b. Tingkat Irigasi
Varietas padi tersebut untuk mencapai potensi aktualnya harus didukung oleh irigasi dan kondisi lahan tanamnya. Tingkat irigasi pada
program disimpan sebagai variabel irig dan ditampilkan pada frame terpisah, yaitu frm_irig. Tampilan frm_irig dapat dilihat pada Gambar
7. Pada Tabel 4 dan Tabel 5 ditunjukkan perbandingan hasil panen dengan tingkatan irigasi yang digunakan.
Irigasi teknis yaitu suatu sistem irigasi yang dilengkapi alat pengatur dan pengukur air pada head work, bangunan bagi dan
bangunan sadap sehingga air terukur dan teratur sampai bangunan bagi dan sadap, diharapkan efisiensinya tinggi. Irigasi semiteknis, yaitu
suatu sistem irigasi dengan konstruksi pintu pengatur dan alat pengukur pada bangunan pengambilan head work saja, sehingga air hanya
teratur dan terukur pada head work saja dan diharapkan efisiensinya sedang. Irigasi sederhana, yaitu sistem irigasi yang konstruksinya
dilakukan dengan sederhana, tidak dilengkapi dengan pintu pengaturan dan alat pengukur sehingga air irigasinya tidak dapat diatur dan tidak
terukur, dan disadari efisiensinya rendah. Irigasi tadah hujan adalah irigasi yang mengandalkan air hujan sebagai sumber irigasinya,
sehingga efisiensi yang dihasilkan sangat rendah. Tabel 4. Perbandingan hasil padi dengan jenis irigasinya Asnawi,
1988 Irigasi
Hasilha ton beras Perbandingan
Teknis 3.26
100 Semi teknis
2.92 89.57
Sederhana 2.65 81.29 Tadah hujan
1.90 58.28
Tabel 5. Perbandingan produktivitas padi dengan tingkat irigasinya Rosegrant dan Pasandaran, 1990
Produktivitas Irigasi
Perbandingan ton GKGha
Teknis 5.15
100
Semi teknis 4.87
94.56 Sederhana
4.50 87.38
Tadah hujan 3.11
60.39
c. Kondisi Lahan
Kondisi lahan dapat diketahui dengan menganalisis kandungan hara dalam tanah. Dalam program, kondisi lahan tingkat kesuburan
disimpan sebagai variabel sbr dan ditampilkan dalam frame terpisah, yaitu frm_lahan. Tampilan frm_lahan dapat dilihat pada Gambar 6.
Adanya kekurangan unsur hara dalam tanah dapat diketahui dengan beberapa cara, misalnya:
1. Analisis tanah
Contoh-contoh tanah diambil dari lapangan kemudian dianalisis di laboratorium terhadap pH, kapasitas tukar kation Ca,
Mg, K, Na, N, P, bahan organik, tekstur dan sebagainya sehingga diketahui kadar unsur hara tersebut di dalam tanah. Apabila kadar
unsur hara yang ada dalam tanah dibandingkan dengan kebutuhan unsur hara bagi masing-nasing tanaman, maka akan diketahui apakah
kadar unsur-unsur hara dalam tanah tersebut sangat rendah kurang, rendah, sedang atau tinggi cukup.
2. Gejala-gejala pertumbuhan tanaman
Kekurangan unsur hara dapat memperlihatkan gejala-gejala pertumbuhan tertentu. Misalnya kekurangan Fe akan menyebabkan
chlorosis, kekurangan N menyebabkan tanaman kerdil, dan sebagainya.
3. Analisis tanaman
Kekurangan unsur hara dalam tanah juga dapat dilihat dari hasil analisis tanaman. Misalnya dengan mengambil contoh daun,
kemudian dianalisis di laboratorium. 4.
Percobaan di lapangan Percobaan-percobaan pertumbuhan dan produksi tanaman
biological test di lapangan dengan berbagai macam dan jumlah pupuk dapat mengetahui kekurangan-kekurangan unsur hara yang
perlu ditambahkan ke dalam tanah.
5. Percobaan pot di kamar kaca
Percobaan-percobaan biological test dapat pula dilakukan di kamar kaca dengan menggunakan pot. Contoh-contoh tanah diambil
dari daerah yang akan diteliti kemudian dengan berat tertentu dimasukkan ke dalam pot dan ditanami dengan tanaman tertentu pula
dan ditambahkan pupuk menurut jenis dan jumlah yang direncanakan sebagian tanpa pupuk. Dari pertumbuhan atau
produksi tanaman yang ada dapat diketahui kekurangan dan kebutuhan akan unsur hara dari tanah dan tanaman tersebut.
Potensi aktual didapatkan dengan mempertimbangkan ketiga faktor di atas, yaitu varietas yang digunakan oleh petani, tingkat irigasi, dan
kondisi lahan yang dimiliki petani. Keluaran yang dihasilkan ditampilkan dalam dua satuan, yaitu ton GKPha Gabah Kering Panen dan ton
GKGha Gabah Kering Giling. Konversi dari GKP menjadi GKG adalah dengan mengalikan angka dalam GKP dengan faktor 0.9 sehingga
didapatkan nilai dalam satuan GKG. Pemakaian dua satuan ini ditujukan untuk kemudahan bagi pengguna. Penyuluh-penyuluh pertanian dan petani
di daerah Bogor terbiasa menggunakan satuan GKP untuk menghitung hasil produktivitas. Kondisi ini mungkin berbeda dengan penyuluh dan
petani di daerah lainnya.
d. Status Hara Tanah