Gambaran makroskopik organ hepar Gambaran mikroskopik hepar Histopatologi hepar

52 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

4.3 Gambaran Kerusakan Organ Hepar

4.3.1 Gambaran makroskopik organ hepar

Setelah pembedahan dan pengamatan organ hepar, secara makroskopik dapat dilihat perbedaan organ hepar antara kelompok tanpa perlakuan, kontrol negatif, kontrol positif dan kelompok EERTG dosis 5, 25, 125, dan 625 mgkg bb yaitu meliputi warna dan tekstur hepar Gambar 4.3 dan Tabel 4.6. Gambar 4.3 Makroskopik hepar tikus Keterangan : P1 : Hepar tikus kelompok normal P2 : Hepar tikus kelompok kontrol negatif P3 : Hepar tikus kelompok kontrol positif P4 : Hepar tikus kelompok EERTG dosis 5 mgkg bb P5 : Hepar tikus kelompok EERTG dosis 25 mgkg bb P6 : Hepar tikus kelompok EERTG dosis 125 mgkg bb P7 : Hepar tikus kelompok EERTG dosis 625 mgkg bb Universitas Sumatera Utara 53 Tabel 4.6 Pengamatan secara morfologi organ hepar tikus padahari ke-8

4.3.2 Gambaran mikroskopik hepar Histopatologi hepar

Pengamatan histopatologi dilakukan pada hari ke-8 setelah 24 jam pemberian parasetamol. Tikus yang masih hidup dikorbankan dengan cara dislokasi leher kemudian dibedah untuk diambil heparnya. Hasil pengamatan ini digunakan untuk menentukan derajat kerusakan sel-sel hepar akibat pemberian parasetamol dan efek hepatoprotektor dari ekstrak uji yang diberikan yaitu EERTG. Melalui pengamatan histopatologi ini dapat dilihat kerusakan organ pada tingkat yang tidak terlihat bila hanya diamati secara makroskopik Tabel 4.7. Tabel 4.7 Hasil histopatologi jaringan hepar tikus pada hari ke-8 berdasarkan kerusakan hepatosit Kelompok Jenis Kerusakan Hepatosit Degenerasi Hidropik Nekrosis P1 - - P2 + + P3 - - Perlakuan Hepar Warna Tekstur Normal P1 Merah Licin Kontrol negatif P2 Merah pucat sekali, bercak hitam Licin, bintik-bintik hitam Kontrol positif P3 Merah pekat Licin Dosis 5 mgkg bb P4 Merah pekat Licin, bintik-bintik coklat kehitaman Dosis 25 mgkg bb P5 Merah pekat Licin, bintik-bintik merah Dosis 125 mgkg bb P6 Merah Licin Dosis 625 mgkg bb P7 Merah Licin Universitas Sumatera Utara 54 P4 - - P5 - - P6 - - P7 - - Keterangan : P=perlakuan; 1=tanpa perlakuan;2=kontrol negatif;3=kontrol positif;4,5, 6, dan 7 = dosis 5, 25, 125, dan 625 mgkg bb; - = normal;+ = terjadi kerusakan. Pada Tabel 4.7 terlihat pada kelompok tanpa perlakuan, kontrol positif, EERTG dosis 5, 25, 125, dan 625 mgkg bb tidak terjadi kerusakan hepatosit, sedang pada kelompok kontrol negatif terjadi kerusakan hepatosit yaitu degenerasi hidropik dan nekrosis. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian paresetamol dosis 2 gkg bb dapat menyebabkan kerusakan hepar melalui mekanisme pembentukan metabolit NAPQI dan penurunan muatan glutation hepar sehingga terjadi pengikatan makrmolekul sel hepar oleh metabolit NAPQI yang dapat menyebabkan kerusakan sel hepar Gambar 4.4. Universitas Sumatera Utara 55 Gambar 4.4 Histopatologi jaringan hepar tikus perbesaran 10x10 Keterangan : a vena sentralis normal; b hepatosit normal; c sinusoid normal P1 : Hepar tikus kelompok normal P2 : Hepar tikus kelompok kontrol negatif P3 : Hepar tikus kelompok kontrol positif P4 : Hepar tikus kelompok EERTG dosis5 mgkg bb P5 : Hepar tikus kelompok EERTG dosis 25 mgkg bb P6 : Hepar tikus kelompok EERTG dosis 125 mgkg bb P7 : Hepar tikus kelompok EERTG dosis 625 mgkg bb b c a P1 Universitas Sumatera Utara 56 Gambar 4.4 lanjutan Keterangan : a vena sentralis yang mengalami kongesti; b hepatosit yang mengalami nekrosis yang dilihat dari inti sel piknotik, karyolisis dan karyoreksis; terjadi degenerasi hidropik pada hepatosit; c sinusoid tidak teratur; d terjadi infiltrasi sel radang; e terjadi hemorrage b e d a P2a c P2a P2b Universitas Sumatera Utara 57 Keterangan: a vena sentralis normal; b hepatosit normal, namun beberapa mengalami piknotik; c sinusoid normal. Gambar 4.4 lanjutan Keterangan: a vena sentralis normal; b hepatosit normal; c sinusoid normal. c a b P3 P4 a c b Universitas Sumatera Utara 58 Keterangan: a vena sentralis normal; b hepatosit normal; c sinusoid normal Gambar 4.4 lanjutan Keterangan : a vena sentralis normal; b hepatosit normal; c sinusoid normal P5 a b c P6 c b a Universitas Sumatera Utara 59 c Gambar 4.4 lanjutan Keterangan : a vena sentralis normal; b hepatosit normal; c sinusoid normal Berdasarkan Gambar 4.4 di atas, pada keadaan normal P1, vena sentralis merupakan sebuah pembuluh vena yang dikelilingi oleh sel endothelium yang tersusun rapat Flore, 1981 dan terletak pada pusat lobulus dengan hepatosit tersusun secara teratur ke arah vena sentralis Price, 1997. Di dalam hepatosit terdapat sitoplasma yang masih utuh dengan nukleus yang bulat. Di sepanjang hepatosit terdapat sinusoid tempat mengalirkan darah yang akan ditampung oleh vena sentralis Junqueira, 1992; Fawcett, 2002. Pada kelompok kontrol negatif P2 terlihat adanya indikasi kerusakan struktur hepar yang ditandai dengan kongesti vena sentralis yang diakibatkan oleh lisisnya sel endothelium sehingga lingkaran tidak utuh dan akhirnya lingkaran menjadi tidak jelas. Vena sentralis menerima darah dari sinusoid sebanyak 25 yang berasal dari arteri hepatika, P7 a b c Universitas Sumatera Utara 60 sedangkan 75 berasal dari vena porta yang mengalirkan darah dari saluran cerna hasil absorbsi usus. Jadi, vena sentralis akan banyak menampung zat-zat hasil metabolisme yang dapat bersifat toksik maupun nontoksik. Banyaknya darah yang ditampung oleh vena sentralis akan menyebabkan konsentrasi zat yang bersifat toksik jauh lebih besar sehingga hal inilah yang memperjelas kerusakan vena sentralis Price dan Wilson, 1997; Underwood, 1997. Pada inti sel hepatosit nampak sel hepar juga mengalami nekrosis ditandai dengan inti sel mengecil dan berwarna kehitaman inti piknotik, inti sel pecah karyoreksis dan inti sel menghilang karyolisis Price dan Wilson, 1997. Pada gambar P2 menunjukkan adanya sel yang mengalami degenerasi hidropik. Di sini terlihat sel membengkak dan vakuola membesar. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa degenerasi hidropik merupakan pertanda awal kerusakan sel akibat terganggunya permeabilitas membran sel akibat penurunan jumlah ATP, sehingga memudahkan molekul air masuk dari ekstrasel ke intrasel secara berlebihan akibatnya terjadi pembengkakan sel dan vakuola membesar Underwood, 1997. Adanya infiltrasi sel radang berupa monosit dan limfosit akibat peradangan sel hepar sebagai respon imun sel kuppfer yang terdapat di sepanjang sinusoid. Gambaran histopatologi hepar pada kelompok kontrol positif P3, EERTG dosis 5, 25, 125, dan 625 mgkg bb P4, P5, P6, P7 tidak menunjukkan kerusakan yang signifikan dengan kelompok kontrol negatif. Hal ini membuktikan bahwa dengan pemberian EERTG dapat melindungi hepar dari kerusakan dan EERTG mempunyai aktivitas hepatoprotektor terhadap hepar tikus yang diinduksi Universitas Sumatera Utara 61 parasetamol dengan cara peningkatan glutation di hepar sehingga mampu mengkonjugasi metabolit NAPQI yang terbentuk akibat pemberian parasetamol. Berdasarkan uraian diatas, pemberian parasetamol dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan hepar dengan cara penurunan proses konjugasi dengan asam glukoronat dan asam sulfat hepar sehingga menigkatkan oksidasi yang dikatalisis Sitokrom P-450 sehingga terjadi peningkatan pembentukan NAPQI dan simpanan glutation hepar menjadi berkurang James, et al., 2003.Terbentuknya metabolit NAPQI dalam jumlah banyak dan penurunan jumlah glutathion hepar, akan berakibat terbentuknya ikatan kovalen antara metabolit dengan makromolekul sel-sel hepar sehingga terjadi nekrosis atau kerusakan hepar Husadha, 1996. Nekrosis dapat dilihat dengan berkurangnya jumlah inti pada sel atau hilangnya inti sama sekali dan pengeruhan pada sitoplasma Thomas, 1998. Hepatosit yang rusak melepaskan faktor-faktor penarik yang mengaktivasi makrofag hepar, menyebabkan nekrosis dengan melepaskan enzim proteolitik dan oksigen reaktif. Sel-sel hepar yang rusak akan melepaskan enzim-enzim yang menandai kerusakan tersebut di antaranya peningkatan aktivitas ALT dan AST Damjanov, 2000. Pemberian EERTG sebelum tikus diinduksi dengan parasetamol dosis tinggi, dapat mencegah kerusakan hepar yang diakibatkan oleh metabolit NAPQI dari pemberian parasetamol dosis tinggi. Rimpang temu giring mengandung senyawa yang berkhasiat obat yaitu kurkuminoid, terdiri atas kurkumin, desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin. Senyawa kurkumin yang terkandung pada rimpang temu giring sekitar 0,98 – 3,21 Windono, 2007. Senyawa ini yang diduga melindungi sel-sel hepar dari bahan toksik Aggarwal, et Universitas Sumatera Utara 62 al., 2006. Kurkumin yang terkandung di dalam EERTG melindungi hepar dengan cara peningkatan aktivitas enzim glutation peroksidase yang merupakan antioksidan endogen yang mengkatalisis reaksi konjugasi glutation dengan sejumlah besar xenobiotika endogen maupun eksogen, sehingga kebutuhannya untuk mengkonjugasi NAPQI akan tercapai, dengan demikian NAPQI tidak berikatan dengan makromolekul hepatosit dengan demikian terhindar dari kerusakan Suyatna, dkk., 2010. Universitas Sumatera Utara 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan di dalam penelitian ini adalah: a. Pemberian EERTG dapat mengurangi efek hepatotoksik dari parasetamol yang diinduksi, dengan menghambat peningkatan aktivitasALT dan AST. AktivitasALT pada kelompok kontrol negatif 334,4 UL, AST 296,80 UL.Aktivitas tersebut berbeda signifikan P 0,05 dengan kelompok EERTG dosis 5, 25, 125, dan 625 mgkg bb pada serum tikus yang diperiksa. b. Dosis efektif dari EERTG sebagai hepatoprotektor adalah pada dosis 25 mgkg bb, dengan aktivitasALT = 62,4 UL, AST = 75,6 UL yang mencapai kadar normal dan menunjukkan perbedaan yang signifikan P 0,05 dari kontrol negatif dan tidak berbeda signifikan P 0,05dari kontrol positif dan kelompok tanpa perlakuan. c. Pemberian EERTG dosis 5, 25, 125, dan 625 mgkg bb tidak menunjukkan adanya kerusakan jaringan hepar pada pemeriksaan histopatologi jaringan.

5.2 Saran

Saran di dalam penelitian ini adalah: a. Kepada peneliti selanjutnya dengan memeriksa parameter lain kerusakan hepar seperti ALP, GGT, 5-nukleotidase dan bilirubin. b. Kepada peneliti selanjutnya dengan menggunakan agen hepatotoksik lain sebagai penginduksi kerusakan hepar seperti CCl 4 dan alkohol. Universitas Sumatera Utara