawab secara individu sebagai bagian dari hasil yang tak akan bisa dicapai tanpa adanya kerjasama antar kelompok. Dengan kata lain, anggota kelompok saling ketergantung positif.26

Dilihat dari definisi tersebut, model pembelajaran kooperatif mengandung pengertian berpikir bersama dalam kelompok dan saling membantu antar sesama dalam menyelesaikan tugas. Selain itu model

24

Akhmad Sudrajat, “Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik, dan Model Pembelajaran” dari http://www.psb-psma.org/content/blog/pengertian-pendekatan-strategi-metode-taktik-dan-model-pembelajaran, 21 Agustus 2010, 13.31 WIB.

25

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris- Indonesia: An English-Indonesian Dictionary, (Jakarta: PT Gramedia, 1996), Cet. XXIII, h. 147.

26


(41)

kritis, kemampuan komunikasi, kemampuan sosial dan sebagainya, yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar siswa ke arah yang lebih baik.

Adapun ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:27

1) Siswa bekerja dalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar. 2) Kelompok-kelompok dibentuk terdiri dari siswa yang mempunyai

kemampuan rendah, sedang, dan tinggi.

3) Bila memungkinkan, kelompok-kelompok terdiri dari ras, budaya dan jenis kelamin yang beragam.

4) Sistem reward-nyaberorientasi pada kelompok maupun individu. Pada model pembelajaran kooperatif, keberhasilan tidak semata-mata diperoleh dari guru, tetapi juga keterampilan yang dilakukan oleh siswa. Untuk mencapai keberhasilan yang optimal, maka sangat dipengaruhi oleh keterlibatan anggota dari masing-masing kelompok. Lungdren menyusun keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut secara terinci dalam tiga tingkatan keterampilan, yaitu:28

1) Keterampilan kooperatif tingkat awal, antara lain:

a) Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan tanggung jawabnya.

b) Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan teman dengan tugas tertentu dan mengambil tanggung jawab tertentu dalam kelompok.

c) Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota kelompok untuk berkontribusi.

d) Menggunakan kesepakatan, yaitu menyamakan pendapat (persepsi).

2) Keterampilan kooperatif tingkat menengah, antara lain:

27

Richard I. Arends, Learning to Teach …, h. 5.

28

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), Cet. I, h. 46.


(42)

b) Bertanya, yaitu meminta atau menyampaikan kemabali informasi.

c) Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan kalimat yang berbeda.

d) Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan bahwa jawaban tersebut benar.

3) Keterampilan kooperatif tingkat mahir

Keterampilan kooperatif pada tingkat mahir yaitu mengelaborasi, artinya memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan pendapat-pendapat dengan topik tertentu.

b. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

Tujuan model pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional. Pada kelompok tradisional hal yang terlihat adalah kompetisi antar siswa, artinya sesama siswa tidak saling peduli. Sedangkan tujuan dari model pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.

Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu :29

1) Hasil belajar akademik

Salah satu aspek penting model pembelajaran kooperatif adalah bahwa selain membantu meningkatkan perilaku kooperatif dan hubungan kelompok yang lebih baik diantara para siswa, pada saat yang sama ia juga membantu siswa dalam pembelajaran akademiknya. Para pengembang model ini juga telah menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif telah dapat

29

Isjoni, Cooperative Learning-Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok,


(43)

norma yang berhubungan dengan hasil belajar. 2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Model pembelajaran kooperatif mempunyai efek terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial, kemampuan, dan ketidakmampuan. Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.

Prestasi akademis

Cooperative learning

Toleransi dan penerimaan keanekaragaman 3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki karena manusia adalah makhluk sosial. Falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.

Dari tujuan pembelajaran kooperatif dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3. Hasil yang Diperoleh Pelajar dari Cooperative Learning (Sumber : Richard I Arends 2009: 5)


(44)

Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima karakteristik dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima karakteristik tersebut adalah sebagai berikut :30

1) Saling Ketergantungan Positif (Positive Interdependence)

Saling ketergantungan positif menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok.

Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok.

Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan.

Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu:

a) Menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya merupakan bagian dalam kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan. Peserta didik harus bekerja sama untuk mencapai tujuan.

b) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.

c) Mengatur sedemikian rupa sehingga peserta didik belum dapat menyelesaikan tugas, sebelum mereka menyatukan perolehan tugas mereka menjadi satu.

d) Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung dan saling berhubungan, saling melengkapi, dan saling terikat dengan peserta didik lain dalam kelompok. 2) Tanggung Jawab Perseorangan (Personal responsibility)

Tujuan dari kelompok belajar kooperatif adalah membuat tiap-tiap anggota menjadi individu yang lebih kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya mereka

30


(45)

menumbuhkan tanggung jawab perseorangan adalah sebagai berikut :

a) Kelompok belajar jangan terlalu besar. b) Melakukan assesmen terhadap setiap siswa.

c) Memberi tugas kepada setiap siswa, yang dipilih secara random untuk mempresentasikan hasil kelompoknya kepada guru maupun kepada seluruh peserta didik didepan kelas.

d) Mengamati setiap kelompok dan mencatat frekuensi individu dalam membantu kelompok.

e) Menugasi seorang anak didik untuk berperan sebagai pemeriksa di kelompoknya.

f) Menugasi anak didik mengajar temannya.

3). Interaksi Promotif (Face to Face Promotive Interaction)

Yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara. Ciri-ciri interaksi promotif adalah:

a) Saling membantu secara efektif dan efisien.

b) Saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan.

c) Memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien. d) Saling mengingatkan

e) Saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi.

f) Saling percaya.

g) Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama. 4). Komunikasi antaranggota (Interpersonal Skill)

Diantara tujuan pembelajaran kooperatif adalah melatih anak didik untuk mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Untuk dapat mencapai tujuan peserta didik harus:

a) Saling mengenal dan memercayai.


(46)

d) Mampu menyelesaikan konflik secara tepat. 5). Pemrosesan kelompok (Group processing)

Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan konstribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Untuk peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur

reward-nya. Struktur tugas berhubungan bagaimana tugas diorganisir. Sedangkan struktur tujuan dan reward mengacu pada kerjasama yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan maupun

reward.

Ada kekhawatiran dalam pembelajaran kooperatif bahwa pelaksanaan di kelas akan menimbulkan kekacauan atau membuat siswa tidak aktif. Maka perlu menerapkan lima karakteristik yang telah dijelaskan. Selain itu, guru perlu memahami langkah-langkah model pembelajaran kooperatif. Terdapat enam fase pada pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut:31

Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase – fase Tingkah Laku Guru

FASE 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

FASE 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan kepada siswa dengan jalan demontsrasi atau lewat bahan bacaan.

FASE 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok

belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien

FASE 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

31


(47)

FASE 5

Evaluasi

materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasikan hasil kerjanya.

FASE 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

d. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif

Dengan menerapkan pembelajaran kooperatif siswa memiliki banyak keuntungan yang dirasakan. Beberapa kelebihan ketika pembelajaran kooperatif diterapkan dengan baik, diantaranya sebagai berikut :

1) Dalam pembelajaran kooperatif siswa dapat saling bekerja sama sehingga saling ketergantungan positif. Tidak dengan pembelajaran tradisional yaitu terjadinya kompetisi antar siswa yang lebih mementingkan diri sendiri.

2) Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam suasana belajar mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis.

3) Dapat mengembangkan dan melatih berbagai sikap, nilai dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat.

4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.

5) Pembelajaran kooperatif mendorong komunikasi antar siswa, dan hasilnya adalah pembelajaran yang lebih baik dan hubungan antar individu yang semakin membaik.

6) Pembelajaran kooperatif merupakan suatu sistem pembelajaran yang kuat untuk meningkatkan kepercayaan diri sebagai seorang pembelajar dan pemecah masalah dan lebih menghargai dengan adanya keanekaragaman dari berbagai siswa.


(48)

Dalam buku handbook of cooperatif learning karangan Shlomo Sharan dijelaskan bahwa untuk memulai menggunakan pembelajaran kooperatif dalam kelas matematika SMP, guru bisa memulai dengan beberapa struktur kooperatif yang bisa mendorong interaksi siswa. Berikut ini adalah pembelajaran kooperatif yang direkomendasikan oleh Shlomo Sharan untuk pengajaran matematika SMP yang bermanfaat untuk digunakan dalam bidang matematika umum, kelas al-jabar dan geometri. Diantaranya yaitu :32

1) Wawancara 3 tahap 2) Jigsaw

3) Numbered Head Together (NHT) 4) Think Pair Share (TPS)

5) Group Investigation (GI) 6) Pemecahan Masalah kelompok 7) Round Table

8) Berbagai Potongan

9) Pengecekan Pasangan (Pair checks)

Di dalam kelas terdapat berbagai macam siswa, baik dari segi kemampuan maupun karakteristik masing-masing siswa. Dengan perbedaan tersebut dapat saling melengkapi. Seringkali terdapat siswa yang mendominasi dalam proses pembelajaran, mereka melakukannya dengan sengaja dan tidak mengerti bahwa perilakunya tersebut akan berpengaruh pada temannya atau pada pekerjaan kelompoknya. Siswa-siswa ini perlu belajar tentang nilai berbagi dan tata cara mengekang perilaku dominatifnya.

Salah satu cara untuk membantu siswa-siswa yang mendominasi adalah dengan belajar keterampilan berbagi yaitu dengan bekerja berpasangan dan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe pair

32

Sholomo Sharan, Handbook of Cooperative Learning, (Yogyakarta: imperium, 2009), h. 362.


(49)

meliputi delapan langkah yang direkomendasikan oleh Kagan diantaranya pairwork (bekerja berpasangan), coach checks (pelatih mengecek), coach praises (pelatih memberi pujian), partner switch roles (bertukar peran), pair check (pasangan mengecek) dan team celebrate (perayaan kelompok). 33

Langkah-langkah tersebut dijelaskan sebagai berikut: Langkah 1 : Pairwork (Bekerja berpasangan)

Siswa didalam kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok. Kelompok-kelompok tersebut terbagi menjadi pasangan-pasangan. Didalam kelompok-kelompok beranggotakan empat orang, setiap pasangan memiliki dua peran; penyaji (pemecah masalah) dan

coach (pelatih). Salah seorang diantara masing-masing pasangan mengerjakan worksheet atau soal sementara pasangannya mengamati dengan cermat, memberi atau mencatat kesalahan yang muncul.

Langkah 2 : Coach checks (Pelatih mengecek)

Pada langkah ini coach memeriksa pekerjaan pasangannya. Bila coach dan penyaji tidak sepakat tentang jawaban atau idenya, mereka meminta pendapat pasangan lain dalam satu kelompok.

Langkah 3 : Coach praises (Pelatih memberi pujian)

Bila pasangan sepakat, maka coach memberikan pujian agar suasana lebih menarik.

Langkah 4-6: Partner switch roles (Bertukar peran)

Setelah selesai mengecek, maka pasangan itu bergantian peran. Ulangi langkah 1 sampai 3.

Langkah 7 : Pair check (Pasangan mengecek)

33


(50)

jawaban-jawaban mereka untuk melihat apakah mereka sepakat. Selain itu, guru mengarahkan jawaban atau ide sesuai konsep.

Langkah 8 : Team celebrate (Perayaan kelompok)

Bila semua anggota kelompok setuju jawabannya, maka para anggota kelompok saling bersalaman dengan gerakan tertentu atau bersorak tanda setuju dengan kata-kata tertentu yang membuat mereka semangat. Selain itu, guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang jawabannya benar.

Dengan melihat langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe

pair checks, siswa dapat saling berbagi tentang kemampuan kognitifnya, meningkatkan kemampuan komunikasi, meningkatkan kemampuan sosialnya sesama anggota kelompok dan sebagainya. Selain itu pada pembelajaran kooperatif tipe pair checks ini dapat terjadi meningkatan kemampuan berpikir yang tadinya tidak tahu menjadi tahu atau pengetahuannya yang dimiliki keliru. Seperti dijelaskan pada langkah-langkah pair checks yaitu pada langkah pertama ketika pasangan lain sedang mengamati pekerjaan temannya. Sehingga dalam pengamatan tersebut jika ada pengerjaan temannya yang menurutnya salah tetapi setelah diamati ternyata jawabannya benar maka coach akan mendapatkan pengetahuan yang baru. Dengan adanya pengetahuan yang baru maka akan berpengaruh pada hasil belajar kearah yang positif atau lebih baik.

4. Model Pembelajaran Klasikal

Pada model pembelajaran klasikal, istilah klasikal dapat diartikan sebagai secara klasik yang menyatakan bahwa kondisi yang sudah lama terjadi, dapat juga diartikan sebagai bersifat kelas. Jadi pembelajaran klasikal berarti pembelajaran konvensial yang biasa dilakukan di kelas


(51)

tidak berbeda sehingga mereka mendapat pelajaran secara bersama, dengan cara yang sama dalam satu kelas sekaligus. Metodenya cenderung menggunakan metode tanya jawab dan metode ceramah. Sehingga guru terlihat sangat mendominasi pada proses pembelajaran di kelas.34 Sehingga pembelajaran tersebut terlihat hanya satu arah, yaitu guru memberikan informasi.

B.

Kerangka Berpikir

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dianggap oleh para siswa di sekolah, yaitu dengan rumus-rumus atau persoalan dalam matematika terlalu banyak dan sukar untuk dipahami. Selain itu siswa merasa cepat bosan dengan pembelajaran matematika yang monoton, akibatnya siswa cenderung tidak menyukai pelajaran matematika.

Agar hal tersebut dapat tidak terus berulang maka para guru matematika selalu mencoba dan terus berusaha mencari model pembelajaran yang tepat yang sesuai dengan materi dalam matematika. Para guru juga selalu berusaha kreatif mencari strategi pembelajaran yang menarik sehingga dapat menumbuhkan minat siswa untuk lebih menyenangi pelajaran matematika sehingga dapat mencapai keberhasilan yang terus membaik dan dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, guru dapat memilih model pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajarannya. Salah suatu model pembelajarannya adalah model pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran kooperatif mencakup kelompok-kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan suatu masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama, sehingga siswa lebih mudah menemukan dan memakai konsep-konsep yang sulit.

34


(52)

pembelajaran kooperatif yang bisa digunakan untuk memajukan pembentukan kelompok, mendengarkan aktif, berpikir, saling berbagi dan berpartisipasi. Siswa bergantian dalam berkontribusi dalam kelompoknya masing-masing, pembelajaran ini juga merupakan pembelajaran yang menyenangkan dan menarik dengan lebih mementingkan proses untuk mendapatkan hasil belajar matematika yang lebih baik. Hal itu menunjukkan pembelajaran kooperatif tipe pair checks merupakan suatu langkah yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka model pembelajaran kooperatif tipe pair checks dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa khususnya pada pelajaran matematika. Dengan demikian dapat diduga bahwa model pembelajaran kooperatif tipe pair checks mempengaruhi hasil belajar matematika siswa.

C.

Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan landasan teoretik yang telah diuraikan, maka peneliti mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: Rata-rata hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe pair checks

lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran klasikal.


(53)

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MTs Negeri 22 yang beralamat di Jl. Buni Cilangkap kecamatan Cipayung Jakarta Timur

2. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2009/2010 pada bulan Mei sampai dengan bulan Juni.

B.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa MTs Negeri 22 Jakarta, sedangkan populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII MTs Negeri 22 Jakarta. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cluster random sampling, yaitu pemilihan sampel bukan didasarkan pada individual, tetapi pada kelompok subjek yang secara alami berkumpul bersama. Setelah dilakukan sampling terhadap empat kelas yang ada, diperoleh sampel secara random adalah kelas VII-1 sebagai kelompok eksperimen kelas VII-2 sebagai kelompok kontrol.

C.

Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen yaitu metode yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Pada kelas eksperimen dalam proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe pair checks. Sedangkan pada kelas kontrol menggunakan model pembelajaran klasikal.


(54)

Group Design:1

E X O1

K O2

R

Gambar 4. Desain Penelitian

Keterangan:

E : Kelompok eksperimen

K : Kelompok kontrol

R : Random

X : Perlakuan

O1 : Hasil post-test kelompok eksperimen

O2 : Hasil post-test kelompok kontrol

Desain ini terdiri dari dua kelompok yang dipilih secara random. Kelompok pertama (kelompok eksperimen) diberi perlakuan (X) yaitu model pembelajaran kooperatif tipe pair checks, sedangkan kelompok kedua (kelompok kontrol) tidak diberi perlakuan tersebut. Peneliti menggunakan desain ini dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika siswa dengan yang diberi treatment (perlakuan) dengan yang tidak diberi perlakuan. Sehingga pengaruh perlakuan tersebut dapat dianalisis menggunakan uji beda, yaitu menggunakan statistik t-test.

D.

Teknik Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen tes berbentuk pilihan ganda sebanyak 15 soal dan tes uraian sebanyak 5 soal untuk mengukur hasil belajar matematika siswa pada pokok bahasan segitiga. Aspek yang diukur

1


(1)

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe pair checks lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran klasikal. Dalam hal ini karena pembelajaran kooperatif tipe pair checks menjadikan pemahaman siswa lebih berkembang karena pada proses pembelajaran guru tidak memberikan penjelasan materi terlebih dahulu. Pada proses pembelajaran ini, siswa terlibat langsung (learning by doing) sehingga membuat proses pembelajaran lebih bermakna bagi mereka.

D. Keterbatasan Penelitian

Penulis menyadari penelitian ini belum sempurna. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan dalam pelaksanaan penelitian ini, namun masih ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya diteliti pada pokok bahasan segitiga saja, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain.

2. Kondisi siswa yang terbiasa hanya menerima informasi yang diberikan oleh guru (teacher centered) sehingga terasa kaku pada awal pertemuan. 3. Alokasi waktu yang kurang sehingga diperlukan persiapan dan pengaturan

kelompok yang baik.

4. Jumlah siswa yang terlalu banyak dengan keterbatasan ruangan menggangu konsentrasi siswa dalam proses pembelajaran dan guru kesulitan memantau siswa secara perorangan.

5. Pengadaan media pembelajaran yang kurang lengkap sehingga proses pembelajaran yang dilakukan kurang optimal. Sebagai contoh pada materi melukis segitiga dan garis-garis segitiga diperlukan jangka, busur dan penggaris kayu.


(2)

58

6. Kontrol terhadap kemampuan subjek penelitian hanya meliputi variabel pembelajaran kooperatif tipe pair checks dan hasil belajar matematika siswa. Variabel lain seperti minat, motivasi, inteligensi, lingkungan belajar, dan lain-lain tidak terkontrol. Karena hasil penelitian dapat saja dipengaruhi variabel lain di luar variabel yang ditetapkan dalam penelitian ini


(3)

A.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji-t didapatkan informasi sebagai berikut:

1. Hasil belajar matematika kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe pair checks yaitu diperoleh nilai rata-rata sebesar 69,93, median sebesar 67,73, modus sebesar 72,50, simpangan baku sebesar 17,57, varians sebesar 308,74. Siswa yang mendapat nilai di atas rata-rata yaitu sebesar 52,38%, dan siswa yang mendapat nilai di bawah rata-rata yaitu sebesar 47,61%. Sedangkan hasil belajar matematika kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran klasikal yaitu diperoleh nilai rata-rata sebesar 61,93, median sebesar 57,64, modus sebesar 68,50, simpangan baku sebesar 18,42 dan variansnya sebesar 339,18. Siswa yang mendapat nilai di atas rata-rata yaitu sebesar 54,76% dan siswa yang mendapat nilai di bawah rata-rata yaitu sebesar 45,23%.

2. Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe pair checks adalah 69,93, sedangkan rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran klasikal adalah 61,93. Hasil pengujian hipotesis diperoleh nilai thit =2,04 dan ttabel =1,66. Data ini menunjukkan bahwa tabel, maka tolak H0 dan terima H1. Dapat dikatakan

rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe pair checks lebih tinggi daripada rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran klasikal.

hitung t

t >


(4)

60

B.

Saran

Terdapat beberapa saran peneliti terkait hasil penelitian pada skripsi ini, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe pair checks berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa MTs, sehingga pembelajaran kooperatif tipe pair checks bisa menjadi metode pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan guru matematika dalam upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa 2. Pihak sekolah diharapkan bisa memberi masukan dan dukungan bagi guru

matematika untuk dapat menerapkan berbagai metode pembelajaran, seperti pembelajaran kooperatif tipe pair checks sebagai upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

3. Guru hendaknya sudah merencanakan dengan matang sebelum pelaksanakan, seperti kondisi ruangan, alokasi waktu dan lembar kerja siswa (LKS). LKS dibuat sejelas-jelasnya sehingga siswa mengerti maksud dari pertanyaan di LKS.

4. Karena beberapa keterbatasan dalam melaksanakan penelitian ini, maka disarankan ada penelitian lanjut yang meneliti tentang pembelajaran kooperatif tipe pair checks pada pokok bahasan lain atau mengukur aspek yang lain.


(5)

Admin, “Siswa SMP yang Gagal Ujian Meningkat”, dari www.republika.co.id, 26 Oktober 2009.

Arends, Richard I., Learning to Teach-Belajar untuk mengajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi Revisi, Cet.VI. Jakarta: Bumi Aksara, 2005.

Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2009.

Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia: An English-Indonesian Dictionary, Cet. XXIII, Jakarta: PT Gramedia, 1996.

Faturrohman, Pupuh dan M. Sobry Sutikno, Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, Cet. I, Bandung: PT. Refika Aditama.

Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2001.

Hernawan, Asep Herry dkk., Belajar dan Pembelajaran Sekolah Dasar, Bandung: UPI Press, Cet. I, 2007, h. 2

Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari http://timss.bc.edu/TIMSS2007/techreport.html, 6 September 2009.

Isjoni, Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, Cet.II, Bandung: Alfabeta, 2009.

Junaedi, Strategi Pembelajaran, Edisi I, PGMI Lapis, 2008.

M, Sardiman A., Interaksi dan Motivasi BelajarMengajar.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Edisi I, 2009, h. 49.

n.n, “Revisi Taksonomi Bloom atau Revised Bloom Taxonomy” darii http://www.hilman.web.id/posting/blog/852/revisi-taksonomi-bloom-atau-revised-bloom-taxonomy.html, 6 mei 2010, 15:14 WIB.

Purwanto, Evaluasi Hasil Belaja, Cet. I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Purwanto, M. Ngalim, Psikologi Pendidikan, Cet. XIX, Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2003.


(6)

62

Santoso, Gempur, Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Cet. I, . Jakarta: Pustaka Prestasi, 2005.

Sharan, Sholomo, Handbook of Cooperative Learning, Yogyakarta: Imperium, 2009

Subana, M dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Cet.II, Jakarta: Pustaka Setia, 2005.

Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Cet I, Ed.1, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.

Sudjana, Metoda Statistika, Cet. III, Bandung: Tarsito, 2005

Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Cet.IX, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, Cet. V, Bandung: Alfabeta, 2008.

Suherman, Erman, Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: JICA-UPI, 2001.

Suherman, Erman, “Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa”, dari www.scribd.com, 16 September 2009.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Landsasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007.

Suprijono, Agus, Cooperative Learning Teori &Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009.

Suwangsih, Erna dan Tiurlina, Pembelajaran Matematika, Jakarta: UPI Press, 2006.

Syaban, Mumun, “Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa”, dari http://educare.efkipunla.net/index.php?option=com_content&task=view&i d=62&Itemid=7, 27 Januari 2010.

Uno, Hamzah B, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif, Jakarta: Bumi Aksara, 2007.

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007.

Zainurie, “Model-model Pembelajaran”, dari www.zainurie.files.wordpress.com, 24 Maret 2010, 10.25 WIB.


Dokumen yang terkait

Penerapan model pembelajaran kooperatif dengan teknik Student Teams Achievement Division (STAD) untuk meningkatkan hasil belajar fiqih di MTs Nurul Hikmah Jakarta

0 9 145

Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui pendekatan pembelajaran kooperatif model think, pair and share siswa kelas IV MI Jam’iyatul Muta’allimin Teluknaga- Tangerang

1 8 113

Upaya meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas 3 melalui metode pembelajaran kooperatif tipe TGT : teams games tournament di MI Darul Muqinin Jakarta Barat

0 29 169

Penerapan model pembelajaran cooperative teknik think pair square (Tps) dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih kelas VIII H di Mts pembangunan uin Jakarta

0 15 161

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECKS BERBANTUAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII MTS MA’ARIF UDANAWU - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

1 5 3

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECKS BERBANTUAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII MTS MA’ARIF UDANAWU - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 2

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECKS BERBANTUAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII MTS MA’ARIF UDANAWU - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 8

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECKS BERBANTUAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII MTS MA’ARIF UDANAWU - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 3 16

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECKS BERBANTUAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII MTS MA’ARIF UDANAWU - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 16

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PAIR CHECKS BERBANTUAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII MTS MA’ARIF UDANAWU - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 33