BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Mengenal Bai’ Murabahah
1. Pengertian Bai’ Murabahah
Bai’ Murabahah adalah jual beli barang yang harga asalnya dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Secara bahasa kata “murabahah” berasal dari Bahasa
Arab dengan asal kata
ر -
ﺮ -
ر
. yang berarti beruntung atau mendapatkan laba.
1
Sedangkan secara terminologi, terdapat beberapa definisi Bai’ Murabahah yang dikemukakan oleh :
a. Menurut di dalam kitabnya fiqh sunnah murabahah adalah penjualan dan
harga pembelian barang berikut keuntungan yang diketahui.
2
b. Menurut Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid, Murabahah
adalah jika penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia menyaratkan atas labanya dalam jumlah tertentu, dinar atau
dirham.
3
Bai’ Murabahah merupakan salah satu jual beli yang dibenarkan oleh syariah islam dan suatu implementasi muamalah “tijarah” interaksi bisnis. Maka dapat
digambarkan praktek Bai’ Murabahah sebagai berikut :
1
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Progresif, 1997. hal.463.
2
Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah Terjemahan Kamaluddin Jilid 12. Al-Ma’rif, Bandung, 1995. h.47.
3
Ibnu Rusyd. Terjamahan Bidayatul Mujtahid Jilid III. Penerbit As-Syifa’, Semarang, 1990. h.181.
“Misalnya, pedagang eceran membeli komputer dari grosir dengan harga Rp.10.000.000,- kemudian ia menambahkan keuntungan sebesar Rp.750.000,-
dan ia menjual kepada pembeli dengan harga Rp.10.750.000,- Jadi penjual memberitahukan kepada pembeli besarnya harga pokok dan keuntungan yang
dia minta. Pada umumnya pedagang eceran tidak akan membeli barang dari grosir sebelum ada pesanan dari calon pembeli.
4
Dari beberapa pengertian Bai’ Murabahah penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa murabahah adalah suatu akad jual beli barang dengan
menyebutkan harga pokok, biaya-biaya, dan keuntungan yang disepakati dengan pembeli beserta pembayaran secara tunai. Murabahah sebagaimana digunakan
dalam perbankan syariah, prinsipnya didasarkan pada dua elemen pokok yang harus diketahui oleh nasabah, dimana perkara tersebut tidak terdapat pada jual beli
lainnya, diantaranya adalah : 1.
Harga beli barang dan biaya terkait 2.
Kesepakatan atas mark up keuntungan. Dengan demikian murabahah dapat dikatakan transaksi kepercayaan, karena
pembeli mempercayakan penjual untuk menentukan harga asal barang yang akan dibelinya. Ketika bank menawarkan skim murabahah maka sebenarnya bank akan
menawarkan kepercayaan dan good willnya kepada nasabah dan sebaliknya nasabah yang memberikan kepercayaan penuh kepada pihak bank.
4
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Bagi Bankir dan Praktisi. Jakarta: Bank Indonesia bekerjasama dengan Tazkia Institute, Desember 1999, h. 159.
Bai’ Murabahah merupakan sarana jual beli atau saling tukar menukar harta diantara sesama manusia yang mempunyai landasan hukum yang amat kuat dalam
islam. Diantara landasan hukum yang dijadikan sebagai dasar hukum bai’ murabahah adalah sebagai berikut :
QS. An-Nisa’ ayat 29
⌧ ☺
. ﺂﺴﻨﻟا
ء :
٩
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. QS. An-Nisa’4: 29
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa orang-orang yang berdagang tidak boleh
mengambil untung terlalu banyak atau tinggi, karena itu akan memberatkan nasabah dan juga dapat memakan harta saudaranya dengan jalan bathil atau
merugikan orang lain. Dengan demikian dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa penjual dan pembeli harus sama-sama rela, suka sama suka saat transaksi berniaga,
penjual rela menyerahkan barangnya dan pembeli juga rela memberikan uangnya. Dalam transaksi murabahah, barang yang telah dibeli dibayar dengan cara
tunai. Oleh karena itu Allah SWT memerintahkan kepada seluruh umat islam untuk memenuhi akad-akad yang telah dibuat dan disepakati oleh manusia itu sendiri.
Akad itu sendiri mencakup janji prasetya kepda Allah SWT dan perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh manusia dalam pergaulan sesamanya
Dalam setiap perniagaan tidak selamanya berjalan sesuai dengan syariat- syariat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasulullah. Oleh karena itu,
setiap perniagaan harus berhati-hati dan semaksimal mungkin untuk menjauhi kecurangan atau praktek riba.
Dalam Firman Allah SWT QS. Al-Baqarah ayat 275
... ةﺮﻘﺒﻟا
: ٧۵
Artinya : …“Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”…
QS. Al-Baqarah2 : 275. Dalam ayat di atas dijelaskan bahwa Allah SWT telah menghalalkan jual beli,
karena jual beli mendapatkan harta seseorang dengan jalan sukarela diantara mereka, dan Allah SWT telah mengharamkan riba karena hal itu berarti melipat
gandakan pembayaran uang salah satu orang diantara mereka. Ayat di atas merupakan teguran dan perintah untuk semaksimal mungkin menjauhi praktek riba,
sehingga tidak saling merugikan dalam perniagaan.
2. Rukun dan Syarat Bai’ Murabahah