Sistematika Penulisan Hubungan Tingkat Keberagamaan dengan Produktivitas Kerja

1.3.2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kajian literatur bagi penelitian-penelitian mengenai tingkat keberagamaan dan produktivitas kerja selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan kepada PT. Metiska Farma pada khususnya dan dunia industri sebagai bahan pertimbangan bagi kemajuan ekonomi bangsa pada umumnya.

1.4. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari karya tulis ini meliputi: BAB 1 : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan. BAB 2 : Landasan teori diantaranya mengenai pengertian produktivitas kerja, faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, pengukuran produktivitas kerja, pengertian keberagamaan, dimensi-dimensi keberagamaan, faktor-faktor yang mempengaruhi keberagamaan, kerangka berpikir, hipotesis. BAB 3 : Metode penelitian meliputi jenis penelitian, pengambilan sampel, pengumpulan data, teknik analisis data dan prosedur penelitian. BAB 4 : Presentasi dan analisa data meliputi gambaran umum responden, uji normalitas, uji homogenitas dan pengujian hipotesis. BAB 5 : Penutup berisi kesimpulan, diskusi dan saran penelitian. BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1. Produktivitas Kerja

2.1.1. Pengertian Produktivitas Kerja

Produktivitas kerja terkait erat dengan sumber daya manusia, dan hal tersebut menempati posisi yang amat strategis dalam mewujudkan tersedianya barang dan jasa disamping modal dan teknologi. Secara mikro, dalam arti lingkungan suatu unit kerja departemen atau organisasi, maka sumber daya manusia adalah tenaga kerja atau karyawan di dalam suatu organisasi, yang mempunyai peran penting dalam mencapai keberhasilan. Fasilitas yang canggih dan lengkap, belum merupakan jaminan akan berhasilnya suatu organisasi, tanpa diimbangi oleh kualitas manusia yang akan memanfaatkan fasilitas tersebut Sedarmayanti, 2009. Kualitas sumber daya manusia menyangkut dua aspek, yaitu aspek fisik dan non fisik, kualitas non fisik menyangkut kemampuan bekerja, berpikir, dan keterampilan lain. Upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat diarahkan pada dua aspek tersebut. Untuk menentukan kualitas fisik dapat diupayakan melalui program peningkatan kesehatan dan gizi. Sedangkan untuk meningkatkan kualitas non fisik, maka upaya pendidikan dan pelatihan sangat diperlukan karena berkaitan dengan kemampuan bekerja, berpikir dan keterampilan non fisik lain. Ini tertuang dalam faktor yang mempengaruhi 11 produktivitas kerja. Yaitu faktor sikap mental, pendidikan dan hubungan industrial Pancasila. Sikap mental produktif sendiri menyangkut sikap; motivatif, disiplin, kreatif, inovatif, dinamis, profesional, berjiwa kejuangan Sedarmayanti, 2009. Disamping itu, perlu diingat bahwa kemajuan teknologi yang mempermudah cara pembuatan barang berasal dan berkembang dari faktor tenaga kerja lebih dari faktor manapun. Maka kedudukan tenaga kerja sebagai unsur pengukur faktor produktivitas nampaknya sah dan sulit digoyahkan. Penggunaan sumber daya manusia, modal dan teknologi secara ekstensif telah banyak ditinggalkan orang. Sebaliknya pola itu bergeser menuju penggunaan secara lebih intensif dari semua sumber-sumber ekonomi. Sumber-sumber ekonomi yang digerakkan secara efektif memerlukan keterampilan organisatoris dan teknis sehingga mempunyai tingkat hasil guna yang tinggi. Artinya, hasil yang diperoleh seimbang dengan masukan yang diolah. Melalui berbagai perbaikan cara kerja, pemborosan waktu, tenaga dan berbagai input lainnya akan bisa dikurangi sejauh mungkin. Hasilnya tentu akan lebih baik dan banyak hal yang bisa dihemat. Yang jelas, waktu tidak terbuang sia-sia, tenaga dikerahkan secara efektif dan pencapaian tujuan usaha bisa terselenggara dengan baik, efektif dan efisien Sinungan, 2009. Hal di atas inilah yang dimaksud dengan produktivitas. Ruang lingkup pengertian dan penghayatan produktivitas perlu kita lihat secara mendalam. Kita tidak bisa memandang sepotong-sepotong atau apriori karena dibalik pengertian sederhana dari produktivitas terkandung kekuatan raksasa yang dapat mempercepat proses perbaikan Sinungan, 2009. Bernandin dan Russell dalam Triton, 2009 mengatakan bahwa produktivitas secara umum dapat diartikan sebagai tingkat perbandingan antara hasil yang dicapai out put dengan masukan input. Secara teknis produktivitas adalah suatu perbandingan antara hasil yang dicapai out put dengan keseluruhan sumber daya yang diperlukan input. Menurut Greenberg dalam Sinungan 2009, mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut. Sinungan 2009 juga mengelompokkan pengertian produktivitas dalam tiga kelompok yaitu : a Rumusan tradisional bagi keseluruhan Produktivitas tidak lain adalah ratio dari apa yang dihasilkan output terhadap keseluruhan peralatan produksi yang pergunakan input. b Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini. c Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi tiga faktor esensial, yakni: investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset, manajemen, dan tenaga kerja. Pada Konferensi Oslo tahun 1984 dalam Sinungan 2009, tercantum definisi produktivitas, yaitu ”Produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan menggunakan sumber-sumber riil yang makin sedikit”. Menurut Blecher dalam Wibowo, 2008 secara konseptual, produktivitas adalah hubungan antara keluaran atau hasil organisasi dengan masukan yang diperlukan. Produktivitas dapat dikuantifikasi dengan membagi keluaran dengan masukan. Menaikkan produktivitas, dengan menghasilkan lebih banyak keluaran atau output yang lebih baik dengan tingkat masukan sumber daya tertentu produktivitas dapat dilakukan dengan memperbaiki rasio produktivitas, dengan menghasilkan lebih banyak keluaran atau output yang lebih baik dengan tingkat masukan sumber daya tertentu. Umar 2008 mengatakan, pengertian produktivitas bermacam-macam, diantaranya sebagai : a. Produktivitas mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari sekarang. b. Secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber-sumber yang digunakan. Wibowo 2008 mengatakan bahwa kebanyakan ukuran produktivitas yang dipakai ekonom dan eksekutif bisnis adalah produktivitas tenaga kerja, karena tenaga kerja merupakan komponen biaya terbesar. Ukuran tersebut memberikan indikasi bahwa ukuran tersebut telah digunakan dengan baik atau telah diboroskan. Sedarmayanti 2009 menyatakan bahwa produktivitas individu atau tenaga kerja merupakan perbandingan dari efektivitas keluaran pencapaian unjuk kerja yang maksimal dengan efisiensi salah satu masukan tenaga kerja yang mencakup kuantitas, kualitas dalam satuan waktu tertentu. Berdasarkan definisi-definisi di atas maka produktivitas kerja dapat disimpulkan sebagai unjuk kerja yang maksimal yang mengacu pada prinsip efektifitas dan efisiensi dalam menyelaraskan input dengan output guna mencapai kualitas barang dan jasa dengan waktu yang terbaik.

2.1.2. Indikator-indikator Produktivitas Kerja

Produktivitas dapat ditinjau berdasarkan tingkatannya dengan tolok ukur masing- masing. Tolok ukur produktivitas kerja dapat dilihat dari kinerja karyawan. Untuk melihat sejauh mana produktivitas kerja karyawan, diperlukan penjelasan tentang dimensi, unsur, indikator dan kriteria yang menyatakan produktivitas kerja karyawan. Dimensi produktivitas menyangkut masukan, proses dan produk atau keluaran. Masukan merujuk kepada pelaku produktivitas dan produk, sedangkan keluaran berkaitan dengan hasil yang dicapai. Sedarmayanti 2009 mengatakan bahwa pengertian produktivitas memiliki dua dimensi, yakni efektivitas dan efisiensi. Dimensi pertama berkaitan dengan pencapaian unjuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Efisiensi merupakan ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan input yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana. Apabila masukan yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi, tetapi semakin kecil masukan yang dapat dihemat, sehingga semakin rendah tingkat efisiensi. Pengertian efisiensi di sini lebih berorientasi kepada masukan input sedangkan masalah keluaran output kurang menjadi perhatian utama. Sedangkan efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat Sedarmayanti, 2009. Senada dengan pernyataan diatas, Umar 2008 mengatakan bahwa produktivitas mengandung arti sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai output dengan keseluruhan sumberdaya yang digunakan input. Dengan kata lain bahwa produktivitas memiliki dua dimensi. Dimensi pertama adalah efektivitas yang mengarah kepada pencapaian unjuk kerja yang maksimal yaitu pencapaiaan target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Yang kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaanya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Indikator produktivitas dikembangkan dan dimodifikasi oleh Sedarmayanti 2009, dari pemikiran yang disampaikan oleh Gilmore dan Fromm tentang individu yang produktif, yaitu : 1. Tindakan konstruktif. 2. Percaya pada diri sendiri. 3. Bertanggung jawab. 4. Memiliki rasa cinta terhadap pekerjaan. 5. Mempunyai pandangan ke depan. 6. Mampu mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah-ubah. 7. Mempunyai kontribusi positif terhadap lingkungannya kreatif, imaginatif, dan inovatif. 8. Memiliki kekuatan untuk mewujudkan potensinya. Gilmore dalam Sedarmayanti, 2009 menyatakan bahwa orang yang produktif adalah “who is making a tangible and significant contribution in his chosen field, who is imaginative, perceptive, and innovative in his approach to life problems and to accomplishment of his own goals creativity, and who is at the same time both responsible and responsive in his relationship with other”. Dalam uraian tersebut, Gilmore menekankan kontribusi yang positif dari diri seseorang terhadap lingkungannya di mana dia berada. Dengan adanya tindakan yang konstruktif, imaginatif, kreatif dari individu dalam organisasi, maka diharapkan produktivitas organisasi akan meningkat. Timpe dalam Umar, 2008 mengungkapkan tentang ciri umum karyawan yang produktif adalah sebagai berikut: 1. Cerdas dan dapat belajar dengan cepat. 2. Kompeten secara profesionalteknis selalu memperdalam pengetahuan dalam bidangnya. 3. Kreatif dan inovatif, memperlihatkan kecerdikan dan keanekaragaman. 4. Memahami pekerjaan. 5. Belajar dengan “cerdik”, menggunakan logika, mengorganisasikan pekerjaan dengan efisien, tidak mudah macet dalam pekerjaan. 6. Selalu mempertahankan kinerja rancangan, mutu, kehandalan, pemeliharaan keamanan, mudah dibuat, produktivitas, biaya dan jadwal. 7. Selalu mencari perbaikan, tetapi tahu kapan harus berhenti menyempurnakan. 8. Dianggap bernilai oleh pengawasnya. 9. Memiliki catatan prestasi yang berhasil. 10. Selalu meningkatkan diri. Pribadi yang produktif adalah pribadi yang yakin akan kemampuan dirinya, yang dalam istilah psikologi sering disebut sebagai orang yang memiliki rasa percaya diri self confidence, harga diri self esteem dan konsep diri self concept yang tinggi. Orang yang demikian dapat dikatakan sebagai orang yang mampu mengaktualisasikan dirinya Sedarmayanti, 2009. Orang yang demikian dapat dikatakan sebagai orang yang mampu mengaktualisasikan dirinya. Hal tersebut berkaitan dengan individu yang kreatif, yakni memiliki kepandaian untuk menggunakan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan persoalan, sebagaimana diungkapkan Fromm dalam Sedarmayanti, 2009 bahwa individu produktif adalah orang yang memiliki kasih sayang, kecakapan untuk menggunakan kemampuannya dan dapat merealisasikan potensi yang ada dalam dirinya. Individu yang kreatif dan produktif diutarakan sebagai berikut: “Productiveness is man’s ability to use his powers and to realize the potentialities inherent in him” Sedarmayanti, 2009. Demikian pula pendapat yang di kemukakan Gaffar dalam Sedarmayanti, 2009 bahwa individu yang produktif adalah yang menghasilkan produk yang bermutu, dapat diamati serta berguna bagi masyarakat, maksudnya berkenaan dengan kontribusi individu secara kualitatif, yang mempunyai dampak positif bagi masyarakat. Pribadi yang produktif akan lebih kreatif dalam berhubungan dengan dunia sekitarnya dengan cara menciptakan hasil karya melalui kemampuan dan menggunakan pikiran serta perasaannya. Individu yang kreatif dapat dikatakan sebagai seorang yang tinggi independensinya, inovatif dalam pendekatan masalah, terbuka terhadap suatu pengalaman baru yang lebih luas, ditandai dengan spontanitas, fleksibilitas, dan kompleksitas pandangan. Jadi, produktivitas merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan kemampuan atau mewujudkan segenap potensi guna mewujudkan kreativitas Sedarmayanti, 2009. Indikator orang-orang yang produktif di atas memiliki kesamaan dengan karakteristik orang yang teraktualisasi versi Maslow, sekalipun ia sangat menyadari akan adanya keterbatasan yang sangat subyektif, namun ia berusaha keras untuk menemukan ciri-ciri orang yang teraktualisasi diri dan ia pun yakin bahwa informasi yang ia peroleh memiliki nilai yang patut menjadi perhatian. Ciri-ciri utama tersebut adalah sebagai berikut: 1 Persepsi yang lebih efisien terhadap realita dan lebih menyenangkan; 2 Penerimaan diri, orang lain, dan sifat; 3 Sifat spontan; 4 Pemusatan masalah; 5 Adil kebutuhan privasi; 6 Independen kultur dan lingkungan; 7 Kesegaran apresiasi; 8 Pengalaman mistik dan lautan perasaan; 9 Simpati untuk kemanusiaan; 10 Hubungan antar pribadi yang dekat; 11 Struktur karakter demokrasi; 12 Alat dan tujuan; 13 Filosofis, tak bermusuhan, rasa humor; 14 Kreatif Asnawi,2002. Dalam penelitian ini indikator-indikator produktivitas kerja yang dipilih atas teori dari Gilmore dan Fromm, yang dikembangkan dan dimodifikasi oleh Sedarmayanti 2009 tentang individu yang produktif, yaitu: 1 Tindakannya konstruktif; 2 Percaya pada diri sendiri; 3 Bertanggung jawab; 4 Memiliki rasa cinta terhadap pekerjaan; 5 Mempunyai pandangan ke depan; 6 Mampu mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah-ubah; 7 Mempunyai kontribusi positif terhadap lingkungannya kreatif, imaginatif, dan inovatif; 8 Memiliki kekuatan untuk mewujudkan potensinya.

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja

Tinggi rendahnya produktivitas kerja seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya seperti di kemukakan oleh Sinungan 2009 yaitu: 1 Kuantitas, 2 Tingkat keahlian, 3 Latar belakang kebudayaan dan pendidikan, 4 Kemampuan, sikap, 5 Minat, 6 Struktur pekerjaan, keahlian, dan umur kadang-kadang jenis kelamin dari angkatan kerja. Terkait dengan hal diatas, Sinungan 2009 mengajukan dua kelompok faktor bagi produktivitas perorangan yang tinggi. • Yang pertama sedikitnya meliputi : 1. Tingkat pendidikan dan latihan. 2. Jenis teknologi dan hasil produksi. 3. Kondisi kerja. 4. Kesehatan, kemampuan fisik dan mental. • Kelompok kedua mencakup : 1. Sikap terhadap tugas, teman sejawat dan pengawas. 2. Keanekaragaman tugas. 3. Sistem insentif sistem upah dan bonus 4. Kepuasan kerja. 5. Keamanan kerja. 6. Kepastian pekerjaan. 7. Perspektif dari ambisi dan promosi. Menurut Balai pengembangan produktivitas daerah dalam Sedarmayanti, 2009 mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah : 1. Sikap kerja, seperti: kesediaan untuk bekerja secara bergiliran shift work , dapat menerima tambahan tugas dan bekerja dalam tim. 2. Tingkat keterampilan, yang ditentukan oleh pendidikan, latihan dalam manajemen dan supervisi serta keterampilan dalam teknik industri. 3. Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan organisasi yang tercermin dalam usaha bersama antara pimpinan organisasi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas melalui lingkaran pengawasan mutu quality control circles dan panitia melalui kerja unggul. 4. Manajemen produktivitas, yaitu: manajemen yang efisien mengenai sumber dan sistem kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas. 5. Efisiensi tenaga kerja, seperti: perencanaan tenaga kerja dan tambahan tugas. 6. Kewiraswastaan, yang tercermin dalam pengambilan resiko, kreativitas dalam berusaha, dan berada dalam jalur yang benar dalam berusaha. Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja menurut Sedarmayanti 2009, di antaranya adalah : 1. Sikap mental, berupa: motivasi kerja, disiplin kerja, etika kerja. 2. Pendidikan: pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan arti pentingnya produktivitas. Pendidikan di sini dapat berarti pendidikan formal maupun non formal. Tingginya kesadaran akan pentingnya produktivitas dapat mendorong pegawai yang bersangkutan melakukan tindakan produktif. 3. Keterampilan: pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil maka akan lebih mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. pegawai akan menjadi lebih terampil apabila mempunyai kecakapan ability dan pengalaman experience yang cukup. 4. Manajemen: pengertian manajemen disini dapat berkaitan dengan sistem yang di terapkan oleh pimpinan untuk mengelola ataupun memimpin serta mengendalikan staff atau bawahannya. Apabila manajemennya tepat maka akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga dapat mendorong pegawai untuk melakukan tindakan produktif. 5. Hubungan Industrial Pancasila: dengan penerapan Hubungan Industrial Pancasila maka, akan : a. Menciptakan ketenangan kerja dan memberikan motivasi kerja secara produktif sehingga produktivitas dapat meningkat. b. Menciptakan hubungan kerja yang serasi dan dinamis sehingga menumbuhkan partisipasi aktif dalam usaha meningkatkan produktivitas. c. Menciptakan harkat dan martabat pegawai sehingga mendorong diwujudkannya jiwa yang berdedikasi dalam upaya peningkatan produktivitas. 6 . Tingkat penghasilan: apabila tingkat penghasilan memadai maka dapat menimbulkan konsentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas. 7. Gaji dan kesehatan: apabila pegawai dapat memenuhi kebutuhan gizinya dan berbadan sehat, maka akan lebih kuat bekerja, apalagi bila mempunyai semangat yang tinggi maka akan dapat meningkatkan produktivitas kerjanya. 8. Jaminan sosial: jaminan sosial yang diberikan oleh suatu organisasi kepada pegawainya dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja. Apabila jaminan sosial pegawai mencukupi maka akan dapat menimbulkan kesenangan bekerja, sehingga mendorong pemanfaatan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas kerja. 9. Lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong pegawai agar senang bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik menuju ke arah peningkatan produktivitas. 10. Sarana produksi: mutu sarana produksi berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas. Apabila sarana produksi yang digunakan tidak baik, kadang-kadang dapat menimbulkan pemborosan bahan yang dipakai. 11. Teknologi: apabila teknologi yang dipakai tepat dan lebih maju tingkatannya maka akan memungkinkan : a. Tepat waktu dalam penyelesaian proses produksi . b. Jumlah produksi yang dihasilkan lebih banyak dan bermutu. c. Memperkecil terjadinya pemborosan bahan sisa. 12. Kesempatan berprestasi: pegawai yang bekerja tentu mengharapkan peningkatan karier atau pengembangan potensi pribadi yang nantinya akan bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi organisasi. Apabila terbuka kesempatan untuk berprestasi, maka akan menimbulkan dorongan psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas kerja.

2.1.4. Pengukuran Produktivitas Kerja

Pengukuran produktivitas kerja sebagai sarana untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi. Manfaat lain adalah untuk menentukan target dan kegunaan, praktisnya sebagai standar dalam pembayaran upah karyawan. Untuk mengukur produktivitas dapat digunakan dua jenis ukuran jam kerja manusia yakni jam–jam kerja yang harus dibayar dan jam–jam kerja yang harus dipergunakan untuk bekerja Sinungan, 2009. Pengukuran produktivitas tenaga kerja menurut sistem pemasukan fisik pe rorangan atau per orangper jam kerja diterima secara luas, namun dari sudut pandangan atau pengawasan harian, pengukuran-pengukuran tersebut pada umumnya tidak memuaskan, dikarenakan adanya variasi dalam jumlah yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk yang berbeda. Oleh karena itu, digunakan metode pengukuran waktu tenaga kerja jam, hari, tahun. Pengeluaran diubah dalam unit-unit pekerja yang biasanya diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu jam oleh pekerja yang terpercaya yang bekerja menurut pelaksana standar. Karena, hasil maupun masukan dapat dinyatakan dalam waktu, produktivitas tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai suatu indeks yang sangat sederhana : Hasil dalam jam-jam yang standar Masukan dalam jam-jam waktu Masukan pada ukuran produktivitas tenaga kerja seharusnya, menutup jam-jam kerja para pekerja, bagi pekerja kantor maupun bukan. Manajer yang bermaksud mengevaluasi jalannya biaya tenaga kerja dan penggunaan tenaga kerja dapat membagi tenaga kerja perusahaan ke dalam beberapa komponen untuk dianalisa, misalnya, hasil yang sama dapat dihubungkan dengan produksi atau pekerja tata usaha Sinungan, 2009.

2.2. Tingkat Keberagamaan

2.2.1. Pengertian Keberagamaan

William James berpendapat bahwa agama mempunyai peranan sentral dalam menentukan prilaku manusia dan memusatkan perhatian kepada ungkapan keberagamaan dalam berbagai ragamnya. James mendefinisikannya sebagai perasaan, tindakan dan pengalaman individu dalam kesunyian sejauh mereka melihat dirinya berdiri di hadapan apa yang mereka anggap sebagai Ilahi, dan yang dimaksud yang Ilahi artinya “hanyalah realitas pertama yang dirasakan individu untuk direspons dengan penuh kekhusyukan dan kesungguhan, bukan dengan kutukan dan lawakan” Rakhmat, 2005. Daradjat 1991 mengemukakan istilah kesadaran agama religious consciousness dan pengalaman agama religious experience. Kesadaran agama merupakan segi agama yang terasa dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau dapat dikatakan sebagai aspek mental dari aktivitas agama. Pengalaman agama masalah unsur perasaan dalam kesadaran agama yaitu, perasaan yang membawa keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan. Daradjat menjelaskan keberagamaan mencakup kesadaran agama dan pengalaman agama. Yang dimaksud dengan kesadaran agama adalah bagiansegi agama yang hadir terasa dalam pikiran yang merupakan aspek mental dari aktivitas agama. Sedangkan pengalaman agama adalah unsur perasaan dalam kesadaran beragama, yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan amaliyah Jalaluddin, 2005. Jalaluddin 2005 memandang keberagamaan sebagai kematangan beragama yakni kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari- hari. Nashori dan Mucharam 2002 menjelaskan tentang definisi keberagamaan, yaitu seberapa besar pelaksanaan ibadah dan kaidah, serta seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Glock dalam Rakhmat, 2005 menyatakan bahwa keberagamaan seseorang pada dasarnya lebih menunjuk pada pelaksanaan keagamaan yang berupa penghayatan dan pembentukan komitmen, sehingga lebih merupakan proses internalisasi nilai-nilai agama untuk kemudian diamalkan dalam perilaku sehari-hari. Keberagamaan seseorang meliputi dimensi ideologis, ritualistik, eksperiensial, intelektual dan konsekuensial. Rakhmat 2005 membedakan antara agama dengan keberagamaan. Keberagamaan diartikan sebagai pengalaman-pengalaman yang dirasakan oleh para penganut agama meliputi pikiran, perasaan dan tindakan. Gambaran keberagamaan seperti ini oleh Deconchy dalam Rakhmat, 2005 disebut sebagai psikografi. Dari definisi-definisi di atas maka keberagaman adalah sejauh mana nilai- nilai luhur agama mampu di aplikasikan dan di aktualisasikan di dalam kehidupan individu baik rasa, cipta dan karsa.

2.2.2. Dimensi-dimensi Keberagamaan

Glock dalam Rahmat, 2005 mengembangkan teknik analisis keberagamaan dengan teknik dimensional. Jadi, untuk menguraikan keberagamaan dapat dianalisa melalui beberapa dimensi, yaitu dimensi ideologis, dimensi ritualistik, dimensi eksperiensial, dimensi intelektual, dan dimensi konsekuensial. 1. Dimensi Ideologis Seseorang muslim yang baik akan memiliki ciri utama berupa akidah yang kuat. Dimensi akidah ini mengungkapkan masalah keyakinan manusia terhadap rukun iman iman kepada Allah, Malaikat, Kitab, Nabi, Hari pembalasan, serta Qadha dan Qadar. 2. Dimensi Ritualistik Dimensi ciri yang tampak dari keberagamaan seorang Muslim adalah dari perilaku ibadahnya kepada Allah, dimensi ibadah ini dapat diketahui dari sejauh mana tingkat kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan- kegiatan ibadah sebagaimana yang diperintahkan oleh agamanya. Dimensi ibadah ritual berkaitan dengan frekuensi, intensitas, dan pelaksanaan ibadah seseorang. Seorang Muslim yang beribadah dengan baik menggunakan waktu-waktu yang dimilikinya untuk beribadah kepada Allah dengan salat lima waktu, membaca zikir, berdoa, dan rajin berpuasa dan berzakat. 3. Dimensi Eksperiensial Dimensi amal ini berkaitan dengan kegiatan pemeluk agama untuk merealisasikan ajaran-ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari yang berlandaskan pada etika dan spiritualitas agama. Dimensi ini menyangkut hubungan manusia satu dengan manusia yang lain. Menurut Glock dan Stark, seperti dikutip oleh Nashori dan Mucharram 2002 dimensi ini menunjuk pada seberapa jauh seseorang dalam berprilaku yang dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya. Prilaku yang dimaksud adalah bagaimana individu berhubungan dengan dunianya, terutama dengan sesama manusia. Dimensi amal meliputi memperjuangkan kebenaran dan keadilan, menolong sesama, disiplin dan menghargai waktu, sungguh–sungguh dalam belajar dan bekerja, bertanggung jawab, tidak berjudi, tidak meminum minuman yang diharamkan, dan berkata benar. 4. Dimensi Intelektual Dimensi ilmu berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya. Orang–orang yang beragama paling tidak harus mengetahui hal-hal yang pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, kitab suci dan tradisi-tradisi keagamaan. Serta Al-Qur’an merupakan pedoman hidup sekaligus sumber ilmu pengetahuan. Dimensi ilmu meliputi empat bidang, yaitu akidah, ibadah, akhlak, serta pengetahuan mengenai Al-Qur’an dan Al-Hadits Nashori dan Mucharram, 2002. 5. Dimensi Konsekuensial Dimensi ihsan berkaitan dengan seberapa jauh seseorang merasa dekat dan dilihat oleh Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi ihsan mencakup pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Tuhan dalam kehidupan, ketenangan hidup, takut melanggar larangan Tuhan, keyakinan menerima balasan, perasaan dekat dengan Tuhan, dan dorongan untuk melaksanakan perintah agama.

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberagamaan

Robert H. Thouless 1995 menjelaskan tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberagamaan, yaitu : a. Pengaruh pendidikan dan berbagai tekanan sosial faktor sosial. b. Berbagai pengalaman yang membantu sikap keberagamaan terutama pengalaman tentang keindahan, keserasian, kebaikan faktor alamiah, dan pengalaman emosional keagamaan faktor efektif. c. Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan yang tidak terpenuhi terutama kebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri, dan ancaman kematian. Adapun Yusuf 2004 menjelaskan perkembangan keberagamaan seseorang yaitu: 1. Faktor fitrah internal Perbedaan hakiki antara manusia dan hewan adalah bahwa manusia mempunyai fitrah pembawaan beragama homo religius. Setiap manusia yang lahir kedunia ini, baik yang masih primitive, bersahaja, maupun yang sudah modern, baik yang lahir dinegara komunis maupun kapitalis, baik yang lahir dari orang tua yang shaleh maupun yang jahat, sejak Nabi Adam AS sampai akhir zaman, menurut fitrah kejadiannya mempunyai potensi beragama atau keimanan kepada Tuhan atau percaya adanya kekuatan diluar dirinya yang mengatur hidup dan kehidupan alam semesta. Dalam perkembangannya, fitrah beragama ini ada yang berjalan secara alamiah, dan ada juga yang mendapat bimbingan dari para Rasulullah, sehingga fitrahnya itu berkembang sesuai dengan kehendak Allah SWT. 2. Faktor lingkungan eksternal a. Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak, oleh karena itu kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian anak sangatlah dominan. Dalam hal ini, orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam menumbuh kembangkan fitrah beragama anak. Salah seorang ahli psikologi, yaitu Hurlock dalam Yusuf, 2004 berpendapat bahwa keluarga merupakan tempat bagi penanaman nilai-nilai agama. Pengembangan fitrah atau jiwa beragama anak, seyogyanya bersamaan dengan perkembangan kepribadiannya yaitu sejak lahir bahkan lebih dari itu sejak dalam kandungan. Oleh karena itu, sebaiknya pada saat bayi masih berada dalam kandungan, orang tua lebih meningkatkan amal ibadahnya kepada Allah, seperti melaksanakan sholat wajib dan sunah, berdo’a, berzikir, membaca Al-Qur’an dan memberi sedekah. b. Lingkungan Sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai program yang sistematik dalam melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak siswa agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya. Menurut Hurlock dalam Yusuf, 2004 pengaruh sekolah terhadap pengembangan kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan subtitusi dari keluarga dan guru-guru subtitusi dari orang tua. Dalam kaitannya dengan upaya mengembangkan fitrah beragama para siswa sekolah, terutama dalam hal ini guru agama mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan wawasan pemahaman, pembiasaan mengamalkan ibadah atau akhlak yang mulia dan sikap apresiatif terhadap ajaran agama. c. Lingkungan Masyarakat Yang dimaksud lingkungan masyarakat di sini adalah situasi atau kondisi interaksi sosial dan sosio kultural yang secara potensial berpengaruh terhadap perkembangan fitrah beragama individu, dalam masyarakat, individu terutama anak-anak dan remaja akan melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat lainnya. Apabila teman sepergaulan itu menampilkan prilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama berakhlak baik, maka seseorang akan cenderung berakhlak baik. Namun apabila orang lain berprilaku tidak baik, amoral atau melanggar norma- norma agama, maka orang itu cenderung akan terpengaruh untuk mengikuti atau mencontoh prilaku tersebut. hal ini akan terjadi apabila seseorang kurang mendapatkan bimbingan agama dalam keluarganya.

2.3. Hubungan Tingkat Keberagamaan dengan Produktivitas Kerja

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan antara tingkat keberagamaan dengan produktivitas kerja karyawan atau tenaga kerja. Karyawan sebagai individu memiliki peran sentral dalam sebuah perusahaan, karena karyawan sangat berpengaruh pada kualitas dan kuantitas dari kelangsungan perusahaan, ini dikarenakan karyawan atau tenaga kerja merupakan komponen biaya terbesar, sehingga harus sangat diperhatikan pengukurannya Wibowo, 2008. Oleh karenanya diharapkan munculnya prilaku produktif untuk menyokong perusahaan. Perilaku yang mengarah pada peningkatan produktivitas tersebut menurut Timpe dalam Umar, 2000 meliputi : 1 Cerdas dan dapat belajar dengan relative cepat, 2 Kompeten secara professional, 3 Kreatif dan inovatif, 4 Memahami pekerjaan, 5 Belajar dengan cerdik menggunakan logika, tidak mudah macet dalam pekerjaan, 6 Selalu mencari perbaikan- perbaikan, tetapi tahu kapan harus berhenti, 7 Dianggap bernilai oleh atasannya, 8. Memiliki catatan prestasi yang baik, dan 9 Selalu meningkatkan diri. Berikut adalah indikator-indikator individu yang produktif yang dimodifikasi oleh Sedarmayanti 2009 dari pemikiran Gilmore dan Fromm, yaitu: a tindakannya konstruktif; b percaya pada diri sendiri; c bertanggung jawab; d memiliki rasa cinta terhadap pekerjaan; e mempunyai pandangan ke depan; f mampu mengatasi persoalan dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah-ubah; g mempunyai kontribusi positif terhadap lingkungannya kreatif, imaginatif, dan inovatif; h memiliki kekuatan untuk mewujudkan potensinya. Intinya semakin produktif karyawan maka semakin menguntungkan perusahaan. Perlu diingat bahwa karyawan bukanlah mesin yang tidak berperasaan, karyawan akan mengalami titik dimana ia akan merasa bosan atas pencapaiannya selama ini, yaitu bekerja dengan penuh tekanan untuk memenuhi kebutuhan hidup, hingga terkadang lupa bahwa apa yang diperjuangannnya itu hanyalah sementara, atau lebih cenderung berada dalam tataran dunia semata. Dengan diimbangi oleh kesadaran akan kebermaknaan hidup yang merangkul sisi spiritual dalam diri manusia, maka pekerjaan diharapkan dapat menjadi sebentuk ibadah yang dilakukan dengan totalitas, tulus dan penuh tanggung jawab tanpa merugikan pihak manapun. Banyak kasus yang menunjukan penurunan produktivitas kerja dikarenakan kekeringan akan keberagamaan, kemudian membalikkan keadaan tersebut dengan memaksimalkan pemahaman akan pentingnya keberagamaan, sebagai contohnya adalah PT. Krakatau Steel yang berhasil menurunkankan biaya produksi total yang semula rata-rata 486,94 dolar ASTSB menjadi 413,48 dolar ASTSB. Keberhasilan tersebut ditenggarai karena kentalnya semangat spiritual dalam tubuh organisasi yang menimbulkan kesadaraan untuk berbuat yang terbaik dalam bekerja www.infoanda.com. Daripada itu Glock dalam Rakhmat, 2005 menyatakan bahwa keberagamaan seseorang pada dasarnya lebih menunjuk pada pelaksanaan keagamaan yang berupa penghayatan dan pembentukan komitmen, sehingga lebih merupakan proses internalisasi nilai-nilai agama untuk kemudian diamalkan dalam perilaku sehari-hari. Glock menjelaskan psikografi atau keberagamaan ke dalam analisis dimensional, di mana keberagamaan seseorang dilihat dari berbagai dimensi. Dimensi-dimensi keberagamaan tersebut adalah dimensi ideologis, ritualistik, eksperiensial, intelektual, dan konsekuensial. Oleh karena itu, tingkat keberagamaan diasumsikan memiliki hubungan dengan produktivitas kerja. Karena produktivitas kerja mengarah pada penekanan kontribusi yang positif dari diri seseorang terhadap lingkungannya di mana dia berada. Dengan adanya tindakan yang konstruktif, imaginatif, kreatif dari individu dalam organisasi, maka diharapkan produktivitas organisasi akan meningkat Gilmore dalam Sedarmayanti 2009. Sedangkan tingkat keberagamaan dengan dimensi-dimensinya merupakan penghayatan dan pembentukan komitmen, sehingga lebih merupakan proses internalisasi nilai-nilai agama untuk kemudian diamalkan dalam perilaku sehari-hari, praktisnya dalam kehidupan berorganisasi.

2.4. Kerangka Berpikir