Hal yang senada juga di kemukakan oleh kak ST. Ia mengatakan hubungan antara ia dan suaminya tidak bisa berjalan dengan baik karena menurutnya suaminya
tersebut terlalu menuruti segala kemauan dan perkataan orang tuanya tanpa memikirkan perasaannya. Begitu juga hubungannya dengan istri kedua suaminya.
Meski mereka belum pernah bertemu tetapi kak ST tidak pernah berniat untuk membina hubungan yang baik dengan istri kedua suaminya tersebut. Walaupun
suaminya telah berusaha agar hubungannya dengan mertua dan istri keduanya dapat berjalan harmonis, tetapi kak ST tidak pernah memperdulikan segala usaha yang
dilakukan suaminya tersebut.
4.3. Kebutuhan Ekonomi Keluarga 4.3.1. Keluarga bapak AA dan ibu EF
Kehidupan ekonomi ibu EF setelah suaminya berpoligami mengalami kesulitan. Ia harus mencari nafkah untuk keluarganya karena suami ibu EF tidak
pernah lagi memberikan uang untuk kebutuhan sehari-hari mereka. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari, ibu EF membuka kios kecil di depan rumahnya.
Pendapatan yang ia peroleh lebih kurang Rp. 250.000hari, itupun kalau hari minggu yang pembelinya lumayan ramai, tetapi kalau hari-hari biasa, biasanya ia hanya
memperoleh pendapatan lebih kurang Rp. 80.000 sampai dengan Rp. 100.000hari. Selain membuka kios kecil, ibu EF juga menjual dan mengansurkan barang-barang
seperti pakaian, perhiasan, barang-barang rumah tangga dan lain-lain. Penghasilannya dari menjual dan mengansurkan pakaian, perhiasan dan lain-lain dirasakannya cukup
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu anak kedua ibu EF juga membantu keluarga dengan bekerja sebagai karyawan di salah satu Hotel yang berada di Jl. Sisingamangaraja. Setengah
dari penghasilannya bekerja selama sebulan diberikannya kepada ibu EF untuk membantu kebutuhan sehari-hari keluarga. Sedangkan bapak AA mengatakan bahwa
ia tidak rutin memberikan biaya-biaya untuk keperluan sehari-hari keluarga dari istri pertamanya. Biasanya anak-anaknya yang datang dan meminta langsung padanya.
4.3.2. Keluarga bapak BT dan ibu NR
Selama berumah tangga dengan suaminya sampai sekarang ibu NR hanya berstatus sebagai ibu rumah tangga sedangkan suaminya bekerja sebagai Polisi yang
sudah mempunyai jabatan yang lumayan dan mempunyai penghasilan Rp.2.500.000bulan. Walaupun gaji suaminya bisa dibilang cukup namun ibu NR
jarang sekali diberikan nafkah yang layak, kalaupun diberi hanya beberapa saja sehingga ibu NR harus pandai-pandai mengatur pengeluaran untuk biaya makan
sehari-hari mereka. Apalagi setelah suaminya berpoligami, suaminya semakin tidak memperdulikan dan tidak bertanggung jawab terutama dalam pemberian nafkah. Ibu
NR hanya mengharapkan kiriman uang dari anak-anaknya yang sudah bekerja. Dari uang kiriman ini saja ibu NR mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
Sedangkan bapak BT mengatakan mengenai pembagian kebutuhan ekonomi untuk kedua keluarganya memang diakuinya bahwa ia lebih mengutamakan
kebutuhan untuk keluarga dari istri keduanya, karena menurutnya anak-anak dari istri pertamanya semuanya sudah bekerja sedangkan anak-anak dari istri keduanya masih
Universitas Sumatera Utara
bersekolah dan membutuhkan biaya pendidikan sehingga mereka yang lebih diutamakan.
4.3.3. Keluarga bapak DH dan ibu AN
Sebelum suaminya berpoligami, kehidupan ekonomi keluarga ibu AN bisa dibilang cukup sederhana. Pekerjaan suaminya sebagai pegawai negeri sipil di
Dapertemen Perhubungan cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Selain bekerja di Dapertemen Perhubungan suaminya juga mempunyai usaha
menyewakan mobil pick up. Awalnya suami ibu AN hanya mempunyai satu buah mobil pick up saja tetapi sekarang suaminya sudah mempunyai tiga buah mobil pick
up yang menurutnya sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya.
Setelah suaminya berpoligami, kehidupan ekonomi keluarganya mengalami kesulitan. Apalagi ibu AN hanya seorang ibu rumah tangga biasa, sehingga ia hanya
bisa mengharapkan uang dari suaminya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya dan juga untuk membiayai dua orang anaknya yang masih bersekolah.
Uang untuk membeli keperluan sehari-hari ini tidak diberikan suaminya secara langsung. Anak laki-lakinya yang paling besar yang mengambil uang tersebut di
rumah istri kedua suaminya. Sampai sekarang kehidupan sebagai istri yang dipoligami yang dijalaninya telah masuk tahun ke-7. Walaupun demikian ibu AN
tidak pernah menuntut cerai. Hal ini dilakukannya karena ia sangat menggantungkan kebutuhan sehari-harinya keluarganya pada suaminya. Ibu AN mengutarakan, ia
Universitas Sumatera Utara
hanya bisa pasrah dan ia tidak peduli lagi dengan suaminya. Seperti hasil wawancara dengan ibu AN sebagai berikut :
“Biarakan saja dia menikah lagi, aku uda gak peduli kok. Aku uda pasrah, asalkan dia tetap memberikan kami uang untuk membiayai dan membeli
kebutuhan sehari-hari kami. Itu sudah cukup kok”. Wawancara, Mei 2007
4.3.4. Keluarga bapak IZ dan kak IM
Kehidupan ekonomi keluarga kak IM, saat ini bisa dikatakan sudah lebih baik. Apalagi kini usaha toko kain suaminya sudah cukup maju meski di awal pernikahan
kedua suaminya, keadaan ekonomi keluarganya sempat terganggu dan serba kekurangan karena suaminya diberhentikan dari pekerjaannya. Dengan keadaan
ekonomi yang baik tersebut, suaminya bisa membagikan pendapatannya secara adil kepada kak IM dan istri kedua suaminya.
Sebelum membuka toko kain di pajak ikan lama, suami kak IM awalnya bekerja sebagai seorang pegawai negeri sipil, tetapi sesuai dengan PP No. 10 Tahun
1983 adalah sebuah pelanggaran apabila diketahui seorang pegawai negeri sipil menikah lagi tanpa seizin istrinya. Pelanggaran ini dapat mengakibatkan pemecatan
atas pekerjaannya. Begitu juga yang terjadi dengan suami kak IM karena kak IM melaporkan tindakan suaminya yang telah menikah lagi tanpa seizinnya kepada
atasan suaminya maka suaminya tersebut pun dipecat dari instansinya. Otomatis setelah itu keadaan ekonomi keluarganya menjadi tidak baik. Tetapi secara perlahan-
lahan usaha suaminya ini dapat berjalan dengan lancar dan maju hingga sekarang telah memiliki 3 toko.
Universitas Sumatera Utara
Usaha toko kain ini telah dijalaninya hampir 5 tahun. Sebelumnya kedua orang tua pak IZ yang berjualan di pajak ikan lama tersebut tetapi karena mereka
sudah tua dan juga karena pak IZ tidak mempunyai pekerjaan, maka kedua orang tuanya memberikan usaha tersebut kepada bapak IZ untuk dikelolanya. Pendapatan
yang diperoleh pak IZ setiap harinya tidak tetap tergantung banyaknya pembeli. Hanya hari-hari tertentu saja seperti Lebaran, puasa, musim haji dan lain-lain ia
mendapatkan keuntungan dua kali lipat. Sedangkan pada hari biasa, biasanya ia hanya memperoleh pendapatan lebih kurang Rp.700.000 sampai dengan Rp.900.000.
Barang-barang yang dijual di toko yang berukuran 5m x 5m itu adalah mulai dari beraneka ragam jilbab, mukenah, kain sarung, peci, sajadah, hingga benda-benda
yang berasal dari Mekkah. Meskipun suami kak IM telah menikah lagi tetapi suaminya tetap berusaha
untuk memenuhi segala kebutuhan sehari-hari kak IM dan anak-anaknya. Tetapi jumlah uang yang diberikan berbeda-beda setiap minggunya tergantung dari
pendapatan yang diperoleh suaminya dari berjualan kain tersebut. Suami kak IM memberikan sepenuhnya kepada masing-masing istri untuk mengelola uang yang
diberikan.
4.3.5. Keluarga bapak PW dan ibu RP
Kehidupan ekonomi keluarga ibu RP tidak mengalami kesulitan walaupun kini suaminya telah mempunyai empat orang istri tetapi kebutuhan sehari-hari
keluarga tetap tercukupi dengan baik. Apalagi kini usaha rumah makan ayam bakar suaminya telah tersebar di seluruh Indonesia. Sehingga penghasilannya sebagai
Universitas Sumatera Utara
seorang pengusaha yang sukses tentu bisa memberikan dan memenuhi segala kebutuhan baik itu materi maupun non materi keluarganya. Dalam memberikan
nafkah, suami ibu RP memberikannya secara adil sesuai dengan kebutuhan masing- masing istri dan keluarganya serta jumlah anak dari masing-masing istrinya, karena
setiap istri tentu memiliki kebutuhan-kebutuhan yang berbeda-beda. Bagi ibu RP, hal ini bukan merupakan tindakan untuk membeda-bedakan besarnya nafkah yang
diberikan, melainkan adalah suatu usaha yang dilakukan suaminya agar bisa bersikap adil terhadap semua keluarga yang dipimpinnya. Ibu RP juga mengatakan bahwa
monogami dan poligami jangan dihubungkan dengan ekonomi. Menurutnya semua itu sudah diatur oleh Allah SWT dan hingga sekarang ia merasa bahwa suaminya
sudah berusaha untuk bersikap adil walaupun telah mempunyai empat orang istri. Berikut penuturan ibu RP kepada penulis :
“Tidak ada yang berubah setelah suami saya berpoligami. Rezeki itu dari Allah dan saya bersyukur atas rezeki yang ada. Semua sudah diatur oleh
Allah. Kewajiban kita hanyalah menjadi hamba yang baik. Allah memberi atau menambah rezeki ketika suami berpoligami. Masalah ekonomi bisa
menerpa siapa saja baik keluarga yang monogami maupun poligami. Oleh karena itu, monogami dan poligami jangan dihubungkan dengan ekonomi”.
Wawancara, Mei 2007
4.3.6. Keluarga bapak RY dan ibu J
Suami ibu J merupakan seorang dokter spesialis anak-anak yang membuka klinik di depan rumahnya. Dari usaha membuka klinik ini kehidupan ekonomi
keluarga ibu J bisa dikatakan telah mapan dan tercukupi. Dengan semakin majunya klinik tersebut maka suami ibu J membuka sebuah klinik bersalin yang bersebelahan
dengan klinik yang telah dibuka sebelumnya karena kebetulan juga ibu J merupakan
Universitas Sumatera Utara
tamatan dari Akedemi Kebidanan sehingga dipercaya oleh suaminya untuk mengelola klinik bersalin tersebut. Tetapi kini, setelah suaminya menikah lagi, klinik bersalin
tersebut tidak lagi bersebelahan dengan klinik milik suaminya. Klinik bersalin ini berada kurang lebih 500 meter dari klinik milik suaminya dan klinik tersebut sudah
menjadi milik ibu J. Menurut pengakuan ibu J, kehidupan ekonomi keluarganya tidak mengalami
masalah walaupun suaminya kini telah memiliki dua orang istri. Suami ibu J tetap memberikan biaya-biaya yang diperlukan, misalnya biaya untuk pendidikan anak dan
biaya-biaya untuk keperluan sehari-hari keluarganya. Biasanya ibu J menerima uang setiap bulannya sebesar Rp. 5.000.000. Itupun tidak termasuk jika ada kebutuhan-
kebutuhan mendadak, biasanya ia meminta lagi pada suaminya. Pendapatan suaminya sebagai dokter spesialis dan juga pendapatan dari klinik yang semakin hari semakin
maju sudah sangat cukup dan mampu untuk membiayai kebutuhan ekonomi kedua keluarganya. Untuk membagi pendapatannya tersebut suaminya berusaha untuk adil
agar tidak terjadi kecemburuan diantara kedua istri-istrinya.
4.3.7. Keluarga bapak HI dan ibu W
Kehidupan ekonomi kelurga ibu W tidak mengalami banyak kesulitan. Penghasilan suaminya sebagai distributor MLM yang sukses mampu memberikan
nafkah yang layak untuk kedua keluarganya. Menurut suaminya, berpoligami merupakan sarana untuk membagi rezeki dan membagi sedekah, karena dengan
berpoligami maka tanggungjawab ekonomi kita semakin banyak, baik terhadap para istri, anak dan juga terhadap keluarga dari para istri.
Universitas Sumatera Utara
Pada awal menjalani kehidupan sebagai istri yang dipoligami, keadilan yang dilakukan suaminya adalah dengan membagi uang, fasilitas dan waktu bersama
secara seimbang. Misalnya, jika hari ini ibu W yang diberikan uang oleh suaminya maka istri kedua juga diberikan uang dalam jumlah yang sama. Jika hari ini ibu W
diajak ke suatu tempat maka hari berikutnya istri kedua suaminya dibawa ke tempat yang sama dengan aktivitas yang sama pula. Begitulah selama setahun suaminya
belajar menjalankan keadilan maka tidak jarang suaminya melakukan kesalahan. Karena ketidakefektifan menjalankan keadilan tersebut maka kemudian ibu W dan
istri kedua suaminya itu meminta agar suaminya menjalankan segala kewajibannya sesuai dengan kemampuannya saja. Karena itu mengenai hari jatah gilir, suaminya
yang menentukannya sendiri. Hari jatah gilir yang disepakati adalah seminggu untuk ibu W dan seminggu untuk ibu M Suaminya juga memberikannya rumah, mobil dan
fasilitas lainnya. Selain itu juga suaminya memberikan usaha pada masing-masing istrinya sehingga ibu W dan ibu M mempunyai kegiatan-kegiatan yang positif selain
sebagai seorang ibu rumah tangga.
4.3.8. Keluarga bapak MI dan ibu N
Sebagai seorang wiraswasta yang membuka usaha fotocopi, bapak MI mempunyai 8 buah toko fotocopi. Toko fotocopi ini berjalan maju karena letaknya
yang strtegis berdekatan dengan daerah kampus. Setiap bulannya ia bisa menghabiskan 10.000 rim kertas. Dalam menjalani usahanya ini bapak MI
melibatkan istri pertamanya juga istri keduanya pada urusan administrasi dan keuangan.
Universitas Sumatera Utara
Kehidupan ekonomi keluarga bapak MI tidak mengalami kesulitan dalam membiayai dua keluarga serta mencukupi segala kebutuhan-kebutuhan keluarganya.
Penghasilannya dari usaha fotocopi yang dijalaninya cukup mampu membiayai kebutuhan ekonomi kedua keluarganya.
Hal ini juga diungkapkan oleh istri pertama bapak MI kepada penulis : “Kondisi ekonomi keluarga kami sangat baik. Alhamdulillah kami jarang
mengalami kesulitan ekonomi, walau ada dua keluarga dan 8 orang anak yang harus di biayai oleh bapak. Bapak cukup adil dalam membagi kebutuhan
ekonomi pada saya dan istri kedua bapak”.
Wawancara, Juni 2007
Walaupun hidup dalam satu rumah, bapak MI berusaha untuk tidak membeda- bedakan kebutuhan masing-masing keluarga. Bapak MI membaginya secara adil dan
terbuka. Tidak pernah bapak MI memberikan sesuatu kepada salah satu istri ataupun kepada anak-anaknya secara sembunyi-sembunyi. Menurutnya, segala kewajibannya
sebagai seorang suami yang mempunyai dua orang istri dijalankannya sesuai dengan kemampuannya dirinya.
4.3.9. Keluarga bapak AF dan ibu NS
Kehidupan ekonomi keluarga ibu NS cukup sederhana, dalam artian mereka tidak kaya tetapi tidak juga miskin. Ibu NS yang berprofesi sebagai pedagang pakaian
muslim di Malaysia ini mengatakan ia bekerja ke Malaysia karena setelah suminya berpoligami, suaminya tidak lagi memenuhi segala kebutuhan ekonomi untuk
keluarganya. Suami wanita yang berdarah Batak ini hanya memberikan rumah dan menanggung biaya untuk pendidikan anak-anaknya saja. Sementara biaya untuk
Universitas Sumatera Utara
keperluan hidup sehari-hari ibu NS sendiri yang harus mencarinya dan modal usaha ia dapatkan dari suaminya.
Sebagai seorang pedagang yang menjual pakaian di Malaysia, ia terkadang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi untuk keluarganya.
Pendapatannya dari menjual pakaian muslim tidak selamanya memperoleh keuntungan yang banyak. Ini tergantung dari banyak atau tidaknya pakaian yang laku
terjual. Untuk menghemat biaya pulang ke Medan, biasanya ibu NS hanya mengirimkan sejumlah uang kepada anak-anaknya. Sementara jika ada kebutuhan
mendadak yang diperlukan anaknya sementara ia sedang tidak ada uang maka anak ibu NS akan meminta langsung pada suaminya.
4.3.10. Keluarga bapak WN dan kak ST
Selama mengarungi bahtera rumah tangga bersama suaminya, kehidupan ekonomi keluarganya jarang mengalami kesulitan. Apalagi kak ST dan suaminya
sama-sama telah bekerja. Sehingga penghasilan mereka sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Tetapi setelah suaminya berpoligami, kak
ST sendiri yang membiayai segala keperluannya. Meskipun suaminya tetap memberikan sejumlah uang yang ia transfer ke rekening tabungan kak ST namun
uang tersebut dipergunakan kak ST jika ia memang sangat membutuhkannya saja. Uang yang dikirim suaminya dalam sebulan sekali ini tidak tetap jumlahnya dan kak
ST sendiri pun tidak pernah memintanya karena dengan pekerjaannya sebagai karyawan bank yang memiliki gaji yang cukup besar ia bisa membiayai segala
keperluan hidupnya sehari-hari.
Universitas Sumatera Utara
4.4. Interpretasi Data Lapangan 4.4.1. Pola Interaksi Sosial Keluarga Yang Berpoligami