Tabel 5. Produksi Telur Ayam Ras Tahun 2007-2010 Ton di Sumatera Utara
No. Tahun
Produksi Telur Persentase
Pertumbuhan
1 2007
73.691,03 -
2 2008
68.978,60 -6,83
3 2009
69.323,47 0,49
4 2010
73.721,91 5,96
5 2011
81.184,27 9,19
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara Dalam Angka dari berbagai edisi tahun
Dari tabel diatas dapat dlihat produksi telur ayam ras pada tahun 2007 sebesar 73.691,03 ton. Penurunan produksi telur ayam ras dialami pada tahun 2008
dengan pertumbuhan -6,83 dari tahun sebelumnya sebesar 68.978,60 ton. Pada tahun 2009 hanya mengalami sedikit pertumbuhan sebesar 0,49 dari tahun
sebelumnya sebesar 69.323,47 ton. Di tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 5, 96 dari tahun sebelumnya sebesar 73.721,91 ton. Pada tahun 2011
mengalami peningkatan produksi telur ayam ras sebesar 9,19 dari tahun sebelumnya sebesar 81.184,27 ton. Dapat disimpulakan bahwa hampir terjadi
peningkatan produksi telur ayam ras di tiap tahunnya.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data time series dari tahun 2001-2011.. Data-data tersebut di peroleh dari beberapa instansi.
Adapun jenis dan sumber data yang akan digunakan dapat dilihat pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 6. Spesifikasi Pengumpulan Data No.
Jenis Data Sumber
Metode
1. Jumlah konsumsi
telur ayam ras Statistik Dinas Peternakan
dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Utara
Mencari publikasi Instansi terkait
2. Harga telur ayam ras,
telur ayam buras, dan telur bebek
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara
Mencari publikasi Instansi terkait
3. Populasi ayam ras petelur
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara
Mencari publikasi Instansi terkait
4. Jumlah penduduk
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara
Mencari publikasi Instansi terkait
5. Jumlah produksi telur
ayam ras Statistik Dinas Peternakan
dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Utara
Mencari publikasi Instansi terkait
3.3Metode Analisis Data
Untuk hipotesis 1 dan 2 dianalisis dengan Regresi Linier Berganda melalui program SPSS mengunakan metode OLS Ordinary Least Square atau metode
kuadrat terkecil. Fungsi penawaran didefinisikan sebagai fungsi dari harga telur ayam ras, dan populasi ayam ras petelur yang secara matematis dirumuskan
sebagai berikut : Q
st
= b
1
Pr
t
+ b
2
Pop
t
+ k Model fungsi permintaan telur ayam ras pada tahun t didefinisikan sebagai fungsi
dari harga telur ayam ras, harga telur ayam buras, harga telur bebek dan jumlah penduduk yang secara matematis dirumuskan sebagai berikut :
Q
dt
= a
1
Pr
t
+ a
2
Pb
t
+ a
3
Pe
t
+ a
4
Pnd
t
+ c
Universitas Sumatera Utara
Dimana : Q
st
= Penawaran telur ayam ras pada tahun sekarang Q
dt
= Permintaan telur ayam ras pada tahun sekarang Pr
t
= Harga telur ayam ras pada tahun sekarang Pb
t
= Harga telur ayam buras pada tahun sekarang Pe
t
= Harga telur bebek pada tahun sekarang Pop
t
= Jumlah populasi ayam ras petelur Pnd
t
= Jumlah penduduk pada tahun sekarang a, b = Parameter Estimasi
c, k = Konstanta regresi
Agar dapat memperoleh hasil regresi yang terbaik secara statistik yang di sebut BLUE Best Linear Unbiased Estimator terdapat beberapa kriteria yang harus
dipenuhi yaitu : Uji Kesesuaian
1. Analisis Koefisien Determinasi R
2
Penilaian terhadap koefisien determinasi bertujuan untuk melihat apakah kekuatan variabel bebas dalam mempengaruhi kekuatan variabel terikat. Semakin banyak
variabel bebas yang digunakan maka semakin tinggi pula koefisien determinasiny Nachrowi dan Usman, 2006.
Koefisien determinasi untuk mengukur tingkat ketepatan. Besarnya koefisien determinasi berganda multiple coefficient of correlation yang bersimbol R
2
.
Universitas Sumatera Utara
Makin banyak ariabel didalam model, maka semakin naik fungsi tersebut, artinya semakin besar nilai R
2
. Jika R
2
semakin dekat dengan satu, maka semakin cocok regresi untuk meramalkan Y Firdaus, 2004.
R
2
= 2. Secara Serempak Uji F
Nilai F hitung digunakan untuk menguji pengaruh secara simultan variabel bebas terhadap variabel tergantungnya. Jika variabel bebas memiliki pengaruh secara
simultan terhadap variabel tergantung maka model persamaan regresi masuk dalam kriteria cocok atau fit Sulianto, 2011.
Kriteria pengujian: Jika nilai Signifikansi
≥ 0.1, H diterima, H
1
ditolak pada taraf kepercayaan 90 Jika nilai Signifikansi 0.1, H
1
diterima, H ditolak pada taraf kepercayaan 90
Hipotesis yang diajukan: H
: Variabel bebas secara serempak tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap variabel terikat.
H
1
: Variabel bebas secara serempak memiliki pengaruh yang nyata terhadap variabel terikat.
3. Secara Parsial Uji t Analisis untuk menguji signifikansi nilai koefisien regresi secara parsial yang
diperoleh dengan metode OLS Ordinary Least Square adalah statistik uji t t test dengan taraf signifikan yang memadai Firdaus, 2004.
Kriteria pengujian: Jika nilai Signifikansi
≥ 0.1, H diterima, H
1
ditolak pada taraf kepercayaan 90
Universitas Sumatera Utara
Jika nilai Signifikansi 0.1, H
1
diterima, H ditolak pada taraf kepercayaan 90
Hipotesis yang diajukan: H
: Variabel bebas secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
H
1
: Variabel bebas secara individu berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
Pendugaan dengan metode kuadrat terkecil OLS Ordinary Least Square memiliki beberapa persyaratan untuk memperoleh BLUE Best Linear Unbiased
Estimator sehingga dilakukan uji asumsi klasik yang terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu :
Uji Asumsi Klasik
1. Uji Asumsi Normalitas Menurut Andryan 2010, uji normalitas untuk mengetahui apakah variabel
dependen, independen atau keduanya berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik hendaknya berdistribusi normal atau mendekati normal.
Mendeteksi apakah data berdistribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan melihat penyebaran data, jika data menyebar disekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonalnya, model regresi memenuhi asumsi normalitas. Uji normalitas hanya digunakan jumlah observasi adalah kurang dari 30, untuk
mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal.Jika jumlah observasi lebih dari 30, maka tidak perlu dilakukan uji normalitas. Sebab, distribusi
sampling error term telah mendekati normal Ajija, 2011.
Universitas Sumatera Utara
2. Uji Asumsi Multikolinieritas Menurut Sulianti 2011, uji asumsi multikolinieritas bertujuan untuk menguji
apakah pada model regresi yang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna diantara variabel bebas atau tidak.
Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka memiliki koefisien korelasi
yang tidak sama dengan nol terhadap variabel bebas lainnya Nugroho, 2011. Menurut Firdaus 2004, untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dapat ditinjau
dari beberapa hal berikut: a. Nilai R
2
tinggi tetapi nilai t statistik sangat kecil atau bahkan tidak ada variabel bebas yang signifikan maka hal ini menunjukkan adanya gejala
smultikolinearitas. b. Menganalisis korelasi diantara variabel bebas. Jika diantara variabel bebas
ada korelasi yang cukup tinggi lebih besar dari 0,90, hal ini merupakan indikasi adanya multikolinieritas.
c. Jika nilai VIF variance inflating factor tidak lebih dari 10 VIF 10, tingkat kolinieritas dapat ditoleransi.
3. Uji Asumsi Autokorelasi Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi yang berupa korelasi
diantara faktor gangguan. Korelasi dapat terjadi pada suatu pengamatan dari data yang diperoleh pada suatu waktu tertentu yaitu data seksi silang data cross
sectional atau data runtutan menurut waktu time series data. Untuk mengetahui adanya masalah autokorelasi pada suatu model regresi adalah dengan Uji Durbin
Watson uji DW, Uji DW ini hanya berhasil apabila autokorelasinya berbentuk
Universitas Sumatera Utara
autokorelasi linier orde pertama, artinya faktor pengganggu e
t
berpengaruh faktor penganggu e
t-1
Firdaus, 2004. Menurut Firdaus 2004, menentukan keputusan ada atau tidaknya autokorelasi
adalah sebagai berikut : a. Bila nilai DW berada diantara dU sampai dengan 4-dU, berarti koefisien
korelasi sama dengan nol dan artinya tidak ada autokorelasi. b. Bila nilai DW lebih kecil dari pada dL, berarti koefisien korelasi lebih
besar dari pada nol da artinya terjadi autokorelasi positif. c. Bila nilai DW lebih besar dari pada 4-dL, berarti koefisien korelasi lebih
kecil dari pada nol dan artinya terjadi autokorelasi negatif. d. Bila nilai DW terletak diantara 4-dU dan 4-dL, maka hasilnya tidak dapat
disimpulkan. Hipotesis 3 dianalisis menggunakan Model Cobweb dengan fungsi penawaran dan
permintaan yang dipengaruhi oleh faktor harga. Model cobweb bukan sebagai fungsi dari harga yang berlaku saat ini, tetapi harga dari periode aktu terdahulu
Chiang, 2005 Menurut Chiang dan Wainwright 2008, situasi dimana keputusan output
produsen harus dibuat satu periode lebih awal dari penjualan aktual seperti dalam produksi pertanian, dimana penanaman harus mendahului dalam waktu yang
cukup panjang dari panen dan penjualan hasil. Mari kita asumsikan bahwa keputusan dalam periode t didasarkan pada harga P
t
yang berlaku kemudian. Namun karena output ini tidak akan tersedia untuk penjualan sebagai periode
t+1, P
t
tidak akan menentukan Q
st
melainkan Q
s, t+1
. Jadi sekarang kita mempunyai fungsi penawaran yang “ketinggalan” lagged.
Universitas Sumatera Utara
Q
s, t+1
= SP
t
Atau, secara ekuivalen, dengan menggeser kebelakang subskrip waktu dalam satu periode
Q
st
= SP
t-1
Bila fungsi penawaran semacan itu berinteraksi dengan fungsi permintaan yang berbentuk
Q
dt
= DP
t
akan menghasilkan suatu pola harga yang dinamis yang menarik. Dengan menggunakan versi linear dari fungsi penawaran ketinggalan dan fungsi
permintaan tidak ketinggalan, dan dengan mengasumsi bahwa dalam setiap periode waktu harga pasar selalu ditetapkan pada tingkat pasar bebas, kita
mempunyai model pasar dengan tiga persamaan berikut: Q
dt
= Q
st
Q
dt
=
t
Q
st
=
t-1
Namun denga mensubsitusikan dua persamaan yang terakhir kedalam yang pertama, modelnya dapat disederhanakan menjadi satu persamaan diferens orde
pertama sebagai berikut:
t t-1
Universitas Sumatera Utara
Agar persamaan ini dapat diselesaikan, terlebih dahulu kita harus menormalisasikan dan menggeser subskrip waktu yang lebih awal satu periode
[ubah t ke t + 1, dan seterusnya]. Hasilnya.
t+1
+ P
t
= y
t+1
+ ay
t
= c Maka diperoleh
y = P dan
c =
Karena dan keduanya positif, maka a -1
yt = A a
t
+
Dimana
A = y
o
Akan diperoleh persamaan berikut P
P
t
=
t
+
dimana P menggambarkan harga awal.
Ekspresi , yang merupakan integral khusus dari persamaan
diferens, dapat dianggap sebagai ekuilibrium harga intertemporal dari model:
P =
Universitas Sumatera Utara
Sepanjang berkenaan dengan ekuilibrium dalam pasar bebas, harga yang dicapai dalam tiap priode merupakan suatu harga ekuilibrium, karena kita telah
mengasumsikan bahwa Q
dt
– Q
st
untuk setiap t. Karena ini merupakan suatu konstantan, maka merupakan suatu ekuilibrium stasioner. Dengan
mensubstitusikan P kedalam penyelesaian, dapat mengekspresikan jalur waktu P
t
dengan cara lain dalam bentuk: P
t
=
t
+ P
Atau y
t
= Ab
t
+ y
p
Keseimbangan divergen jika |b| 1 Keseimbangan konvergen jika |b| 1
3.4 Definisi dan Batasan Operasional