BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Peningkatan produktivitas kerja merupakan tema yang tak pernah habis dibahas, ini dikarenakan hal tersebut memberikan pengetahuan untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Berdasarkan data Depnakertrans, produktivitas tenaga kerja di Indonesia relatif masih rendah http:suaramerdeka.com. Untuk
itu banyak organisasi yang mengadakan pelatihan bagi pencapaian produktivitas kerja, dengan fokus pada peningkatan sumber daya manusia. Seperti mengadakan
pelatihan-pelatihan manajemen kinerja sampai pada penggalian potensi diri per individu lewat pelatihan yang berbau agama.
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama seharusnya memiliki produktivitas kerja yang tinggi, tesis ini didukung oleh pernyataan Weber pada
tahun 1905 dalam “etika protestan Die Protestantiche Ethic dan hubungannya dengan semangat kapitalisme”, mengatakan bahwa ada hubungan antara ajaran
agama dengan prilaku ekonomi. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa orang- orang beragama dalam hal ini agama Protestan simetris dengan kedudukannya
dalam bidang ekonomi. Tesis ini disinyalir berdasarkan pengamatan Weber terhadap fakta sosiologis yang ditemukannya di Jerman, bahwa sebagian besar
pengusaha dan pemilik modal tingkat atas adalah orang-orang Protestan Rokan, 2010.
1
Tetapi pada kenyataannya, terdapat kasus pegawai atau karyawan yang datang terlambat dan pulang selalu lebih cepat, atau kasus pegawai yang
menghabiskan waktu kerja hanya untuk baca koran, main catur atau ngerumpi hingga berjam-jam Bina Rohani, 2004, fenomena ini menarik penulis untuk
meneliti produktivitas kerja. Dalam laporan dewan produktivitas nasional tahun 1983 dalam
Sedarmayanti, 2009, dikatakan bahwa produktivitas mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan: “mutu kehidupan hari ini harus
lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini”. Bernandin dan Russell dalam Triton, 2009 mengatakan bahwa
produktivitas secara umum dapat diartikan sebagai tingkat perbandingan antara hasil yang dicapai output dengan masukan input. Whitmore dalam
Sedarmayanti, 2009 mengutarakan bahwa : “Productivity is a measure of the use of the resources of an organization and is usually expressed as a ratio of the
output obtained by the uses resources to the amount resources employed”. Whitmore memandang bahwa produktivitas sebagai suatu ukuran atas
penggunaan sumber daya dalam suatu organisasi yang biasanya dinyatakan sebagai rasio dari keluaran yang dicapai dengan sumber daya yang digunakan.
Sinungan 2009 mengatakan bahwa keuntungan pengukuran produktivitas pada tingkat perusahaan, adalah sebagai sarana manajemen untuk menganalisa
dan mendorong efisiensi produksi. Pertama, dengan pemberitahuan awal, instalasi dan pelaksanaan suatu sistem pengukuran, akan meninggikan kesadaran karyawan
dan minatnya pada tingkat dan rangkaian produktivitas. Kedua, diskusi tentang
gambaran-gambaran yang berasal dari metode-metode yang relatif kasar ataupun dari data yang kurang memenuhi syarat sekalipun, ternyata memberi dasar bagi
penganalisaan proses yang konstruktif dan produktif. Manfaat lain yang diperoleh dari pengukuran produktivitas mungkin
terlihat pada penempatan perusahaan yang tetap, seperti dalam menentukan targetsasaran tujuan yang nyata dan pertukaran informasi antara tenaga kerja dan
manajemen secara periodik terhadap masalah-masalah yang saling berkaitan. Pengamatan atas perubahan-perubahan dari gambaran data yang diperoleh seiiring
nilai diagnostik yang menunjuk pada kemacetan dan rintangan dalam meningkatkan penampilan organisasi.
Sedarmayanti 2009 mengatakan bahwa keuntungan atau manfaat peningkatan produktivitas pada tingkat individu atau tenaga kerja dapat dilihat
dari: a Meningkatnya pendapatan dan jaminan sosial lainnya, hal tersebut akan memperbesar kemampuan daya untuk membeli barang dan jasa ataupun
keperluan hidup sehari-hari, sehingga kesejahteraan akan lebih baik. Dari segi lain, meningkatnya pendapatan tersebut dapat disimpan yang nantinya bermanfaat
untuk investasi; b Meningkatnya hasrat dan martabat serta pengakuan terhadap potensi individu; c Meningkatkan motivasi kerja dan keinginan berprestasi.
Menurut Sedarmayanti 2009, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja. Faktor-faktor tersebut antara lain: sikap
mental, pendidikan, keterampilan, manajemen, hubungan industrial, tingkat penghasilan, gizi dan kesehatan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja,
sarana produksi, teknologi, dan kesempatan berprestasi.
Salah satu variabel yang diduga mempengaruhi produktivitas kerja adalah variabel tingkat keberagamaan individu. Keberagamaan individu merupakan
bagian dari sikap mental yang merupakan salah satu dari faktor-faktor produktivitas kerja yang berkorelasi langsung dengan individu sebagai tenaga
kerja. Sebagai tenaga kerja, individu memiliki peran sentral dalam produktivitas kerja. Individu yang memiliki sikap mental yang unggul, sejatinya akan memiliki
tingkat produktivitas kerja yang baik. Dari keberagamaan itulah maka sangat diharapkan munculnya individu-
individu yang produktif yang memiliki sikap mental yang mahardika, baik dan tangguh serta mampu memiliki tingkat kegunaan diri yang tinggi dalam hidup,
yakni dapat bermanfaat bagi lingkungan sosialnya, khususnya dalam dunia kerja atau industri dan organisasi. Individu yang produktif atau karyawan yang
produktif adalah pribadi yang yakin akan kemampuan dirinya, yang dalam istilah psikologi sering disebut sebagai orang yang memiliki rasa percaya diri self
confidence , harga diri self esteem, konsep diri self concept yang tinggi. Orang
yang demikian dapat dikatakan sebagai orang yang mampu mengaktualisasikan dirinya Sedarmayanti, 2009.
Berikut adalah indikator-indikator individu yang produktif yang dimodifikasi oleh Sedarmayanti 2009 dari pemikiran Gilmore dan Fromm, yaitu:
a tindakan yang konstruktif; b percaya pada diri sendiri; c bertanggung jawab; d memiliki rasa cinta terhadap pekerjaan; e mempunyai pandangan ke depan; f
mampu mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah-ubah; g mempunyai kontribusi positif terhadap lingkungannya
kreatif, imaginatif, dan inovatif; h memiliki kekuatan untuk mewujudkan potensinya.
Terkait dengan hal tersebut adalah kutipan hadits Rasulullah Sayyidina Muhammad SAW, yang mengatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang
paling bermanfaat bagi orang lain. Dan juga tentang kehidupan bagi seorang muslim itu akan selalu memperbaiki diri setiap hari, hari ini harus lebih baik dari
hari kemarin, jika sama dengan hari kemarin maka termasuk orang yang merugi dan jikalau lebih jelek dari hari kemarin maka termasuk orang yang celaka Al-
Hadits. Hal tersebut senada dengan apa yang dikemukakan oleh Rakhmat 2005
bahwa untuk meneliti peranan agama terhadap seseorang dapat melalui sikap- sikap, perasaan-perasaan, pemikiran-pemikiran, dan tindakan-tindakan yang
dimunculkannya atau biasa di sebut dengan keberagamaan religiousity. Berbicara tentang produktivitas kerja dan keterkaitannya dengan
keberagamaan, Islam sebagai sebuah substansi, telah mengenal konsep tersebut. Dalam surat al-Mulk ayat 2 Allah SWT berfirman :
ا رﻮﻔﻐْا ﺰ ﺰ ْا ﻮهو ﺎًﻤ ﻦﺴْ أ ْﻢﻜ أ ْﻢآﻮ ْﺒ ةﺎ ْاو تْﻮﻤْا ﻖ ﺧ يﺬ
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun
Ayat ini menyatakan bahwa Allah SWT menciptakan kematian dan kehidupan adalah untuk menemukan siapa di antara mereka yang lebih baik perbuatannya.
Dalam konteks ekonomi, yang lebih baik perbuatannya adalah yang lebih produktif. Pribadi yang produktif menggambarkan potensi, persepsi, dan
kreativitas seseorang yang senantiasa ingin menyumbangkan kemampuan agar bermanfaat bagi diri dan lingkungan. Dalam tafsirannya, orang yang produktif
adalah orang yang dapat memberi sumbangan yang nyata dan berarti bagi lingkungan sekitar, imaginatif dan inovatif dalam mendekati persoalan hidup,
serta mempunyai kepandaian atau kreatif dalam mencapai tujuan hidup,pada saat yang bersamaan orang yang seperti ini selalu bertanggung jawab dan responsif
dalam hubungannya dengan orang lain. Dalam psikologi, pribadi yang produktif adalah pribadi yang mampu mengaktualkan dirinya Sedarmayanti, 2009.
Glock dalam Rakhmat, 2005 menyatakan bahwa keberagamaan seseorang pada dasarnya lebih menunjuk pada pelaksanaan keagamaan yang
berupa penghayatan dan pembentukan komitmen, sehingga lebih merupakan proses internalisasi nilai-nilai agama untuk kemudian diamalkan dalam perilaku
sehari-hari. Glock menjelaskan psikografi atau keberagamaan ke dalam analisis dimensional, dimana keberagamaan seseorang dilihat dari berbagai beberapa
dimensi. Dimensi-dimensi keberagamaan tersebut adalah dimensi ideologis, ritualistik, eksperiensial, intelektual, dan konsekuensial.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa keberagamaan atau spiritualitas berkorelasi positif dengan kinerja perusahaan sebagaimana penelitian yang
dilakukan oleh Muafi 2003, bahwa motivasi spiritual atau tingkat keberagamaan
berpengaruh positif terhadap kinerja seseorang, begitu juga Rusmaladewi dan Emi Zulaifah 2005
yang meneliti
h
ubungan antara keberagamaan dengan etika kerja pada pegawai negeri sipil, mengemukakan hipotesis positif. Penelitian serupa
tentang keberagamaan yang dilakukan oleh Putri Andrianto 2005 menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara keberagamaan dengan
kecenderungan berperilaku adil dalam suatu lembaga atau organisasi peradilan. Dari penjelasan diatas penulis tertarik untuk meneliti HUBUNGAN ANTARA
TINGKAT KEBERAGAMAAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PT. METISKA FARMA.
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah