Komunikasi Antar Pribadi TINJAUAN TEORI

ƒ Pesan disampaikan secara publik dan umumnya diterima oleh khalayak secara relatif serempak. ƒ Komunikator melakukan komunikasinya melalui suatu organisasi yang bersifat komplek, yang karena itu menyangkut masalah pembiayaan yang besar.

D. Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi merupakan satu proses sosial di mana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana diungkapkan oleh Devito yang dikutip oleh Alo Liliweri dalam buku Komunikasi Antar Pribadi, bahwa komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung. 21 Berdasarkan definisi di atas, komunikasi antar pribadi dapat berlangsung antara dua orang, misalnya: antara penyaji makalah dengan salah seorang peserta suatu seminar. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga, pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikator mengetahui pasti apakah komunikasinya itu positif atau 21 Alo Liliweri, Komunikasi Antar Pribadi Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991, h. 12 negatif, berhasil atau tidak. Jika tidak, ia dapat memberi kesempatan kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya. Asumsi dasar komunikasi antar pribadi adalah bahwa setiap orang yang berkomunikasi akan membuat prediksi tentang efek atau perilaku komunikasinya, yaitu bagaimana pihak yang menerima pesan memberikan reaksinya. Jika menurut persepsi komunikator reaksi komunikan menyenangkan atau positif, maka ini merupakan suatu pertanda bagi komunikator bahwa komunikasinya berhasil. Menurut Gerald R. Miller dan Mark Steinberg, ada tiga tingkatan analisis yang digunakan dalam melakukan prediksi, yaitu tingkat kultural, tingkat sosilogis, dan tingkat psikologis. 22 Tiap tingkatan dapat dibedakan oleh jenis data yang dgunakan dalam melakukan prediksi. Tingkatan-tingkatan analisis dikaitkan dengan jumlah informasi yang diperoleh pada tiap tingkatan. Jika komunikasi makin mengarah ke tingkat indvidu, maka makin banyak informasi yang diperlukan. Pada umumnya dalam interaksi komunikasi, individu akan bergerak dari tingkat kultural ke sosiologis dan akhirnya ke tingkat psikologis kalau ia mengharapkan komunikasinya akan lebih efektif. 1. Analisis Pada Tingkat Kultural Pada analisis tingkat kultural, guna mencapai efek yang diharapkan, komunikator dalam melakukan prediksi paling tidak 22 M. Budyatna dan Nina Mutmainnah, Komunikasi Antar Pribadi Jakarta: Universitas Terbuka, 2004, h. 14 harus mengerti dan memahami kultur, terutama yang bersifat imaterial dari pihak yang diajak berkomunikasi. Dengan mengenali atau menguasai kultur yang imaterial ini, seperti bahasa dan adat istiadat, paling tidak seseorang mampu untuk berkomunikasi dengan pihak lain. Paling tidak, yang diperlukan untuk dapat berkomunikasi dengan pihak lain adalah adanya persamaan kultur. Bila tidak memiliki persamaan kultur, maka pelaku komunikasi mampu mengerti kultur pihak lain paling tidak bahasa sebagai alat komunikasi. Selain itu, penguasaan norma dan adat istiadat pihak lain sangat memperlancar interaksi komunikasi. Prediksi mengenai efek komunikasi yang diharapkan pada tingkatan kultural ini akan mengalami kegagalan, bila mengabaikan pengalaman atau kultur pihak lain. Hal ini juga disebabkan oleh pemaksaan pengalaman komunikator kepada komunikan. Terutama bila komunikator berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda kulturnya, ditambah apabila komunikator melakukan penggolongan secara kaku mengenai sifat-sifat orang yang berbeda kultur. Hal yang terakhir ini akan menjurus kepada apa yang dinamakan dengan stereotyping. 2. Analisis Pada Tingkat Sosiologis Apabila komunikator melakukan prediksi mengenai reaksi komunikan terhadap pesan yang ia sampaikan berdasarkan keanggotaan komunikan dalam kelompok sosial tertentu, maka dapat dikatakan bahwa komunikator melakukan prediksi pada tingkatan sosiologis. Keanggotaan kelompok terdiri dari mereka yang memiliki kesamaan karakteristik tertentu. Sama halnya dengan keanggotaan seseorang dalam kultur tertentu, maka annggota kelompok menampilkan pula pola-pola perilaku dan nilai-nilai yang membedakannya dengan kelompok lain. Para anggota dalam kelompok atau suatu kultur tertentu harus menaati norma-norma dan nilai-nilai tertentu yang dikenakan kepadanya. Adapun yang membedakan antara kelompok dengan kultur adalah pada segi jumlah. Pada umumnya, jumlah anggota kelompok lebih kecil daripada anggota dalam kultur tertentu. Para anggota dari suatu kultur tertentu dapat menjadi angota dari berbagai kelompok. Namun, prediksi terhadap reaksi komunikan pada tingkat sosiologis mengandung kelemahan, karena hanya prediksi yang dilakukan hanya menyangkut aspek nilai dan norma yang dianut oleh suatu kelompok yang dijadikan obyek prediksi. Oleh karena itu, ketelitian dalam melakukan prediksi terhadap suatu kelompok merupakan suatu keharusan. 3. Analisis Pada Tingkat Psikologis Apabila prediksi yang dibuat komunikator terhadap reaksi komunikan sebagai akibat menerima suatu pesan yang didasarkan pada analisis pengalaman individual yang unik dari komunikan, maka dapat dikatakan komunikator melakukan prediksi pada tingkat psikologis. Dua atau lebih individu yang seringkali melakukan interaksi komunikasi yang mendasarkan prediksinya terhadap satu sama lain dengan menggunakan data psikologis ini menunjukkan bahwa mereka telah mengenal satu sama lain sebagai individu. Hal ini menunjukkan bahwa mereka telah mengerti dengan baik karakteristik yang unik dan kepribadian masing-masing dan bukan hanya sekedar mengenal satu sama lain dengan atribut kultural atau peran sosiologis. Tiap individu mempunyai kepribadian dan watak yang tidak pernah sama dengan yang lain, dan ini merupakan hasil tempaan dan terbentuk berdasarkan pengalaman di masa lalu. Apabila dua individu satu sama lain bisa saling mengerti serta memahami kepribadian dan watak masing-masing, baru dapat dikatakan bahwa satu sama lain dalam berkomunikasi melakukan prediksi atas data psikologis. Namun, analisis pada tingkatan psikologis memiliki hambatan berupa kecenderungan komunikator untuk melihat orang lain pada pola yang terbentuk pada diri komunikator berdasarkan pengalaman kontak dengan orang-orang sebelumnya. Prediksi pada tingkatan psikologis ini memerlukan analisis yang cermat dan hati-hati mengenai perilaku seseorang dan sekali- kali tidak boleh dikaitkan dengan perilaku orang lain yang pernah melakukan kontak dengan kita sebelumnya. Kalau hal ini dilakukan, maka prediksi komunikator mengenai perilaku komunikan akan meleset jauh, apalagi kalau komunikator mempunyai pengalaman yang tidak baik dengan individu sebelumnya, Seseorang yang melakukan prediksinya atas dasar data kultural dan sosiologis, berarti melakukan komunikasi non- antarpribadi. Pada tingkat ini, dalam melakukan prediksi, komunikator melakukan generalisasi rangsangan, yakni mencari kesamaan di antara para pelaku komunikasi lainnya. Komunikasi antar pribadi jauh lebih jarang dilakukan daripada komunikasi non antar pribadi. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 1. Untuk dapat berkomunikasi secara antar pribadi diperlukan waktu yang lama, yakni untuk dapat saling mengenai watak dan pribadi masing-masing. 2. Pada umumnya, komunikator lebih cenderung untuk memilih tingkat kultural dan sosiologis dalam melakukan prediksi pertama terhadap reaksi komunikan, karena segala informasi untuk itu lebih mudah diperoleh. 3. Kemampuan setiap individu berbeda untuk mampu berkomunikasi secara antar pribadi. Hubungan komunikasi, baik yang merupakan antar pribadi maupun non antar pribadi dapat dibedakan berdasarkan tiga hal, yaitu: 1. Norma yang mengatur hubungan Hubungan komunikasi non antar pribadi diatur oleh norma masyarakat pada tingkat kultural dan norma kelompok pada tingkat sosiologis, sedangkan hubungan komunikasi antar pribadi diatur oleh norma relational. 2. Kriteria untuk menentukan hubungan Kriteria pada hubungan non antar pribadi ditentukan oleh tujuan-tujuan kelompok yang diikuti individu, sedangkan kriteria pada hubungan antar pribadi ditentukan oleh pertimbangan pribadi. 3. Tingkat kebebasan individu Pada hubungan komunikasi non antar pribadi, pilihan pribadi atau pernyataan pribadi individu relatif terbatas, sedangkan pada hubungan komunikasi antar pribadi, kebebasan individu lebih ditolerir, bahkan didorong dan dikembangkan. Pada setiap bentuk komunikasi memperilihatkan adanya gaya-gaya kognitif tertentu yang dimiliki oleh seseorang. Gaya kognitif tersebut dapat menentukan arah perkembangan komunikasi menuju ke arah komunikasi antar pribadi atau justru menghambatnya. Gaya kognitif adalah cara-cara yang khas, di mana individu membangun atau membentuk keyakinan dan sikapnya tentang dunia sekitarnya dan cara-cara ia memproses dan memberikan reaksi terhadap informasi yang masuk atau diterimanya. Adapun gaya kognitif yang menunjukkan toleransi rendah dalam komunikasi terdiri dari otoriter dan dogmatis. Orang yang berpikiran otoriter memiliki gaya kognitif yang simplisistis, yang mendorong cara berpikir secara kultural dan sosiologis yang dangkal. Hal tersebut berakibat pada hilangnya. kesempatan untuk dapat mengembangkan hubungan antar pribadi yang penuh arti. Sedangkan orang yang bersifat dogmatis cenderung sering melakukan suatu generalisasi yang salah, yang diistilahkan juga dengan stereotip sosial. Selain itu, orang yang memiliki gaya kognitif dogmatis mengalami kesulitan untuk dapat melepaskan diri dari aspek kultural dan sosiologis dalam melakukan prakiraan untuk dapat mengarah ke tingkat sosiologis. Oleh karena itu, orang yang bersifat dogmatis sulit untuk dapat sampai pada tahap komunikasi antar pribadi. Adapun gaya kognitif positif yang dapat membantu untuk mencapai tahap komunikasi antar pribadi adalah kecakapan empati. Empati terjadi jika dua individu saling mengenali kebutuhannya satu sama lain dan memberikan respon terhadap hal tersebut Proses empati meliputi dua tahap utama, yaitu: 1. Pengempati yang prospektif harus mampu membedakan secara tepat bahwa cara-cara bermotivasi dan bersikap setiap individu akan berbeda dengan individu lainnya. 2. Pembedaan secara tepat harus diikuti oleh perilaku yang diinginkan atau bermanfaat bagi mereka yang menjadi objek suatu prediksi. Umumnya, tahap pertama tersebut berhasil dilewati oleh komunikator, tetapi kebanyakan mengalami kegagalan pada tahap kedua. Hal ini disebabkan oleh persepsi komunikator yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan atau bermanfaat bagi komunikan. Proses empati dapat dilihat dari segi transaksional yang melibatkan empat unsur penting, yaitu drive, cue, response, dan reward. Drive merupakan rangsangan kuat yang memaksa seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Cue adalah sesuatu yang dapat mengarahkan perilaku, yang sering diartikan dengan isyarat. Isyarat merupakan rangsangan yang berbeda atau dapat dibedakan dengan yang lain yang mempunyai arti tertentu di lingkungannya. Response merupakan perilaku yang sebenarnya yang diakibatkan oleh isyarat. Sedangkan reward atau imbalan merupakan peristiwa sebagai akibat dari respons tertentu. Untuk mengembangkan kemampuan empatik, hal terpenting yang hams dilakukan oleh seorang komunikator adalah mengembangkan kemampuan membedakan isyarat. Kecakapan empati dalam suatu komunikasi antar pribadi juga harus didukung oleh konsep diri self concept yang positif agar proses komunikasi tersebut berjalan lancar, karena salah satu ciri dari konsep diri yang positif adalah keterbukaan. Adapun untuk melihat tingkat keterbukaan dan kesadaran tentang self diri, dapat digunakan model Johari Window. Model mi mengatakan bahwa manusia terdiri dari empat self, yaitu : open, blind, hidden, dan unknown. Masing-masing self saling bergantung satu sama lain, karena perubahan pada satu daerah self akan menimbulkan perubahan di tempat lainnya. Berikut ini adalah tampilan {display Johari Window: Known to self Not known to self mengetahui diri tidak mengetahui diri Known to others diketahui orang lain = publik Open self diri yang terbuka Blind self diri yang buta Not known to others tidak diketahui orang lain = privat Hidden self diri yang tersembunyi Unknown self diri yang tidak diketahui Open self adalah aspek diri kita yang kita ketahui dan juga diketahui oleh orang lain. Blind self adalah aspek diri kita yang tidak kita ketahui, tetapi diketahui oleh orang lain. Hidden self adalah aspek diri kita yang tersembunyi dari orang lain, hanya diketahui oleh diri kita sendiri. Sedangkan unknown self adalah jaspek dari diri kita yang tidak diketahui oleh siapa pun, baik diri kita sendiri maupun orang lain. Aspek lain yang menjadi ciri dari tercapainya tahap komunikasi antar pribadi selain self concept adalah self disclosure. Self disclosure adalah suatu perilaku komunikasi di mana individu menyampaikan informasi tentang dirinya kepada orang lain secara sengaja dan sukarela. Biasanya, informasi yang diungkapkan adalah yang bersifat sangat pribadi. Self disclosure memiliki berbagai dimensi, yaitu ukuran self disclosure, valensi kualitas positif atau negatif self disclosure, kecermatan dan kejujuran, tujuan self disclosure, dan keintiman. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi self disclosure adalah efek diadik, ukuran audience, topik yang dibahas, valensi, jenis kelamin, ras dan kebangsaan, usia, serta mitra self disclosure. Meskipun self disclosure amat positif bagi keberhasilan komunikasi antar pribadi, tetapi perilaku ini jarang dilakukan individu. Terdapat hambatan-hambatan yang sering menghalangi individu untuk melakukannya, di antaranya adalah societal bias, kekhawatiran akan hukuman, dan kekhawatiran akan self knowledge Terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam melakukan self disclosure, antara lain adalah : motivasi self disclosure, ketepatan self disclosure, membuka kesempatan untuk respon yang terbuka, kejelasan dan kelangssungan self disclosure, self disclosure orang lain, dan mempertimbangkan kemungkinan timbulnya masalah akibat self disclosure. Adapun sebagai mitra orang yang melakukan self disclosure, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu : 23 1. Mendengar secara efektif dan aktif 2. Mendukung pembicara 3. Memperkuat perilaku self disclosure 4. Menjaga kerahasiaan 5. Tidak menggunakan penyingkapan diri yang dilakukan seseorang sebagai senjata untuk melawannya. Proses munculnya self concept dan self disclosure merupakan upaya untuk meningkatkan arah hubungan komunikasi menjadi komunikasi antar pribadi yang ditandai dengan meningkatnya keintiman antara komunikator dengan komunikan. Proses meningkatnya keintiman dalam hubungan tersebut diistilahkan dengan penetrasi sosial. Teori penetrasi sosial memiliki dua hipotesis. 23 Ibid, h. 7.19 -7.20 Pertama, interaksi yang bersifat antar pribadi mengalami kemajuan perkembangan secara bertahap, mulai dari tingkat permukaan yang dangkal dan kurang akrab ke lapisan diri yang lebih akrab dan dalam diri para pelaku. Altaian dan Taylor menyatakan bahwa ada empat tahap perkembangan hubungan, yaitu: 24 1. Orientasi ; berisi komunikasi yang impersonal, pada saat itu seseorang hanya mengemukakan informasi yang sangat umum tentang dirinya. Bila tahap ini dianggap menguntungkan oleh partisipan, mereka akan bergerak ke tahap berikutnya. 2. Menuju pertukaran afektif; mulai bergerak ke tahap yang lebih dalam untuk menyingkap topik-topik tertentu yang terpilih. 3. Pertukaran afektif; memusatkan perasaan pada tingkat yang lebih dalam. Tahap ketiga ini tidak akan dilalui individu hingga ia menerima imbalan yang substansial pada tahap-tahap sebelumnya. 4. Pertukaran stabil atau tetap ; ditandai oleh derajat keintiman yang tinggi, para partisipan berhak untuk memprediksikan perilaku mitranya dan memberikan respon. Kedua, peningkatan dari suatu hubungan sangat bergantung kepada jumlah dan sifat dari imbalan reward dan biaya cost. Pada setiap hubungan yang dikembangkan, setiap individu selalu mempertimbangkan kemungkinan yang muncul berdasarkan reward 24 Ibid., h.9.4 dan cost dari hubungan tersebut. Reward mengacu pada kenikmatan, kepuasan, dan imbalan yang dinikmati oleh seseorang. Adapun cost mengacu pada faktor yang menghambat, seperti kegelisahan atau hal- hal yang memalukan. Dalam proses penetrasi sosial perlu dilihat struktur kepribadian individu, yakni kumpulan dan gagasan, perasaan, dan emosi individu tentang dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungan dunia luar. Struktur kepribadian individu memiliki dua dimensi, yaitu : dimensi luas breadth dan dimensi dalam depth. Dimensi luas memiliki dua aspek kategori luas breadth category dan frekuensi luas breadth frequency. Kategori luas breadth category adalah daerah-daerah umum yang berisi aspek-aspek tertentu, seperti keluarga. 25 Frekuensi luas breadth frequency adalah aspek-aspek yang lebih khusus dalam kategori luas breadth category, seperti ukuran keluarga atau hubungan antara anggota keluarga. Salah satu aspek penting dalam hal ini adalah luas waktu breadth time, yaitu jumlah waktu yang digunakan dalam suatu interaksi. 26 Dimensi kedalaman depth dari kepribadian menyebutkan bahwa struktur kepribadian berlapis-lapis, dari yang paling permukaan hingga yang paling dalam intim. Dalam interaksi, setiap 25 Ibid., h. 9.10 26 Ibid., h.9.11 orang bergerak dari hal-hal yang impersonal ke bagian kepribadian yang makin dalam secara timbal balik. 27 Setiap hubungan tidak selalu makin intim atau mengalami proses penetrasi. Hal yang sebaliknya juga bisa terjadi, yang dikenal sebagai depenetrasi. Suatu hubungan bisa melemah dan bahkan putus dengan proses yang merupakan pembalikan dari penetrasi. Dalam depenetrasi, hubungan bergerak dari tingkat yang akrab ke tingkat yang tidak akrab atau dari tingkat pribadi ke tingkat yang impersonal sifatnya. Tingkat melemah atau putusnya suatu hubungan antar pribadi diprediksikan sebagai fungsi dari sifat reward dan cost dalam suatu hubungan. Jika suatu hubungan antar pribadi diprediksikan tidak menghasilkan keuntungan, maka peluang putusnya suatu hubungan makin besar dibandingkan jika hubungan tersebut menguntungkan. Begitu pula sebaliknya, yaitu bahwa semakin besar keuntungan yang diperoleh dalam suatu hubungan antar pribadi, maka makin besar peluang suatu hubungan diteruskan.

E. Hubungan Dokter dengan Pasien