Analisis Dampak Realisasi APBD Terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan di Kota Binjai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS DAMPAK REALISASI APBD TERHADAP PENINGKATAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA
DI KOTA BINJAI
SKRIPSI
Diajukan oleh :
ABDUL AZIZ NASUTION 060501032
Ekonomi Pembangunan
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Medan 2010
(2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI
Nama : Abdul Aziz Nasution NIM : 060501032
Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Dampak Realisasi APBD Terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan di Kota Binjai
Tanggal ______________
Pembimbing,
(Paidi Hidayat, SE, MSi NIP.19750920 200501 1002
(3)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
BERITA ACARA UJIAN
Hari : Tanggal :
Nama : Abdul Aziz Nasution NIM : 060501032
Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Dampak Realisasi APBD Terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kota Binjai
Ketua Departemen, Pembimbing,
(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec) (Paidi Hidayat, SE, MSi NIP. 197304081998021001 NIP.19750920 200501 1002
)
Pembanding I, Pembanding II,
(Kasyful Mahali, Se, Msi) (Inggr ita G. Sari, SE, Msi NIP. 196711112002121001 NIP. 198011102008122003
(4)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK
Nama : Abdul Aziz Nasution NIM : 060501032
Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Dampak Realisasi APBD Terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kota Binjai
Tanggal _____________ Ketua Departemen,
(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec
NIP. 197304081998021001
)
Tanggal _____________ Dekan,
(Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec
NIP. 131 265 985
(5)
Abstract
The purpose of this research was to analyze the effect of government spending on education and health sectors to the development of the Human Development Index in the city of Binjai for a periode of 20 years, starting from 1989 up to 2008. In the equation model, the Human Development Index (HDI) is as dependent variable (Y), while government spending on education sector (X1)
and health (X2), is as independent variable.
The research method used in this analysis is the Ordinary Least Square (OLS), using multiple linear regression and analysis tools used to process data by using Eviews 5.1
The estimation results of this research show that all independent variables namely, government Expenditure in education sector (X1), and government
Expenditure in health sector (X2) has a positive influence on the human
development index (Y), which is significant at alpha 10%
Keywords: Human Development Index, Government Expenditure in Education and Health Sector.
(6)
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dari pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan terhadap perkembangan Indeks Pembangunan Manusia di Kota Binjai dalam kurun waktu 20 tahun, mulai dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2008. Dalam persamaan model, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah sebagai variabel terikat (Y) sedangkan pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan (X1) dan kesehatan
(X2), adalah sebagai variabel bebas.
Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah Ordinary Least Square (OLS), dengan menggunakan metode regresi linear berganda dan alat analisis yang dipakai untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan Eviews 5.1.
Hasil estimasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel bebas yaitu, pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan (X1), dan
pengeluaran pemerintah pada sektor kesehatan (X2) berpengaruh positif terhadap
indeks pembangunan manusia (Y), yang signifikan pada alfa 10%
Kata kunci: Indeks Pembangunan Manusia, pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan.
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Analisis Dampak Realisasi APBD Terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Kota Binjai”. Isi dan materi skripsi ini di dasarkan pada penelitian perpustakaan serta perkembangan dan data sekunder yang terkait dengan hal yang diteliti.
Adapun skripsi ini diselesaikan sebagai tugas akhir penulis untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak luput dari hambatan dan kesulitan yang harus dihadapi. Namun berkat bimbingan, bantuan dan pengorbanan baik moril maupun materil dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat diselesaikan. Melalui kesempata ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yan sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orangtua penulis yaitu Ayahanda Irwansyah Nasution dan Ibunda Mariana Ritonga serta kakak dan kedua adik penulis, Erwina, Ratih, Nurliana atas kasih sayang, doa serta dukungan moril dan materil yang selalu diberikan kepada penulis.
2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
(8)
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Bapak Irsyad Lubis, SE. M. Soc. Sc. Phd selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Paidi Hidayat, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan bimbingan dari awal pengerjaan sampai dengan selesainya skripsi ini.
5. Bapak Kasyful Mahali, Se, Msi dan Ibu Inggrita G. Sari, SE, Msi selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan petunjuk bagi penyelesaian skripsi ini.
6. Seluruh staff pengajar dan pegawai di Fakultas Ekonomi terkhusus Departemen Ekonomi Pembangunan atas pengajaran, bimbingan, dan bantuannya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.
7. Kepada sahabat-sahabat terbaikku Asep, Udin, Ardi serta Willy, Rezkha, Ikhsan dan lain-lain yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu dalam skripsi yang telah memberikan semangat dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi in
8. Kepada anak-anak EP’06 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari para pembaca demi penulisan yang lebih sempurna di masa yang akan datang.
(9)
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkat dan damai sejahtera bagi kita semua dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Desember 2010
Penulis,
(10)
DAFTAR ISI
ABSTRACT ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Perumusan Masalah... 6
1.3 Hipotesis... 6
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.5 Manfaat Penelitian... 6
BAB II URAIAN TEORITIS... 8
2.1 Pengertian Pembangunan ... 8
2.1.1 Ukuran-ukuran Ekonomi Tradisional ... 8
2.1.2 Pandangan Baru Ekonomi Pembangunan... 10
2.1.3 Tiga Nilai Inti Pembangunan ... 14
2.1.4 Tiga Tujuan Inti Pembangunan ... 18
2.2 Perencanaan Pembangunan Daerah ... 19
2.2.1 Peran Pemerintah dalam Pembangunan Daerah ... 19
(11)
2.3 Pembangunan Manusia ... 23
2.4 Indeks Pembangunan Manusia ... 27
2.4.1 Komponen-komponen IPM... 28
2.4.2 Tahapan Perhitungan IPM... 30
2.4.3 Hubungan Pembangunan Ekonomi Terhadap IPM... 31
2.4.4 Pengaruh Pembangunan Pendidikan Terhadap Peningkatan IPM... 35
2.4.5 Pengaruh Pembangunan Kesehatan Terhadap Peningkatan IPM ... 36
2.5 Pengeluaran Pemerintah... 37
2.5.1 Model Pembangunan Tentang Pengeluaran Pemerintah... 38
BAB III METODE PENELITIAN ... 40
3.1 Ruang Lingkup Penelitian... 40
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 40
3.3 Pengolahan Data... 41
3.4 Model Analisis Data... 41
3.5 Test Of Goodness Of Fit (Uji Kesesuaian ) ... 42
3.5.1 Koefisien Determinasi (R-Square)... ... 42
3.5.2 Uji t-statistik (Uji Parsial)... 42
3.5.3 Uji F-statistik... 44
3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 45
3.6.1 Multikolinerity... 45
3.6.2 Autokolerasi... 46
(12)
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN... 48
4.1 Gambaran Umum Kota Binjai ... 48
4.1.1 Sejarah Singkat Kota Binjai... ... 48
4.1.2 Kondisi Geografis... 48
4.1.3 Perekonomian... 49
4.1.4 Kependudukan... 51
4.2 Perkembangan IPM di Kota Medan ... 52
4.2.1 IPM dan Pertumbuhan Ekonomi ……… 54
4.3 Perkembangan Belanja APBD untuk Sektor Pendidikan... 55
4.4 Perkembangan Belanja APBD untuk Sektor Kesehatan ... 56
4.5 Pembahasan ... 58
4.5.1 Interpretasi Model... 58
4.6 Pengujian Hipotesis ... 59
4.6.1 Koefisien Determinasi (R-square)... 59
4.6.2 Uji F-statistik... 59
4.6.3 Uji t-statistik... ... 61
4.6.4 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66
5.1 Kesimpulan ... 66
5.2 Saran... 67
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(13)
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1.1 Nilai Maksimum dan Minimum Indikator 31 Komponen IPM
4.1 Luas Wilayah Kota Binjai 49
4.2 Jumlah, Laju Pertumbuhan, Kepadatan 52 Penduduk di Kota Binjai Tahun 2001-2008
4.3 IPM Kota Medan Tahun 1990-2008 54 4.4 IPM dan Laju Pertumbuhan Penduduk 2001-2008 55 4.5 Belanja APBD untuk Sektor Pendidikan 56
Tahun 1989-2008
4.6 Belanja APBD untuk Sektor Kesehatan 57 Tahun 1989-2008
4.7 Hasil Regresi Linier Berganda Analisis Dampak 58 Belanja APBD Terhadap IPM di Kota Binji
(14)
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
1.1 Status Indeks Pembangunan Manusia 3 2.1 Hubungan antara Pembangunan Manusia dan 34
Pertumbuhan Ekonomi
3.1 Kurva Uji t-statistik 43
3.2 Kurva Uji F-statistik 45
3.3 Kurva Distribusi Durbin-Watson 46
4.1 Kurva Uji F-statistik 61
4.2 Kurva Uji t-statistik variabel anggaran 62 pendidikan (X1)
4.3 Kurva Uji t-statistik variabel anggaran 65 kesehatan (X2)
(15)
Abstract
The purpose of this research was to analyze the effect of government spending on education and health sectors to the development of the Human Development Index in the city of Binjai for a periode of 20 years, starting from 1989 up to 2008. In the equation model, the Human Development Index (HDI) is as dependent variable (Y), while government spending on education sector (X1)
and health (X2), is as independent variable.
The research method used in this analysis is the Ordinary Least Square (OLS), using multiple linear regression and analysis tools used to process data by using Eviews 5.1
The estimation results of this research show that all independent variables namely, government Expenditure in education sector (X1), and government
Expenditure in health sector (X2) has a positive influence on the human
development index (Y), which is significant at alpha 10%
Keywords: Human Development Index, Government Expenditure in Education and Health Sector.
(16)
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dari pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan terhadap perkembangan Indeks Pembangunan Manusia di Kota Binjai dalam kurun waktu 20 tahun, mulai dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2008. Dalam persamaan model, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah sebagai variabel terikat (Y) sedangkan pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan (X1) dan kesehatan
(X2), adalah sebagai variabel bebas.
Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini adalah Ordinary Least Square (OLS), dengan menggunakan metode regresi linear berganda dan alat analisis yang dipakai untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan Eviews 5.1.
Hasil estimasi dari penelitian ini menunjukkan bahwa semua variabel bebas yaitu, pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan (X1), dan
pengeluaran pemerintah pada sektor kesehatan (X2) berpengaruh positif terhadap
indeks pembangunan manusia (Y), yang signifikan pada alfa 10%
Kata kunci: Indeks Pembangunan Manusia, pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan.
(17)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Manusia adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar pembangunan. Artinya, manusia sebagai subjek dan objek pembangunan dalam kehidupannya harus mampu meningkatkan kualitas hidupnya sebagai insan pembangunan. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan. Kapasitas dasar yang dimaksud menurut Todaro (2003) yang sekaligus merupakan tiga nilai pokok keberhasilan pembangunan ekonomi adalah kecukupan (sustenance), jati diri (selfsteem), serta kebebasan (freedom).
Untuk mewujudkan tercapainya ketiga unsur tersebut, dilakukan upaya konkrit dan berkesinambungan. Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi dan institusional demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik.
Selain itu, secara umum pembangunan manusia dalam pengertian luas mengandung konsep teori pembangunan ekonomi yang konvensional, termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), pendekatan kesejahteraan, dan pendekatan kebutuhan kebutuhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan Produksi Nasional Bruto/PNB (Gross National Product/GNP). Pembangunan
(18)
SDM menempatkan manusia terutama sebagai input dari proses produksi (sebagai suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan sebagai objek perubahan. Pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan-kebutuhan hidup.
Konsep pembangunan manusia memenuhi dimensi yang sangat luas dengan banyak pilihan, hanya mungkin tercapai jika penduduk tersebut memiliki peluang angka harapan hidup yang tinggi atau umur panjang dan sehat, memiliki pengetahuan dan keterampilan atau keahlian serta mempunyai peluang atau kesempatan untuk merealisasikan pengetahuan tersebut dalam kegiatan yang produktif, sehingga penduduk memiliki tingkat daya beli yang tinggi.
Salah satu cara untuk mengukur keberhasilan atau kinerja suatu negara atau wilayah dalam bidang pembangunan manusia digunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). IPM merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yaitu usia hidup (longetivity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living).
Konsep pembangunan manusia yang dikembangkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 – 100,0 dengan kategori sebagai berikut:
(1). Rendah dengan nilai IPM < 50
(2). Menengah bawah dengan nilai IPM antara 50 sampai dengan 66 (3). Menengah atas dengan nilai IPM antara 66 sampai 80
(19)
IPM Status IPM
100 --- Atas
80 --- Menengah Atas
66 --- Menengah Bawah
50 ---
Rendah
0 --- Gambar 1.1
Status Indeks Pembangunan Manusia Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
Jika status pembangunan manusia masih berada pada kriteria rendah, hal ini berarti kinerja pembangunan manusia daerah tersebut masih memerlukan perhatian khusus untuk mengejar ketertinggalannya. Begitu juga jika status pembangunan manusia masih berada pada kriteria menengah, hal ini berarti pembangunan manusia masih perlu ditingkatkan.
Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indonesia (LPMI) tahun 2004 menekankan perlunya Indonesia memberikan prioritas investasi yang lebih tinggi pada upaya pembangunan manusia dan bagaimana pembiayaannya. Laporan tersebut menegaskan bahwa pembangunan manusia merupakan hak asasi manusia yang sangat penting untuk meletakkan dasar kokoh bagi pertumbuhan ekonomi dan menjamin kelangsungan demokrasi dalam jangka panjang.
(20)
manusia. Dimulai dari tingkat rendah pada tahun 1960, akhirnya Indonesia berhasil melewati tingkat perkembangan yang dicapai oleh negara-negara tetangga se-Asia Tenggara. Sebagai hasilnya dalam bidang pembangunan manusia, rangking global Indonesia sama dengan rangking pendapatan per kapitanya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pembangunan manusia adalah dalam tingkat rata-rata dengan tingkat perkembangan ekonomi, tidak di bawah dan tidak di atas (Human Development Report/HDR, 2004).
Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 berdampak pada menurunnya tingkat pendapatan yang diakibatkan banyaknya PHK dan menurunnya kesempatan kerja yang kemudian dipengaruhi tingkat inflasi yang meningkat dari 6% menjadi 78% selama periode 1997 sampai 1998. Indeks Pembangunan Manusia merupakan alat ukur yang peka untuk dapat memberikan gambaran perubahan yang terjadi, terutama pada komponen daya beli (Purchasing Power Parity).
Dampak dari krisis ekonomi pada pembangunan manusia adalah dengan menurunnya daya beli dan ini berarti terjadinya penundaan upaya peningkatan kapasitas fisik dan kapasitas intelektual penduduk. Penurunan beberapa komponen IPM sebagai akibat kepekaan IPM sebagai alat ukur yang dapat menangkap perubahan nyata yang dialami penduduk dalam jangka pendek.
Pada tahun 1999, IPM di Kota Binjai menunjukkan peningkatan yang cukup menggembirakan yaitu mencapai 68,5 %. Kemudian tahun 2002, meningkat mencapai 71,5 %.. Selanjutnya, selama periode tahun 2004 sampai 2006 IPM Kota Binjai cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari 74,0 %. pada tahun 2004 meningkat menjadi 74,4%. pada tahun 2005
(21)
dan meningkat lagi menjadi 75,3%. pada tahun 2006. Sedangkan untuk tahun 2007 IPM Kota Binjai mencapai angka 75,5%.
Dengan berlakunya UU No.22 tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka daerah otonom diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus semua urusan pemerintah di luar yang menjadi urusan pemerintah pusat, yakni untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu instrumen kebijakan pemerintah daerah adalah Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) dengan pengaturan distribusi anggarannya. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah pemerintah daerah otonom telah melakukan kebijakan anggaran untuk meningkatkan pembangunan manusia di daerahnya.
Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indonesia (LPMI) tahun 2004 dikatakan bahwa dalam jangka pendek, walaupun tidak ada pertumbuhan ekonomi yang memuaskan, sebuah negara dapat meningkatkan pembangunan manusia yang cukup signifikan melalui pengeluaran publik yang direalisasikan dengan baik. Untuk itu, tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan realisasi belanja pembangunan terutama di sektor pendidikan dan sektor kesehatan akan memberi pengaruh yang positif bagi perkembangan Indeks Pembanguan Manusia (IPM).
Untuk mengetahui seberapa besar kebijakan realisasi dana pembangunan khususnya untuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan terhadap perkembangan IPM, penulis tertarik menganalisis masalah ini dengan melakukan penelitian ilmiah dengan judul “Analisis Dampak Realisasi APBD Terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Di Kota Binjai”.
(22)
1.2Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh realisasi belanja APBD untuk sektor pendidikan terhadap perkembangan IPM di Kota Binjai?
2. Bagaimana pengaruh realisasi belanja APBD untuk sektor kesehatan terhadap perkembangan IPM di Kota Binjai?
1.3Hipotesis
1. Realisasi belanja APBD untuk sektor pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan IPM di Kota Binjai.
2. Realisasi belanja APBD untuk sektor kesehatan mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan IPM di Kota Binjai.
1.4Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hubungan antara Realisasi belanja APBD untuk sektor pendidikan dengan perkembangan IPM di Kota Binjai.
2. Untuk mengetahui hubungan antara Realisasi belanja APBD untuk sektor kesehatan dengan perkembangan IPM di Kota Binjai.
1.5Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi pemerintah Kota Binjai dalam melaksanakan kebijakan yang berhubungan dalam hal perealisasian belanja APBD, khususnya untuk sektor pendidikan dan kesehatan.
(23)
2. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni
3. Sebagai informasi tambahan bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut 4. Sebagai masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin melakukan
(24)
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Pengertian Pembangunan
Istilah pembangunan diartikan oleh banyak ahli ekonomi secara berbeda sesuai dengan seleranya sendiri, sehingga pada akhirnya defenisi tentang pembangunan pun sedemikian banyak dan berbeda satu sama lain. Namun secara garis besarnya istilah pembangunan ini sesungguhnya dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian berdasarkan periode waktunya yaitu pandangan lama berdasarkan ukuran-ukukan ekonomi tradisional dan pandangan baru ekonomi pembangunan.
2.1.1 Ukuran-ukuran Ekonomi Tradisional
Menurut pengertian akademis ilmu ekonomi yang ketat, istilah pembangunan (development) secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat statis dalam kurun waktu yang cukup lama- untuk menciptakan dan mempertahankan kenaikan tahunan atas Pendapatan Nasional Bruto atau GNP (Gross National Product)-nya pada tingkat 5 persen hingga 7 persen, atau bahkan lebih tinggi lagi. Ukuran lain yang mirip dengan GNP, yakni yang dikenal dengan istilah Produk Domestic Bruto atau GDP (Gross Ddomestic Product). Indeks ekonomi lainnya yang sering digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan adalah tingkat pertumbuhan Pendapatan Per Kapita (Income Per Capita) atau GNP Per Kapita. Indeks ini pada dasarnya mengukur kemampuan
(25)
diri suatu negara untuk memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat daripada tingkat pertumbuhan penduduknya. Tingkat dan laju pertumbuhan pendapatan per kapita “rill” (yakni, sama dengan pertumbuhan GNP per kapita dalam satuan moneter dikurangi dengan tingkat inflasi) merupakan tolok ukur ekonomis yang paling sering digunakan untuk mengukur sejauh mana kemakmuran ekonomis dari suatu bangsa. Berdasarkan tolok ukur tersebut, maka kita akan mengetahui seberapa banyak barang dan jasa-jasa rill yang tersedia bagi rata-rata penduduk untuk melakukan kegiatan konsumsi dan investasi.
Pembangunan ekonomi pada masa lampau juga sering diukur berdasarkan tingkat kemajuan struktur produksi dan penyerapan sumber daya (employment) yang diupayakan secara terencana. Biasanya dalam proses tersebut peranan sektor pertanian akan menurun untuk memberi kesempatan bagi tampilnya sektor-sektor manufaktur dan jasa-jasa yang secara sengaja diupayakan agar terus bekembang. Oleh karena itu, strategi pembangunan biasanya berfokus pada upaya untuk menciptakan industrialisasi secara besar-besaran sehingga kadangkala mengorbankan kepentingan pembangunan sektor pertanian dan daerah pedesaan pada umumnya yang sebenarnya tidak kalah pentingnya. Jelaslah, bahwa penerapan tolok ukur pembangunan yang murni bersifat ekonomis tersebut, agar lebih akurat dan bermanfaat, harus didukung pula oleh indikator-indikator sosial (social indicators) nonekonomis.
Secara umum, sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. Tinggi rendahnya kemajuan pembangunan di suatu negara hanya diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan GNP, baik secara keseluruhan maupun per kapita, yang diyakini akan menetes
(26)
dengan sendiri sehingga menciptakan lapangan pekeerjaan dan berbagai peluang ekonomi yang pada akhirnya akan menumbuhkan berbagai kondisi yang diperlukan demi terciptanya distribusi hasil-hasil pertumbuhan ekonomi dan sosial secara lebih merata. Itulah yang secara luas dikenal sebagai prinsip “efek penetesan ke bawah” (tricle down effect). Dengan demikian, tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan unsur yang paling diutamakan sehingga masalah-masalah lain seperti sosial kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan distribusi pendapatan acapkali dinomorduakan.
2.1.2 Pandangan Baru Ekonomi Pembangunan
Pengalaman pada dekade 1950-an dan 1960-an, ketika banyak di antara negara-negara dunia ketiga berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun gagal memperbaiki taraf hidup sebagian besar penduduknya, menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam defenisi pembangunan yang dianut selama itu. Semakin lama semakian banyak ekonom dan perumus kebijakan yang meragukan ketepatan dan keampuhan “tolok ukur GNP” sebagai indikator tunggal atas terciptanya kemakmuran dan kriteria kinerja pembangunan. Mereka mulai mempertimbangkan untuk mengubah strategi guna mengatasi secara langsung berbagai masalah mendesak seperti tingkat kemiskinan absolut yang semakin parah, ketimpangan pendapatan yang semakin mencolok, dan tingkat pengangguran yang terus melonjak. Singkatnya, selama dekade 1970-an, pembangunan ekonomi mengalami redefenisi. Mulai muncul pandangan bahwa tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi bukan lagi menciptakan tingkat pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya, melainkan penghapusan atau
(27)
pengurangan tingkat kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan, dan penyediaan lapangan kerja dalam konteks perekonomian yang terus berkembang. Penyesuaian defenisi pertumbuhan yang kini lebih didasarkan pada konsep “redistribusi kemakmuran” itu merupakan slogan yang popular pada masa itu. Dalam konteks ini, Prof. Dudley Seers mengajukan serangkaian pertanyaan mendasar mengenai makna pembangunan, yang kemudian berkembang menjadi defenisi baru pembangunan sebagai berikut:
“pertanyaan-pertanyaan mengenai pembangunan suatu negara yang harus diajukan adalah: apa yang terjadi dengan kemiskinan penduduk di negara itu? Bagaimana dengan tingkat penganggurannya? Adakah perubahan-perubahan berarti yang berlangsung atas penanggulangan masalah ketimpangan pendapatan? Jika ketiga permasalahan tersebut selama periode tertentu sedikit banyak telah teratasi, maka tidak diragukan lagi bahwa periode tersebut memang merupakan periode pembangunan bagi negara yang bersangkutan. Akan tetapi, jika satu, dua, atau bahkan semua dari ketiga persoalan mendasar tersebut menjadi semakin buruk, maka negara itu tidak bisa dikatakan telah mengalami proses pembangunan yang positif, meskipun barangkali selama kurun waktu tersebut pendapatan per kapitanya mengalami peningkatan hingga dua kali lipat”(Seers, 1999: 45).
Penegasan tersebut bukan merupakan sebuah spekulasi yang mengada-ada ataupun sekedar deskripsi atas suatu situasi hipotetis. Pmengada-ada kenyataannya, memang ada sejumlah negara berkembang yang berhasil mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita yang cukup tinggi selama dekade 1960-an dan dekade 1970-an, namun masalah-masalah pengangguran, kesenjangan pendapatan, dan pendapatan rill dari 40% penduduknya yang paling miskin tidak banyak mengalami perbaikan atau bahkan dalam banyak kasus justru semakin buruk. Menurut defenisi pertumbuhan sebelumnya, negara-negara berkembang tersebut sudah bisa dikatakan telah mengalami pembangunan. Akan tetapi, berdasarkan kriteria pembangunan yang baru, ketiga masalah tersebut belum teratasi secara
(28)
memadai, maka mereka tidak bisa dikatakan telah mengalami pembangunan. Situasi yang ada pada dekade 1980-an dan permulaan dekade 1990-an semakin buruk dan anjloknya tingkat pertumbuhan GNP di banyak negara berkembang. Karena dihadapkan pada masalah utang luar negeri yang demikian berat, banyak pemerintahan negara-negara berkembang yang kemudian terpaksa mengurangi atau bahkan menghapuskan program-program bantuan ekonomi dan sosial yang sebenarnya sudah sangat terbatas itu.
Namun, fenomena pembangunan atau adanya situasi keterbelakangan yang kronis sesungguhnya tidak semata-mata merupakan persoalan ekonomis atau sekedar pengukuran tingkat pendapatan, dan juga terbatas berupa masalah perhitungan, masalah ketenagakerjaan, atau penaksiran tingkat ketimpangan penghasilan secara kuantitatif. Keterbelakangan merupakan sebuah kenyataan rill dalam kehidupan sehari-hari bagi lebih dari tiga miliar orang di planet ini. Yang dimaksud dengan keterbelakangan di sini bukan hanya angka-angka kemiskinan nasional, melainkan juga menyangkut keterbatasan berpikir dari penduduk miskin di negara-negara terbelakang yang bersangkutan. Kondisinya dikemukakan secara tepat oleh Denis Goulet berikut ini:
“hakekat keterbelakangan itu sangat menyedihkan. Di suatu masyarakat yang dililit keterbelakangan kita akan mudah sekali menemukan kelaparan, penyakit, keputusasaan, dan kematian yang sebenarnya tidak perlu terjadi. Yang lebih menyedihkan lagi, orang-orang terbelakang itu sendiri terkesan tidak begitu merasakan tekanan penderitaan yang begitu hebat. Mereka nampaknya sudah terlanjur menganggap rendahnya pendapatan mereka, buruknya perumahan yang mereka tempati, tingginya angka kematian bayi-bayi mereka, atau jeleknya kondisi ketenagakerjaan, sebagai nasib buruk yang mau tidak mau harus mereka terima. Biasanya, yang bisa mengatakan secara objektif mengenai kondisi keterbelakangan adalah para pengamat yang secara personal dan sungguh-sungguh telah mengalami sendiri “kejutan keterbelakangan” tersebut. Kejutan kultural unik yang menekan perasaan ini sebenarnya mudah dibayangkan asal kita mau menghayati emosi-emosi yang terkandung di dalam “budaya kemiskinan”. Kejutan yang sebaliknya pasti akan dirasakan oleh orang-orang
(29)
yang tinggal di daerah-daerah terbelakang ketika mata mereka terbuka pada kenyataan bahwa kondisi-kondisi hidup mereka itu sama sekali tidak manusiawi dan bisa diubah. Sayangnya, tanpa disadari keterbelakangan juga telah menggerogoti emosi sehingga secara personal dan sosial, hal-hal seperti penyakit atau kematian dini dianggap sebagai hal yang biasa. Setiap dorongan untuk memahami perubahan hanya akan mendatangkan kebingungan dan pada akhirnya berujung pada sikap masa bodoh. Mereka merasa bahwa segala peristiwa yang terjadi atas diri mereka sepenuhnya berada di luar kendali dan mereka sama sekali tidak berdaya menghadapi bencana kelaparan atau musibah alam lainnya. Kemiskinan lahir batin yang kronis seperti itu begitu menyesakkan dan kita tidak dapat memahami sejauh mana sakitnya kemiskinan itu jika mendekati masalah kemiskinan hanya sebagai suatu objek” (Goulet, 1971: 32).
Bahkan Bank Dunia sendiri, yang selama dekade 1980-an begitu mengagung-agungkan pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan utama pembangunan, telah menyadari kekeliruannya dan bergabung dengan para pengamat di atas dalam mengambil perspektif yang lebih luas mengenai tujuan dan makna dasar pembangunan. Dalam salah satu publikasi resminya, yakni World Development Report, yang terbit pada tahun 1991, Bank Dunia melontarkan pernyataan tegas bahwasannya:
“tantangan utama pembangunan adalah memperbaiki kualitas kehidupan, terutama di negara-negara paling miskin. Kualitas hidup yang lebih baik memang mensyaratkan adanya pendapatan yang lebih tinggi. Namun, yang dibutuhkan bukan hanya itu. Pendapatan yang lebih tinggi itu hanya merupakan salah satu dari sekian banyak syarat yang harus dipenuhi. Banyak hal lain yang tidak kalah pentingnya yang harus juga diperjuangkan, yakni mulai dari pendidikan yang lebih baik, peningkatan standar kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan, perbaikan kondisi lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, pemerataan kebebasan individual dan penyegaran kehidupan budaya”(World Development Report,1991).
Dengan demikian, pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselarasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,
(30)
serta pengentasan kemiskinan. Jadi, pada hakekatnya pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya, untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual.
2.1.3 Tiga Nilai Inti Pembangunan
Dalam bukunya Todaro mengutip pendapat Profesor Goulet dan tokoh-tokoh lainnya yang mengatakan bahwa paling tidak ada tiga komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan pedoman praktis untuk memahami pembangunan yang paling hakiki. Ketiga komponen dasar tersebut adalah kecukupan (sustenance), jati diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom); ketiga hal inilah yang merupakan tujuan pokok yang harus digapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang paling mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) di hampir semua masyarakat dan budaya sepanjang zaman.
a. Kecukupan: Kemampuan Untuk Memenuhi Kebutuhan-kebutuhan Dasar Apa yang dimaksud dengan “kecukupan” di sini bukan menyangkut makanan. Melainkan mewakili semua hal yang merupakan kebutuhan dasar manusia secara fisik. Kebutuhan dasar ini meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Jika satu saja dari sekian banyak kebutuhan dasar ini
(31)
tidak dipenuhi, maka muncullah kondisi “keterbelakangan absolut”. Fungsi dari semua kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah untuk menyediakan sebanyak mungkin perangkat dan bekal guna menghindari kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Atas dasar itulah kita menyatakan bahwa keberhasilam pembangunan ekonomi itu merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan. Tanpa adanya kemajuan ekonomi secara berkesinambungan, maka realisasi potensi manusia, baik di tingkat individu maupun masyarakat, tidak mungkin berlangsung. Setiap orang harus “memiliki kecukupan untuk mendapatkan lebih”. Dengan demikian, kenaikan pendapatan per kapita, pengentasan kemiskinan absolut, penambahan lapangan kerja, dan pemerataan pendapatan, merupakan hal-hal yang harus ada (necessary conditions) bagi pembangunan, tapi tidak akan memadai tanpa adanya faktor-faktor positif lainnya (not sufficient conditions).
Cara lain untuk mengungkapkan hal yang sama dapat kita temukan pada laporan PBB, Human Development Report terbitan tahun 1994. Pada bab pembukaan laporan ini secara tegas mengatakan bahwa:
“Semua manusia lahir dengan membawa potensi kapabilitas tertentu. Tujuan pembangunan adalah menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan setiap orang mengembangkan kapabilitas itu, dan kesempatannya harus senantiasa dipupuk dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pondasi nyata bagi pembangunan manusia adalah universalisme pengakuan atas hidup manusia…kekayaan itu penting bagi kehidupan manusia. Namun jika semua perhatian dicurahkan ke hal itu, maka ini adalah suatu kekeliruan. Ada dua alasan pokok. Pertama, akumulasi kekayaan tidak menjamin tersedia atau terpenuhinya pilihan yang terpenting bagi manusia…kedua, pilihan-pilihan manusia itu sendiri jauh lebih luas dari sekedar kekayaan”(Human Development Report,1994).
(32)
b. Jati Diri: Menjadi Manusia Seutuhnya
Komponen universal yang kedua dari kehidupan yang serba lebih baik adalah adanya dorongan dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu, dan seterusnya. Semuanya itu terangkum dalam satu istilah, yakni jati diri (self-esteem). Pencarian jati diri ini sama sekali bukan suatu urusan yang sepele, karena jati diri itu sendiri bukan hal yang sepele. Penyebaran “nilai-nilai modern” yang bersumber dari negara-negara maju telah mengakibatkan kejutan dan kebingungan budaya di banyak negara berkembang. Kontak dengan masyarakat lain yang secara ekonomis dan teknologis lebih maju acapkali mengakibatkan defenisi dan batasan mengenai baik-buruk atau benar-salah menjadi kabur. Ini dikarenakan kesejahteraan nasional muncul sebagai berhala baru. Kemakmuran materiil lambat laun dianggap sebagai suatu ukuran kelayakan yang universal, dan dinobatkan menjadi landasan penilaian atas segala sesuatu. Derasnya serbuan nilai-nilai Barat yang mengagungkan materi telah mengikis jati diri masyarakat di banyak negara berkembang. Banyak bangsa yang tiba-tiba saja merasa dirinya kecil atau tidak berarti hanya karena mereka tidak memiliki kemajuan ekonomi dan teknologi setinggi bangsa-bangsa lain. Selanjutnya, yang dianggap hebat adalah yang mempunyai kemajuan ekonomi dan teknologi modern, sehingga masyarakat Dunia Ketiga pun berlomba-lomba mengejarnya, dan tanpa disadari mereka telah kehilangan jati dirinya.
(33)
c. Kebebasan Dari Sikap Menghamba: Kemampuan Untuk Memilih
Nilai universal yang ketiga dan terakhir yang harus terkandung dalam makna pembangunan adalah konsep kemerdekaan manusia. Kemerdekaan atau kebebasan di sini hendaknya diartikan secara luas sebagai kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini. Kebebasan di sini juga diartikan sebagai kebebasan terhadap ajaran-ajaran dogmatis. Arthur Lewis (1954) bermaksud menekankan hubungan antara pertumbuhan ekonomi kebebasan dari sikap menghamba tatkala ia mengatakan bahwa “buah terbesar yang dihasilkan pertumbuhan ekonomi bukanlah tambahan kekayaan, melainkan tambahan pilihan”. Kekayaan itu pada hakekatnya dicari dan dikejar-kejar karena kekayaan itu memungkinkan seseorang untuk memperoleh kontrol yang lebih besar terhadap lingkungan alam dan fisik yang ada disekitarnya (yakni melalui produksi pangan, sandang, dan papan); bila Anda kaya, kemampuan Anda untuk mengendalikan segala sesuatu jelas lebih besar dibandingkan dengan bila Anda miskin. Manfaat inti yang terkandung dalam penguasaan yang lebih besar itu adalah kebebasan untuk memilih, misalnya untuk memilih merasakan kenikmatan yang lebih besar dan bervariasi, untuk memilih lebih banyak barang dan jasa. Konsep kebebasan manusia juga melingkupi segenap komponen yang terkandung di dalam konsep kebebasan politik, termasuk juga keamanan diri pribadi, kepastian hukum, kemerdekaan berekspresi, partisipasi politik, dan persamaan kesempatan. Perlu dicatat bahwa sebagian kisah sukses di bidang ekonomi selama dekade 1970-an dan 1980-an yang diraih oleh Arab Saudi, Cili, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, Thailand, Indonesia, Turki, Cina dan sejumlah negara lainnya ternyata secara umum tidak
(34)
dibarengi dengan prestasi yang setara dalam kriteria Indeks Kebebasan Manusia (Human Freedom Index) yang disusun oleh Program Pembangunan PBB (UNDP, United Nations Development Program).
2.1.4 Tiga Tujuan Inti Pembangunan
Dapat kita simpulkan bahwa pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik. Apapun komponen spesifik atas “kehidupan yang serba lebih baik” itu, bertolak dari tiga nilai pokok di atas, proses pembangunan di semua masyarakat paling tidak harus memiliki tiga tujuan inti sebagai berikut:
1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlindungan keamanan.
2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, yang kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materiil, melainkan juga menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan.
3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau
(35)
negara-negara lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan mereka.
2.2 Perencanaan Pembangunan Daerah
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
2.2.1 Peran Pemerintah Dalam Pembangunan Daerah
Tahap pertama perencanaan bagi setiap organisasi yang tertarik dalam pembangunan ekonomi daerah adalah menentukan peran (role) yang akan dilakukan dalam proses pembangunan. Ada empat peran yang dapat diambil oleh pemerintah daerah dalam proses pembangunan ekonomi daerah yaitu sebagai entrepreneur, coordinator, fasilitator, stimulator bagi lahirnya inisiatif-inisiatif pembangunan daerah.
• Entrepreneur
Dengan perannya sebagai entrepreneur, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk menjalankan usaha bisnis. Pemerintah daerah bisa mengembangkan
(36)
suatu usaha sendiri (BUMD). Aset-aset pemerintah daerah harus dapat dikelola dengan lebih baik sehingga secara ekonomis menguntungkan.
• Coordinator
Pemerintah daerah dapat bertindak sebagai coordinator untuk menetapkan kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi bagi pembangunan di daerahnya. Perluasan dari peranan ini dalam pembangunan ekonomi bisa melibatkan kelompok-kelompok masyarakat dalam proses pengumpulan dan pengevaluasian informasi ekonomi, misalnya tingkat kesempatan kerja, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, dan sebagainya.
Dalam perannya sebagai coordinator, pemerintah daerah bisa juga melibatkan lembaga-lembaga pemerintah lainnya, dunia usaha, dan masyarakat dalam penyusunan sasaran-sasaran ekonomi, rencana-rencana, dan strategi-strategi. Pendekatan ini sangat potensial dalam menjaga konsistensi pembangunan daerah dengan nasional (pusat) dan menjamin bahwa perekonomian daerah akan mendapatkan manfaat yang maksimum daripadanya.
• Fasilitator
Pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan attitudinal (perilaku atau budaya masyarakat) di daerahnya. Hal ini akan mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan serta pengaturan penetapan daerah (zoning) yang lebih baik.
• Stimulator
Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan mempengaruhi
(37)
perusahaan-perusahaan untuk masuk ke daerah tersebut agar perusahaan-perusahaan yang ada tetap berada di daerah tersebut.
2.2.2 Strategi Pembangunan Ekonomi Daerah
Secara umum tujuan strategi pembangunan ekonomi adalah sebagai berikut: pertama, mengembangkan lapangan kerja bagi penduduk yang ada sekarang. Kedua, mencapai stabilitas ekonomi daerah. Ketiga, mengembangkan basis ekonomi dan kesempatan kerja yang beragam.
Strategi pembangunan ekonomi daerah dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar yaitu: (1) Strategi Pengembangan Fisik/Lokalitas (Locality or Physical Development Strategy), (2) Strategi Pengembangan Dunia Usaha (Business Development Strategy), (3) Strategi Pengembangan Sumberdaya Manusia (Human Resouce Development Stretegy), dan (4) Strategi Pengembangan Masyarakat (Community-based Development Strategy).
1. Strategi Pengembangan Fisik/Lokalitas
Melalui pengembangan program perbaikan kondisi fisik/lokalitas daerah yang ditujukan untuk kepentingan pembangunan industri dan perdagangan, pemerintah daerah akan berpengaruh positif bagi pengembangan dunia usaha daerah. Secara khusus tujuan strategi pengembangan fisik/lokalitas ini adalah untuk menciptakan identitas daerah/kota, memperbaiki basis pesona, (amenity based) atau kualitas hidup masyarakat, dan memperbaiki daya tarik pusat kota (civic center) dalam upaya untuk memperbaiki dunia usaha daerah.
(38)
2. Strategi Pengembangan Dunia Usaha
Pengembangan dunia usaha merupakan komponen penting dalam perencanaan pembangunan ekonomi daerah karena daya tarik, kreasi, atau daya tahan kegiatan usaha merupakan cara terbaik untuk menciptakan perekonomian daerah yang sehat.
3. Strategi Pengembangan Sumberdaya Manusia
Sumberdaya manusia merupakan aspek yang paling penting dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena peningkatan kualitas dan keterampilan sumberdaya manusia adalah suatu keniscayaan.
Pengembangan kualitas sumberdaya manusia ini dapat dilakukan dengan cara antara lain:
• Pelatihan dengan sistem customize training. Sistem pelatihan seperti ini adalah sistem pelatihan yang dirancang secara khusus untuk memenuhi kebutuhan dan harapan si pemberi kerja.
• Pembuatan bank keahlian (skillbanks). Informasi yang ada pada bank keahlian berisi data tentang keahlian dan latar belakang orang yang menganggur di suatu daerah. Informasi ini bermanfaat bagi pengembangan jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan keterampilan para penganggur tersebut.
• Penciptaan iklim yang mendukung bagi berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan dan keterampilan (LPK) di daerah. Berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan dan keterampilan di suatu daerah secara tidak langsung bermanfaat bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia di daerah tersebut.
(39)
• Pengembangan lembaga pelatihan bagi penyandang cacat. Hal ini penting bagi si penyandang cacat itu sendiri untuk meningkatkan rasa harga diri dan percaya dirinya.
4. Strategi Pengembangan Ekonomi Masyarakat
Kegiatan pengembangan masyarakat ini merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mengembangkan suatu kelompok masyarakat tertentu di suatu daerah. Dalam bahasa popular sekarang sering juga dikenal dengan istilah kegiatan pemberdayaan (empowerment) masyarakat. Kegiatan-kegiatan seperti ini berkembang marak di Indonesia karena ternyata kebijakan umum ekonomi yang ada tidak mampu memberikan manfaat bagi kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
2.3 Pembangunan Manusia
United Nation Development Program (UNDP) mendefinisikan pembangunan manusia sebagai suatu “proses untuk mempeluas pilihan-pilihan bagi penduduk” (Human Development Report, 2001), dalam arti bahwa manusia diberi pilihan yang lebih banyak dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang menyangkut ekonomi, sosial, dan budaya. Ada tiga hal yang dianggap penting untuk pilihan manusia, yaitu untuk memiliki kehidupan yang panjang dan sehat, untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan memiliki akses terhadap sumberdaya yang diperlukan untuk mendapat standar hidup yang layak. Apabila tiga faktor yang kritis tersebut tidak dipenuhi maka banyak pilihan lainnya yang tidak akan
(40)
dapat dicapai, misalnya kemerdekaan politik, ekonomi, sosial, serta kesempatan untuk memperoleh tingkat produktivitas yang tinggi, menikmati rasa terhormat dan hak-hak azasi manusia.
Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih luas daripada teori pembangunan ekonomi yang konvensional, termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia (SDM), pendekatan kesejahteraan, dan pendekatan kebutuhan kebutauhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan produksi nasional (GNP). Pembangunan SDM menempatkan manusia terutama sebagai input dari proses produksi (sebagai suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan sebagai objek perubahan. Pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup.
Pembangunan manusia memiliki dua sisi: pertama, fungsi dari keberdayaan manusia dan kedua, pemakaian keberdayaan itu untuk keseimbangan kehidupan dan tujuan produksi (National Human Development for Balize, 1997).
Sesuai dengan konsep pembangunan manusia, pendapatan hanyalah salah satu pilihan manusia walupun termasuk yang terpenting. Tujuan pembangunan manusia ialah memperluas pilihan bukan hanya pendapatan. Sebagai contoh bahwa pendapatan dapat digunakan untuk membeli obat yang esensial, atau narkotika. Oleh karena itu, pendapatan hanyalah media bukan tujuan akhir, karena pendapatan dapat digunakan untuk tujuan yang buruk bagi kehidupan manusia.
Kesejahteraan masyarakat tergantung kepada cara penggunaan pendapatan tersebut, bukan kepada tingkat pendapatan itu. Lagi pula dari
(41)
pengalaman banyak negara terlihat bahwa pembangunan manusia yang tingkatnya cukup tinggi dijumpai juga pada negara yang tingkat pendapatannya hanyalah moderat, dan pembangunan manusia dengan tingkat yang rendah terdapat juga pada negara yang pendapatannya relatif tinggi. Dari fakta tersebut dapat diambil suatu kesimpulan sederhana bahwa tidak otomatis ada hubungan antara pendapatan yang tinggi dengan kemajuan pembangunan manusia.
Pada umumnya model dari pertumbuhan ekonomi diarahkan untuk meningkatkan GDP dan tidak memasukkan peningkatan kualitas kehidupan. Pertumbuhan GDP memang penting, tetapi tidak cukup untuk pembangunan manusia. Demikian pula teori pembentukan modal manusia, dan pembangunan sumberdaya menganggap bahwa manusia hanya sebagai media, bukan merupakan tujuan akhir, hanyalah sebagai instrumen untuk menghasilkan barang-barang yang lebih banyak. Sebenarnya manusia bukan hanya sekedar faktor modal tetapi manusia juga adalah tujuan akhir dan penerima manfaat dari proses pembangunan.
Oleh karena itu, konsep pembentukan modal manusia hanya menangkap satu sisi dari pembangunan manusia. Sementara itu pembangunan dengan pendekatan kesejahteraan menganut prinsip bahwa manusia sebagai pengguna manfaat, bukan sebagai agen perubahan atau peserta dalam proses pembangunan. Dan akhirnya pendekatan kebutuhan dasar menitikberatkan pada penyediaan barang dan jasa kepada kelompok penduduk yang tertinggal, bukan memperbesar pilihan umat manusia di segala bidang.
Pendekatan pembangunan manusia akan memperlakukan pengelolaan aspek produksi dan distribusi dari komoditi serentak dengan pengembangan serta
(42)
penggunaan kemampuan manusia. Akan dianalisa semua issu pada masyarakat, apakah pertumbuhan ekonomi, perdagangan, lapangan pekerjaan, kemerdekaan politik dan nilai budaya dari perspektif umat manusia.
Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu diperhatikan adalah produktivitas, pemerataan, kesinambungan, dan pemberdayaan (UNDP, 1995:12). Secara ringkas empat hal pokok tersebut mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Produktivitas
Penduduk harus diberdayakan untuk meningkatkan produktivitas dan untuk berpartisipasi penuh dalam proses penciptaan pendapatan (nafkah) dan lapangan pekerjaan. Pembangunan ekonomi yang demikian merupakan himpunan bagian dari model pembangunan manusia.
2) Pemerataan
Penduduk harus memiliki kesempatan /peluang yang sama untuk mendapatkan akses terhadap semua sumberdaya ekonomi dan sosial. Semua hambatan yang memperkecil kesempatan untuk memperoleh akses tersebut harus dihapus, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari kesempatan yang ada dan berpartisipasi dalam kegiatan produktif untuk meningkatkan kualitas hidup. 3) Kesinambungan
Akses terhadap sumberdaya ekonomi dan sosial harus dipastikan tidak hanya untuk generasi-generasi yang akan datang. Semua sumberdaya fisik, manusia, dan lingkungan harus selalu diperbaharui (replenished).
(43)
4) Pemberdayaan
Penduduk harus berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan (bentuk/arah) kehidupan mereka, serta untuk berpartisipasi dan mengambil manfaat dari proses pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi harus dikombinasikan dengan pemerataan hasil-hasil pembangunan. Kesamaan kesempatan harus sama untuk generasi sekarang dan generasi mendatang. Dan semua orang, laki-laki dan perempuan harus diberdayakan untuk mengambil bagian dalam merencanakan dan melaksanakan faktor-faktor kunci yang membentuk masa depan mereka.
2.4 Indeks Pembangunan Manusia
Untuk dapat membuat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) maka UNDP mansponsori sebuah proyek tahun 1989 yang dilaksanakan oleh tim ekonomi dan pembangunan. Tim tersebut menciptakan IPM yang menjelaskan tentang rangking dari negara-negara di dunia dan Human Development Report (UNDP, 1990) menjadi yang pertama dari laporan semi tahunan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dimaksudkan untuk mengukur dampak dari upaya peningkatan kemampuan dasar. Kemampuan dasar itu adalah umur panjang, pengetahuan dan daya beli. Umur panjang yang dikuantifikasikan dalam umur harapan hidup saat lahir atau sering disebut Angka Harapan Hidup/AHH (e°). Pengetahuan dikuantifikasikan dalam kemampuan baca tulis/angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Daya beli dikuantifikasikan
(44)
terhadap kemampuan mengakses sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai standar hidup layak.
Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh Negara atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaiti angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali), dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu.
Karena hanya mencakup tiga komponen, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Oleh karena itu, pesan dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan manusia yang penting lainnya (yang tidak seluruhnya dapat diukur) seperti kebebasan politik, kesinambungan lingkungan, kemerataan antar generasi.
2.4.1 Komponen-komponen IPM
Usia hidup diukur dengan Angka Harapan Hidup waktu lahir (life expectancy at birth) yang biasa dinotasikan dengan e°. Karena Indonesia tidak memiliki sistem vital registrasi yang baik maka e° dihitung dengan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup (live-birth) dan rata-rata anak yang masih hidup (still-living) per wanita usia 15-49 tahun menurut kelompok umur lima tahun. Perhitungan e° dilakukan dengan metode software Mortpak Life. Angka e° yang
(45)
diperoleh dengan metode tidak langsung ini merujuk pada keadaan 3-4 tahun dari tahun survei.
Seperti halnya UNDP, komponen IPM pengetahuan diukur dengan dua indikator yaiti melek huruf (literacy rate) penduduk 15 tahun ke atas dan rata-rata lama sekolah (mean-years of schooling). Sebagai catatan, UNDP dalam publikasi tahunan HDR sejak 1995 mengganti rata-rata lama sekolah dengan partisipasi sekolah dasar, menengah, dan tinggi karena alasan kesulitan memperoleh datanya sekalipun diakui bahwa indikator yang kedua kurang sesuai sebagai indikator dampak.
Pengetahuan
Angka melek huruf diolah dari variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan rata-rata lama sekolah dihitung menggunakan tiga variabel secara simultan yaitu partisipasi sekolah, tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani, dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Berbeda dengan UNDP yang menggunakan indikator GDP per kapita riil yang telah disesuaikan (adjuisted real GDP per capita) sebagai indikator standar hidup layak. Di Indonesia menggunakan “rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan” (adjuisted real per capita expenditure) atau daya beli yang disesuaikan (purchasing power parity).
(46)
2.4.2 Tahapan Perhitungan IPM
1) Tahapan pertama penghitungan IPM adalah menghitung indeks masing-masing komponen IPM (e°, pengetahuan, dan standar hidup layak) dengan hubungan matematis sebagai berikut:
Indeks (Xi) = (Xi - Xmin)/(Xmaks - Xmin)
Xi = indikator komponen IPM ke-i (i = 1,2,3)
Xmaks = nilai maksimum Xi
Xmin = nilai minimum Xi
Persamaan di atas akan menghasilkan nilai 0 ≤ X i ≤ 1, untuk mempermudah
cara membaca skala dinyatakan dalam 100 persen sehingga interval nilai menjadi 0 ≤ Xi ≤ 100.
2) Tahapan kedua penghitungan IPM adalah menghitung rata-rata sederhana dari masing-masing indeks Xi dengan hubungan matematis:
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) = 1/3 Xi
= 1/3 (X1 + X2 + X3)
dimana: X1 = indeks angka harapan hidup
X2 = 2/3 (indeks melek huruf) + 1/3 (indeks rata-rata lama sekolah)
(47)
Tabel 1.1
Nilai Maksimum dan Minimum Indikator Komponen IPM
Indikator Nilai
Maksimum Nilai Minimum Catatan Angka Harapan Hidup
85 25 Sesuai standar global (UNDP)
Angka Melek Huruf
100 0 Sesuai standar global (UNDP)
Rata-rata Lama Sekolah
15 0 Sesuai standar global (UNDP)
Konsumsi Per Kapita yang Disesuaikan
(000)
732,7 300,0 (1996)
360,0 (1999) (2002)
UNDP menggunakan GDP per kapita riil yang disesuaikan
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara
2.4.3 Hubungan Pembangunan Ekonomi Terhadap IPM
Dalam rangka mencapai kodisi masyarakat yang sejahtera, maka pemerintah di berbagai negara berusaha untuk meningkatkan GNP maupun pendapatan per kapita dari penduduknya. Untuk tujuan tersebut maka pemerintah menjalankan berbagai program pembangunan ekonomi. Persyaratan fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertumbuhan penduduk. Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup pengeluaran yang sifatnya menaikkan produktivitas.
(48)
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia berlangsung melalui dua macam jalur. Jalur pertama melalui kebijaksanaan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk sub sektor sosial yang merupakan prioritas seperti pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya pengeluaran itu merupakan indikasi besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia. Jalur kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga. Dalam hal ini faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggotanya, untuk biaya pelayanan kesehatan dan pendidikan dasar, serta untuk kegiatan lain yang serupa. Selain pengeluaran pemerintah dan pengeluaran rumah tangga hubungan antara kedua variabel itu berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek ini sangat penting karena sesungguhnya, penciptaan lapangan kerja merupakan “jembatan utama” yang mengaitkan antara keduanya (UNDP, 1966: 87).
Melalui upaya pembangunan manusia, kemampuan dasar dan keterampilan tenaga kerja termasuk petani, pengusaha dan menejer akan meningkat. Selain itu, pembangunan manusia akan mempengaruhi jenis produksi domestik, kegiatan riset dan pengembangan teknologi yang pada akhirnya akan mempengaruhi komposisi output dan ekspor suatu negara. Kuatnya hubungan timbal balik antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor kelembagaan pemerintah, distribusi sumberdaya swasta dan masyarakat, modal sosial, lembaga sosial kemasyarakatan (LSM), dan organisasi kemasyarakatan.
(49)
Faktor kelembagaan pemerintah jelas peranannya karena keberadaannya sangat menetukan implementasi suatu kebijakan publik. Faktor distribusi sumberdaya juga jelas karena tanpa distribusi sumberdaya yang merata (misalnya dalam penguasaan lahan atau sumberdaya ekonomi lainnya) hanya akan menimbulkan frustrasi masyarakat. Faktor modal sosial menegaskan arti penting peranan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik. Inti dari modal sosial adalah kepercayaan masyarakat terhadap sistem dan perilaku pemerintah. Semua faktor-faktor tersebut berperan sebagai katalisator bagi berlangsungnya hubungan timbal balik antara keduanya secara efisien.
(50)
Gambar 2.1
Hubungan antara Pembangunan Manusia dan Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan
Manusia
Modal sosial, LSM, Ormas
Kapabilitas Pekerja dan petani, Manager,
Wira Usaha Anggaran Untuk Bidang Sosial Prioritas Pengeluaran Rumah Tangga untuk Kebutuhan Dasar Reproduksi Sosial
Ketenagakerjaan Kebijakan dan Pengeluaran
Pemerintah
Kegiatan dan Pengeluaran Rumah Tangga
Produksi R & D, Teknologi
Komposisi dan Output Ekspor
ketenagakerjaan
Kelembagaan dan Governance
Pertumbuhan Ekonomi
Saving
Luar Negeri Modal
Kapital
Saving Domestik Distribusi Sumber Daya
(51)
2.4.4 Pengaruh Pembangunan Pendidikan Terhadap Peningkatan IPM
Pembangunan manusia kian mendapat perhatian dari penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah. Indikasinya, pembangunan manusia dimanifestasikan dalam bentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Salah satu strategi untuk meningkatkan IPM ini adalah dengan meningkatkan pembangunan di bidang pendidikan.
Fenomena opportunity loss diperkirakan mengakibatkan ketimpangan pembangunan manusia antar daerah. Daerah-daerah dengan layanan publik yang kian lengkap umumnya kian diuntungkan dalam pembangunan manusia. Keuntungan itu kian bertambah jika diiringi susbsidi yang kian beragam, seperti subsidi pendidikan, kesehatan, dan listrik. Pembangunan manusia di daerah kian terakselerasi jika ditambah kemampuan masyarakat yang kian meningkat untuk mengakses layanan publik yang disediakan pemerintah. Sebaliknya, daerah yang tidak memiliki peluang akibat opportunity loss akan mangalami ketertinggalan dalam pembangunan manusia. Kita berharap dapat mengejar kemajuan pembangunan manusia dibandingkan negara yang telah mengalami kemajuan. Untuk itu, diperlukan komitmen dari semua pihak khususnya pemerintah dalam melakukan pemerataan pembangunan termasuk di dalamnya meniadakan opportunity loss (Ritonga, 2007).
Komponen pendidikan pada IPM terdiri dari dua aspek: angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah (mean years schooling). Suatu daerah yang telah mencapai angka melek huruf di atas 90 persen akan sulit diharapkan bisa memberi kontribusi besar tehadap peningkatan pendidikan. Untuk rata-rata lama sekolah,
(52)
kontribusinya bergantung pada tingkat partisipasi sekolah. Suatu daerah dengan partisipasi sekolah 40 persen untuk semua umur, maksimal akan memperoleh kenaikan rata-rata lama sekolah 0,4 poin.
Fenomena perkembangan pembangunan pendidikan ditandai pula oleh gejala: (a) adanya keterkaitan antara aspek pendidikan dengan aspek-aspek kehidupan yang lainnya, serta (b) pendekatan pembangunan yang menekankan pada peningkatan nilai Indeks Pembangunan Manusia, yang merupakan akumulasi dari nilai indeks daya beli, indeks kesehatan dan indeks pendidikan.
2.4.5 Pengaruh Pembangunan Kesehatan Terhadap Peningkatan IPM
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia, yang antara lain diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dalam pengukuran IPM, kesehatan adalah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan. Kesehatan juga merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan dibutuhkan perubahan cara pandang (mindset) dari paradigma sakit ke paradigma sehat, sejalan dengan visi Indonesia Sehat 2010.
(53)
2.5 Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah adalah konsumsi barang dan jasa yang dilakukan pemerintah serta pembiayaan yang dilakukan pemerintah untuk keperluan administrasi pemerintah dan kegiatan-kegiatan pembangunan (Sadono, 1994).
Secara lebih rinci pengeluaran pemerintah digunakan untuk membayar gaji pegawai pemerintah, membiayai sistem pendidikan dan kesehatan masyarakat, membiayai pembelanjaan untuk angkatan bersenjata dan membiayai berbagai jenis infrastruktur dalam proses pembangunan.
Agar dapat tercapai peningkatan IPM haruslah ada konsisntensi kebijakan dan pelaksanaannya. Program dan proyek haruslah konsisten dengan tujuan yang ingin dicapai dengan kebijakan pembangunan manusia. Sebuah contoh ialah kebijakan menungkatkan laju transportasi. Kebijakan ini dititikberatkan pada transportasi dengan kendaraan bermotor. Meskipun tidak tersurat, tersiratlah dalam kebijakan ini bahwa transportasi dengan mobil pribadi yang diutamakan (Soemarwoto, 2006).
Berdasarkan penelitian Due (1998) dan Miftah (2000), perbandingan antara pengeluaran-pengeluaran daerah terhadap pendapatan bruto cenderung berbanding linier dan positif, maksudnya adalah jika pengeluaran pemerintah naik maka pendapatan bruto masyarakat juga ikut naik bersamaan pembangunan ekonomi suatu daerah. Juga dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, didapati bahwa variabel pengeluaran pemerintah memberikan pengaruh yang positif. Jumlah pengeluaran pemerintah dipengaruhi oleh banyak faktor.
(54)
Faktor-ekonomi jangka pendek dan pembangunan jangka panjang serta pertimbangan politik dan keamanan. Semua pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa merupakan bagian dari pendapatan daerah. Investasi yang dilakukan oleh pemerintah dimasukkan ke dalam pengeluaran bukan sebagai investasi. Misalnya investasi publik untuk jalan raya, rumah sakit, sekolah, dan lainnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah adalah semua pengeluaran kas pemerintah dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang meliputi belanja rutin (operasional), belanja pembangunan (belanja modal), serta pengeluaran tak tersangka atau biasa disebut juga dengan dan dekonsentrasi.
2.5.1 Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan pengembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pembangunan besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar, dan juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih
(55)
banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu pada tahap ini, perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit (complicated). Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri menyebabkan semakin tingginya tingkat pencemaran udara, tanah dan air, dan pemerintah harus turuan tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Musgrave (1995) berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase GNP semakin besar dan persentase investasi pemerintah terhadap GNP semakin kecil. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana untuk pengeluaran-pengeluaran aktivitas sosial, seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya.
Pembangunan ekonomi di Indonesia merupakan bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan akhir, yakni meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang bisa diukur antara lain melalui tingkat pendapatan riil per kapita yang tinggi. Jadi, pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan riil per kapita meningkat dalam jangka panjang (Tambunan, 1996).
(56)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah atau prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Adapun metode penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di Kota Binjai dengan mengamati dan menganalisa pengaruh alokasi belanja APBD khususnya untuk belanja sektor pendidikan dan sektor kesehatan terhadap Indeks Pembangunan Manusia di kota Binjai. Anggaran untuk peningkatan pendidikan termasuk ke dalam sektor pendidikan kebudayaan nasional, kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pemuda dan olah raga. Anggaran untuk peningkatan kesehatan termasuk sektor kesehatan, kesejahteraan sosial, peranan wanita dan anak remaja.
3.2 Jenis dan Sumber Data.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk “time series” yang bersifat kuantitatif, yaitu data berbentuk angka-angka. Sumber datanya diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, Binjai, dan dari sumber bacaan seperti jurnal dan buku bacaan.
(57)
3.3 Pengolahan Data
Penulis menggunakan program E-Views 5.1 untuk mengolah data dalam laporan penelitian ini.
3.4 Model Analisis Data
Dengan tingkat indeks pembangunan manusia, belanja pembangunan untuk sektor pendidikan dan kesehatan di kota Binjai sebagai variabel yang diteliti, maka model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model ekonometrika. Teknik analisis yang digunakan adalah model kuadrat terkecil (Ordinary Least Square/OLS).
Model persamaannya adalah sebagai berikut:
Y=f(X1,X2)……….(1) Secara matematis dapat dispesifikasikan ke dalam model Linlog (Linear Logaritma) sebagai berikut:
Y= α + β1logX1 + β2logX2 + µ………. ...(2) Dimana :
Y = Indeks Pembangunan Manusia/IPM (persen)
X1 = realisasi belanja APBD untuk sektor pendidikan (ribuan Rupiah)
X2 = realisasi belanja APBD untuk sektor kesehatan (ribuan Rupiah) α = intercept/konstanta
β1,β2 = koefisien regresi µ = error term
(58)
Secara matematis bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut :
1
Y X
∂∂ > 0, artinya apabila X1 (realisasi belanja APBD untuk sektor pendidikan)
mengalami kenaikan maka Y (IPM) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.
2
Y X
∂∂ > 0, artinya apabila X2 (realisasi belanja APBD untuk sektor kesehatan)
mengalami kenaikan maka Y (IPM) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus
3.5 Test Of Goodness Of Fit (Uji Kesesuaian) 3.5.1 Koefisien Determinasi (R-Square)
Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama dapat memberikan penjelasan terhadap variabel dependen, dimana nilai R² berkisar antara 0 sampai 1 (0≤R²≤1).
3.5.2 Uji t-statistik (Uji Parsial)
Uji t-statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen signifikan atau tidak terhadap veriabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 : βi = 0 Ha : βi ≠ 0
Dimana βi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter
(59)
nilai t-hitung lebih besar dari nilai t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0 ditolak. Hal ini bararti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata atau signifikan terhadap veriabel dependen.
Rumus untuk mencari t-hitung(t*)adalah :
sbi b) -(bi hitung
-t =
Dimana: bi = koefisien variabel independen ke-i b = nilai hipotesis nol
sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i Kriteria Pengambilan Keputusan:
H0 : β = 0 H0 diterima (t* < t tabel ), artinya variabel independen secara parsial tidak berpangaruh nyata terhadap variabel dependen.
Ha : β≠ 0 Ha ditolak (t* > t tabel ), artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
(60)
3.5.3 Uji F-statistik
Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara keseluruhan atau bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini dilakukan hipotesa sebagai berikut:
H0: β1 = β2 =0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
Ha: β1 ≠ β2 ≠ 0, artinya secara bersama-sama ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung lebih besar dari F-tabel maka Ho ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. NilaiF-hitung dapat diperoleh dengan rumus:
F-hitung =
(
R)
(
n k)
k R − − /− 1 ) 1 /( 2 2 Keterangan:
R2 = Koefisien determinasi
k = Jumlah variabel independen ditambah intercept n = Jumlah sampel
Kriteria pengambilan keputusan :
1. H0 diterima (F* < F-tabel), artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
2. Ha diterima (F*>F tabel), artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
(61)
3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.6.1. Multikolinerity
Multikolinerity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi variabel independen di antara satu sama lainnya. Multikolinearitas ini sering terjadi apabila diantara variabel bebas (x) saling berkorelasi sehingga tingkat penelitian pemerkiraan semakin rendah. Di samping itu interval keyakinan yang diambil keliru.
Multikolinearitas dapat dideteksi melalui nilai R-square, F-hitung, t-hitung, serta standart error yakni:
a. nilai R2 sangat tinggi
b. standar error tidak terhingga
c. tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 5%, α = 10%, α = 1% d. terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori pada model estimasi
(62)
3.6.2 Autokolerasi
Autokolerasi terjadi jika error term (µ) dari periode waktu yang berbeda berkolerasi. Dikatakan bahwa error term berkorelasi atau mengalami korelasi
serial apabila variabel (єi.єj) ≠ 0 untuk i ≠ j, dalam hal ini dapat dikatakan
memiliki masalah autokorelasi. Ada beberapa cara untuk mengetahi keberadaan autokorelasi yaitu :
a. Dengan memplot grafik
b. Dengan Durbin-Watson (uji D-W test)
2 2 1)) ( ( t t t
e
e
e
Dhit ∑ − ∑ = −Dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : ρ = 0, artinya tidak ada autokorelasi Ha : ρ ≠ 0, artinya ada autokorelasi
Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk
berbagai nilai α. Hipotesis yang digunakan adalah :
Kurva D-W test dapat dilihat sebagai berikut:
Autokorelasi (-) Autokorelasi (+) inconclusive
inconclusive
Ho accept
(63)
Dimana :
Ho : tidak ada autokorelasi
Dw<dl : tolak Ho (ada korelasi positif) Dw>4-dl : tolak Ho (ada korelasi negatif) Du<dw<4-du : terima Ho (tidak ada korelasi)
Dl≤dw≤du : tidak bisa disimpulkan (inconclusive) (4-du) ≤dw≤(4-dl) : tidak bisa disimpulkan (inconclusive)
3.7 Defenisi Operasional
1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah variabel yang digunakan untuk mengukur taraf kualitas hidup manusia dinyatakan dalam persen (per seratus).
2. Realisasi belanja APBD untuk sektor pendidikan adalah belanja/pengeluaran pemerintah dalam satu tahun yang digunakan untuk pembiayaan di bidang pendidikan dalam ribuan Rupiah (Rp 000).
3. Realisasi belanja APBD untuk sektor kesehatan adalah belanja/pengeluaran pemerintah dalam satu tahun yang digunakan untuk pembiayaan di bidang kesehatan dalam ribuan Rupiah (Rp 000).
(64)
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Kota Binjai 4.1.1 Sejarah Singkat Kota Binjai
Binjai adalah salah satu km di sebelah barat ibukota provinsi Sumatra Utara, kotamadya, Binjai adalah ibukota dipindahkan ke
Kota Binjai merupakan salah satu daerah dalam proyek pembangunan Mebidang yang meliputi kawasan Binjai dan Medan dihubungkan oleh jalan raya menghubungkan antara Medan dan di daerah strategis di mana merupakan pintu gerbang Kota Medan ditinjau
dari sejak lama dijuluki sebagai kota rambutan
karena telah tersebar dan dibudidayakan di berbagai tempat di Indonesia seperti
4.1.2 Kondisi Geografis
Binjai berada pada 03°03'40" - 03°40'02" LUdan98°27'03" - 98°39'32" BT dengan luas wilayah 90,23 km2, terletak 28 M diatas permukaan laut dengan batas-batas sebagai berikut :
(65)
• Batas Utara : Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat dan Kecamatan Hamparan Perak Kab.Deli Serdang
• Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang
• Batas Timur : Kecamatan Sei Bingei Kab.Langkat dan Kecamatan Kutalimbaru Kab.Deli Serdang
• Batas Barat : Kecamatan Selesai Kab.Langkat
Kota Binjai memiliki areal seluas 90,23 km2 yang secara administratif dibagi atas 5 kecamatan (tabel 4.1).
Tabel 4.1 Luas Wilayah Kota Binjai No. Kecamatan Luas
(Km²)
1 Binjai Kota 4,12
2 Binjai Utara 23,59 3 Binjai Selatan 29,96 4 Binjai Barat 10,86 5 Binjai Timur 21,70
Total 90,23
Sumber: BPS Sumut
4.1.3 Perekonomian
Daerah komersial dan pusat perekonomian serta pusat pemerintahan terutama berpusat di wilayah Kecamatan Binjai Kota. Kawasan perindustrian dipusatkan di daerah Binjai Utara, sedangkan di sebelah timur dan selatan adalah daerah konsentrasi kawasan Binjai Barat. Kawasan Industri Binjai di Kecamatan Binjai Utara direncanakan di Kelurahan Cengkeh Turi dengan luas wilayah 300 ha. Binjai juga
(66)
adalah penghasil minyak bumi dan gas alam di kawasan
Data tahun perekonomian di Kotamadya Binjai bersumber dari sektor perdagangan dan jasa. Sedangkan sektor industri menyumbang nilai 23% dari total kegiatan perekonomian tadi. Pendapatan per kapita penduduk Binjai adalah sebesar Rp. 3,3 juta, sayang angka ini masih berada di bawah rata-rata pendapatan per kapita propinsi Sumatra Utara yang besarnya Rp. 4,9 juta.
Laju pertumbuhan ekonomi Kota Binjai atas dasar harga tetap sebesar 5,68 persen pada tahun 2007. Hal ini menunjukkan kenaikan yang cukup baik jika dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar 5,32 persen.
Secara umum ada empat sektor yang cukup dominan dalam pembentukan total PDRB Kota Binjai yaitu Sektor Industri Pengolahan, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Keuangan,Persewaan dan Jasa Perusahaan dan Sektor Jasa - jasa
Bidang perkebunan tentu saja yang menjadi perhatian adalah perkebunan rambutan yang mencapai 425 ha dengan kapasitas produksi 2.400 ton per tahun. Sayangnya, kapasitas sebesar ini tidak dibarengi dengan modernisasi industri pengolahan rambutan menjadi komoditi unggulan yang bernilai plus dibandingkan dengan hanya menjual buah rambutan itu sendiri, misalnya industri pengalengan rambutan dengan jalur pemasaran yang komplit.
Pusat perbelanjaan tradisional di Binjai melayani penjual dan pembeli dari Binjai sendiri dan Kabupaten Langkat. Pasar tradisional misalnya:
(67)
Pusat Pasar Tavip - merupakan pasar tradisional terbesar di Binjai, lokasi di Binjai Kota.
Pasar Kebun Lada - berlokasi di Binjai Utara
Pasar Brahrang - berlokasi di Binjai Barat
Pasar Rambung - berlokasi di Binjai Selatan
Pasar Trengganu - berlokasi di Binjai Timur Selain itu juga ada pusat perbelanjaan modern seperti:
Binjai Supermall
Pusat perbelanjaan Suzuya
Mini Market Tahiti
Toserba Binjai Ramayana
Mall Ramayana
Pertokoan komersial yang lebih kecil terutama terpusat di rumah toko (ruko) sepanjang Jalan Jenderal Sudirman, juga ada Jalan Ahmad Yani (d/h Jalan Bangkatan) yang menjadi pusat makanan di malam hari.
4.1.4 Kependudukan
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) menyatakan bahwa jumlah penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi modal dasar yang efektif bagi pembangunan nasional. Namun dengan pertumbuhan yang pesat sulit untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan secara layak dan merata. Hal ini berarti bahwa penduduk yang besar dengan kualitas yang tinggi tidak akan mudah untuk dicapai.
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Arief, Sritua, 2006. Metodologi Penelitian Ekonomi, Jakarta: UI-Press.
Arsyad, Lincolin, 2005. Pengantar Perencanaan Pembangunan: Ekonomi
Daerah, Edisi Kedua, Yogyakarta: BPFE.
Gujarati, Damodar, 1995. Ekonometrika Dasar, Jakarta : Penerbit Erlangga. Munir, H. Dasril dkk, 2004. Kebijakan dan Manajemen Keuangan Daerah,
Yogyakarta: Penerbit YPAPI.
Nachrowi, Nachrowi D. dan Hardius Usman, 2006. Pendekatan Popoler dan
Praktis Ekonometrika: Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan, Jakarta:
FEUI.
Pratomo, Wahyu Ario dan Paidi Hidayat, 2007. Pedoman Praktis Penggunaan
Eviews Dalam Ekonometrik, Medan: USU Press.
Saragih, Juli Panglima, 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah Dalam
Otonomi, Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Soekarwo, 2003. Berbagai Permasalahan: Keuangan Daerah, Surabaya: Airlangga University Press.
Sukirno, Sadono, 2000. Makro Ekonomi Teori Pengantar, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Suparmoko, M., 1996. Keuangan Negara: Dalam Teori dan Praktek, Cetakan Keenam, Yogyakarta: BPFE.
Tilaar, H. A. R. dan Riant Nugroho, 2008. Kebijakan Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tjiptoherijanto, Prijono dan Budhi Soesetyo, 1994. Ekonomi Kesehatan, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Todaro, Michael P., 1998. Pembangunan Ekonomi: Di Dunia Ketiga (terjemahan), Edisi Keenam, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tambunan, Tulus, 2001. Perekonomian Indonesia, jakarta : Ghalia Indonesia. Waluyo, Dwi Eko, 2003. Teori Ekonomi Makro, Malang : Penerbit UMM. ---, Binjai Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik Binjai.
(2)
---, Sumatera Utara Dalam Angka 2009, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.
(3)
LAMPIRAN
Lampiran 1
Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 11/23/10 Time: 22:47 Sample: 1989 2008
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 59.33878 1.943583 30.53061 0.0000
LOG(X1) 0.470466 0.240822 1.953584 0.0674
LOG(X2) 0.454297 0.249750 1.819006 0.0866
R-squared 0.735876 Mean dependent var 72.60900
Adjusted R-squared 0.704803 S.D. dependent var 1.847428
S.E. of regression 1.003745 Akaike info criterion 2.982834
Sum squared resid 17.12757 Schwarz criterion 3.132194
Log likelihood -26.82834 F-statistic 23.68189
(4)
Lampiran 2
Dependent Variable: LOG(X1) Method: Least Squares Date: 11/24/10 Time: 03:17 Sample: 1989 2008
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 2.653427 1.796512 1.476988 0.1570
LOG(X2) 0.881241 0.128870 6.838211 0.0000
R-squared 0.722055 Mean dependent var 14.84617
Adjusted R-squared 0.706614 S.D. dependent var 1.813725
S.E. of regression 0.982406 Akaike info criterion 2.897015
Sum squared resid 17.37218 Schwarz criterion 2.996588
Log likelihood -26.97015 F-statistic 46.76113
Durbin-Watson stat 1.135212 Prob(F-statistic) 0.000002
(5)
Lampiran 3
Dependent Variable: LOG(X2) Method: Least Squares Date: 11/24/10 Time: 03:18 Sample: 1989 2008
Included observations: 20
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1.671489 1.791452 0.933036 0.3631
LOG(X1) 0.819362 0.119821 6.838211 0.0000
R-squared 0.722055 Mean dependent var 13.83588
Adjusted R-squared 0.706614 S.D. dependent var 1.748888
S.E. of regression 0.947287 Akaike info criterion 2.824210
Sum squared resid 16.15234 Schwarz criterion 2.923783
Log likelihood -26.24210 F-statistic 46.76113
(6)
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Abdul Aziz Nasution NIM : 060501032
Departemen : Ekonomi Pembangunan Fakultas : Ekonomi
adalah benar telah membuat skripsi dengan judul “Analisis Dampak Realisasi APBD Terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Di Kota Binjai”, guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk dapat digunakan seperlunya.
Medan, Desember 2010 Yang Membuat Pernyataan,
(Abdul Aziz Nasution NIM. 060501032
)