Secara fisiografis daerah penelitian memiliki tingkat penyebaran ketinggian yang beragam. Variasi ketinggian berkisar antara 837,5 mdpl
sampai dengan 1937,5 mdpl yang tersusun oleh unit-unit dataran, perbukitan dan pegunungan rendah Lampiran 4.
C. Curah Hujan
Berdasarkan data curah hujan dari hasil pengukuran pada Stasiun Pengamat Aliran Sungai SPAS selama 2 tahun 2003 – 2004 dapat
diketahui bahwa curah hujan tahunan rata – rata adalah sebesar 1403,7 mm, dengan rata – rata curah hujan bulanan sebesar 117.
Sebaran curah hujan pada daerah penelitian terlihat perbedaan musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan pada umumnya dimulai pada bulan
November – April, sedangkan bulan kering dimulai pada bulan Mei – Oktober. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 12, yang memperlihatkan curah
hujan rata – rata bulanan. Perhitungan curah hujan harian tahun 2003 dan tahun 2004 dapat diketahui pada Lampiran 5 dan 6.
Gambar 12. Grafik rata – rata hujan bulanan
D. Tanah dan Geologi
Berdasarkan Peta Tanah Semi Detail DAS Citarum Hulu pada daerah penelitian terdapat tanah dengan golongan Asosiasi Inceptisol, Alfisol,
Mollisol, golongan Mollisol dan golongan Mollisol, Inceptisol. Asosiasi
50 100
150 200
250 300
350 400
Cu ra
h Hu
ja n
m m
Jan Mar
Mei Juli
Sept Nov
Bulan
Tahun 2003 Tahun 2004
Inceptisol dan Mollisol didominasi oleh jenis tanah Aquic eutropepts, Typic paleudalfs, Aquic hapludoll, Typic argiudoll, Oxic argiudoll, Typic hapludoll
dan Typic eutropepts. Sedangkan untuk golongan Mollisol didominasi jenis tanah Oxic argiudoll dan Typic hapludoll.
Tanah Mollisol berkembang dari batu endapan kapuran, napal dan andesit – basalt, koral dan volkan intermediate, pada fisiografi dataran, karst,
perbukitan, pegunungan dengan bentuk wilayah berombak sampai bergunung. Inceptisol berkembang pada aneka penampilan fisografi, bahan induk dan
iklim. Tanah Alfisol berkembang dari aneka bahan induk, yang mencakup : batu beku batu beku dalam batu plutonik ultramafik, basalt, breksi –
andesit, batu endapan batu kapur batu gamping, batu lempung batu pasir, napal, batu malihan dan bahan volkanik. Tanah ini menempati loka pada
ketinggian beberapa meter sampai 3.000 mdpl dengan muka air tanah yang tinggi sampai berpengatusan baik, pada fisiografi volkan, pegunungan,
perbukitan, karst, angkatan, lipatan atau dataran, dengan bentuk wilayah datar sampai bergunung. Peta penyebaran golongan tanah dapat dilihat pada
Lampiran 7. Berdasarkan
peta land system
padanan bentuk lahan pada DTA Cilebak terbagi menjadi dua tipe. Tipe pertama berupa daratan yang terbentuk akibat
pengaruh aliran lava basa sedang yang agak tertoreh. Litologi Jenis batuan atau mineral murni berupa batuan beku basa dengan jenis basal, andesit,
breksi, tefra berbutir halus. Bentuk lahan tipe kedua merupakan pegunungan yang berbentuk basaltic stratovolcanoesyoung intermediate. Litologi berupa
batuan beku dasar berupa andesit, basalt, tefra berbutir halus dan kuarsa berbutir halus.
E. Penggunaan Lahan
Identifikasi penggunaan lahan dilakukan berdasarkan hasil observasi di lapangan dan peta penggunaan lahan. Peta penggunaan lahan menggunakan
Peta Rupa Bumi Indonesia Tahun 1999 dan dilakukan cek lapangan pada saat ini untuk mengetahui perubahan pola penggunaan lahan. Secara umum kondisi
penutupan lahan pada DTA Cilebak terjadi penurunan luasan lahan berhutan,
di antaranya disebabkan oleh semakin meningkatnya pengkonversian kawasan penggunaan lahan hutan menjadi kawasan budidaya non kehutanan. Hal ini
dipengaruhi oleh adanya peningkatan jumlah penduduk yang semakin membutuhkan lahan garapan dan perkembangan kegiatan pembangunan
lainnya. Selain itu, juga ditambah semakin maraknya perambahan lahan dan illegal
logging serta secara periodik sering terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan.
Pada praktek penggunan lahan pada daerah penelitian ditemui adanya tumpang tindih penggunaan lahan, praktek penggunaan dan pengelolaan lahan
yang tidak tepat serta terjadinya perambahan hutan. Hal – hal tersebut menimbulkan peluang besar bagi terbentuknya perluasan lahan terbuka dan
lahan kritis yang sangat rentan terhadap erosi. Penggunaan lahan di daerah penelitian dapat dikategorikan menjadi
enam jenis penggunaan lahan, yaitu : kebun campuran, sawah, semak belukar, hutan, pemukiman dan ladangtegalan. Penyebaran penggunaan lahan dapat di
lihat pada Lampiran 8. Tabel di bawah ini menggambarkan luasan maupun persentase dari masing – masing jenis penggunaan lahan :
Tabel 9. Jenis penggunaan lahan
Jenis Penggunaan Lahan Luas Ha
Persentase
Hutan Kebun Campuran
Ladang, Tegalan Pemukiman
Sawah Semak Belukar
54,510 2,527
151,460 38,956
22,19 132,537
14,0631 0,652
39,075 7,471
4,545 34,193
Total
400,24 100
Berdasarkan tabel di atas, semak belukar merupakan jenis penggunaan lahan dengan luasan kedua terbesar, yaitu sebesar 132,537 ha 34,193.
Semak belukar merupakan kawasan yang didominasi oleh jenis tumbuhan semak, perdu, herba maupun rumput. Pada daerah penelitian, semak belukar
ini terbentuk akibat rusaknya hutan. Masyarakat sekitar membuka hutan untuk dijadikan ladang kebun. Pembukaan lahan tersebut dilakukan dengan jalan
melalui pembakaran hutan. Pembakaran tersebut seringkali melewati batas
area yang diinginkan sehingga merusak kawasan hutan lebih luas lagi. Pada kawasan yang terbuka ini tidak dilakukan penangan lebih lanjut sehingga
terbengkalai dan menumbuhkan tanaman semak belukar. Semak belukar ini berada di daerah topografi yang curam sampai sangat curam sehingga
memerlukan penanganan yang serius untuk mencegah terjadinya erosi dan longsor.
Gambar 13. Penggunaan lahan hutan kerapatan rendah Hutan merupakan areal yang didominasi oleh pepohonan, semai, dan
semak belukar. Hutan yang tersisa pada daerah ini terletak di topografi yang berlereng curam, bukit dan puncak gunung dengan kerapatan yang rendah. Hal
ini sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, dikarenakan dilakukannya kegiatan pembakaran hutan oleh masyarakat untuk beralih fungsi menjadi
ladang maupun perkebunan. Kondisi ini menjadikan kawasan hutan menjadi tidak produktif lagi dan fungsinya sebagai daerah resapan menjadi tidak
signifikan. Kawasan hutan seharusnya memiliki proporsi terbesar karena terletak di
daerah hulu. Pada kasus ini, dengan semakin berkurangnya hutan, erosi pada puncak gunung dapat terlihat dengan jelas karena tidak adanya penutupan
tajuk. Luasan lahan hutan primer yang cenderung semakin berkurang dan sebaliknya areal-areal semak belukar maupun alang-alang yang semakin
meluas tentu dapat mengakibatkan lahan yang terbuka menjadi semakin luas atau sebaliknya luasan penutupan lahan land covering menjadi semakin
sedikit. Kondisi lahan seperti itu sangat rentan dan dapat meningkatkan laju limpasan air permukaan surface runoff maupun tanah tererosi.
Ladang tegalan merupakan jenis usaha tani lahan kering dengan jenis tanaman semusim atau tahunan. Pada umumnya tanaman yang diusahakan
adalah jagung, ubi jalar, kacang tanah, ketimun, cabai, yang ditanam secara kombinasi dengan menggunakan tanaman tersebut dengan banyak dua sampai
tiga jenis tanaman.Petani yang mendapatkan pengairan dari sumber air, menggunakan lahannya secara rotasi antara ladang dan sawah. Pada musim
kemarau lahannya digunakan sebagi ladang dan pada musim penghujan digunakan sebagai areal sawah. Petani yang tidak mendapatkan pengairan
menggunakan sistem ladang secara terus menerus dengan 3 – 4 kali musim tanam dengan jenis tanaman yang berbeda – beda untuk setiap jangka waktu
tersebut. Sawah merupakan areal pertanian lahan basah yang ditanami secara
monokultur dengan tanaman padi. Usia tanam padi sampai dengan panen berkisar antara 5 – 6 bulan, sesudah masa panen pada umunya petani
mengganti jenis penggunaan lahan dengan jenis ladang, dengan tanaman jagung, singkong, ketimun, ubi jalar dan sebagainya. Areal persawahan
terletak pada daerah hilir DTA Cilebak dengan kondisi topografi yang relatif
datar.
Kebun campuran merupakan lahan yang ditumbuhi oleh tanaman pangan dan tanaman tahunan termasuk pohon – pohonan. Secara umum, pada kebun
campuran dapat ditemui tanaman pangan dan tahunan seperti tomat, ketimun, pisang, pohon buah – buahan atau kehutanan lainnya, seperti alpukat, mangga,
bambu dan sengon. Masyarakat mengkombinasikan cara penanaman ini dengan maksud selain memperoleh hasil yang lebih cepat dari tanaman
pangan mereka juga memiliki investasi dari pohon buah – buahan atau kehutanan yang waktu panennya lebih lama.
Pemukiman merupakan areal yang didominasi oleh rumah dan bangunan lainnya. Jarak antar rumah relatif rapat, namun ada pula yang letaknya
terpencar. Pemukiman tersebar dari daerah hilir sampai daerah hulu, mendekati ke arah kaki gunung dan gunung.
F. Karakteristik Daerah Aliran Sungai 1. Arah Aliran