dan 625 mgkg bb Gambar 4.2.

49 Tabel 4.5 Aktivitas AST tikus putih yang diinduksi parasetamol pada pengukuran hari ke-8 Mean ± SD Kelompok Perlakuan Jumlah Subjek Aktivitas AST UL I Tanpa perlakuan 5 35,20 ± 4,32 II CMC - Na 0,5 + parasetamol 5 296,80 ± 78,02 a III Katekin + parasetamol 5 52,00 ± 9,11 IV EERTG 5 mgkg bb + parasetamol 5 121,60 ± 49,20 a V EERTG 25 mgkg bb + parasetamol 5 75,60 ± 8,36 VI EERTG 125 mgkg bb + parasetamol 5 59,60 ± 12.03 VII EERTG 625 mgkg bb + parasetamol 5 45,60 ±12,97 Hasil orientasi yang dilakukan pada tikus jantan yang diberikan EERTG dosis 5, 25, dan 125 mgkg bb menunjukkan penghambatan peningkatan aktivitas AST dibandingkan dengan CMC-Na 0,5 sebagai kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis EERTG semakin besar aktivitas hepatoprotektor yang dihasilkan. Pada perlakuan, dosis EERTG ditingkatkan menjadi 625 mgkg bb sehingga ada 4 variasi dosis yang digunakan yaitu 5, 25,

125, dan 625 mgkg bb Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Grafik pengukuran aktivitas AST 35,2 296,8 52 121,6 75,6 59,6 45,6 50 100 150 200 250 300 350 tanpa perlakuan kontrol - kontrol + dosis 5 mgkg bb dosis 25 mgkg bb dosis 125 mgkg bb dosis 625 mgkg bb P e ng uk ur a n a k ti v it a s A S T s e te la h 8 ha ri U L Kelompok perlakuan Universitas Sumatera Utara 50 Berdasarkan Gambar 4.2 di atas, aktivitas AST pada kelompok normal adalah 35,2 UL, pada kelompok kontrol positif katekin 2 mgkg bb ditemukan aktivitas AST adalah 52 UL. Dengan nilai tersebut menunjukkan bahwa aktivitas AST yang diperoleh sesuai dengan aktivitas normal pada tikus, yaitu berkisar antara 29,8 – 77,0 UL Baron, 1992. Sedangkan yang diperoleh pada kelompok kontrol negatif CMC Na 0,5 dan suspensi parasetamol dosis 2 gkg bb adalah 296,8 UL; ini jauh lebih tinggi dibandingkan kelompok tanpa perlakuan dan menunjukkan perbedaan yang signifikan p 0,05 antar kelompok perlakuan EERTG. Dengan demikian disimpulkan bahwa pemberian suspensi parasetamol dosis 2 gkg bb dapat merusak hepar yang ditandai dengan peningkatan aktivitasAST dan ini sesuai dengan hasil penelitian Aluko, et al., 1999 tentang aktivitas hepatoprotektor Ocimum americanum L pada tikus putih jantan yang diinduksi parasetamol; Anyasor, et al., 2013 tentang aktivitas hepatoprotektor Costus afer S pada tikus putih jantan yang diinduksi parasetamol; dan Lin,et al., 2000 tentang aktivitas hepatoprotektor Solanum alatum M pada mencit yang diinduksi parasetamol. Aktivitas AST pada kelompok perlakuan dosis 5, 25, 125, dan 625 mgkg bb berturut-turut adalah 121,60 UL; 75,60 UL; 59,60 UL; dan 45,60 UL. Pada dosis 5 mgkg bb, aktivitasAST berbeda signifikan p 0,05 dengan kelompok tanpa perlakuan, kontrol positif, dan EERTG dosis 625 mgkg bb. Hal ini disebabkan dosis yang diberikan terlalu kecil sehingga tidak menimbulkan efek hepatoprotektor. Aktivitas AST yang tidak berbeda signifikan p 0,05 dengan kelompok tanpa perlakuan dan kontrol positif, namun berbeda signifikan p 0,05 dengan kontrol negatif mulai terlihat pada dosis 25, 125 dan 625 mgkg bb. Universitas Sumatera Utara 51 Ini menunjukkan adanya aktivitas kurkumin sebagai antioksidan yang terkandung di dalam EERTG, sehingga mampu menghambat pembentukan metabolit NAPQIdari parasetamol dengan cara meningkatkan aktivitas glutation untuk mengkonjugasi metabolit NAPQI tersebut, yang dapat dilihat dari penghambatan peningkatan aktivitas enzim ALT dan AST menuju aktivitas normal seiring dengan peningkatan dosis EERTG yang diberikan. Pada enzim AST, aktivitas normal sedikit lebih tinggi dibandingkan enzim ALT, hal ini disebabkan karena peningkatan enzim AST bukan merupakan indikasi utama kerusakan hepar. AST banyak terdapat di jantung, otot rangka, ginjal dan pankreas Husadha, 1996. Hal tersebut yang menyebabkan AST bukan parameter utama pada kerusakan hepar tanpa didukung pemeriksaan ALT yang lebih spesifik untuk kerusakan hepar. Beberapa enzim lain juga dapat dijadikan parameter pada kerusakan hepar, seperti alkalin pospatase AP yang lebih dominan bila terjadinya obstruksi pada saluran empedu dan meningkat bila ada gangguan pada tulang, gamma glutamil transpeptidase GGT yang meningkat pada obtruksi pada saluran empedu dan hepatitis, 5 – nukleotidase yang interpretasinya sama dengan alkali pospatase, hanya saja enzim ini lebih spesifik pada obstruksi bilier. Enzim-enzim tersebut merupakan parameter pendukung pada kerusakan hepar Baron, 1992. Hasil pengujian aktivitas hepatoprotektor kemudian dianalisis dengan uji perbedaan rata-rata antar kelompok Uji ANAVA dan hasil analisis data dilanjutkan dengan ujipost hoc menggunakan Tukey HSD. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh F hitung aktivitasAST 32.994 F Tabel 2,71 menunjukkan hubungan yang bermakna P0,05 berarti terdapat perbedaan rata-rata antara variabel yang diuji. Universitas Sumatera Utara 52 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

4.3 Gambaran Kerusakan Organ Hepar