B. Saran
Berdasarkan pembahasan terhadap permasalahan dan kesimpulan di dalam penelitian ini, maka saran yang diharapkan adalah:
1. Diharapkan terhadap putusan hakim dalam kasus merek kinotakara tidak bersifat
subjektif sebab pihak PT. Royal Body Care adalah perusahaan yang ada di Indonesia dan K-Link Sendirian Berhad adalah perusahaan yang berpusat di
Malaysia. Diharapkan pula terhadap putusan hakim dalam kasus merek prada yang membatalkan merek prada milik Fahmi Babra tidak disertai dengan putusan
ganti rugi sebab dari tuntutangugatan ganti rugi yang diajukan PREFEL S.A., hakim semestinya harus dipengaruhi oleh pertimbangan hati nurani, terlebih
bahwa masing-masing pihak penggugat sebenarnya belum terlalu mengalami kerugian yang berarti atas penggunaan merek tanpa hak dari pengusaha lain,
misalnya sengketa merek prada dalam hal PREFEL S.A. sebagai pemilik sah merek Prada, tidak terlalu mengalami kerugian karena merek prada milik
PREFEL S.A. baru mulai dipasarkan di Indonesia pada tahun 1995 melalui distributor resminya PT. Mahagaya Perdana. Sementara Fahmi Babra sebagai
pengusaha yang beritikad tidak baik baru mendaftarkan merek prada miliknya pada kisaran tahun yang sama.
2. Diharapkan kepada Direktorat Jenderal HKI harus lebih cermat dalam mengamati
terhadap pendaftaran maupun pemakaian selanjutnya merek dagang baik yang asing maupun yang lokal dengan mengacu pada SK Menteri Kehakiman Nomor:
M.01.HC.0101 tahun 1987 yang telah direvisi oleh SK Menteri Kehakiman
Universitas Sumatera Utara
Nomor: M.03.HC.02.01 tahun 1991, sehingga menjadi pedoman dalam setiap permohonan pendaftaran merek. Secara hierarkis Departemen Hukum dan HAM
sebagai instansi yang lebih tinggi diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap segala proses pendaftaran merek yang dilakukan oleh Direktorat
Jenderal HKI agar tidak terulang kembali kasus-kasus merek yang didaftarkan karena itikad tidak baik.
3. Upaya hukum dalam perkara merek dilakukan dengan cara langsung kasasi ke
Mahkamah Agung, Hakim-hakim di Pengadilan Niaga dan Hakim-hakim di Mahkamah Agung dalam mengadili perkara merek diharapkan memiliki perspesi
yang sama dengan kualitas pengetahuan yang memadai dalam memutus sengketa merek sehingga tidak terjadi perbedaan substansi dalam putusan. Diharapkan pula
agar pihak-pihak yang bersengketa mengenai itikad tidak baik dari pihak ketiga dalam pendaftaran mereknya, dapat memilih penyelesaian sengketa melalui non
litigasi sebab cara seperti ini lebih mudah dan tidak memakan waktu yang lama sehingga kegiatan aktvitas bisnis dalam penggunaan merek pun tidak terganggu.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku