BAB III PEMBUKTIAN ITIKAD TIDAK BAIK DALAM KASUS PENDAFTARAN
MEREK DI INDONESIA
A. Sistem Pembuktian
Sistem pembuktian dalam hukum perdata merupakan bagian yang sangat kompleks dalam proses litigasi. Keadaan kompleksitasnya makin rumit, karena
pembuktian berkaitan dengan kemampuan merekonstruksi kejadian atau peristiwa masa lalu sebagai suatu kebenaran. Meskipun kebenaran yang dicari dan diwujudkan
dalam proses peradilan perdata, bukan kebenaran yang bersifat absolut, tetapi bersifat kebenaran relatif atau bahkan cukup kemungkinan, namun untuk mencari kebenaran
yang demikian pun, tetap menghadapi kesulitan.
96
Kedudukan hakim pada prinsipnya dalam proses pembuktian, sesuai dengan sistem adversarial
97
adalah lemah dan pasif. Tidak aktif mencari dan menemukan kebenaran di luar apa yang diajukan dan disampaikan para pihak dalam persidangan.
Kedudukan hakim dalam proses perdata sesuai dengan sistem adversarial atau kontentiosa tidak boleh melangkah ke arah sistem inkuisitorial. Hakim perdata dalam
menjalankan fungsi mencari kebenaran, dihalangi oleh berbagai tembok pembatas. Misalnya, tidak boleh bebas memilih sesuatu apabila hakim dihadapkan dengan alat
bukti yang sempurna dan mengikat akta otentik, pengakuan atau sumpah. Dalam hal
96
John J. Cound, C.S., Civil Procedure: Cases Material, St. Paul Minn: West Publishing, 1985, hal. 867.
97
Sistem adversarial mengharuskan hak yang sama kepada para pihak yang berperkara untuk saling mengajukan kebenaran masing-masing, serta mempunyai hak untuk saling membantah
kebenaran yang diajukan pihak lawan sesuai dengan proses adversarial.
Universitas Sumatera Utara
ini, sekalipun kebenarannya diragukan, hakim tidak memiliki kebebasan untuk menilainya.
98
M. Yahya Harahap, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan prinsip pembuktian adalah landasan penerapan pembuktian. Landasan ini harus dijadikan
sebagai patokan dalam penerapan sistim pembuktian perdata dan berlaku bagi sistim hukum pembuktian secara umum. Prinsip pembuktian dalam hukum perdata adalah
pembuktian yang mencari dan mewujudkan kebenaran formil.
99
Sistem pembuktian yang dianut dalam Hukum Acara Perdata tidak bersifat stelsel negatif menurut undang-undang negatief wettelijk stelsel, seperti dalam
proses pemeriksaan pidana yang menuntut pencarian kebenaran.
100
Sebagaimana dalam hukum pidana, tidaklah sedemikian halnya pembuktian dalam hukum perdata.
Prinsip pembuktian dalam hukum acara perdata, kebenaran yang dicari dan diwujudkan hakim, cukup kebenaran formil dan dari diri hakim tidak dituntut
keyakinan hakim. Hal ini bukan berarti dalam hukum perdata, hakim dilarang mencari kebenaran materil, akan tetapi hakim dibolehkan mencari kebenaran materil
98
Subekti, Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramita, 1987, hal. 9.
99
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, hal. 498.
100
M. Yahya Harahap., Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Edisi Kedia, Jakarta: Sinar Grafika,
1985, hal. 282-283. Lihat juga: Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Pertama: Harus dibuktikan berdasarkan alat bukti yang mencapai batas minimal pembuktian, yakni sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah dalam arti memenuhi syarat formil dan materil. Kedua: di atas pembuktian yang mencapai batas minimum tersebut, harus didukung lagi oleh keyakinan hakim
tentang kebenaran keterbuktian kesahalan terdakwa beyond a reasonable doubt.
Universitas Sumatera Utara
asalkan kebenaran itu ditegakkan di atas landasan alat bukti yang sah dan memenuhi syarat. Sebagaimana dalam putusan MA No.1071 KPdt1984.
101
Hakim dalam persidangan perdata bersifat pasif. Artinya, hakim hanya terbatas menerima dan memeriksa sepanjang mengenai hal-hal yang diajukan
penggugat dan tergugat. Oleh karenanya, fungsi dan peran hakim dalam proses perkara perdata, hanya terbatas pada: mencari dan menemukan kebenaran formil dan
kebenaran itu diwujudkan sesuai dengan dasar alasan dan fakta-fakta yang diajukan oleh para pihak selama proses persidangan berlangsung. Sekiranya hakim yakin
bahwa apa yang digugat dan diminta penggugat adalah benar tetapi penggugat tidak mampu mengajukan bukti tentang kebenaran yang diyakininya, maka hakim harus
menyingkirkan keyakinan itu, dengan menolak kebenaran dalil gugatan, karena tidak didukung dengan bukti dalam persidangan.
102
Hakim dalam persidangan perdata tidak dibenarkan mengambil keputusan tanpa berdasarkan pembuktian. Ditolak atau dikabulkannya gugatan, harus
berdasarkan pembuktian yang bersumber dari fakta-fakta yang diajukan oleh para pihak. Pembuktian hanya dapat ditegakkan berdasarkan dukungan fakta-fakta.
101
PT. Menado No.1041982 Tanggal 10 Desember 1992, jo PN Tornado No.1441981 Tanggal 14 Oktober 1981. Berpendapat bahwa keyakinan PT yang membenarkan bahwa penggugat
tidak ditodong dengan senjata api pada saat menandatangani kertas kosong yang ternyata menjelma menjadi surat perjanjian jual-beli, dapat dibenarkan dengan ketentuan asal keyakinan itu berpijak di
atas landasan alat bukti yang sah memenuhi batas minimal pembuktian. Ternyata keyakinan itu disimpulkan PT berdasarkan ketentuan saksi-saksi dengan demikian keyakinan itu diambil oleh PT
berdasarkan alat bukti yang sah. Jadi, kalaupun yakin tetapi keyakinan itu tidak ditegakkan di atas landasan alat bukti yang sah, tidak dibenarkan hukum. Sebaliknya kalaupun hakim tidak yakin, asalkan
pihak yang berperkara dapat membuktikan berdasarkan alat bukti yang sah, hakim harus menerimanya sebagai kebenaran, meskipun kualitasnya hanya bersifat kebenaran formil.
102
A. Pitlo, Pembuktian dan Daluarsa, Jakarta: Internusa, 1986, hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
Pembuktian tidak dapat ditegakkan tanpa ada fakta-fakta yang mendukungnya.
103
Pada prinsipnya, pemeriksaan perkara perdata sudah berakhir apabila salah satu pihak memberikan pengakuan yang bersifat menyeluruh terhadap materi pokok
perkara. Apabila tergugat mengakui secara murni dan bulat atas materi pokok yang didalilkan penggugat, dianggap perkara yang disengketakan telah selesai karena
dengan pengakuan itu telah dipastikan dan diselesaikan hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Begitu juga sebaliknya, kalau penggugat membenarkan dan
mengakui dalil-dalil atau bantahan yang diajukan tergugat, berarti sudah dapat dipastikan dan dibuktikan gugatan yang diajukan penggugat sama sekali tidak
berdasar. Oleh sebabnya, hakim harus menerima itu sebagai fakta dan kebenaran, maka hakim harus mengakhiri pemeriksaan, karena dengan pengakuan itu telah
selesai dan tuntas materi pokok perkara.
104
B. Beban Pembuktian