Interaksi Sosial Dalam Keluarga yang Berpoligami (Studi kasus : Pada Sepuluh Keluarga Poligami di Kota Medan)

(1)

INTERAKSI SOSIAL DALAM KELUARGAYANG BERPOLIGAMI

(Studi kasus : Pada Sepuluh Keluarga Poligami di Kota Medan)

Oleh:

RIZKI ZULAIKHA PARLINA

030901030

Dosen Pembimbing

: Drs. P. Anthonius Sitepu M.si

Dosen Pembaca

: Dra. Evi Novida Ginting. M.SP

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya yang senantiasa menyertai dan menaungi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Berkat rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat merangkai kata demi kata dan menghadapi berbagai hambatan selama proses penyusunan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini merupakan karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi di Dapertemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan judul Interaksi Sosial Dalam Keluarga Yang Berpoligami (Studi Kasus : Pada Sepuluh Keluarga Poligami di Kota Medan).

Dengan ketulusan hati, skripsi ini penulis persembahkan sebagai tanda cinta dan bakti penulis kepada Ayahanda Suparlan dan Ibunda Zulhayati Alwi yang telah banyak mencurahkan doa, kasih sayang, pengorbanan baik moril dan materil, yang sangat tulus dan tiada henti kepada penulis mulai dari kecil hingga saat ini. Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak dan adikku tercinta Fikha Gustia Parlina, SP dan Abdul Gafar Pring’s Martoyo yang telah memberikan dorongan, motivasi dan semangat yang sangat luar biasa dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat kerjasama, bantuan dan dukungan dari semua pihak baik itu secara moril maupun materil. Untuk itu penulis


(3)

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Dengan kerendahan hati, izinkanlah penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan yang tulus dan terima kasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Badaruddin, Msi sebagai Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Rosmiani, Msi selaku sekretaris Departemen Sosiologi yang telah banyak membantu dan mencurahkan ide-ide dan pemikiran kepada penulis dalam penyusunan proposal penelitian.

4. Rasa hormat dan ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk ibu Hj. Harmona Daulay, S.sos.,M.si selaku dosen pembimbing yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, masukan serta ide-ide dan pemikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dra. Ria Manurung, M.si sebagai dosen wali yang telah memberikan pengarahan, nasehat serta semangat kepada penulis selama menuntut ilmu di Departemen Sosiologi.

6. Dengan rasa cinta dan sayang yang sedalam-dalamnya penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada kedua orang tuaku tercinta Ayahanda Suparlan dan Ibunda Zulhayati Alwi atas doa, kasih sayang, kesabaran, pengorbanan moril maupun materil dan motivasi serta nasehat


(4)

yang sangat besar dan tiada henti-hentinya diberikan kepada penulis. Skripsi ini ananda persembahkan sebagai tanda ucapan terima kasih dan bakti ananda. (Karena mereka, aku termotivasi untuk menyelesaikan skripsi dan kuliahku secepatnya).

7. Seluruh staf pengajar khususnya dosen-dosen di Departemen Sosiologi dan pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik khususnya kak Feni dan kak Betty dan juga yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan andil besar dalam studi penulis.

8. Terima kasih penulis persembahkan kepada ibu Hj. Rini Purwanti, SE atas kerja samanya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

9. Ungkapan terima kasih yang setulus-tulusnya penulis persembahkan kepada Briptu Dedi Muhammad Rasidi Nasution atas cinta dan kasih sayang, canda, perhatian, dukungan, semangat dan selalu memberikan warna-warni terindah kepada penulis. Semoga harapan dan cita-cita kita dapat tercapai Amiiin. (You’re the best between the best).

10.Terima Kasih kepada kakakku Fikha Gustia Parlina, SP dan adikku Abdul Gafar Pring’s Martoyo yang selalu memberikan semangat dan motivasi yang sangat besar kepada penulis sehingga penulis tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Terima kasih juga untuk seluruh keluarga besarku di Medan dan Solo yang selalu menanyakan kapan aku wisuda. Pertanyaan ini terkadang membuatku kesal tetapi juga menjadi dorongan bagiku agar bisa secepatnya menyelesaikan skripsi ini.


(5)

12.Kepada sahabat-sahabat terbaikku ; Enda, Riza, Ami dan kak Endang yang selalu menemani penulis dan berbagi dalam suka dan duka. Semoga persahabatan kita tetap abadi. Kenangan indah bersama kalian akan tetap selalu aku ingat.

13.Teman-teman seperjuangan di Departemen Sosiologi Stambuk 2003 ; Dewi, Ilham, Acong, Dicki, Bagus, Sara, Sri, Grace, Ratna, Siddiq, Mansyur, Madan, Ferdinan, Sari, Kiki, Eva Ramadhani, Ayu, Yuna, Lena, serta semua stambuk 03 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas perhatian dan dukungannya semoga sukses dalam meraih cita-cita.

Akhirnya terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas doa, dukungan dan partisipasinya. Semoga amal kebaikan yang telah diberikan senantiasa mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin Ya Robbal Alamin. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sehingga dapat menambah kesempurnaan kajian dan penulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Penulis


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..………i

DAFTAR ISI………..………..v

DAFTAR TABEL………..vii

ABSTRAK……….viii

BAB I PENDAHULUAN………...1

1.1.Latar Belakang Masalah……….….1

1.2.Perumusan Masalah………...12

1.3.Tujuan Penelitian………...13

1.4.Manfaat Penelitian………...13

1.5.Definisi Konsep……….………....14

BAB II KAJIAN PUSTAKA…….………..……….……..17

2.1. Proses Interaksi Sosial dalam Keluarga……….………17

2.2. Konflik Sosial dan Ekonomi dalam Keluarga……….………..19

2.3. Sistem Patriarkhi Dalam Keluarga………...….…23

BAB III METODE PENELITIAN……….26

3.1. Jenis Penelitian………..26

3.2. Lokasi Penelitian………...26

3.3. Unit Analisis dan Informan………...27

3.4. Teknik Pengumpulan Data………....28

3.5. Interpretasi Data………30

3.6. Jadwal Penelitian..……….…31


(7)

BAB IV ANALISIS DAN PENYAJIAN DATA………34

4.1. Profil Informan………..34

4.1.1. Informan Kunci : Istri yang dipoligami……….…...34

4.1.2. Informan Biasa : Suami yang berpoligami……….…61

4.1.3. Informan : Anak dari keluarga yang berpoligami………..73

4.2. Interaksi Keluarga Yang berpoligami………...76

4.3. Kebutuhan Ekonomi Keluarga Setelah Berpoligami…………..……….….89

4.4. Interpretasi Data Lapangan………...99

4.4.1. Pola Interaksi Sosial Keluarga Yang Berpoligami………….…………99

4.4.1.1. Interaksi Sosial Antara Suami dan Istri Pertama……….…..99

4.4.1.2. Interaksi Sosial Antara Orang Tua Dengan Anak………….…..104

4.4.1.3. Interaksi Sosial Antara Sesama Istri…….………...107

4.4.1.4. Interaksi Sosial Antara Keluarga Luas Dengan Keluarga Yang Berpoligami………...112

4.4.2. Kebutuhan Ekonomi Keluarga Setelah Berpoligami…………...……115

4.4.3. Konflik Sosial Dalam Keluarga Yang Berpoligami………120

4.4.3.1. Kecemburuan Diantara Istri………124

4.4.3.2. Sikap Adil Suami Yang Berpoligami……….126

4.4.4. Alasan Poligami………...129

4.4.4.1. Alasan Para Istri Menerima Dipoligami……….129

4.4.4.2. Alasan Para Suami Untuk Berpoligami………..137

4.4.5. Analisa Data Mengenai Keluarga Poligami……….………140

BAB V PENUTUP………..………..146

5.1. Kesimpulan……….….146

5.2. Saran………...……….149

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

TABEL 1.1 : Dampak Poligami Terhadap Istri Pertama……….………...…...5 TABEL 1.2 : Data Izin Perkawinan Poligami Di Pengadilan Tinggi

Agama Seluruh Indonesia Tahun 2006……….……. ………...9 TABEL 1.3 : Data Izin Perkawinan Poligami di Pengadilan Agama Medan……..10 TABEL 1.4 : Modus Pelaku Poligami……….10 TABEL 3.5 : Jadwal Kegiatan Penelitian ……….…..31 TABEL 4.6 : Hubungan Interaksi Antara Suami Dengan Istri Pertama………....102 TABEL 4.7 : Interaksi Sosial Antara Ayah dan anak………..…..107 TABEL 4.8 : Interaksi Sosial Antara Sesama Istri………...…...111 TABEL 4.9 : Interaksi Sosial Antara Keluarga Luas dengan Keluarga

Yang Berpoligami………...………...114 TABEL 4.10 : Kebutuhan Ekonomi Setelah Berpoligami……..………..…...119 TABEL 4.11 : Perasaan Cemburu Para Istri dan Cara Mengatasinya………..…...126 TABEL 4.12 : Perlakuan Adil Suami Yang Berpoligami………..……….….129 TABEL 4.13 : Dampak Poligami Terhadap Istri Pertama…………..………..131 TABEL 4.14 : Hubungan Alasan Poligami Dengan Interaksi, Konflik Sosial


(9)

ABSTRAK

Latar belakang dari penulisan skripsi yang berjudul : Interaksi Sosial Dalam Keluarga Yang Berpoligami (Studi Kasus : Para Istri Yang Dipoligami Di Kota Medan), ini berangkat dari pemikiran bahwa perkawinan poligami akan membawa dampak dan reaksi baik itu positif maupun negatif dari pihak-pihak tertentu terutama keluarga karena keluarga merupakan unit interaksi personal dimana ayah, ibu dan anak akan menjalin hubungan interaksi dan komunikasi yang akan berpengaruh terhadap keadaan bahagia (harmonis) maupun keadaan tidak bahagia (disharmonis). Dengan terjadinya perkawinan poligami bisa saja menyebabkan terjadinya ketidakharmonisan atau bahkan bisa juga menciptakan keharmonisan dalam keluarga tersebut. Ini disebabkan karena adanya interaksi yang terjadi antara angota-anggota keluarga tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus, teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini berlokasi di Kota Medan. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah 10 keluarga yang berpoligami sedangkan yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah 10 orang istri, 10 orang suami beserta 6 orang anak dari masing-masing keluarga yang berpoligami. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan informasi bahwa interaksi sosial dalam keluarga yang berpoligami dapat berjalan dengan baik dan harmonis apabila seorang suami dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga dan menjalankan fungsi-fungsi keluarga dengan sebaik-baiknya. Perkawinan poligami juga akan akan berjalan lancar jika dilakukan secara terbuka, jujur, tidak sembunyi-sembunyi, adanya izin dari istri pertama serta adanya nilai-nilai dan motivasi agama yang mempangaruhi dalam menjalankan keluarga poligami. Konflik yang biasanya muncul dalam keluarga yang berpoligami adalah adanya kecemburuan antara sesama istri dan tidak adilnya seorang suami dalam membagi tanggung jawabnya. Akibat dari permasalahan ini interaksi antara anggota-anggota keluarga baik antara suami dan istri, antara sesama istri dan antara orang tua dengan anak akan terganggu.

Sikap istri yang mau menerima sebagai seorang istri yang dipoligami dilatarbelakangi oleh beberapa alasan yaitu ingin menjaga nama baik dan martabat keluarga, ketergantungan secara ekonomi pada suami, kepentingan anak, ingin menjadi istri yang soleha yang berbakti pada suaminya, menjaga keutuhan dan kebahagian keluarga dari perbuatan-perbuatan yang dapat merusak keharmonisan keluarga seperti perselingkuhan dan perbuatan zina dan poligami dianggap sebagai suatu suratan nasib.


(10)

ABSTRAK

Latar belakang dari penulisan skripsi yang berjudul : Interaksi Sosial Dalam Keluarga Yang Berpoligami (Studi Kasus : Para Istri Yang Dipoligami Di Kota Medan), ini berangkat dari pemikiran bahwa perkawinan poligami akan membawa dampak dan reaksi baik itu positif maupun negatif dari pihak-pihak tertentu terutama keluarga karena keluarga merupakan unit interaksi personal dimana ayah, ibu dan anak akan menjalin hubungan interaksi dan komunikasi yang akan berpengaruh terhadap keadaan bahagia (harmonis) maupun keadaan tidak bahagia (disharmonis). Dengan terjadinya perkawinan poligami bisa saja menyebabkan terjadinya ketidakharmonisan atau bahkan bisa juga menciptakan keharmonisan dalam keluarga tersebut. Ini disebabkan karena adanya interaksi yang terjadi antara angota-anggota keluarga tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus, teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Penelitian ini berlokasi di Kota Medan. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah 10 keluarga yang berpoligami sedangkan yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah 10 orang istri, 10 orang suami beserta 6 orang anak dari masing-masing keluarga yang berpoligami. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setiap hasil turun lapangan.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan informasi bahwa interaksi sosial dalam keluarga yang berpoligami dapat berjalan dengan baik dan harmonis apabila seorang suami dapat menjalankan peran dan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga dan menjalankan fungsi-fungsi keluarga dengan sebaik-baiknya. Perkawinan poligami juga akan akan berjalan lancar jika dilakukan secara terbuka, jujur, tidak sembunyi-sembunyi, adanya izin dari istri pertama serta adanya nilai-nilai dan motivasi agama yang mempangaruhi dalam menjalankan keluarga poligami. Konflik yang biasanya muncul dalam keluarga yang berpoligami adalah adanya kecemburuan antara sesama istri dan tidak adilnya seorang suami dalam membagi tanggung jawabnya. Akibat dari permasalahan ini interaksi antara anggota-anggota keluarga baik antara suami dan istri, antara sesama istri dan antara orang tua dengan anak akan terganggu.

Sikap istri yang mau menerima sebagai seorang istri yang dipoligami dilatarbelakangi oleh beberapa alasan yaitu ingin menjaga nama baik dan martabat keluarga, ketergantungan secara ekonomi pada suami, kepentingan anak, ingin menjadi istri yang soleha yang berbakti pada suaminya, menjaga keutuhan dan kebahagian keluarga dari perbuatan-perbuatan yang dapat merusak keharmonisan keluarga seperti perselingkuhan dan perbuatan zina dan poligami dianggap sebagai suatu suratan nasib.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan. Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan adalah untuk dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Maka untuk menegakkan keluarga yang bahagia dan menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

Perkawinan pada hakekatnya merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat dibawah suatu peraturan khusus atau khas dan hal ini sangat diperhatikan baik oleh Agama, Negara maupun Adat, artinya bahwa dari peraturan tersebut bertujuan untuk mengumumkan status baru kepada orang lain sehingga pasangan ini diterima dan diakui statusnya sebagai pasangan yang sah menurut hukum, baik agama, negara maupun adat dengan sederatan hak dan kewajiban untuk dijalankan oleh keduanya sehingga pria itu bertindak sebagai suami sedangkan wanita bertindak sebagai istri.

Dalam perkawinan pasangan suami istri mengikat dirinya pada persetujuan umum yang diakui, untuk setia mentaati peraturan dan ketentuan-ketentuan di dalam masyarakat mereka secara timbal balik, terhadap anak-anaknya, sanak keluarganya dan terhadap orang lain dalam masyarakat. Dari perkawinan laki-laki dan perempuan inilah terbentuk suatu lembaga baru yaitu lembaga keluarga.


(12)

Setiap orang mendambakan keluarga yang bahagia. Kebahagiaan harus didukung oleh rasa cinta kepada pasangan. Cinta yang sebenarnya menuntut agar seseorang tidak mencintai orang lain kecuali pasangannya. Cinta dan kasih sayang merupakan jembatan dari suatu pernikahan dan dasar dalam pernikahan adalah memberikan kebahagiaan. Namun kenyataannya dalam menjalani kehidupan perkawinan pasti selalu ada permasalahan-permasalahan yang muncul yang mana hal ini dapat memicu timbulnya keinginan suami untuk melakukan poligami. Persoalan yang muncul biasanya mencakup tiga hal yaitu kekurangan ekonomi, hubungan keluarga yang kurang harmonis, seks dan perselingkuhan.

Ada berbagai macam bentuk perkawinan dalam masyarakat yaitu perkawinan monogami, poligami, poliandri dan perkawinan kelompok (group marriage). Dari keempat bentuk perkawinan ini perkawinan monogami dianggap paling ideal dan sesuai untuk dilakukan. Perkawinan monogami adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dimana pada prinsipnya bahwa suami mempunyai satu istri saja dan sebaliknya. Walaupun perkawinan monogami merupakan perkawinan yang paling sesuai untuk dilakukan tetapi banyak juga masyarakat yang melakukan perkawinan poligami, hal ini dapat dilihat dari banyaknya public figur yang melakukan poligami. Sehingga istilah poligami semakin mencuat dan menjadi perbincangan di berbagai media baik itu media massa ataupun media elektronik dan juga diberbagai diskusi dan seminar-seminar. Begitu juga di kalangan birokrasi pemerintah, kaum agamawan, LSM, dan masyarakat umum. Mereka ada yang setuju dan menerima adanya praktek poligami dengan berbagai persyaratannya dan sebagian lainnya ada yang menolaknya.


(13)

Poligami berasal dari bahasa yunani. Kata ini merupakan penggalan dari kata Poli atau Polus yang artinya banyak, dan kata Gamein atau Gamos yang berarti kawin atau perkawinan. Maka ketika kedua kata ini digabungkan akan berarti suatu perkawinan yang banyak. Islam membolehkan seorang suami memiliki istri lebih dari satu (berpoligami) tetapi tidak mewajibkannya. Oleh karena itu Islam tidak dengan mudah membolehkan poligami. Ada beberapa syarat dan konsiderasi yang harus dipenuhi seorang suami bila hendak melakukan poligami, diantaranya adalah sang suami harus memberikan tempat tinggal yang layak dan memisahkan tempat tinggal itu dari istri pertama, memberi nafkah yang adil di antara keduanya, tidur secara adil diantara mereka, dan memperlakukan mereka dengan adil pula. Dengan kata lain diantara syarat melakukan poligami adalah berlaku adil terhadap masing-masing istri dalam berbagai hal (Al-Buthi, 2002: 154-155).

Perkawinan poligami pasti mengundang reaksi dari pihak lain terutama keluarga dan masyarakat sekitar. Reaksi tersebut bisa saja berimplikasi buruk atau bisa juga tidak menjadi masalah. Apabila sejak pertama pelaku poligami menabur kebaikan, komunikasi dan solusinya baik, tanggung jawab penuh tanpa ada sesuatu yang merasa ada yang kehilangan maka efek yang muncul juga bersifat kebaikan, namun jika yang terjadi sebaliknya maka poligami akan melahirkan banyak persoalan yang mengancam keutuhan bangunan mahligai rumah tangga dan belum lagi efek domino bagi perkembangan psikologi anak yang lahir dari pernikahan poligami. Mereka merasa kurang diperhatikan, haus kasih sayang dan mereka secara tidak langsung dididik dalam suasana keluarga yang selalu dihiasi dengan pertengkaran orang tuanya.


(14)

Reaksi yang berimplikasi buruk dari praktek poligami ini dapat dilihat dari praktek poligami yang dilakukan Aa Gym. Praktek poligami Aa Gym ini membawa dampak pada sektor perekonomian dan menurunnya jumlah kunjungan wisata dan jumlah jamaah yang ingin mengikuti pengajian di Daarut Tauhit. Keputusan Aa Gym melakukan poligami membuat banyak jamaahnya kecewa. Rencana-rencana mereka untuk berkunjung ke Daarut Tauhiit banyak yang dibatalkan karena rasa kekecewaan mereka tersebut. Selain itu, pendapatan dari bisnis Manajement Qalbu (MQ) Corporation yang dipimpinnya juga mengalami penurunan semenjak pemberitaan media massa dan media elektronika mengenai pernikahan poligami yang dilakukannya tersebut (Tommy dalam Genie, 2006:22-23)

Poligami telah menjadi bagian gaya hidup laki-laki dan karenanya di lingkungan tertentu dan praktik ini telah membudaya. Faktanya poligami telah ada sejak zaman dulu bahkan sebelum adanya agama Islam dan terus terpelihara hingga kini dengan berbagai pembenaran dan legitimasi kultural, sosial, ekonomi dan agama. Poligami sebelum Islam mengambil bentuk yang tidak terbatas, dimana seorang suami boleh saja memiliki istri sebanyak mungkin sesuai keinginan nafsunya. Selain itu, poligami tidak mesti memperhatikan unsur keadilan sehingga terjadi perampasan hak-hak perempuan yang pada gilirannya membawa kesengsaraan dan ketidakadilan (Mulia, 1999:7).

Pada hakikatnya tidak ada perempuan yang rela dan bersedia untuk dipoligami. Secara psikologis semua istri akan merasa sakit hati bila melihat suaminya berhubungan dengan perempuan lain. Ini disebabkan karena permasalahan ini biasanya menjadi pemicu hancurnya sebuah keluarga, sehingga banyak


(15)

ungkapan-ungkapan yang muncul di masyarakat mengenai poligami. Mereka mengatakan bahwa poligami merupakan eksploitasi atas nasib perempuan, egoisme pria berharta dan bertolak belakang dengan kesetaraan gender bahkan poligami diasumsikan sebagai penghinaan terhadap perempuan. Pandangan buruk mengenai poligami ini muncul karena praktek-praktek poligami yang terjadi ditengah-tengah masyarakat lebih banyak dampak negatifnya daripada dampak positifnya. Beberapa dampak negatif dari perkawinan poligami ini adalah perceraian, suami akan meninggalkan istri dan anak-anak dari perkawinan sebelumnya, suami tidak berlaku adil antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lainnya dimana suami yang berpoligami lebih mementingkan istri mudanya daripada istri tuanya sehingga suami yang berpoligami tersebut cenderung memperlihatkan sikap yang tidak bertanggung jawab sebagai suami yang berpoligami dan juga tidak jarang keluarga yang berpoligami ini akan mengalami ketidakharmonisan di dalam keluarganya. Dari Tabel 1.1. dapat dilihat beberapa dampak poligami terhadap istri pertama.

Tabel 1.1.

Dampak Poligami Terhadap Istri Pertama

No. Jenis Dampak Jumlah

1. Tidak memberi nafkah 37 2. Tekanan psikis 21 3. Penganiayaan fisik 7 4. Diceraikan suami 6 5. Ditelantarkan suami 23

6. Pisah ranjang 11

7. Mendapat teror dari istri ke-2 2

Jumlah 107


(16)

Menurut data dari LBH-APIK tersebut banyak sekali akibat atau dampak dari praktek poligami yang dilakukan oleh seorang suami terhadap istri pertama, yaitu mulai dari tidak memberikan nafkah, tekanan psikis, penganiayaan fisik, diceraikan suami, ditelantarkan suami, pisah ranjang dan mendapat teror dari istri kedua. Oleh sebab itu poligami hanya menguntungkan satu pihak saja yaitu suami sedangkan istri merupakan pihak yang sangat dirugikan dalam masalah ini.

Disamping pendapat-pendapat negatif yang muncul mengenai poligami, ada juga sebagian masyarakat yang menganggap bahwa poligami juga berdampak positif. Ini dapat dilihat dari keluarga Puspo Wardoyo yang sukses menjalani kehidupan poligaminya bersama keempat istri-istrinya. Bahkan piala Poligami Award yang diberikan oleh komunitas muslim kepadanya ingin diberikannya juga kepada para suami-suami atas keberhasilan mereka menjalani kehidupan keluarga poligaminya melalui acara penganugrahan Poligami Award. Selain keluarga Puspo Wardoyo, berdasarkan observasi yang penulis lakukan salah satu informan mengatakan bahwa wanita yang dipoligami bukanlah orang yang tereksploitasi bahkan yang sebenarnya terjadi adalah sebaliknya. Wanita lebih mendapatkan kebebasan dan mampu meluaskan pandangannya dibandingkan wanita yang hidup dalam perkawinan monogami. Karena menurut pendapatnya, mereka bisa berbagi dalam tugas rumah tangga, memasak, mendidik anak, dan masing-masing dari mereka memiliki waktu yang cukup untuk memenuhi berbagai tujuan hidup. Eksploitasi dan pemaksaan dapat terjadi dalam berbagai situasi termasuk juga dalam perkawinan monogami. Bentuk perkawinan bukanlah sebuah masalah, tetapi setiap pribadi yang terlibat dalam perkawinan serta keseluruhan sikap mereka itulah yang menjadi masalahnya.


(17)

Begitu juga dengan Organisasi Wanita Nasional Utah (NOWU), yang berpendapat bahwa poligami mampu memberikan solusi bagi permasalahan para ibu yang bekerja, dimana poligami merupakan ide yang cukup baik bagi para wanita karir. Mereka dapat mengembangkan karir dan sekaligus memiliki orang di rumah yang dapat mereka percaya untuk merawat anak-anaknya. Tentu hal ini akan menyelesaikan permasalahan yang biasanya muncul dalam keluarga tetapi ini bukan merupakan dukungan terbuka untuk poligami, namun mungkin poligami dapat bermanfaat bagi sebagian orang dan mungkin ini dapat menjadikan pengasuhan anak-anak menjadi lebih mudah bagi mereka yang berusaha menyiasati karir dan tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga (Thalib, 2004:66-67).

Selama ini, banyak alasan-alasan yang muncul untuk membenarkan suami menikah lagi. Mulai dari keikhlasan karena tidak mampu mendampingi suami sepenuhnya, ketidakmampuan memberi keturunan, ketergantungan dalam ekonomi dan lain-lain. Alasan-alasan ini yang membuat beberapa perempuan terpaksa menerima kenyataan pahit dipoligami karena secara status sosial sangat bergantung pada suami. Akibatnya seorang istri memilih diam dan berpura-pura ikhlas menerima kehadiran wanita lain asal suami masih mau bertanggung jawab untuk memenuhi segala kebutuhan hidup khususnya kebutuhan ekonomi.

Badan Peradilan Agama (Badilag) mencatat bahwa sepanjang tahun 2005 perceraian yang disebabkan poligami berjumlah 879 dari seluruh perkara perceraian di Indonesia. Pengadilan Tinggi Agama Bandung merupakan Pengadilan Tinggi Agama yang paling sering menangani perceraian yang disebabkan poligami. Kasus perceraian akibat poligami yang terjadi di Bandung pada tahun berjumlah 324


(18)

perkara. Sedangkan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya menempati urutan kedua dengan jumlah kasus sebanyak 162 perkara dan Pengadilan Tinggi Agama Semarang menempati urutan ketiga dengan jumlah 104 kasus.

Pengadilan Agama terkesan cukup hati-hati dalam mengabulkan permohonan izin poligami. Pada tahun 2006, tercatat ada 989 permohonan izin poligami yang diajukan di Pengadilan Agama di seluruh Indonesia, tetapi tidak semua pengajuan permohonan poligami itu yang dikabulkan. Ada 803 permohonan izin poligami yang dikabulkan sedangkan 186 lainnya ditolak. Penolakan tersebut disebabkan karena syarat-syarat poligami yang tidak memenuhi persyaratan. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(19)

Tabel 1.2.

Data Izin Perkawinan Poligami Di Pengadilan Tinggi Agama Seluruh Indonesia Tahun 2006

No. Mahkamah Syariah

Propinsi/Pengadilan Tinggi Agama

Izin Poligami

1. SURABAYA 332

2. SEMARANG 289

3. BANDUNG 77

4. YOGYAKARTA 68

5. MATARAM 42

6. PEKANBARU 21

7. MANADO 18

8. PALEMBANG 18

9. JAKARTA 18

10. MEDAN 14

11. PONTIANAK 12

12. UJUNG PANDANG 11

13. KENDARI 10

14. SAMARINDA 10

15. PADANG 8

16. BENGKULU 7

17. BANDA ACEH 6

18. PALU 6

19. KUPANG 5

20. BANDAR LAMPUNG 5

21. JAMBI 3

22. BANJARMASIN 3

23. PALANGKARAYA 2

24. AMBON 2

JUMLAH 989

Sumber : Pengadilan Agama Medan

Pengadilan Agama kota Medan juga mencatat mengenai data izin perkawinan poligami yang terjadi di kota Medan dari tahun 2000-2006. Tetapi tidak semua izin perkawinan poligami ini yang dikabulkan. Penolakan ini juga disebabkan karena syarat-syarat poligami yang belum memenuhi persyaratan. Ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :


(20)

Tabel 1.3.

Data Izin Perkawinan Poligami di Pengadilan Agama Medan

No. Tahun Jumlah

Izin Poligami

1. 2000 4

2. 2001 1

3. 2002 5

4. 2003 8

5. 2004 5

6. 2005 9

7. 2006 14

Sumber : Pengadilan Agama Medan

Walaupun Pengadilan Agama memberikan izin untuk berpoligami dengan berbagai persyaratannya, tetapi kenyataan di masyarakat masih banyak seorang suami yang melakukan poligami secara tidak resmi atau tidak dilakukan didepan petugas pencatat nikah dan Pengadilan Agama, pelaku poligami ini hanya melakukan nikah siri dan ada juga yang melakukan pemalsuan identitas di KUA. Hal ini dilakukan untuk menyembunyikan pernikahannya dari istri sebelumnya karena kemungkinan pelaku poligami tersebut tidak mendapatkan izin dari istri yang sebelumnya. Dari tabel 1.4. di bawah ini dapat dilihat modus pelaku poligami :

Tabel 1.4.

Modus Pelaku Poligami

No. Jenis Modus Jumlah

1. Menikah di bawah tangan 21 2. Pemalsuan identitas di KUA 19 3. Nikah tanpa izin istri pertama 4 4. Memaksa mendapatkan izin 1 5. Tidak diketahui modus 3

Jumlah 48


(21)

Ketentuan mengenai masalah poligami diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia. Walaupun sudah ada UU Perkawinan tersebut, kenyataannya poligami tetap saja terjadi dan terkadang poligami terjadi tanpa memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan dan Peraturan Peradilan. Praktek poligami yang tidak sesuai dengan aturan-aturan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan tersebut baik itu dalam hukum perkawinan di Indonesia dan juga dalam ajaran agama khususnya Islam akan menimbulkan berbagai masalah yang serius dalam keluarga. Dimana hubungan antara suami dengan istri pertamanya dan juga istri-istri lainnya akan menjadi tegang dan hubungan anak-anak yang berlainan ibu kemungkinan tidak harmonis. Selain itu juga, dengan terjadinya perkawinan poligami ini, maka keluarga yang semula hanya terdiri dari satu keluarga inti saja menjadi terbentuk dari dua atau lebih keluarga inti dimana seorang suami menjadi suami atau kepala rumah tangga yang sama untuk beberapa keluarganya karena itu perkawinan poligami dapat berpengaruh terhadap kehidupan sosial-ekonomi keluarga, karena jika semula suami hanya mempunyai tanggungjawab pada satu keluarga saja maka setelah ia berpoligami ia akan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar untuk istri-istri dan anak-anaknya.

Dalam penelitian ini ada beberapa alasan yang membuat peneliti merasa tertarik untuk mengangkat masalah interaksi sosial dan konflik ekonomi keluarga yang berpoligami tersebut. Diantaranya adalah :

1. Terjadinya perkawinan poligami ini kemungkinan akan menimbulkan berbagai permasalahan dalam keluarga, seperti terjadinya ketidakharmonisan/hilangnya fungsi-fungsi keluarga. Untuk itu perlu kiranya dilakukan penelitian agar


(22)

diketahui bagaimana interaksi sosial dan konflik ekonomi yang terjadi pada keluarga yang berpoligami tersebut.

2. Pada dasarnya tujuan dari pernikahan adalah menciptakan hubungan yang bahagia dan harmonis diantara anggota keluarga yang dilandasi oleh rasa cinta dan kasih sayang. Tetapi realitanya, didalam kehidupan berkeluarga permasalahan selalu saja muncul misalnya istri tidak bisa memberikan keturunan, sakit/cacat, suami tidak mendapatkan kebutuhn seksual yang akhirnya memicu keinginan suami untuk berpoligami. Dengan demikian perlu kiranya dilakukan penelitian agar diketahui apakah poligami merupakan solusi satu-satunya untuk memecahkan permasalahan tersebut.

3. Adanya opini di dalam masyarakat bahwa poligami juga membawa dampak yang positif bagi keluarga. Pendapat ini perlu kiranya dibuktikan melalui suatu penelitian.

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi perumusan masalah adalah :

a) Apakah yang melatarbelakangi seorang istri bersedia untuk dipoligami ? b) Bagaimanakah interaksi sosial keluarga yang berpoligami ?


(23)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

a) Untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi seorang istri bersedia untuk dipoligami.

b) Untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial keluarga yang berpoligami. c) Untuk mengetahui bagaimana konflik sosial dan ekonomi keluarga yang

berpoligami.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

1. Untuk melatih kemampuan akademis sekaligus penerapan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh.

2. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini nantinya akan dapat dimanfaatkan sebagai referensi bagi perkembangan ilmu sosiologi, khususnya sosiologi keluarga.

3. Sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya yang mempunyai keterkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Memberikan wawasan kepada peneliti mengenai interaksi sosial keluarga yang berpoligami.


(24)

2. Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh institusi-institusi terkait dalam melihat realita kehidupan sosial-ekonomi keluarga yang berpoligami.

1.5. Definisi Konsep

Untuk lebih memahami kajian penelitian ini, maka perlu pembatasan konsep-konsep dengan mendefinisikan secara operasional.

1. Perkawinan

Yaitu suatu akad suci yang mengandung serangkaian perjanjian diantara dua pihak yaitu suami dan istri untuk hidup bersama, berumah tangga dengan landasan hukum agama, adat dan negara.

2. Poligami

Yaitu seorang laki-laki mempunyai dua orang atau lebih istri dimana istri-istri tersebut ada yang dinikahkan secara resmi menurut agama dan negara maupun yang hanya dinikahkan secara siri dan dengan terjadinya perkawinan poligami tersebut akan menyebabkan rumah tangga itu terbentuk dari dua atau lebih keluarga inti dimana lelaki yang sama menjadi suami bagi beberapa wanita.

3. Interaksi Sosial

Yaitu bagaimana antara individu yang satu berinteraksi dan berhubungan dengan individu lainnya didalam lingkungan sosialnya dalam rangka menjalani fungsi dan perannya sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial. Interaksi sosial yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah bagaimana interaksi antara suami dengan istri


(25)

pertama, bagaimana interaksi antara istri yang satu dengan keluarga istri yang lain, bagaimana interaksi orang tua (ayah dan ibu) dengan anak-anaknya.

4. Konflik Sosial

Yaitu terjadinya perselisihan dan pertengkaran di dalam sebuah keluarga karena adanya suatu masalah yang terjadi yang akan mempengaruhi interaksi sosial diantara anggota keluarga tersebut.

5. Konflik Ekonomi

Yaitu terjadinya perselisihan antara anggota-anggota keluarga yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ekonomi keluarga seperti kebutuhan pangan, sandang, papan, biaya pendidikan anak dan lain-lain.

6. Keluarga

Keluarga adalah lembaga terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak dan diikat oleh ikatan perkawinan yang syah oleh negara atau lembaga norma (adat) dan ada hubungan darah. Jadi keluarga dalam penelitian ini adalah keluarga dalam hal pengertian keluarga inti sebagai kelompok sosial terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

7. Disorganisasi Keluarga

Disorganisasi keluarga adalah pecahnya suatu unit keluarga atau terpecahnya suatu struktur peran sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan peran dan kewajibannya masing-masing (Goode, 1984:84).


(26)

8. Adil

Yaitu salah satu syarat poligami. Berlaku adil dalam penelitian ini meliputi semua aspek dari ekonomi, jatah giliran, kasih sayang, perlindungan dan yang terpenting para istri mempunyai hak yang sama.

9. UU No.1 Tahun 1974

Yaitu suatu Undang-Undang Perkawinan yang mengatur tentang masalah poligami. Ini dapat dilihat dari pasal 3 dari UU tersebut menyatakan bahwa pada prinsipnya asas perkawinan adalah monogami, yaitu seorang pria hanya mempunyai seorang istri dan seorang wanita hanya mempunyai seorang suami. Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari satu orang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dan pasal 4 menyatakan bahwa pengadilan yang memutuskan boleh tidaknya seorang suami beristri lebih dari satu, apabila memenuhi syarat-syarat seperti istri tidak dapat memberikan keturunan, istri dalam keadaan sakit dan cacat tubuh. Pada pasal 5 juga dijelaskan bahwa poligami tidak dapat dilakukan oleh setiap orang dengan sekehendak hati tetapi harus ada persetujuan dari istri sebelumnya, yakni adanya jaminan bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup para istri dan anak mereka serta adanya jaminan bahwa suami akan dapat berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Proses Interaksi Sosial dalam Keluarga

Menurut Kimbal Young dan Reymond W.Mack dalam Soekanto (1990:60-61), menyatakan bahwa interaksi sosial adalah kunci semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi tak akan mungkin ada kehidupan bersama. Sedangkan menurut Gillin dan Gillin menyebutkan interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-orang perorangan dengan kelompok-kelompok manusia.

Adapun ciri-ciri interaksi sosial menurut Charles P. Loomis adalah : 1. Jumlah pelakunya lebih dari seorang, biasanya dua atau lebih.

2. Adanya komunikasi antar para pelaku dengan menggunakan simbol-simbol. 3. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lampau, kini dan akan

datang yang menentukan sifat dari aksi yang sedang berlangsung.

4. Adanya suatu tujuan yang hendak dicapai sebagai hasil dari interaksi tersebut Interaksi yang dilakukan oleh manusia mempunyai syarat-syarat agar interaksi terjadi dengan baik, yaitu kontak dan komunikasi. Kontak pada dasarnya merupakan aksi dari individu atau kelompok agar mempunyai makna bagi pelakunya dan kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok lain. Penangkapan makna tersebut yang menjadi pangkal tolak untuk memberikan reaksi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Alvin dan Helen Gouldner dalam Taneko (1990:110), interaksi itu adalah suatu


(28)

aksi diantara orang-orang, jadi tidak memperdulikan secara berhadapan muka secara langsung ataukah melalui simbol-simbol seperti bahasa, tulisan yang disampaikan dari jarak ribuan kilometer jauhnya. Semua itu tercakup didalam konsep interaksi selama hubungan itu mengharapkan adanya satu atau lebih bentuk respons. Komunikasi muncul setelah kontak berlangsung. Terjadinya kontak belum berarti telah ada komunikasi, oleh karena komunikasi itu timbul apabila seseorang individu memberi tafsiran pada prilaku orang lain. Dengan tafsiran tadi, lalu seseorang itu mewujudkan dengan prilaku, dimana prilaku tersebut merupakan reaksi terhadap perasaan yang ingin di sampaikan

Menurut pendekatan interaksionis faktor yang menentukan dalam upaya untuk memahami prilaku keluarga adalah kajian terhadap interaksi antara para anggota keluarga dan interpretasi apa yang para individu bersangkutan berikan pada interaksi tersebut. Karena para anggota keluarga secara terus-menerus saling mempengaruhi maka keluarga adalah suatu unit sosial yang senantiasa tumbuh, berkembang dan bersifat dinamis (Ihromi, 1999:276-277). Dengan kata lain pendekatan interaksi melihat keluarga sebagai unit interaksi personal, dimana ayah, ibu, dan anak-anak akan saling menjalin hubungan dalam interaksi dan komunikasi. Pendekatan ini juga melihat bagaimana individu memainkan perannya masing-masing dalam keluarga dan bagaimana mereka memikirkan dan merasakan apa yang mereka lakukan dalam keluarga mereka dan terhadap anggota keluarga lainnya.

Secara ideal keluarga terdiri dari suami, istri dan beberapa orang anak. Keluarga merupakan kelompok orang-orang yang dipersatukan oleh ikatan perkawinan, hubungan darah, yang berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain


(29)

melalui perannya masing-masing sebagai anggota keluarga. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan karena itu perlu adanya peran dan fungsi masing-masing anggota keluarga. Keluarga terdiri dari dari beberapa orang, maka akan terjadi interaksi antara anggotanya dan ini berpengaruh terhadap keadaan bahagia (harmonis) atau tidak bahagia (disharmonis) pada salah seorang anggota keluarga yang selanjutnya berpengaruh pula terhadap pribadi-pribadi lain dalam keluarga (Gunarsa, 1993:210-211).

Keluarga sebagai satuan emosional yang memenuhi peran dan tanggung jawab semakin dianggap penting oleh umumnya masyarakat. Keluarga ideal juga tidak lepas dari sejauh mana ia mampu menjalankan fungsi keluarga dengan baik di dalam keluarga, karena fungsi keluarga tidak dapat dipisahkan dari keluarga ideal. Adapun fungsi keluarga tersebut adalah fungsi pengaturan seksual, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi, fungsi afeksi, fungsi penentuan status, fungsi perlindungan dan fungsi ekonomi. Berjalannya fungsi-fungsi ini membawa keluarga pada pola penyesuaian sebagai dasar hubungan sosial dengan penuh cinta kasih sehingga tercipta pola interaksi sosial yang lebih luas baik dengan sesama anggota keluarga maupun masyarakat sekitar.

2.2. Konflik Sosial dan Ekonomi dalam Keluarga

Simmel dalam Ihromi (1999:177) mengatakan bahwa hubungan suami istri dalam perkawinan dapat dikatakan sebagai hubungan dua orang atau dyadic, yang secara kualitatif memiliki perbedaan dengan kelompok yang beranggotakan lebih dari dua orang. Sebab, hidup matinya kelompok dyadic hanya tergantung pada kedua


(30)

orang tersebut. Di dalam hubungan dyadic ini terdapat tingkat keamanan maksimum yang disebabkan oleh adanya suatu kekhususan yang berbeda dengan hubungan yang terdiri atas banyak orang yaitu struktur sosial hanya terdapat di antara mereka berdua. Pengunduran salah satu akan menghancurkan keseluruhan. Bila kedua belah pihak berkeinginan untuk mempertahankan keutuhan kelompok, dengan sendirinya kesewenang-wenangan dari salah satu pihak tidak akan terjadi. Tetapi juga sebaliknya, bila salah satu pihak melakukan kesewenangan akan mudah membubarkan kelompok ini.

Hal ini disebabkan karena adanya pemicu konflik yang mempengaruhi keharmonisan keluarga tersebut diantaranya:

a) Tidak adanya tanggung jawab suami dalam hal kebutuhan ekonomi. b) Suami ingin menikah lagi dengan orang lain (berpoligami).

c) Adanya perselingkuhan baik yang dilakukan oleh pihak suami maupun istri. d) Biologis adalah keadaan suami dan istri yang tidak mempunyai kemampuann

jasmani untuk membina perkawinan yang bahagia, seperti sakit, impoten, dan mandul.

e) Berbeda prinsip dalam mengarungi bahtera rumah tangga seperti masalah anak, pekerjaan dan lain-lain.

Dengan adanya sebab-sebab di atas, maka dalam keluarga tersebut akan terjadi konflik yang pada akhirnya akan menyebabkan adanya ketidaksepahaman, perselisihan, silang pendapat diantara keduanya dan juga akan berpengaruh kepada anggota keluarga lainnya sehingga menyebabkan terjadinya kegoncangan dan ketidakharmonisan didalam keluarga tersebut. Kondisi ini disebut dengan


(31)

disharmonisasi keluarga karena jika dalam keluarga antara suami dengan istri bermasalah maka seluruh interaksi orang tua dan anak-anaknya juga akan berpengaruh sehingga kebahagiaan dalam keluarga akan mengalami hambatan.

Dalam keluarga yang efektif, kepentingan utama terletak pada kesatuan. Apabila terdapat kesatuan maka keluarga tersebut akan terorganisasi. Tetapi apabila tidak adanya kesatuan maka keluarga telah mulai mengalami disorganisasi. Runtuhnya kesatuan dapat disebabkan oleh perselisihan dalam keluarga, yang membuat hubungan sulit untuk serasi (harmonis) walaupun kebutuhan yang jelas dalam kesatuan formal dari kelompok mungkin tidak pernah terjadi. Ketegangan-ketegangan dapat membentuk hal yang lebih jelas lagi yaitu perpisahan atau perceraian. Anggota-anggota harus menyusun kembali untaian kekusutan kehidupan mereka dengan suasana baru dan suasana yang berlainan (Khairuddin, 1997:111).

Menurut Dr. Al-Athar, akibat dari tindakan poligami, sebagaimana yang ditulis dalam bukunya Ta’adduduz Zawjat adalah :

a. Menimbulkan kecemburuan antara istri.

b. Kekhawatiran dari istri kalau suami tidak dapat berlaku bijaksana dan adil. c. Terjadi perselisihan antara anak-anak yang berlainan ibu.

d. Kekurangan ekonomi.

Kalau hal-hal negatif ini muncul, maka dalam sebuah keluarga tidak lain dari kekacauan dan kedisharmonisan. Akibat-akibat negatif tersebut muncul dari kekurangan suami memenuhi syarat. Terlalu banyak contoh yang terjadi yang menimbulkan ketidakharmonisan didalam suatu keluarga yang berpoligami, yang mana disebabkan oleh kecemburuan diantara para istri, baik yang disebabkan oleh


(32)

kekurangmampuan suami berbuat adil dalam memberikan giliran kepada para istri, maupun akibat tidak langsung, seperti perasaan kurang adil dalam memberikan dan memenuhi kebutuhan anak-anak. Demikian juga sangat banyak contoh kasus-kasus yang membuat anak menjadi berani kepada orang tua yang melakukan poligami. Ini dikarenakan ketidakpuasan terhadap prilaku atau sikap ayah yang kurang mampu memberi dan mencukupi kebutuhan anak (Khoiruddin, 1996:100).

Problem psikologis yang lainnya dari praktek poligami yang dilakukan oleh seorang suami adalah dalam bentuk konflik internal dalam keluarga, baik diantara sesama istri, antara istri dengan anak tiri atau diantara anak-anak yang berlainan ibu. Ada rasa persaingan yang tidak sehat diantara istri. Hal itu terjadi karena suami biasanya lebih memperhatikan istri muda ketimbang istri lainnya. Bahkan tidak jarang setelah menikah suami menelantarkan segala kebutuhan hidup istri dan anak-anaknya. Tentu ini akan menimbulkan problem sosial yang serius dalam masyarakat. Bentuk implikasi lain dari poligami adalah kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan perempuan justru lebih banyak terjadi didalam keluarga, dan pelakunya adalah suaminya sendiri. Kekerasan terhadap istri biasanya sulit dan jarang diungkapkan karena dianggap sebagai masalah pribadi. Selain dalam bentuk penyiksaan fisik, istri juga mengalami kekerasan seksual dalam bentuk suami tidak memperhatikan kebutuhan dan kepuasaan seksual istrinya. Dari hasil penelitian Khairuddin N.M menyimpulkan bahwa poligami merupakan faktor yang paling banyak memicu pelecehan hak-hak istri, termasuk hak-hak yang berkaitan dengan seksualitas. Hal ini terjadi karena dalam poligami suami biasanya hanya tertarik melakukan hubungan seksual dengan istri muda. Sementara istri lain diabaikan dan tidak dipenuhi


(33)

kebutuhan seksualnya. Pada umumnya sikap suami yang mulai melirik perempuan lain lebih sensitif dan emosional terhadap istrinya. Dia menjadi ringan tangan dan mudah menampar dan memukul istri. Bahkan tidak sedikit suami membawa pulang istri muda ke rumahnya dan tentu saja itu merupakan pelecehan yang luar biasa terhadap perempuan (Mulia, 1999:52-55).

2.3. Sistem Patriarkhi dalam Keluarga

Menurut Herdi Hartman, patriarkhi merupakan relasi hirarkis antara laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih dominan dan perempuan menempati posisi subordinat. Menurutnya patriarkhi adalah merupakan suatu relasi hirarkis dan semacam forum solidaritas antara laki-laki yang mempunyai landasan materil serta memungkinkan mereka untuk mengontrol perempuan. Sedangkan menurut Nancy Chodorow, perbedaan fisik secara sistematis antara laki-laki dan perempuan mendukung laki-laki untuk menolak feminitas dan untuk semua emosional berjarak dari perempuan dan memisahkan laki-laki dan perempuan. Konsekuensi sosialnya adalah laki-laki mendominasi perempuan dan pada intinya secara natural laki-laki itu superior dan perempuan inferior, yang superior mengatur yang inferior dan inferior harus rela untuk diatur.

Keluarga merupakan konstruksi awal dari struktur patriarkhi dan menempatkan perempuan pada posisi yang subordinat, telah menjadi penghalang utama untuk memperoleh kesempatan posisi dan peran yang lebih baik. Struktur yang timpang ini selalu menempatkan laki-laki pada posisi dan peran yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal ini telah memberi basis kekuasaan pada laki-laki yang


(34)

secara langsung menegaskan superioritas laki-laki. Dalam keluarga, perempuan ditetapkan sebagai pihak yang dipimpin sedangkan laki-laki adalah pemimpin. Akibatnya, perempuan tidak memiliki hak untuk memutuskan sesuatu dalam keluarga.

Menurut Dair dalam Djanan (2003: 34) mengatakan bahwa dalam pandangan masyarakat Indonesia, suami adalah orang yang memiliki kekuasaan dalam keluarga. Artinya suamilah yang memiliki pengaruh terhadap istri dan anggota keluarga lainnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa kekuasaan suami di dalam perkawinan terjadi karena unsur-unsur kultural dimana terdapat norma-norma dalam kebudayan yang memberi pengaruh menguntungkan suami. Kekuasaan suami yang tinggi terhadap istri juga dipengaruhi oleh penguasaan suami dalam sistem keuangan. Suami sebagai pencari nafkah dan mengurusi ekonomi sedangkan istri bertugas melaksanakan pekerjaan rumah tangga. Sehingga otoritas ekonomi dalam keluarga ada di tangan suami.

Dalam poligami walaupun ada keyakinan bahwa poligami merupakan kekerasan terhadap wanita tetapi sangat sulit bagi perempuan untuk menolak poligami. Hal ini terjadi karena kekuasaan patriarkhi terus menurus disokong oleh sistem simbol yang membutakan perempuan dan laki-laki akan suatu tatanan hubungan laki dan perempuan yang lebih demokratis. Jaques Lacan mengatakan bahwa setiap masyarakat diatur lewat suatu rangkain tanda (simbol) yang saling berhubungan, serta peranan-peranan dan ritual-ritual yang ada di masyarakat atau yang disebut “aturan simbolis”. Aturan simbolis ini terus menerus memproduksi aturan main dalam masyarakat, termasuk hubungan laki-laki dan perempuan. Aturan


(35)

simbolis yang mengatur sistem masyarakat lahir dari proses bekerjanya tatanan kemasyarakatan (social order) sebagai norma yang mengatur tata cara warganya berhubungan satu sama lain dalam aspek kehidupan sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dalam masyarakat Indonesia terdapat suatu norma-norma yang sensitifitasnya rendah terhadap kepentingan perempuan dalam kasus poligami yakni norma agama (terutama Islam), hukum dan tradisi atau adat (Farida dalam Jurnal Perempuan, 2002:73-74).

Dalam struktur sosial yang patriarkhi, perempuan cenderung selalu mengalah pada suami. Ini merupakan tindakan yang dilakukan perempuan untuk mempertahankan keutuhan dan keharmonisan keluarga. Ideologi patriarkhi tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang menganut sistem patrilineal dimana laki-laki pada sistem ini menjadi tokoh penting dan dominan dalam keluarga termasuk dalam bidang kekuasaan dalam rumah tangga sehingga perempuan menjadi sangat tergantung pada laki-laki.

Dalam masyarakat ada stereotipe yang melekat bahwa seorang istri hanya bertugas untuk melayani suami, patuh terhadap suami dan stereotipe terhadap perempuan ini terjadi pada level dan segmen masyarakat, diantaranya Peraturan Pemerintah, Aturan keagamaan, kultur dan kebiasaan masyarakat yang dikembangkan. Akar dari stereotipe yang melahirkan ketidakadilan ini berawal dari kebijakan yang dilahirkan dari budaya patriarkhi, dimana laki-laki mendapatkan kekuasaan penuh untuk dapat mengatur peran dan fungsi perempuan dalam keluarga (Mosse, 1996:64).


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik (utuh). Misalnya tentang perilaku, motivasi, tindakan dan sebagainya. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena :

a) Pendekatan ini melihat individu secara holistik (utuh).

b) Pendekatan ini mengutamakan latar alamiah, dengan maksud menggambarkan fenomena yang terjadi dengan melibatkan berbagai metode seperti wawancara, observasi dan lain-lain.

c) Pendekatan ini bersifat emik, maksudnya peneliti dapat membangun pandangannya sendiri tentang apa yang diteliti secara rinci (Moleong, 2005:4-6).

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah :

1. Sesuai dengan data dari Pengadilan Agama Medan diketahui bahwa kasus poligami yang terjadi di kota Medan pada tahun 2006 mengalami peningkatan yaitu ada 14 kasus izin permohonan poligami yang tercatat di Pengadilan Agama Medan.


(37)

2. Medan sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia dapat menjadi tolak ukur dari perkembangan poligami.

3. Peneliti merupakan warga kota Medan sehingga memudahkan peneliti dalam mencari informasi yang dibutuhkan untuk penelitian ini dan juga memperoleh kemudahan seperti akses, biaya, hemat waktu, dan sebagainya.

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Penelitian kualitatif ini bertolak dari asumsi sosial tentang realitas atau fenomena sosial yang bersifat unik dan kompleks. Data dan informan harus ditelusuri sedalam mungkin sesuai dengan permasalahan dan informan dalam penelitian ini dipilih secara sengaja. Informan yang akan dijadikan unit analisis dalam penelitian ini adalah sepuluh keluarga yaitu suami beserta istri-istri dan anak-anaknya. Jumlah istri dalam penelitian ini dibatasi yaitu minimal mempunyai 2 istri dan maksimal mempunyai 4 istri.

3.3.2. Informan

Informan dibedakan atas dua jenis, yakni informan kunci dan informan biasa.

3.3.2.1. Informan Kunci

a) Istri dari suami yang berpoligami, dengan kriteria :

- Istri dari pernikahan yang syah menurut agama dan negara maupun istri yang hanya dinikahkan secara siri.


(38)

- Masih berstatus sebagai istri atau dengan kata lain belum bercerai. Alasannya karena agar diketahui bagaimana informan menjalankan kehidupan sehari-harinya sebagai istri yang dipoligami.

3.3.2.2. Informan Biasa

a) Suami yang berpoligami, dengan kriteria :

- Telah berpoligami selama minimal 3 tahun. Hal ini bertujuan untuk memudahkan penulis dalam melihat bagaimana kehidupan poligami yang telah dijalaninya.

- Memiliki minimal 2 istri dan maksimal 4 istri.

- Memiliki pekerjaan yang tetap. Alasannya karena agar diketahui sejauh mana informan dapat bertanggung jawab secara ekonomi kepada keluarga-keluarganya.

- Berpoligami secara resmi maupun tidak resmi (nikah siri) b) Anak, dengan kriteria :

- Telah berusia minimal 17 tahun, dimana pada usia tersebut seseorang telah dianggap dewasa.

- Masih tinggal bersama orang tuanya. Alasannya karena agar diketahui bagaimana interaksi informan dengan orang tuanya.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode tertentu sesuai dengan tujuan. Metode yang dipilih berdasarkan


(39)

pada berbagai faktor terutama jenis data dan ciri informan. Metode pengumpulan data tergantung karakteristik data, maka metode yang digunakan tidak selalu sama untuk setiap informan (Gulo, 2002:110-115).

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Untuk mendapatkan data tersebut, maka peneliti memakai teknik pengumpulan data melalui :

a) Data Primer

Yaitu cara mengumpulkan data yang dilakukan di lapangan. Dalam hal ini, pengumpulan data pada sepuluh keluarga yang berpoligami di kota Medan. Adapun teknik pengumpulan data dengan cara :

Observasi Langsung

Observasi langsung adalah peneliti turun ke lapangan penelitian langsung untuk mengamati dan melihat bagaimana kehidupan sehari-hari dari keluarga-keluarga yang berpoligami ini. Disini peneliti hanya sebagai pengamat.

Wawancara mendalam

Adalah melakukan suatu percakapan atau tanya jawab dengan informan secara mendalam. Disini peneliti akan berusaha menggali informasi yang sebanyak-banyaknya dari informan dengan menggunakan pedoman wawancara yaitu interview guide (draf wawancara) yang telah disusun sebelumnya. Hal-hal yang akan diwawancara berupa bagaimana interaksi sosial yang terjadi dan kehidupan ekonomi keluarga yang berpoligami.


(40)

b) Data Sekunder

Studi Kepustakaan

Yaitu cara untuk memperoleh data yang dilakukan melalui studi kepustakaan. Dalam hal ini kajian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data yang bersifat teoritis, asas-asas, konsepsi, pandangan, tema melalui buku, dokumen, artikel, jurnal, tulisan dan catatan lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian ini.

Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis, sebagian data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, laporan, memorial, dokumen dan foto.

3.5. Interpretasi Data

Data-data yang diperoleh dari lapangan baik itu data utama hasil wawancara maupun dari data penunjang lainnya akan direkam dalam catatan lapangan setelah seluruh data terkumpul, maka dilakukan analisa data dan interprestasi dengan mengacu pada tinjauan pustaka. Sedangkan hasil observasi diuraikan dan dinarasikan untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus untuk melengkapi data. Berdasarkan data yang diperoleh diinterprestasikan untuk menggambarkan dengan jelas keadaan yang ada melalui kalimat agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik.


(41)

(42)

3.7. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini mencakup keterbatasan pengetahuan peneliti mengenai keterbatasan data melalui buku atau dokumen yang mendukung penelitian dan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para informan.

Keterbatasan pengetahuan peneliti mengenai matode penelitian menyebabkan lambatnya proses penelitian yang dilakukan dan data-data yang diperoleh di lapangan menjadi tidak terlalu dalam. Namun teknik pengumpulan data yang ditentukan baik observasi maupun wawancara mendalam telah mampu menjawab permasalahan yang dimaksud peneliti.

Keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sulitnya mencari informan yang bersedia dan mau untuk dijadikan informan. Hal ini disebabkan keengganan informan untuk diwawancarai karena takut jika keterangan yang diberikan akan disebarluaskan pada masyarakat luas. Menyikapi hal seperti itu, melalui interaksi yang akrab peneliti meyakinkan informan bahwa kegiatan yang dilakukan ini merupakan bagian dari perkuliahan dan hasil wawancara dari informan akan dijaga kerahasiaannya. Kesulitan dalam pelaksanaan penelitian ini juga mencakup peneliti tidak dapat melakukan wawancara dengan beberapa informan secara langsung, hal ini dikarenakan para informan memiliki kegiatan yang cukup sibuk sehingga sebagai alternatifnya, selain melakukan wawancara langsung dengan informan yang mempunyai waktu, peneliti juga melakukan wawancara melalui telepon, wawancara melalui telepon sangat efektif dan efisien karena informan dapat diwawancarai ketika ada waktu luang. Namun, walaupun terdapat berbagai keterbatasan, peneliti tetap berusaha semaksimal mungkin dalam mengumpulkan


(43)

informasi dari informan serta informasi yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan validitasnya.

Kendala lain yang juga menghambat penelitian ini adalah terbatasnya buku-buku poligami yang membahas dan mengungkapkan fakta-fakta mengenai kehidupan keluarga poligami dari aspek sosiologis bukan dari aspek agama.


(44)

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

4.1. Profil Informan

4.1.1. Informan Kunci : Istri yang dipoligami

4.1.1.1. Ibu EF, korban poligami dari suami yang tidak bertanggung jawab.

Ibu EF yang berkulit kuning langsat ini sekarang berusia 48 tahun. Ia menikah di usia muda dengan seorang laki-laki yang bersuku sama dengannya yaitu suku Mandailing. Ibu EF menikah karena dijodohkan oleh keluarga dengan seorang laki-laki yang masih mempunyai hubungan keluarganya. Sebelum menikah mereka sudah saling mengenal dan dekat sehingga sama-sama tidak keberatan ketika dijodohkan. Dari pernikahan ini ia dikarunia tiga orang anak, yaitu dua orang laki-laki dan satu orang perempuan. Anak pertamanya berusia 27 tahun sudah bekerja sebagai pegawai negeri sipil dan sudah menikah, anak kedua yang berusia 23 tahun sudah bekerja sebagai karyawan di sebuah Hotel yang terletak di Jl. Sisingamangaraja, sementara itu anak perempuan yang paling bungsu yang berusia 18 tahun baru menyelesaikan pendidikan di bangku SMU.

Ibu EF tinggal di kawasan kota Matsum. Rumah ibu EF berada tepat didepan jalan raya yang selalu ramai dilintasi mobil dan sepeda motor. Rumah itu sudah menjadi miliknya sendiri. Kondisi rumahnya memiliki fasilitas yang bisa dikatakan layak. Rumah ibu EF terdiri dari tiga kamar tidur, satu kamar mandi, 1 ruang keluarga, sebuah dapur dan 1 ruang tamu. Di ruang tamu terdapat satu set kursi tamu


(45)

sedangkan di ruang keluarga yang berukuran tidak terlalu luas terdapat 1 buah TV yang berukuran 21 inci, VCD Player, serta fasilitas-fasilitas lainnya. Rumah itu hanya ditempati ibu EF bersama dua orang anaknya karena semenjak suaminya menikah lagi, suami ibu EF jarang sekali pulang kerumah.

Sehari-harinya ibu EF menjaga kios kecil yang berada di depan rumahnya. Ia menjual beranekaragam jajanan anak-anak mulai dari snack, permen, kerupuk, minuman botol dan juga rokok. Selain itu juga ada beberapa perlengkapan sekolah seperti buku, pulpen, pinsil dan lain-lain. Pendapatan yang ia peroleh lebih kurang Rp. 250.000/hari, itupun kalau hari minggu yang pembelinya lumayan ramai, tetapi kalau hari-hari biasa, biasanya ia hanya memperoleh pendapatan lebih kurang Rp. 80.000 sampai dengan Rp. 100.000/hari. Selain membuka kios kecil, ibu EF juga menjual dan mengansurkan barang-barang seperti pakaian, perhiasan, barang-barang rumah tangga dan lain-lain.

Wanita yang berpendidikan hanya sampai SMU ini mengetahui suaminya berselingkuh dan telah menikah lagi dari sms-sms yang dibacanya di handphone suaminya. Dari nomor yang tertera di sms tersebut, ibu EF kemudian menghubungi nomor tersebut dan ternyata wanita itu memang telah menikah dengan suaminya secara sirri. Wanita tersebut masih muda umurnya kurang lebih 22 tahun dan berdomisili di Medan. Mereka telah menikah hampir 3 tahun. Setelah mengetahui suaminya telah menikah lagi, hatinya sangat hancur dan sakit, karena sudah hampir 28 tahun ia membina perkawinan dengan suaminya. Ia berharap perkawinan ini bisa langgeng dan bahagia sampai akhir hayatnya tetapi hanya kekecewaan dan sakit hati


(46)

yang ia rasakan karena suaminya lebih memilih hidup bersama wanita muda yang kini telah menjadi istrinya daripada hidup dengannya.

Pada awalnya rumah tangga ibu EF bisa dibilang harmonis dan baik-baik saja. Menurut penuturan ibu EF, dulu suaminya adalah seorang yang baik dan sangat bertanggung jawab terhadap keluarganya. Akan tetapi sudah hampir empat tahun belakangan ini rumah tangganya sudah mulai goyah. Mereka sering terlibat pertengkaran. Permasalahan yang timbul tidak jelas dan jika ia bertengkar dengan suaminya, ia selalu mendapatkan perlakuan yang kasar seperti dipukul dan dicaci maki olah suaminya. Walaupun demikian ibu EF tidak pernah membalas karena takut.

Menurut wanita yang tampak tegar, kuat dan pekerja keras ini mengatakan bahwa poligami merupakan tindakan yang dilakukan seorang suami tanpa memikirkan perasaan orang-orang disekitarnya. Suami yang berpoligami adalah seorang suami yang egois yang hanya memikirkan kesenangan bagi dirinya sendiri. Dengan terjadinya perkawinan poligami dalam sebuah keluarga, menurutnya akan menambah permasalahan yang ada di dalam keluarga tersebut.

Bagi ibu Ef menjaga hubungan keluarga dan nama baik keluarga adalah satu-satunya alasan mengapa ia tetap bertahan hidup berumah tangga dengan suaminya walaupun suaminya telah menikah lagi, ibu EF tidak ingin hubungan keluarga mereka terpecah karena suaminya telah menikah lagi. Kini kehidupan sebagai istri yang dipoligami telah dijalaninya hampir 3 tahun dan selama menjadi istri yang dipoligami hanya penderitaan-penderitaan yang ia dapatkan karena suami ibu EF tidak memperdulikan kehidupannya dan juga anak-anaknya


(47)

4.1.1.2. Ibu NR, istri yang tegar menerima nasib dipoligami

Ibu NR yang biasa disapa dengan Butet ini adalah seorang ibu rumah tangga yang dilahirkan pada tahun 1952 dan sekarang beliau berusia 55 tahun. Ibu Butet yang berpostur tinggi besar ini merupakan wanita yang bersuku Batak. Pernikahan ibu Butet dengan suaminya kini adalah pernikahan yang ke-2. Suaminya terdahulu sudah meninggal dunia karena kecelakaan sepeda motor. Dari penikahannya terdahulu itu, ibu Butet mempunyai seorang putri yang kini sudah menikah. Sedangkan dari pernikahannya yang ke-2, ia dikarunia empat orang putra dimana anak pertama, kedua dan keempatnya sudah bekerja sebagai Polisi dan ditugaskan di Medan, Penyabungan dan Kisaran. Sedangkan anak ketiganya telah bekerja sebagai satpam di salah satu Bank swasta di Medan.

Ibu Butet yang hanya menamatkan pendidikan sampai bangku SMU ini mengatakan bahwa selama berumah tangga dengan suaminya hingga sekarang ia hanya berstatus sebagai ibu rumah tangga, karena suaminya melarangnya agar tidak bekerja dan mengurus anak-anaknya saja. Ibu NR dan kedua putranya tinggal di rumah yang sudah menjadi milikya sendiri. Mereka tinggal di Jl. Gurila. Ibu NR tinggal di daerah itu sejak tahun 1992. Rumah yang mempunyai 4 kamar tidur itu tidak tertata dengan rapi. Banyak terlihat tumpukan buku-buku di lemari dan di meja. Di ruang tamu terdapat 1 set kursi tamu dan 2 buah guci besar. Di dindingnya terdapat sebuah foto keluarga yang kira-kira berukuran 1 ½ m x 1m. Ada satu set meja makan dan sebuah kulkas yang terletak di dekat dapur. Sementara di ruang keluarga hanya ada 1 buah televisi, sebuah VCD player beserta 2 bauh loud speaker dan 1 buah kipas angin.


(48)

Setiap paginya ibu Butet selalu memasak sarapan pagi untuk anaknya yang harus bekerja. Anak-anaknya sudah dibiasakan untuk sarapan pagi karena menurutnya sarapan pagi itu sangat penting. Setelah menyiapkan sarapan ia lalu membereskan dan membersihkan rumah. Setelah semua pekerjaan rumah selesai, ia pergi kepasar untuk berbelanja keperluan esok harinya.

Menurut pengakuan ibu NR, sejak dulu suaminya adalah sosok suami yang cuek yang tidak mau tau dan peduli dengan apapun dan kurang bertanggung jawab kepada keluarganya. Sikap dan prilaku suaminya ini semakin parah setelah ia berpoligami. Menurut pengakuan ibu NR, sejak dulu suaminya sangat gemar main perempuan dan tingkah lakunya ini tidak berubah walaupun semua anak-anaknya sudah beranjak dewasa. Di club-club karoeke dan diskotik ini suaminya berkenalan dengan seorang wanita yang kebetulan bekerja sebagai pelayan di club karoeke tersebut. Hal ini semakin diketahui oleh ibu NR setelah suaminya semakin jarang pulang ke rumah.

Ibu Butet yang selalu tersenyum kepada penulis ketika wawancara berlangsung mengatakan bahwa hubunganya dengan suaminya memang sudah lama tidak harmonis. Mereka sering terlibat pertengkaran. Selama terjadi hubungan yang tidak harmonis ini, ibu Butet dan suaminya sangat jarang melakukan hubungan suami-istri, bahkan terkadang suaminya memaksanya hingga pernah memukul dan mencekiknya. Mungkin karena permasalahan inilah yang mendorong suaminya untuk menikah lagi. Setelah mengetahui suaminya telah menikah lagi, ibu NR merasa sangat sakit hati atas penghianatan yang dilakukan suaminya itu. Belum lagi rasa malu terhadap pandangan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya terhadap keadaan


(49)

keluarganya, namun ibu NR tetap tabah dan sabar menghadapi segala cobaan yang menimpa kehidupan keluarganya.

Bagi ibu NR poligami merupakan suatu hal yang bisa mengancam keharmonisan dalam sebuah keluarga, karena menurutnya tidak mungkin seorang suami dapat berlaku adil terhadap semua keluarganya dan juga mana ada perempuan di dunia ini yang rela untuk dipoligami. Dengan berpoligami seorang suami akan semakin mengabaikan istri dan anak-anaknya dan labih mementingkan kehidupan istri keduanya. Menurut ibu NR, sebenarnya ia tidak ingin dipoligami karena itu ia pernah mencoba untuk melaporkan prilaku dan tindakan suaminya yang telah menikah lagi ini kepada atasan suaminya dan juga pernah menuntut cerai. Ia mengaku sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan kasar suaminya, tetapi usahanya ini tidak berhasil karena suaminya terlanjur mengetahui niat ibu NR ini. Setelah kejadian ini ibu NR mendapat ancaman dari suaminya apabila ingin melaporkannya kembali. Kini jika suaminya pulang dan marah-marah padanya, ibu NR hanya bisa diam dan menghindar dari suaminya.

Kini, sudah hampir 5 tahun ia menjalani perannya sebagai seorang istri yang dipoligami. Selama 5 tahun menjalaninya ibu NR hanya bisa pasrah dan tegar terhadap cobaan yang diberikan Allah padanya. Ia hanya bisa terus berdoa semoga suaminya dapat berubah menjadi suami yang baik dan kehidupan keluarganya dapat harmonis kembali.


(50)

4.1.1.3. Ibu AN, istri yang bersedia dipoligami karena sangat menggantungkan hidup keluarganya pada suaminya.

Ibu AN adalah seorang ibu rumah tangga yang berusia 50 tahun. Ibu AN yang sangat kental logat Mandailingnya ini menikah pada umur 19 tahun. Dari pernikahannya ini ia dikarunia lima orang anak yang terdiri dari dua orang laki-laki dan tiga orang perempuan. Anak laki-lakinya yang sulung berusia 29 tahun sudah menikah. Anak keduanya telah meninggal dunia 8 tahun yang lalu karena sakit. Anak perempuannya yang ketiga berusia 24 tahun baru saja menikah dan sedang mengandung, sedangkan anak keempat yang masih duduk di bangku kelas II SLTP kini berusia 13 tahun dan anak perempuannya yang paling bungsu yang kini berusia 8 tahun masih duduk di bangku kelas III SD.

Ibu AN tinggal di kawasan Perumnas Mandala. Rumah tersebut sudah menjadi milik sendiri. Rumah ini ditempati ibu AN bersama tiga orang anaknya termasuk anak perempuannya yang telah menikah sedangkan suaminya jarang pulang kerumah. Kondisi rumah ibu AN tidak begitu bagus dan tidak begitu bersih. Ada beberapa asbes yang sudah lapuk karena terkena air. Begitu juga dengan perabotan yang ada di dalam rumah. Hanya terlihat beberapa kursi plastik dan lemari dinding yang terletak di ruang tamu. Sedangkan di ruang TV yang menyatu dengan ruang tamu hanya terdapat satu buah TV dan sebuah VCD. Ada satu set meja makan yang terletak didekat dapur. Dibelakang rumah ada sebuah tangga untuk naik keloteng yang dulunya dijadikan kamar untuk anak sulungnya. Tetapi kini setelah anak sulungnya menikah loteng tersebut dipergunakan untuk gudang.


(51)

Latar belakang pendidikan ibu AN adalah SMU. Sehari-harinya ibu AN sering berladang di rumahnya. Karena rumah ibu AN berdekatan dengan tol yang memiliki lahan yang kosong sehingga ibu AN memanfaatkannya untuk menanam berbagai macam tanaman atau sayuran seperti bayam, serai, ubi, kacang panjang, pohon pisang, pohon nangka dan lain-lain . Kegiatan inilah yang biasanya dilakukan ibu AN untuk menghabiskan waktunya setiap hari.

Suami ibu AN bekerja sebagai pegawai di departemen Perhubungan di daerah Belawan. Ia juga menyewakan beberapa mobil pick up miliknya. Menurut pengakuan ibu AN, sejak suaminya menyewa-sewakan pick up tersebut, suaminya jarang pulang kerumah. Suaminya beralasan bahwa mobilnya sedang rusak dan juga semenjak itu juga suaminya jadi sering nongkrong di kedai-kedai kopi di kawasan marelan. Hal ini diketahui setelah anak pertamanya mencari tau apa yang sebenarnya dilakukan oleh ayahnya. Karena seringnya suami ibu AN berada di kedai-kedai kopi inilah, suami ibu AN berkenalan dengan pemilik warung yang sekarang sudah menjadi istri keduanya. Mereka menikah secara siri dan tidak diketahui oleh ibu AN. Setelah mengetahui suaminya menikah lagi ia mengaku sangat sakit hati dan kecewa atas tindakan suaminya itu.

Sebelum suaminya berpoligami, hubungan ibu AN dengan suaminya berjalan harmonis dan baik-baik saja. Walaupun diakuinya bahwa pernah terjadi pertengkaran kecil diantara mereka yang dianggapnya sebagai hal yang wajar dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Ibu AN yang berbadan gemuk dan berkulit putih ini menuturkan bahwa dulu suaminya adalah seseorang yang sangat memperhatikan


(52)

keluarganya. Tetapi sekarang setelah suaminya berpoligami banyak perubahan sikap yang ditunjukan suaminya.

Dalam pandangan ibu AN, poligami adalah suatu tindakan yang salah besar, karena poligami hanya dipakai untuk kepuasan seksual dan menurutnya tidak ada perempuan yang akan rela dipoligami yang ada hanya suatu keterpaksaan saja. Seperti pengakuan ibu AN, yang terpaksa menjalani hidup sebagai istri yang dipoligami karena sangat menggantungkan hidup keluarganya pada suaminya. Kini sudah hampir 7 tahun ia menjalani sebagai istri yang dipoligami. Walaupun demikian ia tidak tidak pernah menuntut cerai dan hanya bisa sabar dan pasrah menjalani hidupnya.

4.1.1.4. Kak IM, korban poligami dari suami yang tidak mencintainya.

Kak IM yang berusia 30 tahun ini merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Ia asli suku Minang. Kak IM menikah karena dijodohkan. Ia menikah pada usia 23 tahun. Orang tua suaminya ingin agar anaknya menikah dengan orang kampungnya sendiri. Kak IM dan suaminya berasal dari kampung yang sama yaitu Bukit Tinggi. Sebelumnya mereka tidak pernah saling mengenal satu sama lainnya karena kak IM dan suaminya menuntut ilmu di kota yang berbeda. Suaminya sekolah di Medan dan jarang pulang kampung sedangkan kak IM sendiri sekolah di kota Padang. Mereka menikah bukan karena saling jatuh cinta tetapi karena adanya paksaan dari kedua orang tua masing-masing. Dari pernikahannya ini ia mempunyai dua orang anak. Anak pertamanya perempuan berusia 4 tahun dan anak keduanya laki-laki berusia 2 tahun.


(53)

Kak IM dan keluarganya tinggal di sebuah rumah di Perumahan Menteng Indah. Kondisi rumahnya memiliki fasilitas yang layak. Rumahnya yang terdiri dari 3 kamar tidur, 2 kamar mandi, sebuah dapur, 1 ruang tamu dan 1 ruang keluarga. Di belakang rumahnya terdapat sebuah taman kecil yang sangat asri dengan sebuah ayunan yang biasanya dipakai bermain oleh anak-anaknya. Rumah yang tertata dengan rapi dan bersih ini dilengkapi dengan 1 set kursi tamu yang terbuat dari Jepara, 1 buah lemari dinding yang didalamnya terdapat beberapa buah guci dan 3 buah kristal. Di ruang keluarga terdapat 1 buah meja panjang yang diatasnya tersusun beberapa buah figura foto dan 1 buah TV yang dilengkapi dengan 1 set peralatan sound sistem DVD serta sebuah karpet sebagai alas untuk bersantai. Ada sebuah sepeda motor Yamaha Mio dan sebuah mobil Toyota Avanza berwarna silver yang terletak di garasi rumah yang berukuran kira-kira 5m x 3m. Rumah yang memiliki 2 buah AC ini dihuni kak IM dengan 2 orang anaknya dan seorang pembantu serta suaminya.

Kegiatan sehari-hari yang dilakukan kak IM adalah hanya mengurusi kedua orang anaknya dan sekali waktu ia membantu suaminya di toko pakaian milik suaminya. Walaupun ada seorang pembantu yang membantunya di rumah tetapi kak IM selalu tetap memasak untuk keluarganya. Memasak merupakan hobi kak IM karena itu ia mempunyai keinginan untuk membuka rumah makan Padang.

Setelah mengetahui rencana menikah kedua kali suaminya ini, kak IM sangat terkejut apalagi anaknya masih sangat kecil. Perasaannya menjadi galau, gelisah tetapi perasaan ini bisa berangsur-angsur membaik karena sikap suaminya yang tidak berubah walaupun telah menikah lagi. Suami kak IM menikah lagi pada saat usia


(54)

pernikahan mereka baru berumur 2 tahun. Ia menikah dengan pacarnya yang ia kenal sewaktu kuliah di Medan. Mereka sudah pacaran sejak 4 tahun atau sebelum ia menikah dengan kak IM. Mereka menikah tidak lewat KUA karena mereka kesulitan dalam mengurus izin menikah apalagi kak IM dan keluarga suaminya tidak memberikan izin untuk suaminya. Mereka menikah hanya lewat penghulu kemudian baru kecatatan sipil dan Kantor Urusan Agama.

Hubungan kak IM dengan suaminya sebelum berpoligami bisa dibilang harmonis walaupun mereka menikah bukan karena saling mencintai. Kak IM mengatakan rasa cinta dan sayang pada suaminya datang dengan sendirinya. Apalagi suaminya sangat bertanggungjawab terutama dalam pemberian nafkah terhadap anak-anaknya. Menurut wanita yang memakai kaca mata ini, poligami merupakan hak setiap laki-laki apalagi jika ia sanggup dan mampu menjalankan segala tanggung jawabnya secara adil untuk semua keluarga. Belum lagi jika seorang suami mempunyai kecukupan materi tetapi tidak semua wanita bisa menerima poligami dengan ikhlas, seperti yang terjadi pada kak IM, awalnya ia sempat tidak mengizinkan jika suaminya ingin menikah lagi tetapi kak IM memikirkan akan kepentingan anak-anaknya dan masalah ekonomi keluarga yang membuatnya memilih untuk dipoligami.

Hingga kini sudah 5 tahun ia menjalani sebagai istri yang dipoligami. Ia harus bisa menerima keadaan ini dengan ikhlas karena walau suaminya telah berpoligami sikap dan prilaku suaminya tidak ada yang berubah. Suaminya tetap menyayangi dan bertanggungjawab atas kehidupan anak-anaknya serta dapat berlaku adil untuk memberikan nafkah kepada setiap keluarganya.


(55)

4.1.1.5. Ibu RP, istri yang ikhlas dipligami karena ingin menjadi istri yang soleha.

Ibu RP yang kesehariannya ini selalu memakai jilbab kini berusia 44 tahun. Ia bersuku Jawa dan logat bahasa Jawanya masih sangat kental terdengar. Ibu RP menikah pada tahun 1989. Dari pernikahannya itu ia dikaruniai 6 orang anak. Ibu RP dan keluarganya tinggal di jalan Gajah Mada No.20M. Tempat tinggalnya ini berdekatan atau satu tempat dengan tempat usaha rumah makan ayam bakarnya. Sebelumnya mereka tinggal di Perumahan Johor Indah Medan tetapi kini rumah tersebut sudah ditempati oleh keluarganya yang lain. Di pelataran parkirnya terdapat beberapa mobil yang bernomor polisi nama anaknya, serta ada juga mobil yang bernomor polisi bertuliskan 4 Bini. Sementara mobil yang sering dipakai ibu RP sehari-harinya adalah mobil Honda Jazz berwarna merah yang sering dibawanya sendiri tanpa seorang supir.

Sehari-harinya ibu RP bekerja sebagai staf pengajar di Politeknik Negeri Medan. Ibu RP merupakan tamatan dari Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi Perusahaan UGM yang menamatkan pendidikannya pada tahun 1986. Selain itu juga sehari-harinya ibu RP membantu suaminya dalam mengelola dan menjalani usaha rumah makan ayam bakar milik keluarganya.

Menurut ibu RP, pada mulanya hatinya hancur dan sedih ketika mengetahui suaminya menikah lagi tetapi akhirnya pikiran dan hatinya menjadi terbuka tentang kebenaran poligami karena hal ini merupakan bagian dari kebenaran hukum Allah yang diperuntukkan bukan saja bagi Rasulnya tetapi juga bagi umatnya. Sehingga ia merasa bahwa ini sudah takdir dan hanya bisa menerimanya dengan lapang dada dan


(56)

lama kelamaan ia yakin kesenangan dan kesedihan buat orang muslim adalah merupakan kebaikan jika kita bersyukur dan bersabar dan sekarang banyak hikmah dan nilai positif yang bisa ia ambil dari perkawinan poligami yang dilakukan suaminya antara lain menurutnya ia lebih sabar dan dan dapat belajar untuk saling berbagi dengan orang lain dan juga bisa menolong orang-orang miskin agama dan harta.

Menurut penuturan ibu RP tidak ada yang berubah dari prilaku suaminya sebelum dan sesudah berpoligami, hubungan mereka harmonis bahkan kini hubungan mereka semakin harmonis. Ini terjadi karena perkawinan poligami yang dilakukan suaminya dilakukan secara jujur, transparan dan dijalankan berdasarkan ajaran agama yang mereka anut dan suami bisa menjalankan segala kewajiban dan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya.

Seperti penuturan ibu RP kepada penulis :

“Suami saya adalah pribadi yang sangat bertanggungjawab dan menyayangi serta mencintai keluarganya. Oleh karena itu, poligami tidak bisa dijadikan alasan, karena dalam agama yang saya anut agama membolehkan seorang laki-laki untuk berpoligami. Sejak menikah hingga saat ini cinta dan perhatian bapak tidak berubah, bahkan lebih dari sebelumnya. Walaupun sudah ada wanita lain yang menjadi istrinya dan ternyata dengan hadirnya wanita lain sebagai istri disamping suami tidak membuat saya merasa diduakan apalagi merasa tidak dicintai. Saya yakin dibalik semua ini, Allah SWT memberikan yang terbaik buat saya dan anak-anak”.

(Wawancara, Mei 2007 )

Poligami menurut ibu RP bukan suatu bentuk pelecehan dan penghinaan terhadap wanita, tetapi dengan berpoligami mereka bisa menjaga kesucian diri seorang suami dari tindakan yang dilarang agama dan juga karena poligami bukan suatu hal yang diharamkan dalam agama karena dengan berpoligami para suami ini


(57)

bisa menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarganya dari perselingkuhan yang mungkin dilakukan para suami tanpa sepengetahuan istri dan keluarganya.

Hingga sekarang kehidupan sebagai istri yang dipoligami telah dijalaninya sudah hampir 10 tahun. Walaupun ia tidak memungkiri bahwa ada beberapa masyarakat yang memandang miring tentang kehidupan yang dijalaninya sebagai istri dari seorang suami yang mempunyai 4 orang istri. Baginya, ini justru merupakan ladang amal kalau kita mau menyadarinya dan juga ia tetap yakin karena jika ia berbuat baik maka masyarakat atau kawan akan bersimpati.

4.1.1.6. Ibu J, istri yang tegar dan kuat menerima dipoligami

Ibu J yang berkulit kuning langsat ini sekarang berusia 37 tahun. Ibu J menikah dengan seorang laki-laki yang memiliki suku yang sama dengannya yakni suku Batak. Mereka menikah karena saling mencintai. Dari pernikahan ini ia mempunyai 2 orang putra. Anak pertama duduk dibangku II SLTP dan yang bungsu masih duduk di kelas V SD.

Ibu J yang berparas Batak ini tinggal di sebuah rumah di daerah pancing. Rumah yang menyatu dengan klinik bersalin dan sebuah apotik miliknya ini berada di depan jalan raya yang selalu ramai dilewati kendaraan. Walaupun berukuran kecil tetapi rumah ibu J tertata rapi dan bersih. Perabotannya tidak begitu banyak, hanya ada sebuah sofa panjang berwarna cream dan sebuah meja di ruang tamu. Di ruang keluarga yang menyatu dengan ruang makan hanya terdapat 1 buah meja TV yang dilengkapi dengan 1 set televisi dan juga VCD player serta ada seperangkat komputer


(1)

c. Interaksi diantara anggota keluarga

1. Setelah suami anda berpoligami, apakah keluarga anda tetap harmonis ? 2. Bagaimanakah hubungan anda dengan suami anda ?

3. Bagaimanakah hubungan anda dengan istri-istri lain suami anda ? 4. Bagaimanakah hubungan anak anda dengan suami anda ?

5. Bagaimanakah hubungan anak anda dengan saudara-saudara tirinya ? 6. Bagaimanakah hubungan anak anda dengan istri lain suami anda?

7. Bagaimanakah pandangan keluarga luas anda ketika anda menjadi istri yang dipoligami ?

8. Apakah perkawinan poligami suami anda mempengaruhi hubungan keluarga anda dengan keluarga luas anda ?

9. Pernahkah keluarga anda melakukan kegiatan-kegiatan bersama dengan keluarga dari istri-istri lain suami anda ?

d. Konflik sosial dan konflik ekonomi

1. Apakah pernah terjadi konflik antara anda dengan istri-istri yang lain ? 2. Apakah yang menjadi penyebab dari konflik tersebut ?

3. Apakah yang anda dan suami anda lakukan untuk menyelesaikan konflik tersebut?

4. Apakah anda pernah merasa cemburu dengan istri-istri lain suami anda ? 5. Apakah anda pernah mendapatkan kekerasan dari suami anda ?


(2)

8. Apakah anda pernah meminta agar suami anda menceraikan istri mudanya ?

9. Setelah suami anda berpoligami apakah mempengaruhi kehidupan ekonomi keluarga anda ?

10.Apakah biaya kebutuhan sehari-hari keluarga anda tetap tercukupi setelah suami anda berpoligami ?

11.Jika tidak, bagaimanakah anda mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga anda ? 12.Apakah anda pernah dicibir atau dikucilkan oleh masyarakat sejak suami anda

menikah lagi ?

13.Bagaimana cara anda mendidik anak-anak anda dalam keadaan keluarga yang seperti ini ?

e. Streotipe sebagai istri yang dipoligami

1. Bagaimana pandangan anda tentang istri yang dipoligami ?

2. Apakah seorang istri yang dipoligami identik dengan istri yang teraniaya ? mengapa ?

3. Bagaimanakah anda menyikapi streotype yang dilabelkan lingkungan sosial terhadap anda ?

4. Kendala apa sajakah yang anda hadapi dengan menjadi seorang istri yang dipoligami ?


(3)

II. Identitas Informan Biasa A. Suami

Nama : ……….

Usia : ……….

Agama : ……….

Pekerjaan : ……….

Penghasilan : ……….

Alamat : ……….

a. Identitas informan

1. Umur berapakah anda menikah lagi ? 2. Sudah berapa lamakah anda berpoligami ?

3. Bagaimanakah kehidupan berpoligami yang anda jalankan ? 4. Apakah ada niat anda untuk menambah istri lagi ?

5. Bagaimana anda mewujudkan keadilan dalam poligami ?

b. Latar belakang berpoligami

1. Apakah yang menjadi alasan utama anda berpoligami ?

2. Apakah ada pengaruh dari ajaran agama yang anda anut sehingga anda berpoligami ?

3. Apakah memang sifat laki-laki cenderung untuk berpoligami ? 4. Sejauh manakah syarat adil untuk berpoligami telah anda jalankan ? 5. Apakah sebelum menikah anda telah meminta izin kepada istri anda ?

6. Apakah perkawinan poligami yang anda lakukan syah menurut agama/negara atau anda hanya menikah di bawah tangan ?


(4)

c. Interaksi dalam keluarga

1. Bagaimanakah anda menjaga keharmonisan diantara keluarga istri yang satu dengan keluarga istri yang lainnya ?

2. Bagaimanakah anda membagi waktu antara istri pertama dengan istri kedua ? 3. Bagaimanakah hubungan anda dengan istri pertama anda ?

4. Bagaimanakah hubungan anda dengan istri kedua anda ? 5. Bagaiamanakah hubungan anda dengan anak-anak anda ?

d. Konflik dalam keluarga

1. Apakah pernah terjadi konflik diantara istri-istri anda ?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang memicu terjadinya konflik tersebut ?

3. Bagaimanakah anda mengatasi dan mencari solusi dari konflik yang terjadi tersebut ?

4. Pernahkah istri anda meminta cerai setelah mengetahui anda menikah lagi ?

e. Kehidupan ekonomi keluarga

1. Apakah pekerjaan anda mendukung untuk hidup dengan istri lebih dari satu ? 2. Apakah hidup dengan istri lebih dari satu bisa menambah penghasilan keluarga

anda ?

3. Bagaimanakah cara anda membagi penghasilan anda untuk mencukupi kebutuhan istri-istri dan anak-anak anda ? Apakah sama rata atau berdasarkan kebutuhan masing-masing ?


(5)

4. Faktor-faktor apakah yang menjadi bahan pertimbangan besarnya nafkah yang anda berikan kepada istri-istri dan anak-anak anda ?

5. Apakah ada kekhawatiran anda tidak dapat memberi nafkah lahir dan batin kepada istri-istri anda ?

6. Jika terjadi suatu keadaan dimana anak-anak atau istri anda meminta uang kepada anda dengan serentak sementara uang anda tidak mencukupi, kebutuhan siapa yang anda prioritaskan ?


(6)

B. Anak

Nama : ……….

Usia : ……….

Jenis Kelamin : ……….

Agama : ……….

Pekerjaan : ……….

Alamat : ……….

1. Bagaimanakah pandangan anda melihat bapak anda menikah lagi ?

2. Apakah ada perubahan di dalam keluarga anda setelah bapak anda menikah lagi ? 3. Bagaimanakah hubungan anda dengan bapak anda ?

4. Bagaimanakah hubungan anda dengan saudara tiri anda ? 5. Bagaimanakah hubungan anda dengan ibu tiri anda ?

6. Apakah kebutuhan-kebutuhan yang anda butuhkan tetap diberikan oleh bapak