1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Dewasa  ini  kebutuhan  mengenai  laporan  keuangan  memiliki  peran penting  dalam  dunia  bisnis.  Hal  ini  disebabkan  laporan  keuangan  dapat
mencerminkan  bagus  tidaknya  posisi  keuangan  suatu  perusahaan  sehingga dapat  menentukan  keberlangsungan  usaha  suatu perusahaan  going  concern.
Seiring  berjalannya  waktu,  laporan  keuangan  suatu  perusahaan  pasti membutuhkan jasa seorang akuntan publik auditor untuk mengaudit laporan
keuangan tersebut. Standar  Professional  Akuntan  Publik  pada  seksi  341  menyebutkan
bahwa  pertimbangan  auditor  atas  kemampuan  kesatuan  usaha  dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya harus berdasarkan pada ada tidaknya
kesangsian dalam diri auditor itu sendiri terhadap kemampuan suatu kesatuan usaha  dalam  mempertahankan  kelangsungan  hidupnya  dalam  periode  satu
tahun sejak tanggal keuangan auditan. Kredibilitas  auditor  tentu  sangat  tergantung  dari  kepercayaan
masyarakat  yang  menggunakan  jasa  mereka.  Auditor  yang  dianggap  telah melakukan  kesalahan  maka  akan  mengakibatkan  mereduksinya  kepercayaan
klien.  Namun  meskipun  demikian  klien  tetap  merupakan  pihak  yang mempunyai pengaruh besar terhadap auditor.
2 Maraknya  kejahatan  akuntansi  korporat  yang  terjadi  akhir-akhir  ini
membuat  kepercayaan  para  pemakai  laporan  keuangan  khususnya  laporan keuangan auditan terhadap auditor mulai menurun. Akibat kejahatan tersebut,
para  pemakai  laporan  keuangan  seperti  Investor  dan  kreditur  mulai mempertanyakan kembali eksistensi akuntan publik sebagai pihak independen
yang  menilai  kewajaran  laporan  keuangan  melibatkan  akuntan  publik  yang seharusnya menjadi pihak independen.
Seiring dengan tuntutan untuk menghadirkan suatu proses bisnis  yang terkelola  dengan  baik,  sorotan  atas  kinerja  akuntan  terjadi  dengan  begitu
tajamnya.  Ini  tidak  dapat  dilepaskan  dari  terjadinya  beberapa  skandal  besar ”malpraktik  bisnis”  yang  telah  melibatkan  profesional  akuntan.  Peristiwa
bisnis  yang  melibatkan  akuntan  tersebut  seharusnya  memberikan  pelajaran untuk  mengutamakan  etika  dalam  melaksanakan  praktik  profesional
akuntansi.  Krisis  moral  dalam  dunia  bisnis  yang  sangat  fenomenal  pada dekade terakhir  ini adalah  kasus ”Enron”,  yang didalamnya melibatkan  salah
satu  the  big  five  accounting  firm  ”Arthur  Anderson”.  Suatu  kasus  yang sedemikian  kompleks,  yang  kemudian  diikuti  mencuatnya  kasus-kasus  besar
lainnya.  Skandal  keuangan  ini  tidak  saja  berakibat  pada  menurunnya  kinerja perekonomian  Amerika  Serikat  yang  ditandai  dengan  menurunnya  harga
saham  di  Wall  Street  dan  indeks  harga  saham  Dow  Jones,  tetapi  kemudian juga  merembet  ke  negara-negara  lainnya  Suharto,  2002  dalam  Ludigdo
2006.  Bahkan  kemudian  peristiwa  ini  memicu  kembali  kalangan pemerintahan  dan  legislatif  di  Amerika  Serikat  untuk  meninjau  kembali
3 perangkat  hukum  yang  mengatur  perusahaan  korporat  dan  praktik  akuntan
publik  dengan  antara  lain  mengeluarkan  ”Sarbanes-Oxley  Act  of  2002”  dan juga  ”Public  Company  Accounting  Reform  and  Investor  Protection  Act  of
2002” untuk pengaturan praktik akuntan publik Purba, 2002 dalam Ludigdo 2006.
Kasus  di  Indonesia,  terjadinya  kegagalan  audit  sering  dihubungkan sebagai  salah  satu  penyebab  krisis  ekonomi  yang  dimulai  di  tahun  1997.
Buruknya  praktik  akuntansi  di  Indonesia  ditengarai  ikut  mendorong memburuknya  krisis  ekonomi  yang  terjadi  ADB,  2003 dalam  Koroy  2007.
Menurut  media  massa,  integritas  dan  tanggungjawab  auditor  Indonesia dipertanyakan  khususnya  pada  pengauditan  Bank.  Bank  yang  memperoleh
opini  auditor  wajar  tanpa  pengecualian  dalam  laporan  keuangannya  justru mengalami kebangkrutan Bisnis Indonesia, 1999 dalam Koroy 2007.
Kasus-kasus  serupa  juga  terjadi,  misalnya  kasus  yang  cukup  menarik adalah  keterlibatan  10  Kantor  Akuntan  Publik  KAP  yang  melakukan  audit
terhadap bank beku operasi dan bank beku kegiatan usaha Toruan, 2002 yang dikutip  Baidaie,  2000  dalam  Ludigdo,  2006.  Selain  itu  terdapat  kasus
penggelapan  pajak  yang  melibatkan  KAP  ”KPMG  Sidharta    Harsono” KPMG-SSH  yang  menyarankan  kliennya  PT.Easman  ChristensenPTEC
untuk  melakukan  penyuapan  kepada  aparat  perpajakan  Indonesia  untuk mendapatkan  keringanan atas  jumlah kewajiban pajak  yang  harus dibayarnya
Sinaga et al, 2000 dalam Ludigdo, 2006.
4 Untuk  mencegah  agar  tidak  terjadi  kasus-kasus  seperti  diatas,  maka
khususnya  di  Indonesia  dibuat  suatu  aturan  dalam  Surat  Keputusan  Menteri Keuangan  Nomor  423KMK.062002  tentang  jasa  akuntan  publik  dan  diatur
lebih lanjut oleh Peraturan Bapepam Nomor VIII.A.2 Bapepam, 2002 dalam Koroy,  2007  tentang  Independensi  akuntan  yang  memberikan  jasa  audit  di
pasar  modal.  Peraturan  Bapepam  ini  menyatakan  akuntan  tidak  independen bila  mempunyai  kepentingan  keuangan  langsung  atau  tidak  langsung  yang
material  pada  klien,  mempunyai  hubungan  pekerjaan  dengan  klien, mempunyai  hubungan  usaha  secara  langsung  maupun  tidak  langsung  dengan
klien  dan  memberikan  jasa-jasa  non  audit  kepada  klien.  Selain  itu  agar akuntan  tetap
independen dipersyaratkan
agar mempunyai
sistem pengendalian  mutu  dan  pembatasan  penugasan  audit.  Dengan  mencegah  hal
diatas  dan  menjalankan  persyaratan,  auditor  diharapkan  mampu  bersikap independen.
Bertolak  dari  kasus-kasus  diatas  dan  kemudian  dihubungkan  dengan terjadinya  krisis  ekonomi  di  Indonesia,  akuntan  seolah  menjadi  profesi  yang
harus  paling  bertanggung  jawab.  Dalam  hal  ini,  karena  peran  pentingnya dalam  masyarakat  bisnis,  akuntan  publik  bahkan  dituduh  sebagai  pihak  yang
paling  besar  tanggung  jawabnya  atas  kemerosotan  perekonomian  Indonesia. Bagaimanapun  situasi  kontekstual  ini  memerlukan  perhatian  dalam  berbagai
aspek pengembangan profesionalisme akuntan, termasuk di dalamnya melalui suatu penelitian.
5 Penelitian etika akuntan di Indonesia telah banyak dilakukan. Namun
penelitian  ini  masih  terbatas  pada  aspek  kognitif  akuntan  berkaitan  dengan pengambilan  keputusan  etis.  Penelitian  ditekankan  pada  aspek  kognitif
tersebut  referensi  utamanya  adalah  Theory  of  Moral  Reasoning  yang dikembangkan  oleh  Kohlberg  dan  Defining  Issues  Test  DIT  yang
dikembangkan oleh Rest. Mendasarkan pada kedua model ini, penelitian etika pada  umumnya  mengembangkan  instrumen  yang  berisi  situasi  pengambilan
keputusan etis dan pendekatannya positivistik. Ini antara lain tampak dari yang dilakukan  oleh  Maryani  dan  Ludigdo  2001  dengan  hasil  surveinya  yang
mendeskripsikan  secara  parsial  faktor-faktor  yang  mempengaruhi  sikap  dan perilaku  etis  akuntan,    Sihwayuni  dan  Gudono  2000  yang  berfokus  pada
masalah  persepsi  akuntan  terhadap  kode  etik  akuntan  dan  etika  bisnis,  serta Khomsiyah  dan  Indriantoro  1998  yang  menguji  pengaruh  orientasi  etika
terhadap komitmen dan sensitivitas etika Ludigdo, 2006. Barnes  dan  Huan  1991  menyebutkan  bahwa  pemberian  opini
tergantung  pada  faktor  kompetensi  dan  independensi.  Kompetensi  dan Independensi  yang  dimiliki  auditor  dalam  penerapannya  akan  terkait  dengan
etika. Akuntan mempunyai  kewajiban  menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka  kepada  organisasi  dimana  mereka  bernaung,  profesi  mereka,
masyarakat  dan  diri  mereka  sendiri  dimana  akuntan  mempunyai  tanggung jawab  menjadi  kompeten  dan  menjaga  integritas  dan  objektivitas  mereka
Nugrahaningsih, 2005.
6 Ashton  1991,  Choo  dan  Trootman  1991,  Libby  dan  Libby  1989
dalam  Mayangsari  2003  mengatakan  bahwa  pengalaman  dan  pengetahuan merupakan  faktor  penting  yang  berkaitan  dengan  pemberian  audit.  Knapp
1985  dalam  Mayangsari  2003  mengatakan  bahwa  yang  mempengaruhi pemberian  pendapat  audit  adalah  kemampuan  auditor  untuk  tetap  bersikap
independen meskipun ada tekanan dari pihak manajemen. Di  pihak  lain,  pekerjaan  auditor  adalah  pekerjaan  yang  melibatkan
keahlian  expertise.  Salah  satu  ciri  keahlian  expertise  auditor  yang  sudah diteliti  dalam  riset  keperilakuan  adalah  mengenai  perhatiannya  terhadap
informasi  negatif  dan  positif  auditor  attendance  to  negative  and  positive information, yang telah ditunjukkan Anderson dan Maletta 1994. Hasil studi
mereka  didasarkan  pada  temuan  dalam  pengauditan  dan  psikologi  yang menunjukkan  pengalaman  memainkan  peran  penting  dalam  sejauh  mana
perilaku konservatifberorientasi negatif diperlihatkan. Haynes  et  al  1998  lebih  cenderung  mengaitkannya  dengan  faktor
eksternal  dari  auditor,  yaitu  insentif  kontekstual.  Hal  yang  juga  penting dikaitkan  dengan  hal  ini  adalah  berkaitan  dengan  karakteristik  individual
auditor yang
berpengalaman itu.
Berbagai  penelitian  pengauditan menunjukkan bahwa semakin berpengalaman seorang auditor semakin mampu
dia  menghasilkan  kinerja  yang  lebih  baik  dalam  tugas-tugas  yang  semakin kompleks Libby, 1995.
Berdasarkan  penjelasan  diatas  dapat  diambil  simpulan  bahwa  proses pengambilan  keputusan  dalam  bidang  audit  dipengaruhi  oleh  faktor  keahlian
7 audit dan Independensi seorang auditor yang dalam penerapannya akan terkait
dengan  etika.  Keahlian  audit berkaitan  erat  dengan  struktur pengetahuan  dan pengalaman  yang  dimiliki  auditor  dan  dapat  menyebabkan  perbedaan
pendapat    audit  terhadap  suatu  kasus  tertentu.  Sedangkan  Independensi merupakan hal yang melekat pada diri auditor, sehingga independensi menjadi
syarat  mutlak  yang  harus  dimiliki.  Variabel  penelitian  ini  meliputi  etika, independensi,  pengalaman,  keahlian  auditor,  dan  opini  audit.  Penelitian  ini
mengevaluasi  hubungan  antara  etika,  independensi,  pengalaman,  keahlian auditor, dan opini audit.
Penelitian  ini  merupakan  replikasi  penelitian  yang  dilakukan  oleh Megasari  2008  yang  berjudul  ”Pengaruh  Etika,  Keahlian  Audit,  dan
Independensi  terhadap  Opini  Audit”.  Penulis  tertarik  untuk  mengkaji  lebih dalam lagi penelitian ini karena etika, independensi, pengalaman, dan keahlian
auditor  merupakan  keempat  hal  yang  penting  dan  harus  dimiliki  seorang auditor  dalam  menjalankan  profesi  mereka.  Penelitian  ini  mempunyai
beberapa  perbedaan  dengan  penelitian  sebelumnya  yang  dilakukan  oleh Megasari 2008, diantaranya:
1.  Periode  Penelitian.  Penelitian  sebelumnya  dilakukan  pada  tahun  2008, sedangkan penelitian sekarang tahun 2010.
2.  Variabel  Penelitian.  Pada  penelitian  sebelumnya  hanya  ada  tiga  variabel Independen  yaitu etika,  keahlian audit, dan independensi  sedangkan pada
penelitian  sekarang  penulis  menambahkan  variabel  independen,  yaitu pengalaman, yang diteliti sebelumnya oleh Koroy 2007 dalam ”Pengaruh
8 Preferensi Klien dan Pengalaman Audit Terhadap Pertimbangan Auditor”.
3.  Pada  Penelitian  sebelumnya  objek  penelitian  adalah  Auditor  dengan pengalaman  kerja  yang  bervariasi  dan  bekerja  di  KAP  yang  berada  di
Jabodetabek  sedangkan  penelitian  sekarang  adalah  Auditor  dengan pengalaman  kerja  yang  bervariasi  dan  bekerja  di  KAP  yang  berada
diwilayah Jakarta.
B. PERUMUSAN MASALAH