BAB IV AKIBAT HUKUM ATAS PELANGGARAN TERHADAP PRINSIP KEHATI-
HATIAN DALAM PELAKSANAAN KEWAJIBAN BANK
A. Munculnya Berbagai Risiko Sebagai Akibat Tidak Melaksanakan Prinsip Kehati-Hatian
Prinsip kehati-hatian merupakan suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank dalam menjalankan kegiatan usaha, baik dalam penghimpunan dana maupun dalam
penyaluran dana dari dan kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Menurut Paul L. Davies, dalam bukunya yang berjudul
Gower’s Principles of Modern Company Law, mencoba mengartikan prinsip kehati-hatian yaitu pelaksanaan kewajiban untuk
selalu beritikad baik dan wajib dapat dipercaya, serta selamanya dapat wajib jujur dalam memikul tanggung jawab atas pelaksanaan pengurusan perseroan khususnya
bank.
139
Tujuan pelaksanaan kewajiban untuk berhati-hati dalam lalu lintas perbankan menurutnya agar bank selalu dalam keadaan sehat menjalankan usahanya dengan
baik dan terhindar dari berbagai risiko yang mungkin dialami oleh bank.
140
Untuk mencapai tujuan demikian, maka dalam menjalankan usahanya tersebut, bank harus
mematuhi ketentuan-ketentuan serta norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan, baik berupa undang-undang, Peraturan Bank Indonesia PBI, peraturan
internal bank itu sendiri, dan bahkan ketentuan dalam Standar Operasional Prosedur SOP bank yang bersangkutan.
139
Paul L. Davies, Op. cit, hal. 598-599.
140
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Penting diketahui bahwa setiap usaha apapun jenisnya tidak terlepas dari berbagai risiko yang berkemungkinan bisa terjadi dalam menjalankan usaha tersebut.
Risiko yang paling besar berkemungkinan terdapat dalam jenis usaha perbankan, hal ini disebabkan karena kegiatan usaha bank merupakan bentuk kegiatan yang
berdasarkan pada bisnis kepercayaan. Masyarakat akan percaya kepada pihak perbankan untuk menyimpan dan mengelola dana yang disimpannya di bank apabila
manajemen perbankan menunjukkan pengelolaan yang dapat meyakinkan masyarakat khususnya nasabah bank.
Menurut Abdulkadir Muhammad, ada 10 sepuluh macam risiko usaha yang dihadapi oleh bank jika pengelolaannya tidak dilaksanakan secara hati-hati yaitu:
risiko kredit credit risk, risiko investasi investment risk, risiko likuiditas liquidty risk, risiko operasional operating risk, risiko penyelewengan fraud risk, risiko
fidusia fiduciary risk, risiko tingkat bunga interest rate risk, risiko solvensi solvency risk, risiko valuta asing foreign currency risk, dan risiko persaingan
competitive risk.
141
Risiko kredit credit risk adalah risiko akibat ketidakmampuan nasabah debitor mengembalikan pinjaman yang diterimanya dari bank beserta bunganya
sesuai dengan jangka waktu
yang telah ditentukan atau dijadwalkan. Ketidakmampuan nasabah debitor dalam memenuhi kontrak kredit yang telah
141
Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 299-302.
Universitas Sumatera Utara
disepakati kedua belah pihak disebut default atau secara hukum disebut wanprestasi.
142
Bank Indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengederkan uang rupiah dan mencabut, menarik, dan
memusnahkan uang dari peredarannya.
143
Dalam hal mengatur dan melakukan pengawasan terhadap bank-bank, Bank Indonesia berwenang dalam menetapkan
ketentuan-ketentuan perbankan yang mewajibkan untuk melaksanakan prinsip kehati- hatian guna mewujudkan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan kokoh.
Selain dalam UU No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, prinsip kehati-hatian juga dikenal dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas UUPT. Prinsip kehati-hatian sebenarnya menegaskan suatu prinsip dalam hal pengelolaan usaha dengan mewajibkan itikad baik dan wajib dapat
dipercaya, serta selamanya dapat wajib jujur dalam memikul tanggung jawab atas pelaksanaan pengurusan perseroan khususnya perusahaan bank.
144
Kewajiban pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam perusahaan khususnya bank, dibebankan kepada direksi perusahaan. Salah satu contoh dari kelonggaran
pelaksanaan prinsip ini yakni krisis perbankan pada tahun 1997 di Indonesia, menunjukkan betapa lemahnya komitmen untuk melaksnakan prisnip kehati-hatian di
kalangan pelaku bisnis perbankan.
145
142
Ibid.
143
Sentosa Sembiring, Op. cit, hal. 78.
144
Paul L. Davies, Op. cit, hal. 598.
145
Mulhadi, Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
Dengan memperhatikan sistem perbankan yang penuh dengan risiko tersebut, maka kegiatan perbankan tidak bisa diserahkan seluruhnya pada mekanisme pasar,
karena kenyataannya, pasar tidak selalu mampu membetulkan dirinya self correcting apabila terjadi sesuatu di luar dugaan. Oleh karena itu, dukungan kontrol
terhadap aktivitas perbankan oleh Bank Indonesia dengan kewajiban melaksanakan prinsip kehati-hatian merupakan solusi terbaik untuk menjaga dan mempertahankan
eksistensi perbankan yang pada akhirnya akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan itu sendiri.
146
Prinsip kehati-hatian menekankan pada analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur dalam hal kredit. Penegasan ini
ditentukan dalam Pasal 8 ayat 1 UU No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan
, yaitu: “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang
diperjanjikan”. Oleh sebabnya, bagi bank umum diwajibkan memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Penekanan dalam ketentuan di atas, harus dilakukan dengan analisis yang
mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang
146
Heru Supraptomo, Loc. cit.
Universitas Sumatera Utara
diperjanjikan. Hal ini dilakukan karena dalam hal pemberian kredit merupakan penyaluran dana dari pihak pemilik dana kepada pihak yang memerlukan dana
berdasarkan perjanjian yang disertai dengan kepercayaan antara perantara bank dengan masyarakat pengguna dana. Dalam hal ini, pihak yang memberikan kredit
disebut dengan kreditor dan pihak yag menerima kredit disebut dengan debitur.
147
Secara yuridis, Pasal 1 Angka 11 UU No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, menegaskan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sehingga dengan pengertian kredit yang demikian sesungguhnya diperlukan suatu
analisis yang mendalam bagi bank untuk memberikan kredit terhadap pihak yang memerlukan dana. Analisis dimaksud dilakukan untuk menghindari dari
kemungkinan risiko yang mungkin terjadi yakni default atau wanprestasi nasabah yang memerlukan kredit tersebut. Bank harus menilai suatu permohonan kredit yang
telah diajukan oleh debitur tersebut. Analisis kredit yang baik akan menghasilkan keputusan yang tepat.
148
Risiko investasi investment risk adalah risiko yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kerugian akibat penurunan nilai pokok portofolio surat-surat
147
Ismail, Op. cit , hal. 93. Kredit berasal dari kata “credere” yang artinya “percaya”. Artinya
pihak yang memberikan kredit tersebut, percaya kepada pihak yang menerima kredit, bahwa kredit yang diberikan, pasti akan dibayar.
148
Ibid, hal. 111.
Universitas Sumatera Utara
berharga yang dimiliki bank misalnya obligasi atau surat berharga lainnya. Penurunan nilai surat-surat berharga tersebut bergerak berlawanan arah dari tingkat bunga
umum. Jika tingkat bunga turun, maka harga obligasi atau surat berharga lainnya akan naik. Demikian sebaliknya, naiknya tingkat bunga mengakibatkan turunnya
hsrga surat-surat berharga. Dalam situasi tingkat bunga yang berfluktuasi, bank akan menghadapi kemungkinan risiko perubahan harga pasar atas portofolio investasi.
149
Risiko likuiditas liquidty risk adalah risiko yang mungkin dihadapi oleh bank untuk memenuhi kebuhutan likuiditasnya dalam rangka memenuhi permohonan
kredit dan semua penarikan dana oleh nasabah penyimpan pada suatu waktu. Hal ini dapat menimbulkan masalah karena bank tidak mengetahui dengan tepat kapan dan
berapa jumlah dana yang dibutuhkan atau ditarik, baik oleh nasabah debitor maupun nasabah penyimpan. Risiko singkatnya disebabkan karena bank tidak mampu
memenuhi kewajiban yang telah jatuh waktu. Penerapan prinsip kehati-hatian merupakan hal yang paling penting dalam
mengelola perbankan agar tidak terjadi likuditas bank. Dalam kegiatan pengelolaan bank, manajer harus dapat memperkirakan kebutuhan likuiditasnya dan mencari cara
pemenuhan kebutuhan dana pada saat diperlukan penyimpan. Hal ini sering terjadi dalam dunia perbankan bahkan menjadi masalah yang kompleks ketika nasabah
penyimpan membutuhkan uang sesuai dengan yang diinginkannya akan tetapi pihak bank tidak dapat memenuhi karena kurangnya ketersediaan dana di bank.
149
Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 300.
Universitas Sumatera Utara
Risiko operasional operating risk adalah risiko berkenaan dengan ketidakpastian mengenai kegiatan usaha bank disebabkan karena penurunan
keuntungan yang dipengaruhi oleh struktur biaya operasional bank dan kegagalan atas jasa serta produk baru yang diperkenalkan. Risiko ini karena adanya
ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional
bank. Risiko operasional melekat pada setiap aktivitas fungsional bank, seperti kegiatan perkreditan, investasi, operasional dan jasa, pembiayaan perdagangan,
pendanaan dan instrumen utang, teknologi sistem informasi dan sistem informasi manajemen dan pengelolaan sumber daya manusia.
150
Risiko penyelewengan fraud risk adalah risiko yang berkaitan dengan kerugian yang mungkin terjadi akibat ketidakjujuran, penipuan, kebejatan moral,
perilaku tidak terpuji dari pejabat, karyawan, dan nasabah bank. Untuk menghindari kecurangan-kecurangan
ataupun penyelewengan
tersebut, bank
dapat mengembangkan sistem audit teller online auditing on line teller system.
Penggunaan sistem ini di samping menunjang operasional bank, juga mengandung risiko yang dapat mengakibatkan kerugian, baik yang bersifat finansial maupun non
finansial. Oleh karena itu peranan dan fungsi pengendalian internal melalui sistem ini menjadi semakin penting dan perlu dilakukan oleh manajemen bank sebagai salah
satu upaya meminimalkan risiko kerugian dimaksud. Pengendalian melalui sistem ini
150
http:avartara.comrisiko-risiko-perbank an, Oleh: Fortis Imaginatio, “Risiko-Risiko
Perbankan”, diakses tanggal 18 April 2012.
Universitas Sumatera Utara
bertujuan untuk menjamin integritas data serta kelangsungan operasional bank secara on line. Pedoman ini diperlukan untuk melakukan audit terhadap manajemen bank,
sistem dan pemrogramannya, operasi komputer dan pengamanan fisik, integritas data dan aplikasi, serta efektivitas penyelenggara kontrol terhadap bank serta pengamanan
informasi pada satuan kerja pengguna.
151
Risiko fidusia fiduciary risk adalah risiko yang mungkin timbul apabila bank memberikan jasa dengan bertindak sebagai wali amanat, baik untuk pribadi maupun
badan usaha. Hubungan fidusia mengatur bahwa bank sebagai wakil trustee harus melaksanakan kegiatannya secara konsisten disertai dengan kebijaksanaan yang sehat
dan rasional. Simpanan dana yang diberikan kepada bank harus dikelola dengan baik dan benar tanpa melakukan kegiatan yang spekulatif dengan tetap memperhatikan
keuntungan di samping keamanan dana yang diinvestasikan tersebut. Kegagalan bank dalam melaksanakan tugas tersebut dianggap sebagai risiko kerugian bagi wali
amanat. Seseorang yang memegang peran sebagai suatu wakil trustee atau suatu
peran yang disamakan dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil, dalam hal ini peran bank dalam mengelola dana-dana nasabahnya harus didasarkan kepada
kepercayaan dan kerahasiaan trust and confidence yang dalam peran ini meliputi, ketelitian, itikad baik, dan keterusterangan. Fiduciary ini termasuk hubungan seperti,
pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan pelindung. Bank sebagai
151
http:elearning.gunadarma.ac.iddocmodulBankingBab-A4.pdf, Oleh:
Universitas Gunadarma, “Audit Sistem Aplikasi”, diakses tanggal 18 April 2012.
Universitas Sumatera Utara
wakil dapat diwakili oleh direksi, manajer, staf, dan lain-lain yang merupakan trustee dari bank.
152
Risiko tingkat bunga interest rate risk adalah risiko yang kemungkinan timbul akibat berubahnya tingkat bunga sehingga akan menurunkan nilai pasar surat-
surat berharga yang terjadi pada saat bank membutuhkan likuiditas. Risiko ini terjadi apabila untuk memenuhi kebutuhan likuiditas tersebut harus menjual suart-surat
berharga yang dimiliki oleh bank. Risiko tingkat bunga dapat juga terjadi bilamana bank menerima simpanan untuk jangka waktu lebih lama dengan tingkat bunga yang
relatif tinggi kemudian tingkat bunga mengalami penurunan yang drastis. Risiko timbul akibat bank memiliki biaya dana yang relatif tinggi yang pada gilirannya
menyebabkan bank tersebut tidak kompetitif. Risiko tingkat bunga berdampak terhadap pendapatan perusahaan sehingga
menyebabkan perusahaan menghadapi dua risiko: risiko perubahan pendapatan dan risiko perubahan nilai pasar. Pada risiko perubahan pendapatan, perubahan tingkat
bunga bisa menyebabkan perubahan pendapatan menjadi lebih kecil. Ada dua jenis risiko perubahan pendapatan yaitu: risiko penginvestasian kembali dan risiko
pendanaan kembali. Sedangkan pada risiko perubahan nilai pasar, perubahan tingkat bunga menyebabkan perubahan nilai pasar aset atau kewajiban yang dimiliki
perusahaan. Penurunan nilai aset lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai
152
Bismar Nasution, “Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Dalam Pengelolaan Perseroan
Terbatas Bank”, Op. cit, hal. 6. Bandingkan juga dengan: Paul L. Davies, Loc. cit.
Universitas Sumatera Utara
kewajiban, maka perusahaan mengalami kerugian dan sebaliknya, sebab tingkat bunga meningkat maka nilai sekuritas cenderung turun.
153
Risiko solvensi solvency risk adalah risiko yang terjadi disebabkan oleh ruginya beberapa aset yang pada gilirannya menurunkan posisi modal bank. Modal
bank memberikan perlindungan terakhir terhadap terjadinya insolvensi dan likuidasi bank. Fungsi utama modal bank untuk melindungi deposan dari kerugian dengan
menanggulangi semua aset bank yang mengalami kerugian. Risiko valuta asing foreign currency risk merupakan risiko yang dihadapi oleh bank devisa yang
melakukan transaksi berkaitan dengan valuta asing, baik dari sisi aktiva maupun dari sisi pasiva kewajiban. Perubahan nilai tukar valuta asing terhadap rupiah, misalnya
dapat mempengaruhi kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya dalam valuta asing. Ketidakstabilan nilai tukar valuta asing juga dapat mempersulit bank
mengelola aktiva dan kewajiban valuta asing yang dimilikinya sehingga pada gilirannya akan menyebabkan kerugian bank.
154
Risiko persaingan competitive risk adalah risiko yang berkemungkinan timbul disebabkan karena jenis produk-produk yang ditawarkan bank seluruhnya
berisfat homogen sehingga persaingan antar bank lebih berfokus pada kemampuan bank memberikan pelayanan kepada nasabah secara proporsional dan paling baik.
Perbankan nasional akan semakin banyak menghadapi persaingan sejalan dengan
153
http:tugaskuliahanakmenej.blogspot.com201112risiko-perubahan-tingkat-bunga.html, Ditulis Oleh: Serav
ine, “Risiko Perubahan Tingkat Bunga Manajemen Risiko”, diakses tanggal 19 April 2012.
154
Abdulkadir Muhammad, Op. cit, hal. 301-302.
Universitas Sumatera Utara
komitmen Indonesia dalam rangka General Agreement on Trade in Services GATS untuk membuka pintu bagi bank-bank beroperasi di Indonesia yang telah pernah
diperkenankan kepemilikan pihak asing di bank swasta hingga mencapai 99 persen. Kebijakan ini memberikan ruang bagi bank asing memasuki segmen retail banking
yang selama ini dikuasai oleh bank-bank nasional. Persaingan seperti ini juga dapat menyebabkan kerugian bagi bank-bank jika tidak dilakukan perbaikan manajemen
bank yang lebih baik dari semula.
155
Setiap usaha yang dijalankan selalu menghadapi risiko termasuk juga usaha bank. Risiko usaha bank banking business risk merupakan tingkat ketidakpastian
mengenai keuntungan yang diharapkan akan diterima oleh bank tersebut. Antara risiko dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, tanpa
adanya keberanian untuk mengambil risiko-risiko yang disebutkan di atas, maka tidak akan pernah ada bank, dalam artian bahwa bank muncul karena keberanian untuk
berisiko dan bahkan bank mampu bertahan karena berani mengambil risiko. Namun jika risiko tersebut tidak dikelola dengan baik sesuai dengan prinsip kehati-hatian,
maka bank dapat mengalami kegagalan bahkan pada akhirnya mengalami kebangkrutan.
Agar dapat meminimalisasi berbagai risiko yang mungkin terjadi dan agar fungsi bank dapat berjalan dengan baik sesuai dengan peran dan fungsinya, salah satu
prinsip yang diterapkan dalam perbankan untuk mencegah terjadinya kerugian dalam
155
http:suar.okezone.comread20120409279607750akuisisi-bank-danamon, diakses
tanggal 19 April 2012.
Universitas Sumatera Utara
bank tersebut, maka kebijakan terpenting bagi bank selain penerapan prinsip kehati- hatian, yang harus diterapkan pula adalah prinsip mengenal nasabah Know Your
Customers yang pada saat ini menurut PBI Nomor: 12 20 PBI2010 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi
Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, lebih dikenal dengan istilah Customers Due Diligence CDD beupa kegiatan berupa identifikasi,
verifikasi, dan pemantauan yang dilakukan bank untuk memastikan bahwa transaksi dilakukan sesuai dengan profil pengguna jasa bank.
156
Prinsip tersebut pada intinya implementasi dari prinsip kehati-hatian prudential principle atau prinsip
prundential banking.
B. Akibat Hukum Dari Pelaksanaan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Perbankan 1. Prinsip Pembelaan Diri Terhadap Pemegang Kepercayaan Berdasarkan
Prinsip Kehati-Hatian
Apabila dikaji dari prinsip fudiciary duty, seseorang yang memegang peran sebagai suatu wakil trustee atau suatu peran yang disamakan dengan sesuatu yang
berperan sebagai wakil, dalam hal ini peran tersebut diwakili oleh Kepala Operasional di PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe harus didasarkan pada
kepercayaan dan kerahasiaan trust and confidence yang dalam peran ini meliputi, ketelitian scrupulous, itikad baik good faith, dan keterusterangan candor.
156
Pasal 1 angka 15 PBI Nomor: 12 20 PBI2010 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah.
Universitas Sumatera Utara
Konsep fiduciary duty termasuk hubungan seperti, pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan pelindung guardian termasuk juga di dalamnya
seorang lawyer yang mempunyai hubungan fiduciary dengan client-nya.
157
Dapat digeneralisasi bahwa walaupun terdakwa Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak bukanlah seorang direksi, namun dengan mengkaji pada prinsip fiduciary duty
yang pada intinya terdapat wakil atau pemegang kepercayaan dalam sebuah entitas bisnis harus dipercayai, maka seorang Kepala Operasional sekalipun juga dapat
dikatakan sebagai seorang wakil atau pemegang kepercayaan yang diamanahkan atasan kepadanya melalui surat pengangkatannya.
Seorang Kepala Operasional dalam pencairan kredit di PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe terdakwa Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak adalah sebagai
wakil yang memegang kepercayaan dan kerahasiaan pada bank harus teliti, beritikad baik, dan jujur layaknya sebagai seorang pemegang amanah yang dibebankan
kepadanya. Dengan adanya prinsip mempercayai orang sebagai wakil atau fiduciary duty,
dikhawatirkan rentan atau berpeluang besar untuk melakukan pelanggaran yang menyebabkan kerugian terhadap PT yang dalam hal ini adalah bank. Maka muncul
sebuah prinsip atau konsep, direksi, komisaris, pemegang saham, pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan pelindung tidak selamanya dapat
dihukum.
157
Bismar Nasution, “Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Dalam Pengelolaan Perseroan Terbatas Bank”, Op. cit, hal. 4-5. Lihat juga: M. Yahya Harahap, Op. cit, hal. 374-377
Universitas Sumatera Utara
Prinsip tersebut adalah Business Judgment Rule yang pada awalnya prinsip ini muncul untuk melindungi direksi yang beritikad baik dan sangat popular diterapkan
untuk menjamin keadilan bagi direksi yang mempunyai itikad baik. Penerapan prinsip ini untuk mencapai keadilan, khusunya bagi para direksi PT dalam melakukan
suatu keputusan bisnis.
158
Namun, prinsip ini jika dikaitkan dengan prinsip fiduciary duty, selain direksi, komisaris, dan pemegang saham, maka seorang manager, kepala
kantor cabang, atau Kepala Operasional pada suatu bank pada prinsipnya adalah orang-orang yang juga dapat disebut sebagai wakil dalam mengemban amanah. Oleh
sebabnya, prinsip Business Judgment Rule juga dapat diberlakukan kepada mereka ketika keputusan bisnis yang dilakukannya dengan itikad baik dan penuh kehati-
hatian menimbulkan kerugian terhadap perseroan dalam hal ini bank. Syarat-syarat Business Judgment Rule sebagaimana dapat dirujuk pada
ketentuan Pasal 97 Ayat 5 UUPT. Dalam hal ini seseorang baik dalam kedudukannya sebagai direksi, komisaris, staf, karyawan atau ptugas bank dapat
dibebaskan dari pertanggungjawaban jika dapat dibuktikannya bahwa dirinya telah melakukan keempat syarat berikut:
158
Dennis J. Block, Nancy R. Barton dan Stephen A. Radin, The Business Judgement Rule Fiduciary Duties of Corporate Directors, Prentice Hall law Business, Third edition, 1990, hal. 4.
Business Judgment Rule selain melindungi tanggung jawab pribadi Direksi apabila terjadi pelanggaran, Business Judgment Rule juga dapat diberlakukan terhadap pembenaran-pembenaran keputusan bisnis
dimana perintah-perintah yang ditujukan kepada Direksi, atau terhadap keputusan-keputusan itu sendiri, terhadap kasus yang menitikberatkan kepada keputusan bisnis yang merupakan tanggung
jawab dari pembuat keputusan. Business Judgment Rule yang diterapkan terhadap direksipembuat keputusan lazim disebut doktrin Business Jugdment Rule, dan Business Jugdment Rule yang diterapkan
terhadap keputusannya langsung disebut Business Judgment Rule. Prinsip Business Judgment Rule mengalami perkembangannya sebagai yurisprudensi pada negara Common Law di Amerika dimulai
dengan keputusan Lousianna Supreme Court, dalam kasus Percy V Millaudon pada tahun 1829.
Universitas Sumatera Utara
a. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.
b. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. c.
Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian.
d. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut. UUPT pada prinsipnya menegaskan pertanggungjawaban hanya karena
kesalahan, ukurannya adalah apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya dan tidak dilakukannya dengan itikad baik dan penuh
tanggung jawab. Dikatakan hanya untuk kepentingan maksud dan tujuan perseroan, berarti selain dari pada kepentingan maksud dan tujuan perseroan, tidak dibenarkan
oleh undang-undang bahwa pemegang amanah seperti direksi bertindak untuk kepentingan pribadinya.
Apabila keempat syarat-syarat di atas dapat dibuktikan, maka berdasarkan prinsip Busines Judgment Rule seorang pemegang kepercayaan trustee misalnya
direksi, komisaris, pemegang saham, manager, Kepala Kantor Cabang, Kepala Bagian, atau Kepala Operasional pada sebuah bank dapat dibebaskan dari segala
tuntutan hukum jika ketentuan tersebut dapat dibuktikan untuk membela dirinya dari segala tuntutan.
Clark memandang, bahwa, agar kedua prinsip antara tugas pribadi dengan tugas pekerjaan satu sama lain tidak berbenturan tetapi dapat sejalan antara satu
Universitas Sumatera Utara
sama lainnya, maka dalam penerapannya harus konsisten.
159
Perlu dipahamkan bahwa apabila suatu keputusan bisnis diambil oleh orang-orang pemegang kepercayaan
dalam suatu entitas bisnis dan mengakibatkan entitas bisnis itu misalnya bank mengalami kerugian belum tentu orang tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum. Dalam hal ini harus terlebih dahulu dibuktikan apakah ketika orang tersebut
telah melakukannya berdasarkan itikad baik dan penuh kehati-hatian. Jika dilakukannya terkait adanya unsur niat jahat means rea sebagaimana yang telah
diuraikan sebelumnya, maka orang tersebut jelas dapat dihukum. Demikian sebaliknya, jika dapat dibuktikannya bahwa keputusan yang diambilnya itu semata-
mata karena itikad baik dan berhati-hati berdasarkan undang-undang dan ketentuan yang berlaku dan sesuai dengan SOP yang ada, maka seseorang dapat terlepas dari
segala tuntutan hukum. Prinsip Business Judgment Rule awalnya berasal dari Amerika Serikat untuk
mencegah pengadilan-pengadilan di Amerika Serikat untuk mempertanyakan pengambilan keputusan usaha oleh Direksi yang diambil dengan itikad baik good
faith tanpa kepentingan pribadi dan keyakinan yang dapat dipertanggungjawabkan bahwa mereka telah mengambil suatu keputusan yang menguntungkan perseroan.
Prinsip Business Judgment Rule muncul sebagai penyeimbang dari prinsip fiduciary duty. Keberlakuan prinsip Business Judgment Rule ini dianggap telah memberikan
159
Clark dalam Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005, hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
kelegaan karena menurut prinsip ini seseorang yang berperan sebagai pemegang amanah tidak serta merta lantas dapat dihukum.
160
Doktrin Business Judgment Rule ini secara tradisional dikonsep untuk melindungi kepentingan anggota Direksi dari pertanggungjawaban diambilnya
keputusan usaha tertentu yang menyebabkan kerugian pada perseroan. Dalam ilmu hukum prinsip Business Judgment Rule bertolok ukur pada aplikasi spesifik dari
standar tingkah laku pada sebuah situasi dimana setelah pemeriksaan secara wajar, seorang pemegang kepercayaan tidak mempunyai kepentingan pribadi menggunakan
serangkaian tindakan dengan itikad baik, jujur dan secara rasional percaya bahwa tindakannya dilakukan hanya semata-mata untuk kepentingan perusahaan.
161
2. Pembelaan Diri Terhadap Pemegang Kepercayaan Berdasarkan Prinsip Kehati-Hatian Dalam UUPT dan UU Perbankan
Badan usaha bank adalah badan hukum. Menurut Pasal 21 ayat 1 UU No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bentuk hukum suatu bank
umum dapat berupa: Perseroan Terbatas PT, Koperasi; atau Perusahaan Daerah PD. Selanjutnya dalam ayat 2 ditegaskan, bentuk hukum suatu Bank Perkreditan
Rakyat BPR dapat berupa salah satu dari: PD, Koperasi, PT, atau bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Badan hukum bank dapat berupa PT dan
dapat pula berupa Badan Usaha Milik Negara BUMN, Badan Usaha Milik Daerah BUMD, atau Badan Usaha Milik Swasta BUMS.
160
Sutan Remy Sjahdeni, Op. cit., hal. 101 dan hal. 336.
161
Gunawan Widjaja, Op. cit., hal. 38. Lihat juga Bismar Nasution, Op. cit., hal. 10.
Universitas Sumatera Utara
Badan hukum bank yang berbentuk PT, selain tunduk pada UU No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, juga tinduk pada UU No.40
Tahun 2007 tentang PT disingkat UUPT. Pendirian bank yang berbentuk PT harus tunduk dan memenuhi syarat-syarat serta prosedur yang ditentukan dalam UUPT.
Badan hukum bank merupakan lembaga keuangan dengan menerapkan prinsip ekonomi mencari keuntungan sebesar-besarnya profit oriented sesuai dengan aturan
yang mengatur di bidang perbankan.
162
Apabila diharmonisasikan dengan UUPT, sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 91 ayat 1 UUPT, sangat tegas disebutkan bahwa Direksi dalam
menjalankan pengurusan PT hanya untuk kepentingan PT dan harus sesuai dengan maksud dan tujuan PT. Dengan demikian direksi dalam mengelola bank harus
dilaksanakannya demi kepentingan bank dan sesuai dengan maksud dan tujuan bank. Selain direksi bank, yang turut andil dalam mengelola bank tersebut adalah Manager,
Kepala Kantor Cabang, Kepala Bagian, Kepala Operasional, Staf lainnya, beserta karyawan bank.
Menurut Pasal 97 ayat 1 dan ayat 2 UUPT, direksi lah yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan PT bank dan dapat pula dilakukan melalui tanggung
jawab renteng.
163
Apabila dikaji dari prinsip fudiciary duty, seseorang yang memegang peran sebagai suatu wakil trustee atau suatu peran yang disamakan
162
Abdilkadir Muhammad, Op. cit, hal. 242.
163
Pasal 14 Ayat 1, Pasal 37 Ayat 3, Pasal 69 Ayat 3, Pasal 97 Ayat 4, Pasal 104 Ayat 2, Pasal 114 Ayat 4, Pasal 115 Ayat 1, Pasal 142 Ayat 5, UUPT. Tanggung jawab renteng
adalah tanggung jawab yang dibebankan kepada setiap pribadi anggota Direksi.
Universitas Sumatera Utara
dengan sesuatu yang berperan sebagai wakil, dalam hal ini peran tersebut diwakili oleh Kepala Operasional di PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe harus didasarkan
pada kepercayaan dan kerahasiaan trust and confidence yang dalam peran ini meliputi, ketelitian scrupulous, itikad baik good faith, dan keterusterangan
candor. Konsep fiduciary duty termasuk hubungan seperti, pengurus atau pengelola, pengawas, wakil atau wali, dan pelindung guardian termasuk juga di dalamnya
seorang lawyer yang mempunyai hubungan fiduciary dengan client-nya.
164
Dikaji dari sisi asas atau prinsip, terhadap pelaksanaan prinsip kehati-hatian dapat dikaitkan dengan prinsip-prinsip lainnya seperi prinsip fiduciary duty dan
prinsip Business Judgment Rule. Karena bisnis bank merupakan bisnis yang penuh dengan risiko, maka dalam pengelolaannya diterapkan prinsip kepercayaan fiduciary
duty. Namun karena adanya prinsip fiduciary duty ini memberi peluang besar untuk menyalahgunakan kewenangan terhadap orang yang dipercaya trustee atau
sebaliknya, seseorang bahkan tidak menyalahgunakan kewenangan itu tetapi dengan itikad baik dan hati-hati tetap saja bank tersebut mengalami kerugian sehingga
seseorang itu dilaporkan dan dituntut secara hukum, maka dalam konteks ini ada prinsip penting yang berlaku yaitu prinsip pembelaan diri Business Judgment Rule.
Walaupun terdakwa Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak bukanlah seorang direksi, namun tidak salah jika prinsip fiduciary duty diterapkan pada seorang Kepala
Operasional sebagai seorang wakil atau pemegang kepercayaan yang diamanahkan
164
Bismar Nasution, “Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris Dalam Pengelolaan Perseroan Terbatas Bank”, Op. cit, hal. 4-5. Lihat juga: M. Yahya Harahap, Op. cit, hal. 374-377
Universitas Sumatera Utara
atasan kepadanya melalui surat pengangkatannya. Sehubungan dengan itu, kajian normatifnya dapat dianalisis dari ketentuan-ketentuan dalam UUPT yang menegaskan
bahwa direksi adalah orang yang dipercaya dalam mengurus PT. Penegasan Pasal 97 UUPT menentukan mengenai tanggung jawab penuh atas
pengurusan perseroan oleh direksi yang mewajibkan untuk melaksanakan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Namun, dalam ayat 3 ditentukan pula bahwa setiap
anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya. Tanggung
jawab dalam ayat 3 ini dilakukan secara tanggung renteng dimana setiap anggota bertanggung jawab secara pribadi.
Tampak dalam Pasal 97 Ayat 5 UUPT adanya pengecualian tanggung jawab penuh direksi dalam pengurusan PT sebagaimana dimaksud di atas. Penegecualian itu
adalah dapat dibebaskannya direksi dari pertanggungjawaban apabila dapat dibuktikannya bahwa dirinya dalam mengambil keputusan bisnis didasarkan pada
itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan PT. lebih jelasnya dapat dirujuk pada ketentuan Pasal 97 ayat 5 UUPT, anggota direksi tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian apabila dapat membuktikan: a.
Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b.
Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
c. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d.
Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
UUPT pada prinsipnya menegaskan pertanggungjawaban hanya karena kesalahan, ukurannya adalah apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai
menjalankan tugasnya dan tidak dilakukannya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Dikatakan hanya untuk kepentingan maksud dan tujuan perseroan,
berarti selain dari pada kepentingan maksud dan tujuan perseroan, tidak dibenarkan oleh undang-undang bahwa pemegang amanah seperti direksi bertindak untuk
kepentingan pribadinya. Apabila keempat syarat-syarat dalam Pasal 97 Ayat 5 di atas dapat
dibuktikan, maka berdasarkan prinsip Busines Judgment Rule seorang pemegang kepercayaan trustee misalnya direksi, komisaris, pemegang saham, manager,
Kepala Kantor Cabang, Kepala Bagian, atau Kepala Operasional pada sebuah bank dapat dibebaskan dari segala tuntutan hukum jika ketentuan yang disebutkan Pasal 97
ayat 5 UUPT dapat dibuktikannya. Apabila
didasarkan UUPT,
masih terdapat
bayangan mengenai
pertanggungjawaban ini, tidak jelas karena ukuran apa yang menjadi standar itikad baik. Pada praktiknya ukuran itikad baik dapat diukur dari penerapan putusan
pengadilan, jika pengadilan memutuskan perkara tersebut telah dilakukan dengan itikad baik maka itulah ukuran yang semestinya. Selain itu, ukuran itikad baik dapat
juga bersandar pada SOP, dimana jika keputusan bisnis itu telah dilakukan sesuai dengan standar SOP-nya, maka, hakim dapat memutuskan kepada terdakwa bebas
dari segala tuntutan hukum seperti pada kasus pencairan cek Nomor: AP 011150 milik Pemda Kabupaten Aceh Utara sejumlah Rp.1.500.000.000,- satu milyar lima
Universitas Sumatera Utara
ratus juta rupiah oleh terdakwa Heri Kurnia Bin Sulaiman Ishak Kepala Operasional
yang berwenang
untuk mencairkan
cek dengan
jumlah Rp.200.000.000,- dua ratus juta rupaih sampai dengan Rp.5.000.000.000,- lima
milyar rupiah di PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe. Menurut Bismar Nasution prinsip-prinsip dalam Business Judgment Rule yang
biasa ditemukan di Negara yang menganut sistem hukum common law berbeda dengan apa yang diatur dalam UUPT. Umumnya prinsip Business Judgment Rule
dalam sistem hukum common law hanya berlaku pada keputusan bisnis saja. Namun dalam UUPT, prinsip ini berlaku pada “pengurusan perseroan” yang merupakan
aspek yang lebih luas di bandingkan dengan keputusan bisnis. Hal ini berarti direktur dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya bukan hanya dalam hal keputusan bisnis
yang diambil, tetapi juga dalam aspek manejemen perusahaan jika direktur dapat membuktikan unsur-unsur dalam Pasal 97 ayat 5 UUPT di atas dapat dibebaskan
dari tanggung jawab.
165
Persoalan ukuran itikad baik dan kehati-hatian masih juga terdapat di UUPT dan ketidakjelasan dalam definisi kesalahan dan kelalaian, tidak adanya unsur yang
jelas dari ketentuan itikad baik dan kehati-hatian dapat mengakibatkan ketidakpastian. Pasal 155 UUPT juga mengatur bahwa ketentuan tanggung jawab
direksi tidak mengurangi kesalahan dan kelalaian yang diatur oleh KUH Pidana.
165
Bismar Nasution, “Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Dalam Perspektif Hukumum Bisnis: Pembelaan Direksi Melalui Prinsip Business Judgment Rule”, Makalah, Disampaikan pada
Seminar Bisnis 46 tahun FE USU: Pengaruh UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terhadap Iklim Usaha di Sumatera Utara, Aula Fakultas Ekonomi USU, 24 November 2007, hal. 11.
Universitas Sumatera Utara
Artinya walaupun menurut ketentuan UUPT ini seorang Direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawabnya, tidak menutup kemungkinan Direksi tersebut masih dapat
dituntut dengan ketentuan lain dalam peraturan undang-undang lainnya.
166
Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketentuan yang menyangkut pembelaan direksi dalam UUPT masih mengalami kekaburan dari
prinsip Business Judgment Rule itu sendiri. Pada satu sisi ketentuan dalam UUPT berusaha membela direksi untuk memberikan keamanan kepadanya, namun di sisi
lain UUPT tidak secara otomatis melindunginya dari tanggung jawab terhadap ketentuan dalam hukum pidana lainnya.
Akibat hukum dalam kajian UU No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan berdasarkan asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan atau
tiada pidana tanpa kesalahan geen straf zonder schuld dengan arti lain bahwa kesalahan meliputi kesengajaan dan atau kelalaian tidak mungkin ada tanpa
melakukan perbuatan yang bersifat melawan hukum,
167
maka seseorang dapat dihukum karena sengaja atau lalai dalam menjalankan tugas. Sebagaimana ketentuan
Pasal 47 ayat 2 UU No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang menegaskan:
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan
menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 4 empat tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp.4.000.000.000,00
empat miliar
rupiah dan
paling banyak
Rp.8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah.
166
Ibid, hal. 12.
167
Moeljatno, Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
Apabila dikaitkan dengan pasal-pasal dalam UU No.7 Tahun 1992 jo UU
No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan misalnya Pasal 47 ayat 2 UU No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan di atas, akibat hukum karena tidak
dilaksanakannya prinsip
kehati-hatian, maka
seseorang dapat
mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Pihak terafiliasi termasuk pula di dalamnya orang yang menduduki jabatan sebagai Kepala Bagian
Operasional sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 angka 22 UU No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Tidak melaksanakan prinsip
kehati-hatian yang dimaksud dalam Pasal 47 ayat 2 UU No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan ini menyangkut kerahasiaan bank yang tidak
boleh dengan sengaja menyampaikannya kepada pihak lain. Pengenaan sanksi pidana dan sanksi denda terhadap pihak terafiliasi juga
ditentukan dalam Pasal 48 UU No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan dalam hal ksengajaan tidak memberikan keterangan yang wajib atau
karena kelalaiannya memberikan keterangan yang wajib kepada masyarakat khususnya nasabah. Sanksi yang ditentukan dalam Pasal 48 ayat 1 UU No.7 Tahun
1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dipidana penjara sekurang- kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun serta denda sekurang-
kurangnya Rp.5.000.000.000,00 lima miliar rupiah dan paling banyak Rp.100.000.000.000,00 seratus miliar rupiah. Larangan ini juga berlaku karena
kalalaiannya dalam memberikan keterangan yang wajib dan dapat dikenakan sanksi
Universitas Sumatera Utara
pidana kurungan sekurang-kurangnya 1 satu tahun dan paling lama 2 dua tahun dan atau denda sekurang-kurangnya Rp.1.000.000.000,00 satu miliar rupiah dan
paling banyak Rp.2.000.000.000,00 dua miliar rupiah. Secara umum dapat dipahamkan maksud Pasal 50 UU No.7 Tahun 1992 jo
UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang secara eksplisit terkandung perintah untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian. Penegasan pasal ini sebagai berikut:
Pihak terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam
Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 tiga tahun
dan paling lama 8 delapan tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.5.000.000.000,00
lima miliar
rupiah dan
paling banyak
Rp.100.000.000.000,00 seratus miliar rupiah. Begitu luasnya aspek kehati-hatian ini sehingga ketentuan dalam Pasal 50 UU
No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan menegaskannya secara keseluruhan dengan ukuran adalah ketaatan bank terhadap ketentuan dalam
UU No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan perundang- undangan lainnya yang berlaku bagi bank. Bahkan menurut ketentuan Pasal 51 ayat
1 UU No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan dapat diartikan secara tersirat bahwa akibat tidak dilaksanakannya prinsip kehati-hatian
dalam mengelola bank, menyangkut Pasal 46, Pasal 47, Pasal 47A, Pasal 48 ayat 1, Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50A dikategorikan kejahatan perbankan.
Namun jika keputusan bisnis itu atau tindakan yang dilakukan oleh pihak terafiliasi telah dilakukan sesuai dengan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam UU
No.7 Tahun 1992 jo UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan perundang-
Universitas Sumatera Utara
undangan lainnya dan berdasarkan prinsip kehati-hatian yang diwujudkan dalam standar SOP-nya, maka dapat membebaskannya dari segala tuntutan hukum yang
didasarkan pada prinsip Business Judgment Rule dan telah dibuktikannya bahwa tindakannya didasarkan pada itikad baik, jujur, tanggung jawab dan demi kepentingan
bank. Sebagaimana dengan kasus tersebut di atas, terdakwa Heri Kurnia Bin
Sulaiman Ishak sebagai Kabag Operasional di PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe dapat membuktikan bahwa dirinya tidak dengan sengaja atau lalai dalam
melaksanakan tugasnya melainkan telah dilakukannya dengan itikad baik, jujur, tanpa ada pemberian dan janji-janji apapun kepadanya, bertanggung jawab, serta
tindakannya dalam mencairkan cek Nomor: AP 011150 milik Pemda Kabupaten Aceh Utara sejumlah Rp.1.500.000.000,- satu milyar lima ratus juta rupiah telah
dilakukannya dengan langkah-langkah sebgaaimana yang telah ditentukan dalam SOP PT. Bank Aceh Cabang Lhokseumawe.
Apabila ditinjau dari sisi non hukum, jika bank tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian dapat berdampak atau berakibat pada risiko-risiko kerugian keuangan
bank, kepercayaan masyarakat akan berkurang kepada bank, bahkan perekonomian nasional dapat terganggu. Risiko-risiko kerugian yang mungkin timbul telah
diutarakan pada Bab II sub B sebelumnya. Risiko-risiko kerugian pada bank bisa timbul dari kesalahan kesengajaan atau kelalaian pihak bank dalam melaksanakan
prinsip kehati-hatian.
Universitas Sumatera Utara
Bisnis bank adalah bisnis kepercayaan, jika bank tidak dapat memegang kepercayaan masyarakat penyimpan dana kepada bank, niscaya kepercayaan
masyarakat tersebut akan berkurang bahkan sama sekali tidak percaya kepada bank untuk menyimpan ataupun mengelola dana nasabah tersebut. Oleh karena itu,
dukungan kontrol terhadap aktivitas perbankan oleh Bank Indonesia dengan kewajiban melaksanakan prinsip kehati-hatian merupakan solusi terbaik untuk
menjaga dan mempertahankan eksistensi perbankan yang pada akhirnya akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan itu sendiri.
168
Apabila salah satu bank tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian, katakanlah suatu bank yang tidak memiliki aset banyak mengalami kerugian, maka kemungkinan
kerugian yang ditimbulkannya tidak begitu terasa dampaknya pada sistem perekonomian nasional. Namun, mengingat pada umumnya masyarakat Indonesia
melakukan bisnis pada sektor perbankan, maka apabila bank-bank tidak melaksanakan prinsip ini atau salah satu bank yang memiliki aset paling besar
mengalami kerugian karena tidak melaksanakan prinsip kehati-hatian dapat mengakibatkan sistem perekonomian nasional terganggu.
168
Heru Supraptomo, Loc. cit.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN