kebutuhan seksualnya. Pada umumnya sikap suami yang mulai melirik perempuan lain lebih sensitif dan emosional terhadap istrinya. Dia menjadi ringan tangan dan
mudah menampar dan memukul istri. Bahkan tidak sedikit suami membawa pulang istri muda ke rumahnya dan tentu saja itu merupakan pelecehan yang luar biasa
terhadap perempuan Mulia, 1999:52-55.
2.3. Sistem Patriarkhi dalam Keluarga
Menurut Herdi Hartman, patriarkhi merupakan relasi hirarkis antara laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih dominan dan perempuan menempati posisi
subordinat. Menurutnya patriarkhi adalah merupakan suatu relasi hirarkis dan semacam forum solidaritas antara laki-laki yang mempunyai landasan materil serta
memungkinkan mereka untuk mengontrol perempuan. Sedangkan menurut Nancy Chodorow, perbedaan fisik secara sistematis antara laki-laki dan perempuan
mendukung laki-laki untuk menolak feminitas dan untuk semua emosional berjarak dari perempuan dan memisahkan laki-laki dan perempuan. Konsekuensi sosialnya
adalah laki-laki mendominasi perempuan dan pada intinya secara natural laki-laki itu superior dan perempuan inferior, yang superior mengatur yang inferior dan inferior
harus rela untuk diatur. Keluarga merupakan konstruksi awal dari struktur patriarkhi dan
menempatkan perempuan pada posisi yang subordinat, telah menjadi penghalang utama untuk memperoleh kesempatan posisi dan peran yang lebih baik. Struktur yang
timpang ini selalu menempatkan laki-laki pada posisi dan peran yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal ini telah memberi basis kekuasaan pada laki-laki yang
Universitas Sumatera Utara
secara langsung menegaskan superioritas laki-laki. Dalam keluarga, perempuan ditetapkan sebagai pihak yang dipimpin sedangkan laki-laki adalah pemimpin.
Akibatnya, perempuan tidak memiliki hak untuk memutuskan sesuatu dalam keluarga.
Menurut Dair dalam Djanan 2003: 34 mengatakan bahwa dalam pandangan masyarakat Indonesia, suami adalah orang yang memiliki kekuasaan dalam keluarga.
Artinya suamilah yang memiliki pengaruh terhadap istri dan anggota keluarga lainnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa kekuasaan suami di dalam perkawinan terjadi
karena unsur-unsur kultural dimana terdapat norma-norma dalam kebudayan yang memberi pengaruh menguntungkan suami. Kekuasaan suami yang tinggi terhadap
istri juga dipengaruhi oleh penguasaan suami dalam sistem keuangan. Suami sebagai pencari nafkah dan mengurusi ekonomi sedangkan istri bertugas melaksanakan
pekerjaan rumah tangga. Sehingga otoritas ekonomi dalam keluarga ada di tangan suami.
Dalam poligami walaupun ada keyakinan bahwa poligami merupakan kekerasan terhadap wanita tetapi sangat sulit bagi perempuan untuk menolak
poligami. Hal ini terjadi karena kekuasaan patriarkhi terus menurus disokong oleh sistem simbol yang membutakan perempuan dan laki-laki akan suatu tatanan
hubungan laki dan perempuan yang lebih demokratis. Jaques Lacan mengatakan bahwa setiap masyarakat diatur lewat suatu rangkain tanda simbol yang saling
berhubungan, serta peranan-peranan dan ritual-ritual yang ada di masyarakat atau yang disebut “aturan simbolis”. Aturan simbolis ini terus menerus memproduksi
aturan main dalam masyarakat, termasuk hubungan laki-laki dan perempuan. Aturan
Universitas Sumatera Utara
simbolis yang mengatur sistem masyarakat lahir dari proses bekerjanya tatanan kemasyarakatan social order sebagai norma yang mengatur tata cara warganya
berhubungan satu sama lain dalam aspek kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dalam masyarakat Indonesia terdapat suatu norma-norma yang
sensitifitasnya rendah terhadap kepentingan perempuan dalam kasus poligami yakni norma agama terutama Islam, hukum dan tradisi atau adat Farida dalam Jurnal
Perempuan, 2002:73-74. Dalam struktur sosial yang patriarkhi, perempuan cenderung selalu mengalah
pada suami. Ini merupakan tindakan yang dilakukan perempuan untuk mempertahankan keutuhan dan keharmonisan keluarga. Ideologi patriarkhi tumbuh
dan berkembang dalam keluarga yang menganut sistem patrilineal dimana laki-laki pada sistem ini menjadi tokoh penting dan dominan dalam keluarga termasuk dalam
bidang kekuasaan dalam rumah tangga sehingga perempuan menjadi sangat tergantung pada laki-laki.
Dalam masyarakat ada stereotipe yang melekat bahwa seorang istri hanya bertugas untuk melayani suami, patuh terhadap suami dan stereotipe terhadap
perempuan ini terjadi pada level dan segmen masyarakat, diantaranya Peraturan Pemerintah, Aturan keagamaan, kultur dan kebiasaan masyarakat yang
dikembangkan. Akar dari stereotipe yang melahirkan ketidakadilan ini berawal dari kebijakan yang dilahirkan dari budaya patriarkhi, dimana laki-laki mendapatkan
kekuasaan penuh untuk dapat mengatur peran dan fungsi perempuan dalam keluarga Mosse, 1996:64.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN