Beban Pembuktian PEMBUKTIAN ITIKAD TIDAK BAIK DALAM KASUS PENDAFTARAN

Pembuktian tidak dapat ditegakkan tanpa ada fakta-fakta yang mendukungnya. 103 Pada prinsipnya, pemeriksaan perkara perdata sudah berakhir apabila salah satu pihak memberikan pengakuan yang bersifat menyeluruh terhadap materi pokok perkara. Apabila tergugat mengakui secara murni dan bulat atas materi pokok yang didalilkan penggugat, dianggap perkara yang disengketakan telah selesai karena dengan pengakuan itu telah dipastikan dan diselesaikan hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Begitu juga sebaliknya, kalau penggugat membenarkan dan mengakui dalil-dalil atau bantahan yang diajukan tergugat, berarti sudah dapat dipastikan dan dibuktikan gugatan yang diajukan penggugat sama sekali tidak berdasar. Oleh sebabnya, hakim harus menerima itu sebagai fakta dan kebenaran, maka hakim harus mengakhiri pemeriksaan, karena dengan pengakuan itu telah selesai dan tuntas materi pokok perkara. 104

B. Beban Pembuktian

Salah satu bagian terpenting dari sistem hukum pembuktian perkara perdata adalah beban pembuktian bewijstlastburden of proof. Kepada pihak mana dibebankan pembuktian apabila timbul suatu perkara perdata. Prinsip beban pembuktian, menyangkut langsung dengan masalah pembagian beban pembuktian. Masalah apa saja yang dibebankan pembuktiannya kepada pihak penggugat dan 103 Ibid., hal. 12. 104 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Op. cit., hal. 505. Universitas Sumatera Utara bagaimana yang menjadi beban tergugat. Supaya tidak terjadi praktek pembebanan yang merugikan salah satu pihak, harus dipedomani prinsip-prinsip beban pembuktian. Hakim harus tidak bersikap berat sebelah melainkan harus bersikap: adil sesuai dengan prinsip fair trial, dan tidak bersikap parsial tetapi imparsial. 105 Hakim tidak boleh merugikan salah satu pihak, tetapi secara bijaksana membaginya sesuai dengan sistim hukum pembuktian dengan cara memberi perhitungan yang sama kepada pihak yang berperkara. 106 Oleh karena itu, pembagian beban pembuktian, dialokasikan sesuai dengan mekanisme yang digariskan melalui peraturan perundang- undangan termasuk beban pembuktian dalam UU Merek. Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 UU Merek, maka bagi pihak penggugat harus membuktikan dalil bahwa merek yang telah dimilikinya telah terdaftar lebih dahulu di wilayah hukumnya. Sementara tergugat juga harus mampu membuktikan dengan dalil-dalilnya bahwa itikadnya tidak sengaja membonceng merek lain yang sudah terkenal. Apabila tergugat tidak bisa membuktikan melalui dalil-dalilnya bahwa mereknya tersebut didaftarkan berdasarkan itikad baik, maka hakim pengadilan dapat memutuskan bahwa pihak tergugat telah melanggar prinsip itikad baik dalam pendaftaran merek sebagaimana penegasannya dalam Pasal 4 UU Merek. 105 Subekti, Hukum Pembuktian, Op. cit., hal. 15. 106 Teguh Samudera, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Bandung: Alumni, 1992, hal. 21. Universitas Sumatera Utara Pembebanan pembuktian dilakukan secara fair dan imparsial sesuai dengan mekanisme alokasi yang digariskan sistim hukum pembuktian yang melekat risiko yang harus ditanggung akibatnya oleh masing-masing pihak. barang siapa atau pihak yang menurut hukum dibebani pembuktian, berarti orang tersebut harus membuktikan hal itu. Apabila yang bersangkutan tidak mampu membuktikan apa yang dialokasikan kepadanya, pihak tersebut harus menanggung risiko kehilangan hak atau kedudukan atas kegagalan memberi bukti yang relevan atas hal tersebut. Apabila dipikulkan beban pembuktian yang tidak tepat menurut hukum kepada suatu pihak, sudah barang tentu yang bersangkutan akan mengalami kesulitan atau kegagalan untuk membuktikannya, kekeliruan itu akan mendatangkan risiko yang tidak adil kepadanya. 107 Pedoman pembagian beban pembuktian sebagai pedomannya atau aturam umum digariskan dalam Pasal 163 HIR, Pasal 283 RBG atau Pasal 1865 KUH Perdata. Pasal 163 HIR menegaskan: ”Barang siapa yang mengatakan ia mempunyai hak atau ia menyebutkan sesuatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu”. 108 Pasal 1865 KUH Perdata menegaskan: ”Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau guna menegakkan haknya sendiri 107 Reymond Emsen, Evidence, New York: MacMillan, 1999, hal. 342. 108 Soesilo, HIRRBG Dengan Penjelasannya, Bogor: Politeia, 1985, hal. 119. Universitas Sumatera Utara maupun membantah sesuatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”. 109 Inti pokok dari pasal-pasal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa: Pertama; siapa yang mengatakan memiliki hak atau mengemukakan suatu peristiwa untuk menguatkan hak tersebut, kepadanya dibebankan wajib bukti untuk membuktikan haknya itu, Kedua; sebaliknya siapa yang membantah hak orang lain, maka kepadanya dibebankan wajib bukti untuk membuktikan bantahan tersebut. Atau secara teknis yustisial dapat diringkas: Pertama; siapa yang mendalil sesuatu hak, kepadanya dibebankan wajib bukti untuk membuktikan hak yang didalilkannya, Kedua; siapa yang mengajukan dalil bantahan dalam rangka melumpuhkan hak yang didalilkan pihak lain, kepadanya dipikulkan beban pembuktian untuk membuktikan dalil bantahan dimaksud. Hal di atas, merupakan pedoman pembebanan pembuktian yang digariskan undang-undang, yang merupakan landasan ketentuan umum general rule dalam menerapkan pembagian beban pembuktian. Penerapannya diperlukan, apabila para pihak yang berperkara saling saling mempersengketakan dalil gugatan yang diajukan penggugat, tetapi jika para pihak memperoleh kesepakatan atau pihak lain mengakui apa yang disengketakan, pedoman pembuktian yang digariskan Pasal 1865 KUH Perdata, Pasal 163 HIR tidak memiliki urgensi dan relevansi lagi, karena tidak ada lagi hak atau kepentingan yang perlu dibuktikan. 109 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan ke-25, Jakarta: Pradnya Paramita, tanpa tahun, hal. 419. Universitas Sumatera Utara Ada teori pembagian beban pembuktian yang disebut dengan teori hak atau teori hukum subjektif. Beban pembuktian berdasarkan teori hak, ada dua faktor pokok yang dijadikan sebagai pedoman penerapan pembagian beban pembuktian. Hak yang dimaksud di sini adalah hak yang menurut undang-undang harus dilindungi. Menurut teori ini, selamanya menyangkut dan bertujuan untuk mempertahankan hak. Oleh sebabnya, maka pedoman pembebanan pembuktiannya harus bertitik tolak dari kepentingan mempertahankan hak tersebut. Prinsip yang harus dipedomani dalam teori ini yakni: Pertama; siapa yang mengemukakan hak, wajib membuktikan hak itu, Kedua; yang lebih dahulu memikul wajib bukti, dibebankan kepada pihak penggugat, karena penggugat lebih dahulu mengajukan mengenai haknya dalam perkara yang bersangkutan. 110 Menurut teori hak ini, baik fakta umum maupun fakta khusus wajib dibuktikan. Fakta umum dalam suatu perkara adalah ketentuan hukum yang melekat pada diri personal para pihak seperti yang menyangkut dengan kualitas para pihak untuk melakukan tindakan. Sementara fakta khusus adalah: menimbulkan hak; menghalangi hak; dan menghapus hak. Maka dalam rangka pembebanan pembuktian menurut teori hak, yang wajib dibuktikan tidak semua fakta: hanya terbatas pada fakta khusus; dan fakta umum baru wajib dibuktikan apabila pihak lawan menyangkalnya. 111 110 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Op. cit., hal. 525. 111 Ibid. Universitas Sumatera Utara Sehubungan dengan itu, dalam hal penghapusan Pasal 61 sd Pasal 67 UU Merek dan pembatalan Pasal 68 sd Pasal 72 UU Merek, maka merek dapat dibatalkan berdasarkan Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 UU Merek mengenai pendaftaran merek karena itikad tidak baik. Sebagaimana itikad tidak baik tersebut tidak dapat didaftar apabila merek itu mengandung salah satu unsur yang ditentukan dalam Pasal 5 UU Merek yakni: 1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; 2. Tidak memiliki daya pembeda; 3. Telah menjadi milik umum; atau 4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 UU Merek di atas, merupakan hak khusus bagi pendaftar merek pertama yang wajib dibuktikan oleh penggugat terlebih dahulu dengan memperhatikan unsur-unsur dalam Pasal 5 UU Merek. Dalil-dalil yang harus dikemukakan oleh penggugat yang mereknya sengaja ditiru atau dibonceng oleh pihak lain yang beritikad tidak baik harus dialasankan pada: 1. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang danatau jasa yang sejenis; 2. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang danatau sejenisnya; dan 3. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi- geografis yang sudah dikenal. Universitas Sumatera Utara Proses pemeriksaan dan penyelesaian perkara oleh hakim, harus pula memperhatikan hukum artinya hakim harus menjalankan perundang-undangan. Misalnya hakim harus memperhatikan aspek Perbuatan Melawan Hukum PMH beradasarkan Pasal 1365 KUH Perdata yang menentukan unsur-unsur apa saja yang memenuhi syarat-syarat PMH yaitu: Pertama; ada suatu perbuatan atau kealpaan; Kedua; perbuatan atau kealpaan terjadi karena kesalahan pelaku; dan Ketiga; perbuatan itu mendatangkan kerugian kepada orang lain penggugat.

C. Kekuatan Pembuktian yang Melekat pada Setiap Alat Bukti