No
Kategori Frekuensi Persentasi
1. 2.
Persepsi positif Persepsi negatif
63 2
96,9 3,1
5.2 Pembahasan
Desain deskriptif digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk mengidentifikasi persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki di
Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan Denai, dengan jumlah sampel sebanyak 65 orang.
Dari hasil penelitian, mayoritas responden tidak menggunakan alat kontrasepsi dan sebagian lagi menggunakan kondom dan senggama terputus. Tidak ada responden
yang menggunakan metode pantang berkala dan vasektomi. Peneliti mengansumsikan hal ini karena pemakaian kondom yang sangat praktis, mudah diperoleh tanpa harus
konsultasi ke dokter, senggama terputus merupakan metode yang praktis juga karena dapat melakukan hubungan seksual kapan saja, hanya saja dapat mengganggu
kepuasan hubungan seksual. Sementara responden tidak ada yang melakukan metode vasektomi dan pantang berkala karena vasektomi merupakan metode yang menakutkan
bagi masyarakat akibat kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai metode ini. Metode pantang berkala merupakan metode yang sulit dilakukan bagi suami dengan
istri yang memiliki siklus menstruasi tidak teratur dan resiko kegagalannya sangat tinggi
Persepsi merupakan proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian tentang hal yang diamati. Persepsi positif suami tentang
penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki merupakan awal dari terwujudnya partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Partisipasi suami
Universitas Sumatera Utara
dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki akan berpengaruh dalam membantu mewujudkan Program Keluarga Berencana yaitu untuk mengurangi angka kelahiran,
mengatur jarak kelahiran untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak sehingga tercapai Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera BKKBN, 2004.
Pada penelitian ini, persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki dinilai dalam tiga aspek yaitu persepsi suami terhadap definisi dan manfaat
alat kontrasepsi pada laki-laki, jenis metode dan alat kontrasepsi laki-laki, serta persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa persepsi suami terhadap definisi dan manfaat alat kontrasepsi pada laki-laki adalah positif dengan nilai 86,2, responden juga memiliki
persepsi positif terhadap jenis metode dan alat kontrasepsi pada laki-laki 84,6 serta persepsi positif tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki 98,5.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa 56 orang 86,2 responden memiliki persepsi positif terhadap definisi dan manfaat alat kontrasepsi pada laki-laki-
laki. Peneliti mengansumsikan bahwa hal ini terkait dengan latar belakang dari responden yang mayoritas adalah lulusan SMU 50,8 dan 10,8 responden adalah
lulusan Perguruan Tinggi, yang telah mendapatkan materi tentang kontrasepsi secara umum dan pentingnya partisipasi suami dan istri dalam mewujudkan program KB dan
dari data yang diperoleh, bahwa 48 orang 73,9 responden menyatakan bahwa mereka tahu tentang pentingnya partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi
pada laki-laki Menurut Neufeldt 1996 persepsi adalah pemahaman, pengetahuan, dan lain-lain, yang diperoleh dengan merasakan atau mengobservasi ide, konsep, kesan,
dan lain-lain. Menurut Rahmat, 1992 dalam Jurnal Keperawatan Rufaidah, 2005 bahwa pengalaman dapat mempengaruhi peresepsi seseorang. Hal ini juga sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan penelitian Joomla, 2009, bahwa seseorang yang belum pernah memperoleh informasi tentang sesuatu objek, akan memiliki persepsi yang lebih buruk daripada
individu yang telah memperoleh informasi sebelumnya. Jadi, tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang, dan pengetahuan akan mempengaruhi persepsi.
Namun, terdapat 19 orang 13, 8 responden yang memiliki persepsi negatif terhadap definisi dan manfaat alat kontrasepsi pada laki-laki. Peneliti berasumsi bahwa dari 65
orang responden, terdapat 16,9 berpendidikan SMP, 18,5 SD, dan 3,1 tidak sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang berpendidikan SMU dan
Perguruan Tinggi akan lebih mudah dalam menerima dan memahami informasi yang diterimanya.
Sebanyak 55 orang 84,6 responden memiliki persepsi positif terhadap jenis metode dan alat kontrasepsi pada laki-laki. Peneliti mengansumsikan hal ini juga
berhubungan dengan latar belakang pendidikan yang 50 berpendidikan SMU dan Perguruan Tinggi, karena mereka akan lebih mudah dalam menerima dan memahami
informasi yang diterima. Namun 10 orang 15,4 responden yang berpersespi negatif juga terkait dengan latar pendidikannya serta terbatasnya informasi yang diperoleh
masyarakat mengenai pentingnya keterlibatan suami dalam penggunaan alat kontrasepsi.
Dari hasil penelitian juga diperoleh hasil bahwa terdapat 33 orang 50,8 responden yang tidak setuju dengan pernyataan yang terdapat dalam instrumen
penelitian yang menyatakan bahwa tidak diperlukan partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
responden setuju bahwa diperlukan partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki dan 73,9 responden tahu tentang pentingnya partisipasi
Universitas Sumatera Utara
suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki karena akan dapat juga membantu menjaga kesehatan reproduksi istri dan suami tersebut serta untuk
mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera 93,8 Peneliti mengansumsikan hal ini juga terkait dengan latar belakang pendidikan responden. Namun sebanyak 21
orang 32,3 responden setuju bahwa tidak diperlukan partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Selain dengan latar belakang pendidikan
yang tidak seluruhnya SMU dan perguruan tinggi, hal ini juga terkait dengan hasil 83,1 responden tidak menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki, serta latar
belakang budaya yang beranggapan bahwa memiliki anak dalam jumlah yang banyak adalah sebuah rezeki yang harus disyukuri dan tidak ada leluhur mereka yang meyakini
bahwa perlu membatasi jumlah anak, serta pandangan agama yang tidak melarang seseorang untuk memiliki anak dan tidak membatasi hal tersebut.
Sebanyak 18 orang 27,8 responden menyatakan setuju bahwa mereka merasa malu jika menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki. Hal ini terbukti dari
data yang diperoleh, bahwa 54 orang 83,1 responden tidak menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki Selain dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, peneliti juga
mengansumsikan hal ini terjadi karena masih kurangnya pemberian informasi kepada masyarakat tentang alat kontrasepsi pada laki-laki dan pentingnya partisipasi suami
dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki untuk mewujudkan keberhasilan program KB, masyarakat juga masih merasa tabu jika suami menggunakan alat
kontrasepsi terkait dengan tradisi dan persepsi masyarakat bahwa yang menggunakan alat kontrasepsi hanya wanita.. Hal ini sesuai dengan keterangan BKKBN, 2004 yang
menyatakan bahwa penyebab masih rendahnya partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki karena terbatasnya informasi dan sosialisasi kepada
Universitas Sumatera Utara
masyarakat mengenai hal tersebut dan sasaran utama dari KB dan pelayanan kesehatan tentang kontrasepsi adalah perempuan, serta persepsi di masyarakat yang menganggap
bahwa hanya wanita yang menjadi sasaran untuk keberhasilan program KB, serta perndapat dari Siswono, 2005 yang menyatakan rendahnya partisipasi suami dalam
KB karena terbatasnya alat kontrasepsi bagi laki-laki dan persepsi masyarakat bahwa yang menggunakan alat kontrasepsi hanyalah wanita. Namun, ada 40 orang 61,5
responden tidak merasa malu jika menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki. Hal ini mungkin terjadi terkait dengan latar belakang pendidikan dan penerimaan informasi
baik melalui televisi, media cetak, radio, dll. Individu yang berpendidkan SMU dan Perguruan Tinggi, mungkin akan lebih baik dalam hal penerimaan dan penyerapan
informasi yang diterimanya. Sebanyak 48 orang 73,9 responden tidak setuju dengan pernyataan yang
menyatakan bahwa tidak ada gunanya suami berpartisipasi dalam penggunaan alat kontrasepsi. Hal ini terkait dengan pernyataan penelitian sebelumnya mengenai
pentingnya partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Mayoritas responden setuju bahwa sangat diperlukan partisipasi suami dalam KB dan
sebagian besar responden tidak merasa malu menggunakan alat kontrasepsi pada laki- laki. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang diperoleh, bahwa 33 orang
50,1 responden yang setuju untuk menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki, namun diperoleh data 9 orang 13,8 responden menggunakan kondom dan 2 orang
3,1 responden menggunakan metode senggama terputus. Sedikitnya responden yang telah menggunakan metode atau alat kontrasepsi pada laki- laki dapat juga
disebabkan oleh faktor istri yang telah menggunakan alat kontrasepsi, kurang tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan khususnya tentang kontrasepsi laki-laki, serta
Universitas Sumatera Utara
penggunaan alat kontrasepsi bagi laki-laki yang bertentangan dengan pandangan budaya dan agama. Selain itu, diperoleh hasil yang menyatakan bahwa 36 orang
55,4 responden setuju jika istri saja yang menggunakan alat kontrasepsi. Sebanyak 31 orang 47,7 responden tidak mau menggunakan alat
kontrasepsi pada laki-laki, hal ini sesuai dengan sedikitnya jumlah responden yang telah menggunakan metode ataupun alat kontrasepsi pada laki-laki, 25 orang 38,55
responden yang setuju bahwa alat kontrasepsi pada laki-laki akan memberikan lebih banyak kerugian daripada keuntungan, 11 orang 16,9 responden tidak tahu tentang
pentingnya partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki dan 51 orang 78,4 responden yang menyatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi pada
laki-laki akan mengganggu kepuasan dalam hubungan seksual Peneliti mengansumsikan hal ini terkait dengan hubungan pengetahuan, persepsi dan sikap.
Seseorang yang memiliki pengetahuan baik, akan memiliki persepsi dan sikap yang baik pula. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Hariastuti, 2008 yang menyatakan
bahwa masalah dan tantangan program KB adalah rendahnya partisipasi suami dalam KB di Jawa Timur, dengan jumlah suami yang menggunakan kondom 1,3, vasektomi
0,2, senggama terputus 2,2, dan pantang berkala 1,5. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa 63 orang 96,9 responden
memiliki persepsi positif dan 2 orang 3,1 responden memiliki persepsi negatif tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Namun, hal ini berbanding terbalik
dengan jumlah responden yang menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki. Hal ini sesuai dengan BKKBN, 2004 bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki adalah informasi dan sosialisasi tentang alat kontrasepsi dan pentingnya partisipasi suami dalam penggunaan
Universitas Sumatera Utara
alat kontrasepsi pada laki-laki, persepsi di masyarakat bahwa wanita yang harus menggunakan alat kontrasepsi, keterbatasan pelayanan kesehatan untuk kontrasepsi
pada laki-laki serta sikap negatif dari pembuat kebijakan. Jadi, persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki tidak dipengruhi oleh pengalaman suami
yang pernah menggunakan alat kontrasepsi pada laki-laki. Namun, dalam pemilihan sampel seharusnya harus lebih proporsional jumlah responden yang menggunakan
masing-masing alat kontrasepsi pada laki-laki agar lebih mewakili dan dapat dilihat apakah ada juga hubungan pengalaman pemakaian alat kontrasepsi pada laki-laki
dengan persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB 5, menunjukkan bahwa 86,2 responden memiliki persepsi positif terhadap definisi dan manfaat alat
kontrasepsi pada laki-laki, dan 84,6 responden memiliki persepsi positif terhadap jenis metode dan alat kontrasepsi pada laki-laki, serta 98,5 responden memiliki
persepsi positif tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa persepsi suami tentang penggunaan alat kontrasepsi pada
laki-laki di Lingkungan XIII Kelurahan Tegal Sari Mandala 3 Kecamatan Medan Denai adalah positif 96,9.
6.2 Rekomendasi
a. Untuk Praktek Keperawatan
Dari hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa 96,9 responden memiliki persepsi positif tentang penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Hal ini merupakan
awal yang baik untuk pembentukan sikap yang positif juga untuk mewujudkan partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi pada laki-laki. Sangat diperlukan
pemberian informasi berupa penyuluhan ataupun konseling mengenai alat kontrasepsi pada laki-laki untuk lebih meningkatkan partisipasi suami. Namun78,4 responden
menyatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi akan mengganggu kepuasan dalam hubungan seksual, sehingga hal ini dapat memberikan kesempatan kepada praktik
keperawatan agar memberikan penjelasan tentang konsep kepuasan seksual karena hal ini merupakan sesuatu yang bersifat subjektif.
Universitas Sumatera Utara