C. Penerapan Prinsip Kehati-Hatian di PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe 1. Kronologis Kasus
Penerapan prinsip kehati-hatian di PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe dapat diteliti dalam Putusan Pengadilan Negeri Lhokseumawe Nomor:
132Pid.B2009PN-Lsm atas nama Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak yang ternyata dalam diktum putusannya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana korupsi sehingga dibebaskan dari segala tuntutan serta memulihkan hak, harkat, dan martabatnya selaku Kepala Bagian Kabag Operasional
pada PT. Bank Pembangunan Daerah Istimewa Aceh.
119
Indikator pembebasan Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak dari segala tuntutan didasarkan bahwa terdakwa telah melakukan prinsip kehatian-hatian prudential
principle karena pencairan cek oleh terdakwa telah sesuai dengan SOP PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe. Prinsip kehati-hatian sebenarnya perwujudan dari SOP
yang telah disepakati oleh institusi terkait. Apabila dalam pelaksanaan tugasnya di bank telah melaksanakan SOP berarti telah melaksanakan prinsip kehati-hatian yang
diamanahkan UU No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak didakwa dalam dakwaan primair melanggar
Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UUPTPK karena terdakwa secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dalam dakwaan
119
Putusan Nomor: 132Pid.B2009PN-Lsm atas nama terdakwa Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak, hal. 63.
Universitas Sumatera Utara
subsidairnya terdakwa dikenakan Pasal 3 jo Pasal 18 UUPTPK karena secara melawan hukum melakukan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Analisis yuridis dari Jaksa Penuntut Umum JPU mengatakan bahwa Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak dalam melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan SOP
karena cek Nomor: AP 011150 milik Pemda Kabupaten Aceh Utara sejumlah Rp.1.500.000.000,- satu milyar lima ratus juta rupiah tidak ditolaknya, seharusnya
permohonan pencairan cek tersebut harus ditolak oleh terdakwa karena yang membawa cek bukan pemegang rekening.
120
Terdakwa dengan alasan keberhasilan uji transaksi tersebut tetap memerintahkan saksi Aisyah Yacob Binti Yacob untuk mencairkan cek nomor: AP
011150 walaupun saksi menolaknya sehingga atas perintah Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak tetap dicairkan oleh saksi. Perkara pidana ini bermula pada tanggal 24 Maret
2008 sekitar pukul 10.00 WIB di kantor PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe datang seorang yang mengaku bernama Samsuar belum tertangkap menjumpai saksi
Aisyah Yacob Binti Yacob yang merupakan salah satu teller pada PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe untuk meminta mencairkan cek nomor: AP 011150 milik
Pemerintah Kabupaten Aceh Utara sejumlah Rp.1.500.000.000,- satu milyar lima ratus juta rupiah.
120
Ibid, hal. 37
Universitas Sumatera Utara
Sebelumnya saksi Aisyah Yacob Binti Yacob terlebih dahulu meneliti keabsahan cek nomor: AP 011150 dan ditemukan beberapa kejanggalan berupa tanda
tangan yang tidak sesuai dengan spesimen yang ada pada PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe serta ada coretan atau ditimpa dengan tulisan lain pada tulisan
”milyar”, sehingga saksi Aisyah Yacob Binti Yacob meminta Samsuar untuk menggantikan lembaran cek nomor: AP 011150 dengan lembaran cek yang lain,
namun Samsuar tidak mau memenuhi permintaan saksi Aisyah Yacob Binti Yacob tersebut.
Akibat ketegangan antara teller saksi Aisyah Yacob Binti Yacob dengan Samsuar akhirnya saksi mempertemukan langsung Samsuar dengan terdakwa Heri
Kurnia Bin Sulaiman Ishak Kepala Bagian Operasional yang memegang wewenang user dan batas maksimal autorisasi pencairan cek. Sebab kewenangan untuk
pencairan cek dengan jumlah sebesar Rp.200.000.000,- dua ratus juta rupaih sampai dengan Rp.5.000.000.000,- lima milyar rupiah berada pada wewenang Heri Kurnia
Bin Sulaiman Ishak.
121
Pada mulanya terdakwa Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak juga menyarankan agar Samsuar menggantikan lembaran cek nomor: AP 011150 dengan lembaran cek
yang lain namun Samsuar tetap menolaknya. Terdakwa Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak meminta Samsuar untuk membawa cek tersebut kepada Bendahara Umum
121
Kewenangan untuk pencairan cek dengan jumlah sebesar Rp.200.000.000,- dua ratus juta rupaih sampai dengan Rp.5.000.000.000,- lima milyar rupiah berada pada wewenang Heri Kurnia
Bin Sulaiman Ishak berdasarkan nota dinas Pimpinan Cabang pada PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe nomor: 03Lsm.01NDI2008 tertanggal 02 Januari 2008.
Universitas Sumatera Utara
Daerah BUD Kabupaten Aceh Utara untuk menandatangani kembali pada bagian tulisan ”milyar” dan Samsuar melaksanakannya dengan menjumpai BUD. Hasilnya
kemudian ditunjukkan kembali kepada Saksi Aisyah Yacob Binti Yacob dan saksi tetap menemukan perbedaan tanda tangan dengan tanda tangan yang pertama.
Perbedaan tanda tangan yang kedua setelah menjumpai BUD tersebut kemudian ditunjukkan kepada terdakwa Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak untuk
diteliti kembali kemudian terdakwa menghubungi saksi Suryani Staf Kasda Kabupaten Aceh Utara untuk menanyakan kebenaran cek yang dibawa Samsuar,
tetapi tidak dapat dihubungi melalui telepon selulernya sehingga terdakwa menghubungi kuasa hukum BUD Kabupaten Aceh Utara atas petunjuk nomor telepon
yang diberikan oleh Samsuar. Terdakwa kemudian memerintahkan kepada saksi Aisyah Yacob Binti Yacob untuk melakukan uji transaksi cek nomor: AP 011150 dan
ternyata berhasil. Terdakwa Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak dilaporkan oleh pihak PT. Bank
Aceh Cabang Lhokseumawe kepada pihak Kepolisian melalui Kanit III Tipiter Reskrim Polres Lhokseumawe pada tanggal 04 Juni 2008.
122
PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe menilai tindakan Terdakwa Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak telah
merugikan atau setidak-tidaknya dapat merugikan keuangan negara yang dalam hal ini Pemda Kabupaten Aceh Utara danatau PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe
sebesar Rp.1.500.000.000,- satu milyar lima ratus juta rupiah dengan alasan telah
122
Laporan Nomor Polisi: LP-300VI2008SPK dan 7 tujuh hari setelah dilaporkan, Polisi mengirimkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan SPDP ke Kejaksaan Negeri Lhokseumawe.
Universitas Sumatera Utara
menyalahgunakan kewenangannya sebagai Kepala Bagian Operasional di PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe dan memalsukan tanda tangan Bupati dan Kuasa Hukum
Bendahara Pemda Kabupaten Aceh Utara. Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak didakwa dalam dakwaan primair JPU melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UUPTPK dan
dalam dakwaan subsidair dikenakan Pasal 3 jo Pasal 18 UUPTPK.
123
Berdasarkan keterangan dari saksi-saksi di persidangan dan keterangan terdakwa ditemukan kesesuaian satu dengan lainnya sehingga keterangan tersebut
menjadi fakta hukum. Pemda Kabupaten Aceh Utara memiliki beberapa rekening di PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe dan salah satu nomor rekening tersebut adalah
030.01.02.803.001-2 terkait dalam perkara ini. Terdakwa Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak bekerja di PT. Bank BPD Aceh
sejak bulan oktober 2007 dan kemudian dimutasikan ke PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe menduduki jabatan sebagai kepala bagian opersional sampai bulan
Maret 2008 pada bagian kredit PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe. Sebagai Kabag Operasional di PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe terdakwa oleh pimpinan
diberikan otorisasi wewenang password untuk mencairkan dana di atas Rp.200.000.000,- dua ratus juta rupaih sampai dengan Rp.5.000.000.000,- lima
milyar rupiah. Sehingga Pemda Kabupaten Aceh Utara telah kehilangan cek nomor
123
Akibat perbuatan terdakwa Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak dinilai merugikan atau setidak-tidaknya dapat merugikan keuangan negara yang dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten
Aceh Utara danatau PT. BPD Aceh Utara sebesar Rp.1.500.000.000,- satu milyar lima ratus juta rupiah yang menyalahgunakan kewenangannya sebagai Kepala Bagian Operasional yang memegang
wewenang user pencairan batas maksimal autorisasi pencairan cek antara sebesar Rp.200.000.000,- dua ratus juta rupaih sampai dengan Rp.5.000.000.000,- lima milyar rupiah.
Universitas Sumatera Utara
AP 011150 yang belum diketahui siapa yang mengambilnya tanpa hak yang diketahui pada tanggal 30 Mei 2008 oleh Bendahara Umum Daerah BUD.
Komisaris, Direksi, dan Pengurus bank serta karyawannya adalah profesi yang dituntut memiliki standar kehati-hatian yang tinggi dalam mengelola bank.
Alasannya adalah bank sebagai institusi keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarkat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat
dalam bentuk kredit atau pembiayaan merupakan jantung perekonomian dan dana yang disalurkan dalam bentuk kredit bukan berasal dari pemilik bank.
124
Dalam bentuk pelayanan jasa apapun menyangkut nasabah bank, maka semua pihak yang bekerja untuk kepentingan bank baik komisaris, direksi, manager, staf,
kepala kantor cabang, karyawankaryawati, dan lain-lain, harus melaksanakan prinsip kehati-hatian ini agar terhindar dari berbagai macam risiko yang mungkin timbul.
Apabila dipahami secara sekilas berdasarkan hukum perseroan, mengisyaratkan bahwa direksi harus mengelola perseroan dengan kehati-hatian care yang
semestinya sebagaimana halnya para pengemudi harus mengendarai mobilnya dengan penuh kehati-hatian.
125
124
Bismar Nasution, “Tanggung jawab Direksi dan Komisaris Dalam Pengelolaan Perseroan Terbatas Bank”, Op. cit, hal. 21. Lihat juga: Zulkarnaen Sitompul, “Bankir Perlu Berhati-Hati”,
Harian Ekonomi Pembaca, tanggal 18 Januari 2008.
125
Philip Lipton dan Abraham Herzberg dalam Bismar Nasution, “Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan”, Makalah yang Disampaikan pada Seminar Nasional Sehari
dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance pada Sistem Pengelolaan dan Pembinaan PT Persero
BUMN, Optimalisasi
Sistem Pengelolaan,
Pengawasan, Pembinaan
Dan Pertanggungjawaban Keberadaan PT Persero Dilingkungan Bumn Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan
Transparansi, diselenggarakan oleh Inti Sarana Informatika, Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 8 Maret 2007, hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
2. Analisis Penerapan Prinsip Kehati-Hatian di PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe
JPU dari Kejaksaan Negeri Lhokseumawe menghadapkan Terdakwa Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak ke persidangan dengan dakwaan sibsidiaritas, yakni
dalam dakwaan primair melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UUPTPK sedangkan dalam dakwaan subsidair melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UUPTPK. Ketentuan dalam
Pasal 2 ayat 1 UUPTPK menegaskan sebagai berikut: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dua
ratus juta rupiah dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 satu milyar rupiah.
Pasal 3 UUPTPK menegaskan sebagai berikut:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00
lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 satu milyar rupiah.
Dalam kedua pasal tersebut di atas, ditegaskan unsur setiap orang. Setiap
orang dalam hukum pidana khusus tindak pidana korupsi bahwa yang dimaksud setiap orang tersebut adalah siapa saja pendukung hak dan kewajiban yang sehat
jasmani maupun rohani dan memenuhi unsur subjektif, kepadanya dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana serta padanya tidak ditemukan adanya alasan pemaaf
Universitas Sumatera Utara