Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberagamaan

tidak harus mengetahui hal-hal yang pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, kitab suci dan tradisi-tradisi keagamaan. Serta Al-Qur’an merupakan pedoman hidup sekaligus sumber ilmu pengetahuan. Dimensi ilmu meliputi empat bidang, yaitu akidah, ibadah, akhlak, serta pengetahuan mengenai Al-Qur’an dan Al-Hadits Nashori dan Mucharram, 2002. 5. Dimensi Konsekuensial Dimensi ihsan berkaitan dengan seberapa jauh seseorang merasa dekat dan dilihat oleh Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi ihsan mencakup pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Tuhan dalam kehidupan, ketenangan hidup, takut melanggar larangan Tuhan, keyakinan menerima balasan, perasaan dekat dengan Tuhan, dan dorongan untuk melaksanakan perintah agama.

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberagamaan

Robert H. Thouless 1995 menjelaskan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberagamaan, yaitu : a. Pengaruh pendidikan dan berbagai tekanan sosial faktor sosial. b. Berbagai pengalaman yang membantu sikap keberagamaan terutama pengalaman tentang keindahan, keserasian, kebaikan faktor alamiah, dan pengalaman emosional keagamaan faktor efektif. c. Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan yang tidak terpenuhi terutama kebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian. Adapun Yusuf 2004 menjelaskan perkembangan keberagamaan seseorang yaitu: 1. Faktor fitrah internal Perbedaan hakiki antara manusia dan hewan adalah bahwa manusia mempunyai fitrah pembawaan beragama homo religius. Setiap manusia yang lahir kedunia ini, baik yang masih primitive, bersahaja, maupun yang sudah modern, baik yang lahir dinegara komunis maupun kapitalis, baik yang lahir dari orang tua yang shaleh maupun yang jahat, sejak Nabi Adam AS sampai akhir zaman, menurut fitrah kejadiannya mempunyai potensi beragama atau keimanan kepada Tuhan atau percaya adanya kekuatan diluar dirinya yang mengatur hidup dan kehidupan alam semesta. Dalam perkembangannya, fitrah beragama ini ada yang berjalan secara alamiah, dan ada juga yang mendapat bimbingan dari para Rasulullah, sehingga fitrahnya itu berkembang sesuai dengan kehendak Allah SWT. 2. Faktor lingkungan eksternal a. Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian anak sangatlah dominan. Dalam hal ini, orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam menumbuh kembangkan fitrah beragama anak. Salah seorang ahli psikologi, yaitu Hurlock dalam Yusuf, 2004 berpendapat bahwa keluarga merupakan tempat bagi penanaman nilai-nilai agama. Pengembangan fitrah atau jiwa beragama anak, seyogyanya bersamaan dengan perkembangan kepribadiannya yaitu sejak lahir bahkan lebih dari itu sejak dalam kandungan. Oleh karena itu, sebaiknya pada saat bayi masih berada dalam kandungan, orang tua lebih meningkatkan amal ibadahnya kepada Allah, seperti melaksanakan sholat wajib dan sunah, berdo’a, berzikir, membaca Al-Qur’an dan memberi sedekah. b. Lingkungan Sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang sistematik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak siswa agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya. Menurut Hurlock dalam Yusuf, 2004 pengaruh sekolah terhadap pengembangan kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan subtitusi dari keluarga dan guru-guru subtitusi dari orang tua. Dalam kaitannya dengan upaya mengembangkan fitrah beragama para siswa sekolah, terutama dalam hal ini guru agama mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan wawasan pemahaman, pembiasaan mengamalkan ibadah atau akhlak yang mulia dan sikap apresiatif terhadap ajaran agama. c. Lingkungan Masyarakat Yang dimaksud lingkungan masyarakat di sini adalah situasi atau kondisi interaksi sosial dan sosio kultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama individu, dalam masyarakat, individu terutama anak-anak dan remaja akan melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat lainnya. Apabila teman sepergaulan itu menampilkan prilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama berakhlak baik, maka seseorang akan cenderung berakhlak baik. Namun apabila orang lain berprilaku tidak baik, amoral atau melanggar norma- norma agama, maka orang itu cenderung akan terpengaruh untuk mengikuti atau mencontoh prilaku tersebut. hal ini akan terjadi apabila seseorang kurang mendapatkan bimbingan agama dalam keluarganya.

2.3. Hubungan Tingkat Keberagamaan dengan Produktivitas Kerja