1
I. PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Menurut undang-undang RI No 7 Tahun 1996 tentang Pangan, pada Bab II mengenai Keamanan Pangan, pasal 10 tentang Bahan Tambahan
Makanan dicantumkan, 1 Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apapun sebagai bahan tambahan
pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang telah ditetapkan . 2 Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang
dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal
sebagaimana pada ayat 1. Bakso merupakan salah satu produk olahan daging yang sangat
populer. Banyak orang menyukainya, dari anak-anak sampai orang dewasa. Meski bakso sangat memasyarakat, ternyata pengetahuan masyarakat
mengenai bakso yang aman dan baik untuk dikonsumsi, masih kurang. Hal ini terbukti dengan masih banyak beredarnya bakso yang menggunakan formalin
dan tetap dikonsumsi. Maraknya penggunaan formalin pada bahan makanan merupakan berita
yang sangat mengejutkan pada penghujung tahun 2005 dan awal tahun 2006, walaupun sebenarnya masalah tersebut sudah muncul ke permukaan sejak
beberapa tahun lalu. Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan BB POM telah melakukan uji laboratorium pada 761 sampel makanan di beberapa kota
besar di Indonesia. Hasilnya beberapa jenis makanan olahan, yaitu mie basah, bakso, tahu, dan ikan asin, positif mengandung formalin. Hal yang
memprihatinkan adalah kenyataan bahwa formalin tidak saja ditemukan pada bahan makanan yang dijual di pasar tradisional, tetapi juga ditemukan pada
bahan makanan yang dijual di beberapa supermarket besar Anonim, 2006. Menurut Standar Nasional Indonesia SNI, bakso adalah produk
makanan berbentuk bulatan atau lain yang diperoleh dari campuran daging ternak dengan kadar daging tidak kurang dari 50.
2 Pemasaran bakso di pasar tradisional umumnya dilakukan pada kondisi
suhu ruang dan lingkungan yang kurang saniter. Kondisi tersebut didukung oleh faktor internal bakso yaitu kandungan protein yang tinggi, pH mendekati
netral, Kadar air sekitar 80, dan a
w
sebesar 0.95 menyebabkan masa simpannya sangat singkat yaitu umumnya hanya mencapai 12 jam atau
maksimal 1 hari Widyaningsih, 2006. Di lain pihak industri bakso umumnya memiliki target masa penyimpanan bakso pada suhu ruang adalah 4 hari, yaitu
1 hari di pabrik, 1 hari di pedagang grosir, 1 hari di pedagang menengah, dan 1 hari di pedagang keliling. Bahan pengawet sering kali ditambahkan pada
saat perebusan akhir dalam proses produksi bakso, misalnya formalin. Ada beberapa hal yang menyebabkan peningkatan pemakaian formalin
sebagai bahan pengawet makanan, antara lain 1 harganya sebesar Rp. 7000liter, jauh lebih murah dibanding pengawet lainnya, seperti natrium
benzoat Rp. 20000kg atau potasium sorbat Rp.70000kg, 2 jumlah yang digunakan tidak perlu sebesar pengawet lainnya, misalnya 1 liter formalin
komersil 37-40 untuk 10 ton ikan laut sedangkan untuk dosis penggunaan natrium benzoat sebesar 0.1 dari bahan yang akan diawetkan, 3 mudah
digunakan untuk proses pengawetan karena bentuknya larutan, pada umumnya 0.15-0.25 ml formalin komersil per 10 liter air, 4 waktu
pemrosesan pengawetan lebih singkat, 5 mudah didapatkan di toko kimia dalam jumlah besar, dan 6 rendahnya pengetahuan masyarakat produsen
tentang bahaya formalin Widyaningsih, 2006. Formalin bukan Bahan Tambahan Makanan, karena dapat
membahayakan kesehatan manusia. Pengaruh-pengaruh formalin atau formaldehid bagi kesehatan manusia dapat dilihat pada tabel 1.
3
Tabel 1 . Pengaruh formaldehid bagi kesehatan manusia
Pengaruh Bagi Kesehatan Konsentrasi formaldehid ppm
Tidak ada pengaruh ≤ 0.05
Ambang batas bau Odor threshold 0.05 – 1.00
Iritasi Mata 0.01 – 2.00
Iritasi dan kesulitan pernapasan 0.10 – 25.00
Kerusakan kronis paru – paru 5.00 – 30.00
Pembengkakan dan peradangan pada paru-paru
50.00 – 100.00 kematian 100.00
iritasi pada 0.01 ppm terjadi karena percampuran formaldehid dan polutan lain
Sumber : Manitoba Federation of Labour MFL Inc., 2004 Menurut Sukesi 2006, deformalinisasi pada bahan pangan cukup
mudah dilakukan, misalnya untuk deformalinisasi ikan asin dapat dilakukan dengan cara merendam ikan asin tersebut dalam 3 macam larutan, yakni air,
air garam, dan air leri. Menurut hasil penelitian Sukesi 2006, perendaman ikan asin dalam air selama 60 menit mampu menurunkan kadar formalin
sampai 61.25, dengan air leri air cucian beras mencapai 66,03, dan dengan air garam mampu menurunkan kadar formalin hingga 89,53. Pada
penelitian ini dilakukan deformalinisasi pada bakso daging sapi yang mengandung formalin dengan cara merendam bakso tersebut pada air panas,
lalu dikombinasikan dengan penggorengan atau perebusan bakso selama 10 menit.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengurangi kadar formalin deformalinisasi pada bakso daging sapi, sehingga memenuhi kriteria sebagai berikut 1 residu
formalin pada bakso ≤ 0.05 ppm, 2 memiliki keawetan ≥ 4 hari pada suhu
kamar, dan 3 nilai Total Plate Count TPC dengan batas maksimal menurut SNI sebesar 1.0 x 10
5
kolonigram.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA A.