terkecil terjadi pada bulan Agustus sebesar 2,5 mm dengan debit puncak 0,106 m3s. Terlihat pada tabel, pada curah hujan yang mulai meningkat setelah
bulan kering Mei – Oktober tidak disertai oleh peningkatan debit dan debit sedimen yang drastis. Pada saat ini laju infiltrasi tanah masih tinggi.
Rasio debit terhadap hujan pada tahun 2003 adalah sebesar 21,62 sedangkan pada tahun 2004 sebesar 24,36. Dengan menggunakan
persamaan pada neraca air, dimana presipitasi merupakan jumlah dari debit dan evapotranspirasi, maka berdasarkan rasio tersebut dapat diketahui hujan
yang turun pada tahun 2003 sebesar 21,62 dan tahun 2004 sebesar 24,36 menjadi debit sedangkan sisanya teruapkan melalui evapotranspirasi dan
masuk ke dalam tanah. Hal ini selain dipengaruhi curah hujan juga dipengaruhi oleh karakteristik penggunaan lahan di DTA Cilebak. DTA
Cilebak didominasi oleh kawasan hijau hutan, semak belukar dan ladangtegalan seluas 341,034 Ha, sedangkan kawasan pemukiman dan
sawah yang jenuh atau sulit ditembus air sebesar 61,416 Ha. Kemampuan tumbuhan hijau untuk menguapkan air mempunyai pengaruh yang cukup
besar dalam menentukan neraca air di DTA Cilebak. Hal ini akan mengurangi air yang akan menjadi limpasan dan mengisi air tanah, selain itu pada kondisi
hujan dengan durasi dan intensitas yang tinggi kawasan hijau terutama hutan akan dapat meresapkan air dengan baik karena kondisi perakaran yang kuat
dan adanya serasah penutup tanah.
3. Hidrograf
Hidrograf aliran dapat memberikan gambaran tentang kondisi suatu daerah aliran sungai. Hidrograf dapat menggambarkan karakteristik limpasan
langsung dan aliran air tanah yang masing – masing dapat diketahui secara terpisah. Hasil perhitungan dari data yang diambil pada SPAS dengan
menggunakan AWLR menunjukkan beberapa kejadian hujan yang menghasilkan run off dan hidrograf yang berlainan. Hasil pengukuran
hidrograf dari beberapa kejadian hujan dapat dilihat pada Tabel 16, sedangkan untuk perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 19.
Tabel 19. Kondisi hidrograf pada beberapa kejadian hujan di DTA Cilebak
Tanggal CH mm
Intensitas hujan
mmmenit Tp
jam Tb
jam Qp
m
3
s Tebal
run off mm
Koef. run
off Vol.
DRO m
3
170205 15,5
0,17 0,5 1 0,308 0,079 0,5 315,71
300305 39,5 0,33
1 1,5 34,956 15,909 40,3 63675,07
120705 44.8 3.35
0,5 5
0,814 1,281 2,9 5128,81 311005 31,8
0,18 1
2 1,409 0,896 2,8 3587,86
021105 17.7 0.06
1,5 3,5 0,407 0.355 2 1421,53
Rata - Rata
29,86 0,82 0,9 2,5 8,319 3,704 9,7
14825,79 Keterangan :
CH = Curah hujan
Tb = waktu dasar Tp
= Waktu mencapai puncak Qp = Debit puncak
Vol. DRO = Volume aliran permukaan
Dari tabel di atas Tabel 19 dapat diketahui rata – rata waktu yang dibutuhkan untuk mencapai debit puncak dan waktu mencapai dasar adalah
sebesar 0,9 jam 54 menit dan 2,5 jam 150 menit. Hal ini menunjukkan DTA Cilebak mempunyai karakteristik hidrograf aliran dengan waktu naik
yang lebih cepat dibandingkan waktu untuk mencapai dasar. Dengan menggunakan analisis hidrograf sepert yang terlampir pada Lampiran 19,
curah hujan yang jatuh di daerah outlet tidak meningkatkan debit secara signifikan.
Dengan menggunakan informasi yang terdapat pada hidrograf waktu rata – rata yang dibutuhkan untuk terjadinya peningkatan debit sungai dari waktu
awal terjadinya hujan adalah sebesar 3,2 jam. Debit aliran yang meningkat berasal dari air yang mengalir dari daerah yang lebih tinggi dari daerah outlet.
Hal ini terjadi karena terdapatnya waktu konsentrasi yang dibutuhkan oleh suatu aliran dari titik yang paling jauh dalam waktu mengalir ke tempat yang
ditentukan setelah tanah menjadi jenuh dan depresi – depresi kecil terpenuhi Arsyad, 2000. Dalam hal ini titik tertentu tersebut adalah outlet. Sehingga
dapat diketahui bahwa kenaikan debit disebabkan adanya aliran air yang berasal dari hulu. Waktu naik Tp debit sampai pada debit puncak crest
membutuhkan rata – rata waktu selama 0,9 jam 54 menit. Hal ini merupakan salah satu ciri dari sungai di bagian hulu yang memiliki hidrograf
aliran dengan waktu naik dan menurun cepat.
Berdasarkan hasil perhitungan pada data tanggal 30 Maret 2005 yang merupakan salah satu kejadian ekstrim dimana puncak debit Qp dapat
mencapai 34,956 m
3
s, empat setengah kali lebih besar dari debit rata – rata pada bulan Maret Tabel 15 dengan tebal run off dan DRO lebih besar dari
rata – rata. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh pengaruh perebedaan jumlah curah hujan, intensitas angin, kelembaban tanah dan evapotranspirasi yang
terjadi. Curah hujan dengan rata – rata intensitas sebesar 0,82 mmmenit mampu
menghasilkan ketebalan run off sebesar 3,704 mm, volume DRO sebesar 14825,79 m
3
dan menimbulkan koefisien limpasan sebesar 9.7. Besarnya volume aliran langsung berkaitan dnegan nilai koefisien run off C. Koefisien
run off menunjukkan perbandingan antara besarnya run off terhadap besarnya
curah hujan. Koefisien run off yang bervariasi dapat timbul karena adanya perbedaan
laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui koefisien run off terkecil terjadi pada tanggal 17
Februari 2005 sebesar 0,5 sedangkan terbesar pada tanggal 30 Maret 2005 sebesar 40,3. Hal ini memberikan informasi bahwa nilai run off berada
dalam kondisi yang rendah sampai dengan sedang karena nilai koefisien run off
berada di bawah 50. Kriteria ini berdasarkan pernyataan Cook’s dan Kazumi Ueda 1971 dalam PPK – UGM 1989 , bahwa nilai run off berkisar
antara 75 -100 merupakan kelas ekstrim, 50 - 75 merupakan kelas tinggi, 25 - 50 merupakan kelas sedang dan 0- 25 merupakan kelas
rendah. Terjadinya limpasan air yang besar menunjukkan bahwa DAS pada
bagian hulu tersebut tidak lagi mampu menyerap curah hujan yang ada sehingga air yang diterima sebagian besar langsung dialirkan melalui aliran
permukaan run off ke sungai. Terbatasnya jumlah air yang masuk ke dalam tanah juga berdampak pada sedikitnya jumlah air yang memasok air tanah
groundwater. Disamping itu besarnya limpasan permukaan dapat menimbulkan erosi, yang dicirikan oleh warna air sungai yang keruh tidak
jernih.
4. Sediment Delivery Ratio