Manajemen risiko dan aplikasinya pada pengadaian Syariah

(1)

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh :

MURNI YULIANTI NIM: 106046101668

Di Bawah Bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Drs.H. Hamid Farihi, M.A H.M. Dawud A. Khan,S.E.,M.Si.,Ak.,CPA NIP. 195811191986031001

K O N S E N T R A S I P E R B A N K A N S Y A R I A H

PROGRAM STUDI MUAMALAT ( EKONOMI ISLAM )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1431 H / 2010 M


(2)

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam).

Jakarta, 24 September 2010

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,

Prof. DR. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM. NIP: 195505051982031012

Panitia Ujian Munaqasyah

1. Ketua : DR. Euis Amalia, M. Ag (……….)

NIP: 197107011998032002

2. Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H (……….)

NIP: 197407252001121001

3. Pembimbing I : Drs.H. Hamid Farihi, MA (……….)

NIP. 1973050420031002

4. Pembimbing II : M.Dawud A.Khan,SE.,M.Si.,Ak.,CPA (……….)

5. Penguji I : Dr.Ir. Iwan Pontjowinoto, SE., MM (……….)


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, Ramadhan 1431 H September 2010 M


(4)

pada Pegadaian Syariah. Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Konsentrasi

Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 1431 H / 2010 M.

Isi: xiii - 113halaman + 28 lampiran, 31 literatur (1993-2010).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana manajemen risiko serta aplikasinya pada Pegadaian Syariah, pada penelitian ini digunakan data primer yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara yang diajukan kepada jeneral manajer manajemen risiko dan manajer usaha rahn PERUM Pegadaian Pusat Jakarta, dan data sekunder yang mendukung penelitian ini. Sedangkan untuk metode analisis, penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa mekanisme manajemen risiko pada Pegadaian Syariah diawali dengan proses identifikasi jenis risiko, kemudian dipetakan menurut dampak yang ditimbulkan dari masing-masing risiko, dan menentukan perlakuan terhadap risiko dengan menyusun strategi dalam pengendalian risiko.

Kata Kunci: Manajemen risiko, Jenis risiko, Dampak risiko, Strategi penanganan risiko.

Pembimbing I : Drs.H. Hamid Farihi, M.A

NIP. 195811191986031001


(5)

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan cahaya ilmu-Nya, shalawat dan salam semoga selalu tercurah ke hadirat Rasul pembawa cahaya, Muhammad SAW. Di balik terselesaikannya skripsi dengan judul “Manajemen Risiko dan Aplikasinya pada Pegadaian Syariah”, maka penulis ingin mengucapkan terima kasih terutama kepada :

1. Bapak Prof. DR. H.M. Amin Suma, SH, MA, MM., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu DR. Euis Amalia, M.Ag, dan Bapak H. Ah. Azharudin Lathif, M.Ag, MH, Ketua dan Sekretaris Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs.H. Hamid Farihi, M.A dan H.M. Dawud A. Khan,S.E.,M.Si.,Ak.,CPA, Dosen Pembimbing I dan II atas segenap waktu, arahan, motivasi, dan kesabarannya dalam membimbing penulis hingga akhir penulisan skripsi ini. 4. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah atas ilmu yang diberikan kepada penulis, semoga ilmu ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

5. Segenap pimpinan dan staf Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah atas pelayanannya dalam melengkapi literatur penelitian.


(6)

universitas di Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

7. Ayahanda Syarif Abah dan ibunda Wartini yang telah mencurahkan kasih sayangnya dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat merasakan pendidikan di Perguruan Tinggi. Saudara-saudaraku tercinta: aa, teh syanti, teh euis yang begitu banyak membantu, uyuy, dan audhi trimakasih atas doa dan dukungannya.

8. Sahabat-sahabatku Iea, Wie dan Nay yang senantiasa mengubah kepenatan menjadi kebahagiaan. Roni yang berkenan membantu dan meluangkan waktunya untuk berbagi pengetahuan dan Appaz yang juga berkenan berbagi ilmu bahasa arabnya.

9. Bapak Ir. Fauzan Ahmad, Direktur PT. Maestro Motivasi Indonesia dan sahabat-sahabat Maestro: Danu, Abuy, Yudi dan lainnya yang senantiasa memberikan motivasi dan inspirasi.

10.Untuk dosen yang sangat bersahabat bapak Mu’min Rauf, S.Ag., MA terimakasih untuk do’a, arahan dan motivasinya. Bu Oke dan Pa Hadi yang memberi kemudahan dalam menyelesaikan prosedur terkait kelulusan.

11.Teman-teman di Program Studi Muamalat Perbankan Syariah angkatan 2006, terutama PSC 2006, yang telah menemani penulis selama menimba ilmu di perkuliahan.


(7)

ini baik moril maupun material yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Jazakumullahu Khairul Jaza.

Ciputat, Ramadhan 1431 H September 2010 M


(8)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii

LEMBAR PENYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Kerangka Teori dan Konseptual ... 9

E. Review Studi Terdahulu ... 11

F. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Konstruksi Gadai Syariah 1. Pengertian Gadai ... 17

2. Landasan Syariah ... 18


(9)

5. Persamaan dan Perbedaan antara Gadai dengan Rahn ... 22

B. Manajemen Risiko 1. Pengertian Manajemen Risiko ... 24

2. Konsep Risiko ... 26

3. Klasifisikasi Manajemen Risiko ... 31

C. Mekanisme Manajemen Risiko ... 40

1. Identifikasi Risiko ... 41

2. Pengukuran Risiko ... 43

3. Pemetaan Risiko ... 44

4. Model Pengelolaan Risiko ... 45

5. Monitor dan Pengendalian Risiko ... 46

BAB III GAMBARAN UMUM PEGADAIAN SYARIAH A. Sejarah Berdirinya Pegadaian ... 47

1. Sejarah Singkat Perum Pegadaian... 48

2. Pegadaian Syariah di Indonesia ... 50

B. Visi dan Misi Pegadaian Syariah ... 52

C. Produk Pegadaian Syariah 1. Rahn ... 59

2. Ar-Rum ... 61

3. Mulia ... 62

D. Legalitas dan Struktur Organisasi Pegadaian Syariah ... 64


(10)

PEGADAIAN SYARIAH ... 71

A. Mekanisme Manajemen Risiko Pegadaian Syariah ... 72

1. Identifikasi ... 73

2. Pengukuran ... 74

3.Pemantauan ... 75

4. Pengendalian ... 76

B. Jenis Risiko yang Dihadapi Perum Pegadaian ... 78

C. Analisis Risiko ... 84

1. Dampak dari Masing-masing Risiko yang Dihadapi Perum Pegadaian ... 90

2. Analisis Dampak Risiko Perum Pegadaian ... 94

D. Strategi yang Ditempuh Perum Pegadaian dalam Mengatasi Permasalahan Risiko yang Dihadapi ... 101

1. Upaya-upaya yang telah Dilakukan Perum Pegadaian dalam Mengurangi Risiko ... 103

2. Upaya yang Dilakukan Perum Pegadaian untuk Mengelola Risiko ... 105

BAB V PENUTUP 1. KESIMPULAN ... 106

2. SARAN ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110


(11)

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 3.1 Komposisi Karyawan menurut Tingkat Pendidikan ... 68

Tabel 4.1 Dampak Risiko Pegadaian ... 90

Gambar 1.1 Siklus Manajemen Risiko ... 9

Gambar 1.2 Konseptual Analisa Penerapan Manajemen Risiko ... 10

Gambar 2.1 Skema Transaksi Gadai Syariah ... 17

Gambar 3.1 Struktur Divisi Syariah ... 67

Gambar 4.1 Kerangka Kerja Manajemen Risiko Perum Pegadaian ... 77


(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dunia bisnis merupakan dunia yang paling ramai dibicarakan di berbagai forum, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Ramainya pembicaraan masalah ini karena salah satu tolak ukur kemajuan suatu Negara adalah dari kemajuan ekonominya dan tulang punggung dari kemajuan ekonomi adalah dunia bisnis. Masalah pokok dan paling sering dihadapi oleh setiap perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha apa pun tidak terlepas dari kebutuhan akan dana (modal) untuk membiayai usahanya. Kebutuhan akan dana ini diperlukan baik untuk modal investasi atau modal kerja.

Adalah perusahaan yang bergerak di bidang keuangan yang memegang peranan sangat penting dalam memenuhi kebutuhan dana. Hal ini disebabkan perusahaan keuangan memang bidang utama usahanya adalah menyediakan fasilitas pembiayaan dana bagi perusahaan lainnya.1

Dalam setiap perekonomian modern, keberadaan lembaga keuangan yang menawarkan berbagai bentuk fasilitas pembiayaan merupakan sesuatu yang penting guna mendukung kegiatan perekonomian, terutama melalui pengerahan

      

1

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Cet.6 (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), hal.1.


(13)

sumber-sumber pembiayaan dan penyalurannya secara efektif dan efisien. Sejalan dengan itu, sejak tahun 1988 pemerintah telah menempuh berbagai kebijakan untuk lebih memperkuat sistem lembaga keuangan nasional melalui pengembangan dan perluasan berbagai jenis lembaga keuangan,2 di antaranya lembaga keuangan non-bank seperti Pegadaian.

Perusahaan Pegadaian merupakan lembaga keuangan yang menyediakan fasilitas pinjaman dengan jaminan tertentu. Jaminan nasabah tersebut digadaikan dan kemudian ditaksir oleh pihak Pegadaian untuk menilai besarnya nilai jaminan. Besarnya nilai jaminan akan mempengaruhi jumlah pinjaman. Sementara ini usaha Pegadaian secara resmi masih dilakukan Pemerintah.

Gadai merupakan salah satu kategori dari perjanjian utang-piutang, yang mana untuk suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berutang menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap utangnya itu. Barang jaminan tetap milik orang yang menggadaikan (orang yang berutang) tetapi dikuasai oleh penerima gadai (yang berpiutang). Praktik seperti ini telah ada sejak jaman Rasulullah saw dan Rasulullah sendiri pernah melakukannya. Gadai mempunyai nilai sosial yang sangat tinggi dan dilakukan secara sukarela atas dasar tolong-menolong.3

      

2

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, ed.II (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 1999), hal.229.

3


(14)

Hadirnya Pegadaian Syariah sebagai sebuah lembaga keuangan formal yang berbentuk unit dari Perum Pegadaian di Indonesia, yang bertugas menyalurkan pembiayaan dalam bentuk pemberian uang pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan berdasarkan hukum gadai syariah merupakan suatu hal yang perlu mendapatkan sambutan positif. Dalam gadai syariah, yang terpenting adalah dapat memberikan kemaslahatan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat dan menjauhkan diri dari praktik-praktik riba, qimar (spekulasi), maupun gharar (ketidaktransfaranan) yang berakibat terjadinya ketidakadilan dan kedzaliman pada masyarakat dan nasabah.4

Semua organisasi tentunya mempunyai suatu tujuan sendiri-sendiri yang merupakan motivasi dari pendiriannya. Oleh karena itu, perlu adanya sebuah mekanisme yang mengintegrasikan proses dari kegiatan-kegiatan yang perlu dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan, dan kegiatan tersebut kita kenal sebagai kegiatan manajemen. Manajemen di dalam suatu badan usaha, baik industri, niaga dan jasa, tidak terkecuali jasa keuangan didorong oleh motif mendapatkan keuntungan (profit). Untuk mendapatkan keuntungan yang besar, manajemen haruslah diselenggarakan dengan efisien.5

      

4

Sasli Rais, Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional: Suatu Kajian Kontemporer

(Jakarta: UI-Press, 2005), h.5. 5

Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah , cet.4 (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006), h.90.


(15)

Berbicara mengenai manajemen, Islam mendorong umatnya untuk melakukan segala sesuatu secara terorganisasi dengan rapi. Dalam sebuah Hadits dikemukakan,

ﻪﺘْﺎ اًﺮﺷنﺎآْنإوﺾْ ﺎ اًﺮْﻴﺧنﺎآْنﺈ ﻪﺘﺒﻗﺎ ﺮﱠﺪﺘ اًﺮْ أ ْ ْنأتْدرأاذإ

}

لرﺎﺒ اﻦ ا اور

{

“Jika anda ingin melakukan sebuah perbuatan atau pekerjaan, maka pikirkanlah akibatnya. Jika perbuatan itu baik, teruskan, dan jika perbuatan itu jelek , maka berhentilah.” (HR Ibnul Mubarak)

Pesan untuk memikirkan akibat dari suatu perbuatan merupakan larangan untuk melakukan sesuatu tanpa sasaran yang jelas, tanpa organisasi yang rapi, dan tanpa tujuan yang jelas. Organisasi dalam pandangan Islam bukan semata-mata wadah, melainkan lebih menekankan bagaimana sebuah pekerjaan dilakukan secara rapi. Organisasi lebih menekankan pengaturan mekanisme kerja.6

Dalam proses untuk mencapai tujuan, setiap organisasi perusahaan selalu dihadapkan pada hambatan dan kendala, baik kendala teknis maupun operasional. Hambatan atau kendala tersebut merupakan sebuah konsekuensi logis yang akan dihadapi sebuah organisasi ataupun perusahaan dalam mencapai tujuan. Semua hal yang dapat mengakibatkan kerugian bagi perusahaan kita kenal sebagai risiko.

Setiap usaha bisnis atau pendirian perusahaan, haruslah mengukur potensi risikonya terlebih dahulu. Dalam menghadapi risiko tersebut, banyak cara       

6

Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h.100.


(16)

dilakukan perusahaan. Apa pun upaya yang dilakukan perusahaan dalam menghadapi risiko, suatu pemahaman tentang bagaimana risiko terjadi, bagaimana mengukur, memantau dan mengendalikannya adalah suatu proses manajemen yang perlu dilakukan perusahaan. Perusahaan yang melakukan proses manajemen risiko akan semakin sadar dan siap menghadapi kemungkinan terjadinya risiko yang potensial terjadi.

Manajemen risiko akhir-akhir ini menjadi bagian pertimbangan dari bisnis yang tidak dapat dihindarkan. Banyak perusahaan yang bangkrut dan dilikuidasi karena menderita kerugian yang sedemikian besar. Hal itu terjadi karena tidak atau gagal memperhitungkan risiko yang ada. Namun demikian, bagi perusahaan yang sudah berjalan dan mempunyai banyak bisnis usaha, keputusan untuk memasukkan pengukuran risiko dalam pengambilan keputusan bisnisnya adalah lebih baik daripada hanya memperhitungkan potensi return-nya saja.

Perusahaan yang melakukan proses manajemen risiko dan memasukkan dalam setiap pengambilan keputusan bisnisnya diharapkan dapat lebih survive, karena potensi risiko yang terjadi sudah diperhitungkan. Perusahaan yang melakukan proses manajemen risiko juga diharapkan lebih dapat menciptakan nilai tambah, karena potensi return yang diperoleh sudah diperhitungkan lebih besar daripada potensi risiko kerugiannya. Dengan demikian, proses manajemen risiko menjadi suatu kebutuhan bagi setiap perusahaan bukan menjadi kewajiban


(17)

yang dipersyaratkan oleh regulator7. Oleh karena itu manajemen risiko mutlak diterapkan baik oleh individu maupun korporasi. Lebih spesifik dalam korporasi, sebagai suatu organisasi, perusahaan pada umumnya memiliki tujuan dalam mengimplementasikan manajemen risiko.8

Berdasarkan pemaparan tersebut, sudah sepantasnya sebuah organisasi ataupun perusahaan menyadari bahwa pengelolaan risiko merupakan sesuatu yang penting bagi organisasi sehingga perlu memiliki suatu sistem manajerial yang mampu meminimalisir bahkan menghilangkan segala kemungkinan risiko yang dihadapi dalam kegiatan usahanya. Tidak terkecuali Pegadaian Syariah yang merupakan sebuah lembaga keuangan umat yang memiliki prospek yang baik, juga harus memiliki sebuah sistem manajemen pengawasan risiko dengan segala tindakan preventif yang akan mampu mencegah bahkan menghilangkan risiko kerugian financial dari kegiatan usaha perusahaannya.

Dengan latar belakang yang telah dikemukakan di atas dan untuk menganalisa penerapan manajemen risiko pada Pegadaian Syariah, maka penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan ini dalam penulisan skripsi yang

berjudul: ”MANAJEMEN RISIKO DAN APLIKASINYA PADA

PEGADAIAN SYARIAH”       

7

Muhammad Muslich, Manajemen Risiko Operasional: Teori dan Praktik (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), h.3.

8

Dida Nurhaida, “Islam juga Mengajarkan Manajemen Risiko”, Sharing: Inspirator Ekonomi dan Bisnis Syariah, (Mei 2010): h.64.


(18)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berbicara mengenai manajemen memang perlu pambahasan yang cukup luas. Demi terselesaikannya penulisan ini, maka dalam penelitian ini penulis hanya memfokuskan pada pembahasan manajemen risiko yang terdapat pada institusi lembaga keuangan Pegadaian Syariah.

Berdasar pada pembatasan masalah dan pembatasan penelitian tersebut, maka untuk mempermudah pembahasan, penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut:

1. Jenis risiko apa saja yang dihadapi Pegadaian Syariah?

2. Bagaimana dampak dari masing-masing risiko tersebut terhadap kelangsungan bisnis Pegadaian Syariah?

3. Bagaimana strategi yang ditempuh oleh Pegadaian Syariah dalam menanggulangi permasalahan risiko yang dihadapi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Mengetahui dan menjelaskan jenis risiko yang terjadi pada Pegadaian Syariah.


(19)

b. Mengetahui dan menjelaskan dampak dari masing-masing risiko terhadap kelangsungan bisnis Pegadaian Syariah.

c. Mengetahui strategi yang ditempuh oleh Pegadaian Syariah dalam menanggulangi permasalahan risiko yang dihadapi.

2. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan pencerahan dan daya guna bagi pihak-pihak terkait, yakni sebagai berikut:

a. Bagi Mahasiswa

Menambah khasanah keilmuan demi meningkatkan kompetensi diri, kecerdasan intelektual dan emosional dalam bidang lembaga keuangan syariah khususnya mengenai manajemen risiko Pegadaian Syariah.

b. Bagi Institusi

Menambah sumbangan wacana pemikiran serta motivasi kepada lembaga keuangan maupun lembaga yang terkait dalam sistem manajemen pengelolaan risiko, sehingga mampu menerapkan sistem manajemen risiko yang dapat meminimalisir bahkan menghilangkan kemungkinan risiko yang dihadapai dalam kegiatan usahanya.

Harapan utama penulis dengan adanya penulisan ini, dapat memperkaya wawasan dan wacana dalam ekonomi Islam pada umumnya dan sebagai sumbang saran dan masukan bagi para praktisi dalam manajemen pengelolaan risiko usaha


(20)

yang dihadapi oleh lembaga keuangan syariah, khususnya Pegadaian Syariah, serta dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dalam melakukan aktifitas ekonominya.

D. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori

Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, menganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi yang lebih tinggi.

Bramantyo Djohanaputro menjelaskannya dalam siklus manajemen risiko yaitu9:

Gambar 1.1 Siklus Manajemen Risiko

Evaluasi pihak

berkepentingan Identifikasi risiko

Pengawasan dan pengendalian risiko 

Model pengelolaan

risiko Pemetaan

risiko

Pengukuran Risiko

      

9

Bramantyo Djohanputro, Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi (Jakarta: PPM, 2006), h. 27.


(21)

Dalam perkembangannya, risiko-risiko yang dibahas dalam manajemen risiko dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori dan pada tiap kategori tersebut memiliki risiko-risiko yang lebih spesifik lagi tergantung pada jenis usaha yang di bidangi oleh masing-masing perusahaan, yaitu:

a. Risiko Keuangan b. Risiko Operasional c. Risiko Strategis d. Risiko Eksternalitas 2. Kerangka Konsep

Dalam skripsi ini konsep pemikirannya adalah sebagai berikut:

Gambar 1.2 Konseptual Analisa Penerapan Manajemen Risiko Identifikasi jenis risiko pada Pegadaian Syariah

 Dampak dari masing-masing risiko yang dihadapi Pegadaian Syariah

Menentukan strategi manajemen risiko dalam mengatasi risiko yang dihadapi

Penerapan manajemen risiko pada Pegadaian Syariah


(22)

E. Review Studi Terdahulu

1. Manajemen Risiko Operasional Bank Syariah (Studi pada Unit Usaha Syariah Bank Bukopin) oleh Harun Masykur mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun skripsi 2008. Secara umum permasalahan yang dibahas dalam penelitiannya adalah mengenai proses identifikasi dan pengukuran risiko operasional, proses pengendalian dan pelaporan risiko operasional, proses pengukuran dana cadangan risiko operasional dengan metode the basic indicator approach (BIA) dan hambatan-hambatan dalam manajemen risiko operasional pada UUS Bukopin. Sedangkan pada skripsi ini, membahas manajemen risiko secara keseluruhan pada Pegadaian Syariah dan tidak terbatas pada risiko operasionalnya saja tetapi juga menganalisa seluruh risiko yang dihadapi Pegadaian Syariah. 2. Manajemen Risiko dan Penerapannya di PT. Asuransi Takaful Keluarga oleh

Wahyu Gunawan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun skripsi 2004. Secara umum permasalahan yang dibahas dalam penelitiannya adalah mengenai konsep manajemen risiko Islami, strategi yang ditempuh oleh PT Asuransi Takaful keluarga dalam menanggulangi permasalahan risiko perusahaan yang mungkin dihadapi dan sejauh mana kesesuaian program-program manajemen risiko perusahaan yang telah ditetapkan oleh PT Asuransi Takaful Keluarga dengan prinsip-prinsip manajemen risiko Islami. Sedangkan pada skripsi ini membahas manajemen


(23)

risiko secara umum dan strateginya dalam menghadapi risiko-risiko usaha pada Pegadaian Syariah, karena obyek penelitian pada skripsi ini adalah Pegadaian Syariah.

F. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan 1. Jenis Penelitian

Dalam pembahasan dan pengumpulan data skripsi ini, penulis memakai metode penelitiaan kualitatif deskriptif yaitu tahap penyajian data yang didasarkan kepada pendekatan phenomenologi yang terjadi dalam praktik manajemen risiko di Pegadaian Syariah.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif, yaitu ilmu ekonomi dalam bidang manajemen dan lebih spesifikasinya mengenai pengelolaan manajemen risiko.

3. Jenis data dan Sumber Data a. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa deskripsi penerapan manajemen risiko di Pegadaian Syariah.


(24)

1) Data Primer yaitu : dokumen-dokumen yang terkait dengan manajemen risiko Pegadaian Syariah berupa: wawancara dengan divisi manajemen risiko dan divisi usaha syariah, anual report 2009 Perum Pegadaian.

2) Data Sekunder yaitu kajian kepustakaan tentang manajemen risiko dan gadai syariah baik berupa jurnal, buku, majalah, dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan dua metode, yaitu:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Metode ini digunakan untuk memperoreh data tertulis dengan cara membaca buku-buku, surat kabar dan sebagainya yang ada kaitannya dengan masalah yang penulis teliti.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data yang akurat dengan cara mendatangi langsung objek penelitian. Untuk memperoleh data dari lapangan ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1) Observasi dengan pengamatan yang meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap mekanisme aplikasi manajemen risiko pada Pegadaian Syariah dengan menggunakan seluruh alat indera.


(25)

2) Wawancara untuk tujuan mendapatkan keterangan secara lisan dari pihak yang terkait dengan obyek penelitian.

5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Adapun teknik pengolahan data pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan secara bersamaan dengan pengumpulan data. Proses analisis bersifat induktif, yaitu mengumpulkan informasi-informasi khusus menjadi satu kesatuan dengan jalan mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasikannya dan menganalisa mekanisme penerapan manajemen risiko pada Pegadaian Syariah.

6. Teknik Penulisan Skripsi

Teknik penulisan skripsi ini berpedoman kepada buku ”Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007”.

G. Sistematika Penulisan

Dalam membahas skripsi ini, penulis membagi ke dalam lima bab. Pada tiap bab terdapat sub-sub bab. Maka dari itu, dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:


(26)

BAB I, PENDAHULUAN

Dalam bab ini, penulis menguraikan hal-hal yang terkait dengan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori dan konseptual, review studi terdahulu, metodologi penelitian dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.

BAB II, LANDASAN TEORITIS

Dalam bab ini, penulis menguraikan dan menjelaskan teori mengenai konstruksi gadai syariah yang meliputi pengertian gadai, landasan syariah, hakikat dan fungsi gadai syariah, rukun dan syarat sah gadai syariah, persamaan dan perbedaan antara gadai dengan rahn. Dan teori mengenai manajemen risiko yang meliputi: pengertian manajemen risiko, konsep risiko, klasifikasi manajemen risiko serta mekanisme manajemen risiko yang meliputi: identifikasi risiko, pengukuran risiko, pemetaan risiko, model pengelolaan risiko, monitor dan pengendalian risiko.

BAB III, GAMBARAN UMUM PEGADAIAN SYARIAH

Dalam bab ini, penulis menguraikan gambaran umum dari Pegadaian Syariah yang meliputi: sejarah singkat Perum Pegadaian dan Pegadaian Syariah, visi dan misi Pegadaian Syariah, produk dan jasa


(27)

Pegadaian Syariah, legalitas dan struktur organisasi Pegadaian Syariah, gambaran umum Sumber Daya Manusia Pegadaian Syariah.

BAB IV, MANAJEMEN RISIKO DAN APLIKASINYA PADA PEGADAIAN SYARIAH

Dalam bab ini, penulis menguraikan bagaimana manajemen pengelolaan risiko dan aplikasinya pada Pegadaian Syariah, apa saja jenis risiko yang dihadapi, bagaimana manganalisis risiko, bagaimana dampak dari masing-masing risiko tersebut terhadap kelangsungan bisnis Pegadaian Syariah, dan bagaimana strategi yang ditempuh oleh Pegadaian Syariah dalam mengatasi permasalahan risiko yang dihadapi.

BAB V, PENUTUP

Bab penutup ini mencakup kesimpulan dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya serta saran-saran yang dapat penulis sampaikan dalam penulisan skripsi ini.


(28)

BAB II

LANDASAN TEORITIS A. Konstruksi Gadai Syariah

1. Pengertian Gadai

Secara umum, gadai merupakan suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang dijadikan sebagai jaminan pelunasan atas hutang. Sedangkan Rahn atau Gadai Syariah adalah penyerahan hak penguasaan secara phisik atas harta/barang berharga dari nasabah kepada penerima gadai sebagai jaminan atas pembiayaan qardh yang diterima oleh nasabah.1

Gambar 2.1 Skema Transaksi Gadai Syariah

       1

Rudy Kurniawan, “Pelatihan Pegadaian Syariah.” Soft Skill sebagai Peningkatan Sumber Daya Insani Pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS), 14 April 2010. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2010.


(29)

Sesuai dengan skema tersebut, pada dasarnya operasionalisasi Pegadaian Syariah berjalan diatas dua akad transaksi syariah yaitu:

a. Akad Rahn.Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini, Pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas utang nasabah/Rahin.

b. Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri. Melalui akad ini, dimungkinkan bagi Pegadaian Syariah untuk menarik biaya Ijarah atas penyimpanan dan pemeliharaan barang bergerak milik nasabah/Rahin yang telah melakukan akad.

2. Landasan Syariah

Landasan konsep Pegadaian Syariah mengacu kepada syariat Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadits Nabi saw. Adapun prinsip dasar yang digunakan adalah2:

      

2

M. Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.128.


(30)

a. Al-Quran Surat Al Baqarah (2): 283

⌧ ⌦

⌧ ☺

☺ ⌦

☺ ☺

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

b. Hadits

إيدﻮﻬ ْﻦ ﺎً ﺎ ﻃىﺮﺘْﺷا ﱠﺳوﻪْﻴ ﻪﱠ اﻰﱠﺻﱠ ﺒﱠﻨ اﱠنأﺎﻬْﻨ ﻪ ا ﺿرﺔ ﺋﺎ ْﻦ

ﺟأﻰ }

ﺪْﺪﺣْﻦ ﺎً ْردﻪﻨهرو

{   Dari Aisyah r.a., Nabi saw., bersabda:


(31)

“Sesungguhnya Rasulullah saw., pernah membeli makanan dengan berutang dari seorang Yahudi dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Hakikat dan Fungsi Gadai Syariah

Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 283 dan begitu juga dalam hadits Rasulullah saw. dari Ummul Mu’minin ‘Aisyah ra. yang diriwayatkan Abu Hurairah, dijelaskan bahwa gadai pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk muamalah, dimana sikap menolong dan sikap amanah sangat ditonjolkan.

Maka pada dasarnya, hakikat dan fungsi Pegadaian dalam Islam adalah semata-mata untuk memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan dengan meminta/menyerahkan marhun sebagai jaminan dan bukan untuk kepentingan komersil dengan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menghiraukan kemampuan orang lain.

Produk rahn disediakan untuk membantu nasabah dalam pembiayaan kegiatan multiguna. Rahn sebagai bentuk pinjaman, berarti Pegadaian Syariah hanya memperoleh imbalan atas biaya administrasi, penyimpanan, pemeliharaan, dan asuransi marhun, maka produk rahn ini biasanya hanya digunakan untuk keperluan sosial-konsumtif seperti kebutuhan hidup,


(32)

pendidikan, dan kesehatan. Sedangkan rahn sebagai produk pembiayaan, berarti Pegadaian Syariah memperoleh bagi hasil dari usaha rahin yang dibiayainya.3

4. Rukun dan Syarat Sah Gadai Syariah a. Orang yang berakad:

1) Yang berhutang (Rahin) 2) Yang berpiutang (Murtahin)

Syarat yang terkait dengan orang yang berakad, adalah cakap bertindak hukum (baligh dan berakal).

b. Sighat (ijab qabul) c. Utang (Marhun bih)

d. Barang yang dijadikan agunan (Marhun) Syarat marhun menurut pakar Fiqh adalah4:

1) Marhun itu dapat dijual dan nilainya seimbang dengan marhun bih. 2) Marhun itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan (halal).

3) Marhun itu jelas dan tertentu. 4) Marhun itu milik sah rahin.

5) Marhun itu tidak terkait dengan hak orang lain.       

3

Sasli Rais, Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional: Suatu Kajian Kontemporer

(Jakarta: UI-Press, 2005), h.41.

 

4


(33)

6) Marhun itu merupakan hak milik yang utuh, tidak berupa bagian dalam kepemilikan bersama.

7) Marhun itu boleh diserahkan, baik materinya maupun manfaatnya.

5. Persamaan dan Perbedaan antara Gadai dengan Rahn

Persamaan antara gadai dengan rahn adalah sebagai berikut5:

a. Hak gadai berlaku atas pinjaman uang

b. Adanya agunan (barang jaminan) sebagai jaminan utang

c. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan

d. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai

e. Apabila batas waktu pinjaman uang telah habis, barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.

Sedangkan perbedaan antara gadai dengan rahn adalah sebagai berikut:

a. Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong-menolong tanpa mencari keuntungan, sedangkan gadai menurut hukum perdata, disamping berprinsip tolong-menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal yang ditetapkan.

      

5

Rais, Pegadaian Syariah, h.46.   


(34)

b. Dalam hukum perdata, hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak, sedangkan dalam hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh harta, baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak.

c. Dalam rahn, menurut hukum Islam tidak ada istilah bunga uang.

d. Gadai menurut hukum perdata, dilaksanakan melalui suatu lembaga, yang di Indonesia disebut Perum Pegadaian, sedangkan rahn menurut hukum Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga.

Akad rahn telah dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn, nasabah tidak dikenakan bunga. Yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran.

Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan dimuka.6

      

6


(35)

B. Manajemen Risiko

1. Pengertian Manajemen Risiko

Istilah manajemen mengacu pada suatu proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Proses menggambarkan fungsi-fungsi yang berjalan terus atau kegiatan-kegiatan utama yang dilakukan oleh para manajer. Fungsi-fungsi tersebut biasanya disebut sebagai merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan.

Manajemen juga diartikan dalam berbagai istilah atau sebutan, sehingga dengan istilah tersebut masing-masing orang dapat memandang manajemen sesuai dengan cara pandang mereka. Walaupun berbeda dalam cara pandang, namun konsep manajemen tetap mengacu pada perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian.

Manajemen adalah praktek yang secara sadar dan berkesinambungan menata dan membentuk pada organisasi formal. Dalam melakukan hal ini, seni pengambilan keputusan memainkan peran yang sangat penting. Pengambilan keputusan (decision making) adalah proses identifikasi dan pemilihan tindakan untuk menyelesaikan suatu masalah spesifik (stoner etal, 1995).7

      

7

Indo Yama Nasarudin dan Hemmy Fauzan, Pengantar Bisnis dan Manajemen (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 161.


(36)

Para ahli pengambil keputusan pernah membedakan antara ketidakpastian dan risiko, tetapi kini lebih sering memandang ketidakpastian sebagai alasan mengapa satu situasi itu berisiko.

Risiko merupakan bahaya; risiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Risiko juga merupakan peluang; risiko adalah sisi yang beralawanan dari peluang untuk mencapai tujuan. Kata kuncinya adalah “tujuan” dan “dampak/ sisi yang berlawanan”. Guna mempertahankan eksistensi kehidupan, maka diperlukan suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan diperlukan tindakan atau aktivitas. Aktivitas memiliki risiko jika dampaknya berlawanan. Sebaliknya, aktivitas memberikan peluang untuk memperoleh hasil yang diinginkan.

Setiap organisasi pasti memiliki tujuan berupa visi dan misi yang ingin dicapai. Tujuan tersebut berpeluang untuk dicapai, tetapi terdapat juga risiko untuk tidak tercapai.8

Risiko didefinisikan sebagai peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan, sehingga risiko hanya terkait dengan situasi yang memungkinkan munculnya hasil negatif serta berkaitan dengan kemampuan memperkirakan

      

8

  Ferry n. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan : Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia ( Jakarta: Rajawali Pers, 2008),h.4.


(37)

terjadinya hasil negatif tadi. Kejadian risiko merupakan kejadian yang memunculkan peluang kerugian atau peluang terjadinya hasil yang tidak diinginkan. Sementara itu, kerugian risiko memiliki arti kerugian yang diakibatkan kejadian risiko baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerugian itu sendiri dapat berupa kerugian finansial maupun kerugian non-finansial.9

Tujuan memahami risiko adalah untuk mengelola risiko. Manajemen risiko membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan hal-hal di luar dugaan yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi. Manajemen risiko juga memberikan pertimbangan mengenai tindakan yang harus diambil guna menangani berbagai risiko tersebut.10

Manajemen risiko merupakan suatu usaha untuk mengetahui, manganalisis serta mengendalikan risiko dalam setiap kegiatan perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi yang lebih tinggi.11

2. Konsep Risiko

Untuk dapat memahami masalah-masalah pokok yang berkaitan dengan risiko, maka perlu adanya pengetahuan mengenai konsep-konsep

      

9

Fachmi Basyaib, Manajemen Risiko (Jakarta: PT Grasindo, 2007), h.1 10

Leo J. Susilo dan Victor Riwu Kaho, Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000: Untuk Industri Nonperbankan (Jakarta: PPM Manajemen, 2010), h.1

11


(38)

dasar yang berhubungan dengan risiko. Pemahaman atas perbedaan antara risiko dan ketidakpastian akan memberikan suatu pandangan tentang sifat hakiki dari risiko.

Ketidakpastian mengacu pada pengertian risiko yang tidak diperkirakan (unexpected risk). Sedangkan istilah risiko itu sendiri mengacu kepada risiko yang diperkirakan (expected risk). Ketidakpastian atau uncertainty sering diartikan dengan keadaan dimana ada beberapa kemungkinan kejadian akan menyebabkan hasil yang berbeda. Tetapi tingkat kemungkinan atau probabilitaas kejadian itu sendiri tidak diketahui secara kuantitatif.

Pengertian dasar risiko terkait dengan adanya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya terukur secara kuantitatif serta tingkat ketidakpastian tersebut dapat dihitung dengan memperoleh informasi. Jadi, yang membedakan risiko dan ketidakpastian adalah informasi. Ada beberapa pengertian yang sering digunakan dalam istilah risiko. Yang paling mendasar adalah risiko bisa diartikan sebagai ketidakpastian yang telah diketahui tingkat probabilitas kejadiannya.12

Disamping perlu adanya pemahaman mengenai risiko dan ketidakpastian, juga perlu adanya pengetahuan mengenai prinsip-prinsip       

12

Bramantyo Djohanputro, Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. (Jakarta: PPM, 2006),h.14.


(39)

manajemen risiko, manajemen risiko suatu organisasi hanya dapat efektif bila mampu menganut prinsip-prinsip sebagai berikut13:

a. Manajemen risiko haruslah memberi nilai tambah.

Manajemen risiko memberikan kontribusi melalui peningkatan kemungkinan pencapaian sasaran perusahaan secara nyata. Selain itu, juga memberikan perbaikan dalam aspek keselamatan, kesehatan kerja, kepatuhan terhadap peraturan perundangan, perlindungan lingkungan hidup, persepsi publik, kualitas produk, reputasi, corporate governance, efisiensi operasi, dan lain-lain.

b. Manajemen risiko adalah bagian terpadu dari proses organisasi.

Manajemen risiko merupakan bagian dari tanggung jawab manajemen dan merupakan bagian tak terpisahkan dari proses organisasi, proyek, dan manajemen perubahan.

c. Manajemen risiko adalah bagian dari proses pengambilan keputusan. Manajemen risiko membantu para pengambil keputusan untuk mengambil keputusan atas dasar pilihan-pilihan yang tersedia dengan informasi yang selengkap mungkin. Manajemen risiko dapat membantu menunjukkan semua risiko yang ada, mana risiko yang dapat diterima dan mana risiko yang memerlukan perlakuan lebih lanjut. Manajemen risiko juga memantau apakah perlakuan risiko yang telah diambil memadai dan cukup       

13


(40)

efektif atau tidak. Informasi ini merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan.

d. Manajemen risiko secara khusus menangani aspek ketidakpastian.

Manajemen risiko secara khusus menangani aspek ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan. Ia memperkirakan bagaimana sifat ketidakpastian dan bagaimanakah hal tersebut ditangani.

e. Manajemen risiko bersifat sistematik, terstruktur, dan tepat waktu.

Sifat sistematik, terstruktur, dan tepat waktu yang digunakan dalam pendekatan manajemen risiko inilah yang memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan konsistensi manajemen risiko. Dengan demikian, hasilnya dapat dibandingkan dan memberikan hasil serta perbaikan.

f. Manajemen risiko berdasarkan pada informasi terbaik yang tersedia. Masukan dan informasi yang digunakan dalam proses manajemen risiko didasarkan pada sumber informasi yang tersedia, seperti pengalaman, observasi, perkiraan, penilaian ahli, dan data lain yang tersedia. Akan tetapi, tetap harus disadari bahwa semua informasi ini mempunyai keterbatasan yang harus dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan, baik dalam membuat model risiko maupun perbedaan pendapat yang mungkin terjadi diantara para ahli.


(41)

g. Manajemen risiko adalah khas untuk penggunaannya.

Manajemen risiko harus diselaraskan dengan konteks internal dan eksternal organisasi, serta sasaran organisasi dan profil risiko yang dihadapi organisasi tersebut.

h. Manajemen risiko mempertimbangkan faktor manusia dan budaya.

Penerapan manajemen risiko haruslah mengenali kapabilitas organisasi, persepsi dan tujuan masing-masing individu di dalam serta di luar organisasi, khususnya yang menunjang atau menghambat pencapaian sasaran organisasi.

i. Manajemen risiko harus transparan dan inklusif.

Untuk memastikan bahwa manajemen risiko tetap relevan dan terkini, para pemangku kepentingan dan pengambil keputusan di setiap tingkatan organisasi harus dilibatkan secara efektif. Keterlibatan ini juga harus memungkinkan para pemangku kepentingan terwakili dengan baik dan mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan pendapat serta kepentingannya, terutama dalam merumuskan kriteria risiko.

j. Manajemen risiko bersifat dinamis, berulang, dan tanggap terhadap perubahan.

Ketika terjadi peristiwa baru, baik di dalam maupun di luar organisasi, konteks manajemen risiko dan pemahaman yang ada juga mengalami perubahan. Dalam situasi semacam inilah tahapan monitoring dan review


(42)

berperan memberikan kontribusi. Risiko baru pun muncul, ada yang berubah, ada juga yang menghilang. Oleh karena itu, menjadi tugas manajemen untuk memastikan bahwa manajemen risiko senantiasa memperhatikan, merasakan, dan tanggap terhadap perubahan.

k. Manajemen risiko harus memfasilitasi terjadinya perbaikan dan peningkatan organisasi secara berlanjut.

Manajemen organisasi harus senantiasa mengembangkan dan menerapkan perbaikan strategi manajemen risiko serta meningkatkan kematangan pelaksanaan manajemen risiko, sejalan dengan aspek lain dari organisasi. 3. Klasifikasi Manajemen Risiko

Manajemen risiko yang dianggap paling maju adalah pada industri perbankan. Namun, kesulitan masih muncul disana-sini dalam mengidentifikasikannya. Terdapat risiko-risiko yang berlaku hampir di semua industri. Ragam dan klasifikasi yang disampaikan disini merupakan salah satu model. Surat edaran Bank Indonesia perihal penerapan manajemen risiko bagi bank umum hanya mencantumkan delapan jenis risiko yang diantaranya adalah risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategik, dan risiko kepatuhan.14

      

14

Robert Tampubolon, Manajemen Risiko: Pendekatan Kualitatif untuk Bank Komersial


(43)

Berikut pemaparan dalam hal pengklasifikasian risiko pada industri nonperbankan, dimana delapan jenis risiko bank umum menurut versi Bank Indonesia menjadi bagian dari risiko yang ada dalam model ini. Risiko perusahaan dapat dikategorikan ke dalam empat jenis risiko yaitu risiko keuangan, risiko operasional, risiko strategis dan risiko ekternalitas. Masing-masing kategori risiko terdiri dari beberapa jenis risiko.15

a. Risiko Keuangan

Risiko keuangan adalah fluktuasi target keuangan atau ukuran moneter perusahaan karena gejolak berbagai variabel makro. Ukuran keuangan dapat berupa arus kas (dan ini yang banyak digunakan), laba perusahaan, economic value added (EVA), dan pertumbuhan penjualan.

Risiko keuangan terdiri dari tiga jenis risiko: risiko likuiditas, risiko kredit, dan risiko permodalan.

1) Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas adalah ketidakpastian atau kemungkinan perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran jangka pendek atau pengeluaran tak terduga. Ini berkaitan dengan pengelolaan modal kerja perusahaan. Risiko ini terjadi bila perusahaan kekurangan uang tunai atau modal kerja bentuk lain yang bisa diuangkan dengan mudah       

15


(44)

untuk membayar utang dagang, utang pajak, utang bank yang jatuh tempo, commercial paper (CP), dan kewajiban jangka pendek lainnya.

Sekalipun risiko likuiditas berkaitan dengan jangka waktu yang pendek, kondisi tidak likuid yang ekstrem dapat menyebabkan kebangkrutan.

2) Risiko Kredit

Risiko kredit adalah risiko bahwa debitur atau pembeli secara kredit tidak dapat membayar utang dan memenuhi kewajiban seperti tertuang dalam kesepakatan. Ini mengandung pengertian, risiko kredit suatu perusahaan berarti juga risiko turunnya kemampuan perusahaan debitur. Oleh karena itu, mengukur risiko kredit selalu dikaitkan dengan nominal risiko dan kualitas dari risiko. Keduanya menentukan kebijakan perusahaan dalam memberi kredit.

3) Risiko Permodalan

Risiko permodalan disebut juga risiko solvensi, yaitu risiko yang dihadapi perusahaan berupa kemungkinan tidak dapat menutup kerugian. Risiko ini merupakan risiko yang dihadapi perusahaan dan merupakan akumulasi berbagai risiko yang terjadi sebelumnya, antara lain risiko suku bunga, risiko likuiditas, risiko nilai tukar, dan risiko operasional.


(45)

Tidak ada ketentuan rasio permodalan di luar industri perbankan dan asuransi. Namun, analis keuangan dapat membantu direksi menetapkan rasio terbaik untuk mencapai nilai perusahaaan dan kekayaan pemegang saham yang maksimum dengan tingkat risiko yang bisa diterima.

4) Risiko Pasar

Risiko pasar berkaitan dengan potensi penyimpangan hasil keuangan karena pergerakkan variabel pasar selama periode likuidasi dan perusahaan harus secara rutin melakukan penyesuaian nilai terhadap pasar (mark to market). Hal-hal yang terkait dengan risiko pasar adalah transaksi dan instrumen keuangan.

Risiko pasar biasanya dikelompokkan menjadi empat jenis: risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko komoditas, dan risiko ekuitas.

a) Risiko Suku Bunga

Yaitu risiko yang berdampak pada potensi penyimpangan beban biaya atau pendapatan karena fluktuasi suku bunga. Bagi perbankan, risiko suku bunga merupakan salah satu risiko yang secara rutin dihadapi dan selalu dimonitor. Risiko ini baik dari sisi beban biaya maupun pendapatan bunga.


(46)

b) Risiko Nilai Tukar

Adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena fluktuasi nilai tukar. Biasanya risiko nilai tukar dikaitkan dengan potensi penyimpangan pada transaksi atau arus kas, laba akuntansi, dan penyimpangan nilai perusahaan atau kekayaan pemegang saham.

c) Risiko Komoditas

Risiko komoditas merupakan potensi penyimpangan ekspektasi penerimaan atau kewajiban pembayaran Rupiah karena perusahaan melakukan transaksi komoditas secara forward, yang dimaksud dengan transaksi forward adalah transaksi yang disepakati saat ini mengenai jumlah atau volume komoditas yang ditransaksikan, harga, dan jatuh temponya, dan eksekusi dilakukan saat jatuh tempo.

d) Risiko Ekuitas

Yaitu potensi penyimpangan hasil oleh karena berfluktuasinya harga atau indeks saham. Perusahaan pada umumnya tidak terlalu memperdulikan risiko ekuitas karena investasi dalam bentuk ini relatif kecil.


(47)

b. Risiko Operasional

Risiko operasional adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem, SDM, teknologi, atau faktor lain. Risiko operasional bisa terjadi pada dua tingkatan, yaitu teknis dan organisasi. Pada tataran teknis, risiko operasional bisa terjadi apabila sistem informasi, kesalahan mencatat, informasi yang tidak memadai, dan pengukuran risiko tidak akurat dan tidak memadai. Pada tataran organisasi, risiko operasional bisa muncul karena sistem pemantauan dan pelaporan, sistem dan prosedur, serta kebijakan tidak berjalan sebagaimana seharusnya.

Risiko operasional bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor manusia (SDM), teknologi, sistem dan prosedur, kebijakan, struktur organisasi.

1) Risiko Produktivitas

Risiko produktivitas berkaitan dengan penyimpangan hasil atau tingkat produktivitas yang diharapkan karena adanya penyimpangan dari variabel yang mempengaruhi produktivitas kerja. Termasuk di dalamnya adalah teknologi, peralatan, material, dan SDM.


(48)

2) Risiko Teknologi

Risiko teknologi berupa potensi penyimpangan hasil karena teknologi yang digunakan tidak lagi sesuai dengan kondisi.

3) Risiko Inovasi

Risiko inovasi adalah potensi penyimpangan hasil karena terjadinya pembaharuan, modernisasi, atau tranformasi dalam beberapa aspek bisnis. Penyimpangan positif (perbaikan kinerja) terjadi apabila inovasi tersebut membantu proses operasi. Sebaliknya, inovasi beberapa aspek dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan negatif apabila perusahaan tidak segera melakukan penyesuaian.

4) Risiko Sistem

Risiko ini merupakan bagian dari risiko proses, yaitu potensi penyimpangan hasil karena adanya cacat atau ketidaksesuaian sistem dalam operasi perusahaan.

5) Risiko Proses

Risiko proses adalah risiko mengenai potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan dari proses karena ada penyimpangan atau kesalahan dalam kombinasi sumber daya (SDM, keahlian, metode, peralatan,


(49)

teknologi, dan material) dan karena perubahan lingkungan. Kesalahan prosedur merupakan salah satu bentuk perwujudan risiko proses.

c. Risiko Strategis

Risiko strategis adalah risiko yang dapat mempengaruhi eksposur korporat dan eksposur strategis (terutama eksposur keuangan) sebagai akibat keputusan strategis yang tidak sesuai dengan lingkungan eksternal dan internal usaha.

1) Risiko Usaha

Risiko usaha adalah potensi penyimpangan hasil korporat (nilai perusahaan dan kekayaan pemegang saham) dan hasil keuangan karena perusahaan memasuki suatu bisnis tertentu dengan lingkungan industri yang khas dan menggunakan teknologi tertentu.

2) Risiko Transaksi Strategis

Risiko transaksi strategis adalah potensi penyimpangan hasil korporat maupun strategis sebagai akibat perusahaan melakukan transaksi strategis. Yang termasuk ke dalam transaksi strategis adalah merjer, akuisisi, investasi baru, divestasi, spin off, likuidasi, aliansi, dan sejenisnya. Transaksi ini menyebabkan perubahan yang sangat strategis pada perusahaan.


(50)

3) Risiko Hubungan Investor

Adalah risiko yang berkaitan dengan potensi penyimpangan hasil dari eksposur korporat dan terutama eksposur keuangan karena ketidaksempurnaan dalam membina hubungan dengan investor, baik pemegang saham maupun kreditur.

d. Risiko Eksternalitas

Risiko eksternalitas adalah potensi penyimpangan hasil pada eksposur korporat dan strategis, dan bisa berdampak pada potensi penutupan usaha, karena pengaruh dari faktor eksternal. Yang termasuk faktor eksternal, antara lain reputasi, lingkungan, sosial, dan hukum.

1) Risiko Reputasi

Risiko reputasi adalah potensi hilangnya atau hancurnya reputasi perusahaan karena penerimaan lingkungan eksternal yang rendah, bahkan bisa terjadi penolakan. Penyebab penolakan tersebut ada dua, yaitu ketidakmampuan perusahaan mengambil tindakan terhadap isu eksternal yang terkait dengan perusahaan dan ketidakmampuan perusahaan mengelola komunikasi dengan pihak berkepentingan eksternal yang dapat menimbulkan persepsi positif terhadap perusahaan.


(51)

2) Risiko Lingkungan

Risiko lingkungan adalah potensi penyimpangan hasil, bahkan potensi penutupan perusahaan karena ketidakmampuan perusahaan dalam mengelola polusi dan dampaknya yang ditimbulkan oleh perusahaan.

3) Risiko Sosial

Risiko sosial adalah potensi penyimpangan hasil karena tidak akrabnya perusahaan dengan lingkungan tempat perusahaan berada. Termasuk di dalamnya adalah kalau perusahaan tidak peka terhadap rekruitmen karyawan tanpa memberi kesempatan masyarakat setempat dan peran sosial perusahaan dalam masyarakat.

4) Risiko Hukum

Risiko hukum adalah kemungkinan penyimpangan hasil karena perusahaan tidak mematuhi peraturan dan norma yang berlaku. Di lingkungan perbankan dikenal dengan risiko kepatuhan (compliance risk).

C. Mekanisme Manajemen Risiko

Proses manajemen risiko adalah tahapan-tahapan melalui mana sebuah perusaahaan memastikan bahwa risiko yang dihadapinya (yang mengancamnya)


(52)

adalah sesuai dengan risiko yang diinginkan, dibutuhkan, atau direncanakan supaya terjadi.

1. Identifikasi Risiko

Sebelum memanajemeni risiko, maka harus dapat diketahui adanya risiko itu, berarti membangun pengertian tentang sifat risiko yang dihadapi dan dampaknya terhadap aktivitas perusahaan. Pengidentifikasian risiko sering pula disebut mendiagnosis risiko. Jika semua kerugian potensial yang mungkin menimpa suatu perusahaan tidak diketahui, maka tidak mungkin memanajeri risiko perusahaan yang bersangkutan. Dalam keadaan tidak diidentifikasikan semua risiko, berarti perusahaan yang bersangkutan menanggung risiko tersebut secara tak sadar.16

Organisasi harus melakukan identifikasi sumber risiko, area dampak risiko, peristiwa dan penyebabnya, serta potensi akibatnya. Sasaran dari tahapan ini adalah membuat daftar risiko secara komprehensif dan luas yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran, baik meningkatkan, menghalangi, memperlambat, atau bahkan menggagalkan pencapaian sasaran organisasi. Perlu juga diidentifikasi risiko-risiko yang terjadi bila peluang yang ada tidak kita ambil. Proses identifikasi risiko ini penting untuk dilakukan secara meluas dan mendalam serta komprehensif, karena risiko yang tidak       

16

Darmawi, Manajemen Risiko, h.34.


(53)

teridentifikasi pada tahapan ini tidak akan diikutsertakan pada proses-proses berikutnya. Identifikasi risiko ini juga dilakukan terhadap sumber-sumber risiko, baik yang di dalam kendali maupun yang di luar kendali organisasi.

Teknik identifikasi yang digunakan oleh organisasi hendaknya sesuai dengan sasaran, kemampuan, dan jenis risiko yang dihadapi oleh organisasi. Informasi yang relevan dan terkini sangat penting dalam proses identifikasi risiko. Bila memungkinkan hendaknya juga digali latar belakang informasi tersebut. Orang-orang yang mempunyai pengetahuan tentang risiko terkait atau proses/kegiatan terkait hendaknya dilibatkan dalam proses identifikasi risiko. Setelah mengidentifikasi risiko yang mungkin terjadi, perlu dipertimbangkan hal-hal yang dapat menyebabkan risiko itu terjadi. Bagaimanakah skenario yang memungkinkan hal tersebut terjadi dan bagaimana besar dampaknya. Semua hal yang secara signifikan dapat menimbulkan risiko harus dipertimbangkan dan diperhatikan.

Tahapan ini bertujuan untuk mengidentifikasi risiko yang harus dikelola organisasi melalui proses yang sistematis dan terstruktur. Proses tersebut dimulai dengan mengidentifikasi secara komprehensif, ekstensif, dan intensif mengenai risiko apa saja yang dapat terjadi, dimana, dan bilamana. Setelah diperoleh daftar risiko yang dapat terjadi maka mulai dianalisis mengapa hal tersebut dapat terjadi dan bagaimana terjadinya.


(54)

Sasaran identifikasi risiko adalah mengembangkan daftar sumber risiko dan kejadian yang komprehensif serta memiliki dampak terhadap pencapaian sasaran dan target (atau elemen kunci) yang teridentifikasi dari konteks. Dokumen utama yang dihasilkan dalam proses ini adalah daftar risiko (risk register).17

2. Pengukuran Risiko

Pada dasarnya, pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu kuantitas risiko dan kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa banyak nilai atau eksposur, yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi pula risikonya. Data historis merupakan salah satu sumber identifikasi risiko sekaligus sumber untuk mengukur besarnya risiko. Namun, analisis biasanya perlu melakukan penyesuaian, karena kondisi masa depan tidak selalu sama dengan masa lalu. Hanya dalam kondisi bahwa masa yang akan datang sama dengan masa lalu, kualitas dan kuantitas risiko cukup berdasarkan hasil analisis masa lalu. Semakin tinggi gejolak atau perubahan eksternal dan internal perusahaan, semakin perlu revisi dilakukan.18

      

17

Leo J. Susilo, Manajemen Risiko Berbasis ISO 31000, h.110. 18


(55)

3. Pemetaan Risiko

Perusahaan tidak perlu menakuti semua risiko. Ada risiko yang perlu mendapat perhatian khusus, tetapi ada pula risiko yang dapat diabaikan. Itulah sebabnya perusahaan perlu membuat peta risiko. Tujuan pemetaan ini adalah untuk menetapkan prioritas berasarkan kepentingannya bagi perusahaan.

Perlu adanya prioritas karena keterbatasan sumber daya untuk menghadapi semua risiko. Jumlah uang dan SDM yang terbatas menyebabkan perusahan perlu menetapkan mana yang perlu dihadapi terlebih dahulu, mana yang dinomorduakan, dan mana yang diabaikan. Perlu prioritas juga karena tidak semua risiko memiliki dampak pada tujuan perusahaan.

Pada intinya, tujuan perusahaan adalah maksimalisasi nilai. Ukuran nilai ada dua, nilai atau kekayaan bagi pemegang saham dan nilai perusahaan secara keseluruhan. Pengertian maksimalisasi nilai ini banyak dibahas oleh mereka yang berkecimpung dalam dunia keuangan. Yang pokok disini adalah selama biaya total pengelolaan risiko lebih rendah dari manfaatnya, maka pengelolaan risiko berguna bagi pencapaian tujuan perusahaan. Pemetaan bertujuan untuk memiliah-milah mana risiko yang mampu memberi kontribusi positif, mana yang merupakan value destoyer bila dikelola.19

      

19


(56)

4. Model Pengelolaan Risiko

Risiko yang diperkirakan (expected risk) merupakan risiko yang diterima kehadirannya oleh setiap orang, komisaris, direksi, manajer, bahkan karyawan bukan manajer. Oleh karena itu, yang penting adalah bagaimana menyikapi risiko seperti itu.

Pada intinya, perusahaan memperlakukan expected risk dengan tiga cara. Cara pertama, menjadikan expected risk sebagai bagian dalam proses penyusunan strategi dan rencana sampai ke anggaran perusahaan. Dalam proses penyusunan strategi misalnya, perusahaan menggunakan metode sensitivitas untuk melihat sejauh mana pengaruh perubahan suatu variabel yang mengandung risiko pada expektasi kinerja perusahaan. Dengan ditemukannya switching value, perusahaan dapat menyempurnakan strategi, rencana, dan anggaran supaya dapat menampung berbagai kemungkinan gejolak yang diperhitungkan tersebut. Cara kedua, perusahaan mengalokasikan sejumlah modal sebagai bantalan (cushion) terhadap risiko. Kalau risiko tersebut menjadi kenyataan, maka ada sejumlah modal yang telah dimiliki perusahaan untuk mengatasi kerugian sehingga tidak berdampak pada kesulitan likuiditas, solvensi, apalagi kebangkrutan. Industri selain bank dan asuransi belum memiliki standar. Namun, ada metode perhitungannya supaya perusahaan dapat tetap sehat dan berkelanjutan. Cara ketiga, adalah dengan menerapkan manajemen risiko konvensional. Manajemen risiko klasik terdiri


(57)

       

dari empat jenis yaitu penghindaran risiko, pengurangan risiko, pemindahan risiko, dan pemahaman risiko. Umumnya manajemen memperlakukan expexted risk dengan cara yang pertama, yaitu memasukkan expected risk ke dalam penyusunan strategi, rencana, dan anggaran. Cara kedua dan ketiga lebih banyak berlaku untuk pengelolaan unexpected risk.

5. Monitor dan Pengendalian Risiko

Monitor dan pengendalian juga merupakan hal yang penting. Pertama, karena manajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai dengan rencana. Ini berarti, monitor dan pengendalian prosedur itu sendiri. Kedua, manajemen juga perlu memastikan bahwa model pengelolaan risiko cukup efektif. Artinya, model yang diterapkan sesuai dengan dan mencapai tujuan pengelolaan risiko. Ketiga, karena risiko itu sendiri berkembang, monitor dan pengendalian bertujuan untuk memantau perkembangan terhadap kecenderungan-kecenderungan berubahnya profil risiko. Perubahan ini berdampak pada pergeseran peta risiko yang otomatis pada perubahan prioritas risiko.20

 

20


(58)

BAB III

GAMBARAN UMUM PEGADAIAN SYARIAH

A. Sejarah Berdirinya Pegadaian

Nama

Bidang Usaha Pokok

Pemilik Modal

Dasar Hukum Pendirian

Produk Jaringan Pelayanan Kantor Pusat Telepon Faksimili Homepage E-mail : : : : : : : : : : : : PERUM Pegadaian Jasa Kredit Gadai 100% Pemerintah RI Rp.251.252.000.000,00 PP No.103 tahun 2000

Efektif berdiri sejak 1 April 1901 Kredit Gadai, Kredit Berbasis Fidusia, Dan Jasa Lainnya

1 Kantor Pusat 13 Kantor Wilayah 3.297 Outlet

Jl. Kramat Raya No. 162, Jakarta – 10430 PO Box 1090

(021) 315-5550 (021) 391-4221

http\\www.Pegadaian.co.id


(59)

1. Sejarah Singkat Perum Pegadaian

Sejarah Pegadaian dimulai pada abad XVIII ketika Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) suatu maskapai perdagangan dari Belanda datang ke Indonesia dengan tujuan berdagang. Dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomiannya VOC mendirikan Bank van Leening yaitu lembaga kredit yang memberikan kredit dengan sistem gadai. Bank van Leening didirikan pertama di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746 berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Van Imhoff.

Pada tahun 1800 setelah VOC dibubarkan, Indonesia berada di bawah kekuasaan pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda melalui Gubernur Jenderal Daendels mengeluarkan peraturan yang merinci jenis barang yang dapat digadaikan seperti emas, perak, kain dan sebagian perabot rumah tangga, yang dapat disimpan dalam waktu yang relatif singkat.

Ketika Inggris mengambil alih kekuasaan atas Indonesia dari tangan Belanda (1811-1816), Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles (1811) memutuskan untuk membubarkan Bank van Leening dan mengeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa setiap orang boleh mendirikan usaha Pegadaian dengan ijin (licentie) dari pemerintah daerah setempat. Dari penjualan lisensi ini pemerintah memperoleh tambahan pendapatan.

Ketika Belanda kembali berkuasa di Indonesia (1816), pemerintah Belanda melihat bahwa Pegadaian yang didirikan pada masa kekuasaan


(60)

Inggris banyak merugikan masyarakat, pemegang hak banyak melakukan penyelewengan, mengeruk keuntungan untuk diri sendiri dengan menetapkan bunga pinjaman sewenang-wenang. Berdasarkan penelitian oleh lembaga penelitian yang dipimpin oleh Wolf van Westerrode pada tahun 1900 disarankan agar sebaiknya kegiatan Pegadaian ditangani sendiri oleh pemerintah sehingga dapat memberikan perlindungan dan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat peminjam. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pemerintah mengeluarkan Staatsblad No.131 tanggal 12 Maret 1901 yang pada prinsipnya mengatur bahwa pendirian Pegadaian merupakan monopoli dan karena itu hanya bisa dijalankan oleh pemerintah.

Berdasarkan undang-undang ini maka didirikanlah Pegadaian Negara pertama di kota Sukabumi (Jawa Barat) pada tanggal 1 April 1901. Selanjutnya setiap tanggal 1 April diperingati sebagai hari ulang tahun Pegadaian.

Sejak awal kemerdekaan, Perum Pegadaian dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia, kantor Jawatan Pegadaian sempat pindah ke Karanganyar, Kebumen karena situasi perang yang kian memanas. Agresi Militer Belanda II memaksa kantor Jawatan Pegadaian dipindah lagi ke Magelang. Pasca perang kemerdekaan kantor Jawatan Pegadaian kembali lagi ke Jakarta dan Pegadaian dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dalam masa ini, Pegadaian sudah beberapa kali berubah status, yaitu sebagai


(61)

Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961, kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), dan selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No.10/1990 (yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No.103/2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (PERUM) hingga sekarang.

Kini usia Pegadaian telah lebih seratus tahun. Manfaatnya makin dirasakan oleh masyarakat kalangan menengah ke bawah. Meskipun perusahaan membawa misi public service obligation, ternyata tetap mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam bentuk pajak dan bagian keuntungan kepada Pemerintah.1

2. Pegadaian Syariah di Indonesia

Keberadaan Pegadaian Syariah, pada awalnya didorong oleh berkembangnya lembaga keuangan syariah. Di samping itu, masyarakat Indonesia yang menjadi nasabah Pegadaian kebanyakan umat Islam, sehingga dengan keberadaan Pegadaian Syariah ini, maka akan memperluas pangsa pasar Pegadaian dan nasabah akan merasa aman, dikarenakan transaksinya sesuai dengan syariat Islam. Berarti pinjaman yang diterapkan adalah pinjaman tanpa bunga dan halal.2

       1

PERUM Pegadaian, Profil PERUM Pegadaian (Jakarta: PERUM Pegadaian, Laporan Tahunan 2009),h.17.

2

 Sasli Rais, Pegadaian Syariah: Konsep dan Sistem Operasional: Suatu Kajian Kontemporer


(62)

Rahn (Gadai Syariah) adalah produk jasa yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah dengan mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam.

    Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong-menolong dan tidak untuk mencari keuntungan. Dalam transaksi rahn yang tidak mengenal istilah “bunga uang” maka pemberi gadai tidak dikenakan tambahan pembayaran atas pinjaman yang diterimanya, namun bagi penerima gadai memperoleh imbalan berupa ijarah (pengganti pengelolaan agunan) dari penyimpanan marhun (barang jaminan/agunan). Produk yang disalurkan adalah Gadai Syariah (Ar-Rahn) yang mulai diluncurkan sejak Januari 2003.

Tujuan dan lapangan usaha rahn (gadai syariah) tercantum dalam kesepakatan bersama Perum Pegadaian dan Bank Muamalat Pasal 1 ayat 2 dan Keputusan Direksi Perum Pegadaian nomor 06.A/UL.3.00.22.3/2003.

a. Tujuan usaha gadai syariah:

1) Mengimplementasikan dan mensosialisasikan produk gadai syariah khususnya kepada masyarakat muslim Indonesia.

2) Menjawab kebutuhan nasabah muslim di Indonesia yang menginginkan transaksi pinjaman sesuai syariah.


(63)

b. Lapangan usaha:

Dengan mengindahkan prinsip-prinsip syariah Islam dalam transaksi ekonomi dan terjaminnya keselamatan kekayaan Negara, perusahaan menyelenggarakan usaha gadai syariah sebagai berikut:

1) Penyaluran pinjaman secara gadai yang didasarkan pada penerapan prinsip syariah Islam dalam transaksi ekonomi secara syariah.

2) Penyaluran usaha dalam bentuk skim lainnya yang dibenarkan menurut hukum syariah Islam.3

B. Visi dan Misi Pegadaian Syariah

Visi dan Misi Divisi Usaha Syariah tidak dapat dipisahkan dari Visi dan Misi Perum Pegadaian sebagai berikut:

Visi Pegadaian adalah: Pada tahun 2013 Pegadaian menjadi ”Champion” dalam pembiayaan mikro dan kecil berbasis gadai dan fidusia bagi masyarakat golongan menengah ke bawah.

     

       3

Pegadaian Syariah, Divisi Usaha SyariahPerum Pegadaian: Laporan Keuangan, Kinerja dan Realisasi Anggaran Triwulan I 2010 (Jakarta: Pegadaian Syariah,2010), h.2


(64)

  Misi Pegadaian adalah:

1. Membantu program pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya golongan menengah ke bawah dengan memberikan solusi keuangan yang terbaik melalui penyaluran pinjaman kepada usaha mikro dan kecil.

2. Memberikan manfaat kepada pemangku kepentingan dan melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik secara konsisten.

3. Melaksanakan usaha lain dalam rangka optimalisasi sumber daya.

Untuk mencapai visi dan misi perusahaan, maka Divisi Usaha Syariah mengelola usahanya dengan menjalankan prinsip usaha “Memberikan solusi keuangan berbasis syariah dengan prosedur mudah dan praktis, proses cepat serta memberikan rasa tentram bagi penggunanya”.

Dan untuk mendukung terwujudnya Good Corporate Governance (GCG), Perum Pegadaian mengacu kepada Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), juga menerapkan prinsip GCG dalam pengelolaan perusahaannya, dan prinsip-prinsip tersebut adalah4:

       4


(65)

1. Transparansi

Kepercayaan investor dan efisiensi pasar tergantung dari pengungkapan kinerja Perum Pegadaian secara akurat dan tepat waktu. Dengan adanya transparansi seluruh pihak yang berkepentingan dengan Perum Pegadaian dapat mengetahui potensi yang ada serta risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan transaksi dengan Perum Pegadaian.

Implementasi dari prinsip transparansi di Perum Pegadaian bisa diketahui antara lain dari :

a. Isi Laporan Tahunan disamping memuat pencapaian usaha dan kinerja keuangan, juga memuat permasalahan non keuangan yang perlu diketahui publik, seperti :

1) Tujuan, sasaran usaha, dan strategi Perum Pegadaian.

2) Penilaian terhadap Perum Pegadaian oleh pihak eksternal seperti auditor eksternal, media surat kabar dan lembaga pemerintah lainnya. 3) Riwayat hidup anggota Direksi dan Dewan Pengawas serta sistem

remunerasi (penggajian) yang berlaku.

4) Upaya penanganan risiko Perum Pegadaian yang dilakukan oleh fungsi/organ tersendiri dalam perusahaan (Unit Manajemen Risiko). 5) Implementasi Good Corporate Governance.

b. Pengungkapan transaksi penting lainnya kepada stakeholder melalui publikasi laporan keuangan dan Prospektus Perusahaan antara lain:


(66)

1) Penjelasan mengenai risiko-risiko yang dihadapi Perum Pegadaian serta upaya untuk mengelola risiko tersebut.

2) Strategi dan tujuan usaha Perum Pegadaian.

3) Evaluasi manajemen terhadap iklim usaha dan risiko.

4) Tanggungjawab sosial Perusahaan dan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

2. Kemandirian

Kemandirian adalah suatu keadaan dimana Perum Pegadaian dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip korporasi yang sehat.

Implementasi prinsip kemandirian dalam Perum Pegadaian antara lain: a. Seluruh organ Perum Pegadaian yang terdiri dari Dewan Pengawas,

Direksi dan Pejabat lainnya dalam melakukan pengambilan keputusan selalu berusaha menghindari terjadinya benturan kepentingan.

b. Diantara organ Perum Pegadaian saling menghormati hak, kewajiban, tugas, wewenang serta tanggung jawab masing-masing.

3. Akuntabilitas

Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ Perum Pegadaian sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Akuntabilitas ini merupakan salah satu


(67)

solusi pokok untuk mengatasi agency problem yang timbul akibat perbedaan kepentingan perusahaan dengan pemilik modal.

Implementasi prinsip akuntabilitas di Perum Pegadaian antara lain : a. Pembagian tugas yang tegas antar organ Perum Pegadaian, meliputi antara

lain :

1) Direksi memiliki tugas pokok untuk memimpin dan mengurus Perum Pegadaian sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan dan senantiasa berusaha meningkatkan efisiensi dan efektivitas Perum Pegadaian serta untuk menguasai, memelihara dan mengurus kekayaan Perum Pegadaian.

2) Dewan Pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap kebijakan pengurusan Perum Pegadaian yang dilakukan oleh Direksi serta memberi nasehat kepada Direksi termasuk mengenai rencana pengembangan, rencana kerja dan anggaran tahunan Perusahaan, dan pelaksanaan ketentuan Anggaran Dasar.

b. Pemberdayaan Satuan Pengawasan Intern dan Komite Audit secara optimal sehingga dapat melaksanakan praktek audit yang benar-benar independen, sehat dan terwujudnya sistem pengendalian yang baik dalam rangka pencapaian tujuan Perum Pegadaian tanpa menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(68)

4. Keadilan

Keadilan adalah kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders

yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Prinsip keadilan pada Perum Pegadaian diimplementasikan dalam bentuk antara lain:

a. Perum Pegadaian memperlakukan setiap pegawai secara adil dan bebas dari bias karena perbedaan suku, asal-usul, jenis kelamin, agama, atau hal-hal lain yang tidak ada kaitannya dengan kinerja.

b. Perum Pegadaian memberikan kondisi kerja yang baik dan aman bagi setiap pegawai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta peningkatan kesejahteraannya sesuai dengan kemampuan keuangan perusahaan.

c. Perum Pegadaian selalu berupaya memperlakukan rekanan secara sama, adil serta transparan dalam memberikan informasi.

5. Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban yaitu, kesesuaian di dalam pengelolaan Perum Pegadaian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

Implementasi prinsip pertanggungjawaban pada Perum Pegadaian, tercermin dari beberapa kondisi antara lain:


(69)

a. Pemenuhan kewajiban kepada pihak ketiga dengan baik dan tepat waktu, seperti pemenuhan kewajiban perpajakan, pembayaran hak pemilik berupa Dana Pembangunan Semesta (DPS), kewajiban pembayaran/ pengembalian modal kerja kepada kreditur dan sebagainya.

b. Pelaksanaan pengadaan, pengangkatan, penempatan, pemberhentian, kedudukan, kepangkatan, jabatan, gaji/upah, kesejahteraan dan penghargaan pada pegawai Perum Pegadaian diatur dan ditetapkan sesuai dan mengacu kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

c. Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) dilakukan dengan cara antara lain melalui pembinaan usaha kecil dan koperasi, bantuan kepada masyarakat akibat bencana alam yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk pertanggungjawaban Perum Pegadaian yang lain yaitu pertanggungjawaban kepada pegawai melalui penandatanganan perjanjian kerja bersama (PKB) oleh Direksi pada tanggal 1 April 2004, sehingga menimbulkan adanya iklim demokratisasi terhadap keberadaan Perum Pegadaian yaitu antara manajemen dan pegawainya untuk memahami haknya masing-masing dan melaksanakan semua kewajibannya.


(70)

C. Produk Pegadaian Syariah

Sebagai lembaga keuangan non bank yang berfungsi majemuk, maka dalam menjalankan usahanya Pegadaian Syariah memiliki beberapa produk dan jasa yang dapat dimanfaatkan masyarakat.

1. Rahn (Gadai syariah)

Pegadaian rahn adalah produk jasa gadai yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah dengan mengacu pada sistem administrasi modern. Rahn (Gadai Syariah) merupakan skim pinjaman yang mudah dan praktis untuk memenuhi kebutuhan dana bagi masyarakat dengan sistem gadai sesuai syariah dengan agunan berupa emas perhiasan, berlian, elektronik dan kendaraan bermotor.

Cara memperoleh pinjaman Rahn (Gadai Syariah) cukup membawa barang jaminan disertai copy identitas ke loket Penaksir dan barang jaminan (marhun) akan ditaksir oleh Penaksir, selanjutnya nasabah akan memperoleh uang pinjaman (marhun bih) sebesar 90% dari nilai taksiran.

Besar kredit yang diberikan sama dengan Gadai Konvensional/KCA, namun berbeda dalam proses penetapan sewa modal. Gadai Syariah menerapkan biaya administrasi dibayar dimuka, yaitu pada saat akad baru/akad perpanjangan serendah-rendahnya Rp 1.000 dan setinggi-tingginya Rp 60.000 untuk jumlah pinjaman maksimum Rp 200.000.000.


(71)

Tarif Ijaroh dikenakan sebesar Rp 80 – Rp 90 persepuluh hari masa penyimpanan untuk setiap kelipatan Rp 10.000 dari taksiran barang jaminan yang dititipkan/diagunkan.

Proses pelunasan pinjaman bisa dilakukan kapan saja sebelum jangka waktu maksimal 120 hari (4 bulan), baik dengan cara sekaligus maupun angsuran. Apabila sampai dengan 120 hari (4 bulan) belum bisa melunasi, nasabah dapat memperpanjang masa pinjaman sampai dengan 120 hari (4 bulan) berikutnya dengan membayar ijaroh dan biaya administrasi sesuai tarif yang berlaku.

Tarif Ijarah:

Meliputi biaya pemakaian tempat dan pemeliharaan marhun serta asuransi. Ijarah = Taksiran x Tarif (Rp) x Jangka waktu

Rp 10.000 10 hari Simulasi Perhitungan Ijarah:

Nasabah membawa barang jaminan 1 keping emas batangan (LM) seberat 25 gram dengan kadar 24 karat (asumsi bila standar nilai taksiran yang berlaku untuk emas 24 karat = Rp. 350.000,-) maka:

Taksiran = 25 gr x Rp. 350.000,-

= Rp. 8.750.000,-

Uang Pinjaman = 91% x Rp. 8.750.000,-


(72)

Ijarah/10 hari = Rp. 8.750.000 x 79 x 10

10.000 10

= Rp. 69.125,-

Biaya Administrasi = Rp. 25.000,-

Jika nasabah menitipkan barangnya selama 26 hari, ijarah ditetapkan dengan menghitung biaya per 10 hari x tarif, maka besar ijarah yang harus dibayar adalah Rp. 207.375,- (Rp. 69.125 x 3)

Ijarah yang dibayar hanya selama masa penitipan, dan dibayarkan pada saat nasabah melunasi atau memperpanjang dengan akad baru.

2. ARRUM (Fidusia berbasis syariah untuk usaha mikro/kecil)

Untuk memenuhi kebutuhan pasar akan kredit usaha berbasis syariah, telah diluncurkan Kredit Ar Rahn untuk pengusaha Mikro (Arrum) yang skim kreditnya hampir sama dengan Kreasi.

Arrum adalah skim pinjaman berprinsip syariah bagi para pengusaha mikro dan kecil untuk keperluan pengembangan usaha dengan sistem pengembalian secara angsuran dan menggunakan jaminan BPKB motor/mobil (kendaraan yang dijaminkan tetap dapat digunakan oleh nasabah).

Simulasi Arrum:

Seorang nasabah memiliki 1 buah mobil kijang LGX tahun 2000 dengan taksiran harga pasar Rp. 70.000.000, jadi pinjaman yang dapat diterima:


(1)

5. Bagaimanakah proses identifikasi risiko PERUM Pegadaian?

Proses identifikasi dilakukan dengan cara mengidentifikasi risiko yang melekat pada setiap produk, fungsi, aktifitas dan proses. Proses identifikasi tersebut dilakukan terhadap seluruh jenis risiko yang mungkin dapat terjadi, tingkat kemungkinan terjadinya, besaran dampaknya dan faktor penyebab atau pemicu timbulnya risiko.

Kapan dilakukan proses identifikasi risiko ketika awal periode/ pertengahan periode/ akhir periode?

Awal periode yaitu ketika suatu produk atau aktifitas diinisiasi dan direview (dikaji ulang) secara berkala sekurang-kurangnya 1 kali dalam setahun.

Jenis-jenis risiko apa saja yang dihadapi PERUM Pegadaian? (pengertian, penyebab, langkah antisipasi, contoh kasus).

Secara garis besar terdapat dalam annual report PERUM Pegadaian 2009.

Bagaimana cara memperlakukan risiko-risiko tersebut?

Risiko ditransfer ke pihak asuransi guna meminimalisir dampak kerugian finansial yang ditimbulkan, contohnya risiko bahaya kebakaran, maka seluruh gedung dan aset perusahaan diasuransikan ke pihak asuransi. Dan dengan cara merubah kebijakan internal serta penyesuaian strategi guna mengantisipasi timbulnya risiko. Sebagai contoh, guna mengantisipasi risiko perampokan maka melalui surat edaran Direksi, seluruh kantor/outlet Pegadaian harus dilengkapi dengan alat-alat pengaman, seperti alarm, folding gate, kamera pengaman (cctv) dan alat-alat pengaman lainnya.

Bagaimana dampak dari masing-masing risiko tersebut terhadap kelangsungan bisnis Pegadaian?


(2)

Masing-masing risiko memiliki dampak risiko yang terbagi ke dalam 3 (tiga) kategori, dampak yang tinggi (high risk), sedang (medium risk), dan rendah (low risk).

6. Bagaimanakah proses pengukuran dan pemetaan risiko pada PERUM Pegadaian? Mohon disertai contoh!

Dengan menghitung besarnya probabilitas terjadinya suatu risiko. Risiko yang diidentifikasi tersebut dikategorikan dan dipetakan ke dalam 3 (tiga) peringkat yaitu, risiko dengan dampak yang tinggi (high risk), sedang (medium risk), dan rendah (low risk) yang didasarkan kepada frekuensi terjadinya dan dampak yang ditimbulkan.

Untuk risiko yang dikategorikan sebagai risiko ”tinggi (high)”, penanganannya dilakukan secara komprehensif (menyeluruh), termasuk melakukan perubahan kebijakan internal dan penyesuaian strategi. Sedangkan untuk risiko dengan kategori ”sedang (medium)” dan ”rendah (low)” cukup dilakukan pemantauan oleh Divisi terkait, pemimpin wilayah dan manajer cabang.

7. Bagaimanakah proses pemantauan dan pengendalian risiko PERUM Pegadaian?

Secara umum proses pemantauan risiko didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Satuan Pengawas Intern (SPI) dan dilaporkan setiap bulannya kepada Direksi dan Jeneral-Jeneral Manajer terkait. Berdasarkan laporan temuan tersebut, maka dilakukan evaluasi terhadap faktor penyebab dan mengambil langkah-langkah perbaikan, prosedur, dan kebijakan yang dipandang perlu guna mengendalikan tingkat risiko yang telah diidentifikasi tersebut pada tingkat risiko yang dapat diterima.


(3)

8. Bagaimanakah proses pengawasan dan pelaporan risiko PERUM Pegadaian? Siapa yang mengawasi dan melaporkan dari cabang? Kapan proses pelaporan dan pengawasan hasil mitigasi risiko dilakukan?

Secara umum pengawasan terhadap implementasi manajemen risiko secara korporat dilakukan oleh Dewan Pengawas melalui Komite Pemantau Risiko baik melaui forum rapat Dewan Pengawas maupun Direksi. Terkait pelaporannya merupakan tanggung jawab manajer cabang yang wajib melaporkan setiap terjadinya risiko termasuk langkah-langkah mitigasi yang telah dan akan dilakukan.

Sistem Pelaporan Risiko Pegadaian Syariah:

manajer UPCS manajer kantor Cabang Syariah Divisi Syariah Divisi Manajemen Risiko

Bagaimana kerangka kerja manajemen risiko Pegadaian? Berikut contoh profil risiko triwulan!

ASMAN/staf MR MANAJER JENERAL DIRBANG DIREKSI

Mengumpulkan RISIKO MANAJER TERKAIT

dokumen-Dokumen RISIKO yang diperlukan

Melakukan Analisa dan

identifikasi risiko

Mengevaluasi/ Menyetujui: Menyetujui: Menyetujui:

Menyusun mereview: - analisa dan - analisa dan - analisa dan

rekomendasi - analisa dan identifikasi identifikasi identifikasi perbaikan - rekomendasi - rekomendasi - rekomendasi

identifikasi perbaikan perbaikan perbaikan -rekomendasi

- melakukan

Dokumentasi hasil perbaikan perbaikan/

Analisa dan penyempurnaan

identifikasi risiko kebijakan yang


(4)

9. Strategi apa yang ditempuh oleh PERUM Pegadaian dalam menanggulangi permasalahan risiko yang dihadapi perusahaan?

Dapat dilihat dalam annual report PERUM Pegadaian 2009

10.Bagaimanakah pembinaan budaya sadar risiko diselenggarakan?

Dengan memasukkan modul-modul manajemen risiko ke dalam program-program pelatihan yang diselenggarakan oleh Divisi diklat.

Nara Sumber, Divisi Manajemen Risiko PERUM Pegadaian

Pamuji Gesang Raharjo, SE MM Jeneral Manajer Manajemen Risiko


(5)

Wawancara lanjutan kepada Divisi Manajemen Risiko PERUM Pegadaian

Tanggal : 2 Agustus 2010

1. Faktor apa yang menghambat proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian?

Sistem informasi manajemen yang belum terintegrasi (online) antara UPC, Kantor Cabang, Kantor Wilayah, dan Kantor Pusat, sehingga proses manajemen risiko (identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian) belum dilakukan secara terintegrasi dan tepat waktu.

2. Risiko apa yang pernah terjadi di PERUM Pegadaian, bagaimana dampaknya, dan strategi apa yang digunakan dalam mengatasi risiko tersebut?

Risiko yang pernah terjadi adalah risiko barang jaminan emas palsu, risiko tersebut berdampak pada kerugian PERUM Pegadaian. Dan mitigasi yang dilakukan adalah dengan:

a. Melengkapi ahli taksir dengan alat uji emas.

b. Mengembangkan database mengenai jenis dan model barang jaminan emas yang dipalsukan.

c. Meningkatkan kompetensi penaksir dengan cara melakukan penyegaran (refreshment) program pelatihan untuk tenaga penaksir.

3. Bagaimana strategi PERUM Pegadaian dalam mengatasi beberapa risiko berikut ini:

risiko tak terbayarnya utang nasabah (wanprestasi)?

Pengikatan barang/ agunan sesuai dengan jumlah pinjaman yang diberikan. Dan melakukan pelelangan dengan ketentuan dan prosedur tertentu.

risiko kesalahan dalam melakukan taksasi jaminan emas akibat keteledoran juru taksir?


(6)

risiko turunnya nilai jaminan (marhun)?

Nilai agunan harus dievaluasi/ dinilai secara berkala.

risiko barang jaminan emas palsu?

Meningkatkan kompetensi ahli taksir dan melengkapi peralatan ahli taksir dengan alat uji emas yang akurat.

risiko jaminan rusak atau hilang?

PERUM Pegadaian bekerjasama dengan pihak asuransi, dalam hal melindungi barang jaminan nasabah.

Nara Sumber, Divisi Manajemen Risiko PERUM Pegadaian

Pamuji Gesang Raharjo, SE MM Jeneral Manajer Manajemen Risiko