Hasil Uji Keawetan Bakso secara Visual

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Daging merupakan salah satu bahan pangan yang mudah rusak perishable. Daging diolah menjadi produk-produk olahan daging dengan tujuan memperpanjang umur simpan dan meningkatkan nilai tambahnya. Produk olahan daging yang sangat dikenal oleh masyarakat adalah bakso. Bakso merupakan produk pangan berbentuk bulatan atau lain, yang diperoleh dari campuran daging ternak, dengan kadar daging tidak kurang dari 50. Menurut Widyaningsih 2006, faktor internal bakso yaitu kandungan protein yang tinggi, pH mendekati netral, Kadar air sekitar 80, dan a w sebesar 0.95 menyebabkan masa simpannya sangat singkat yaitu umumnya hanya mencapai 12 jam atau maksimal 1 hari. Dalam upaya memperpanjang umur simpan bakso, pihak industri kerap kali menambahkan formalin saat perebusan akhir dalam proses produksi bakso sebanyak tiga sendok makan kedalam 50 liter air untuk 50 kg bakso atau sekitar 250 ppm. Namun menurut Manitoba Federation of Labour MFL Inc. 2004, batas konsentrasi formaldehid yang tidak berpengaruh terhadap kesehatan manusia hanyalah sebesar ≤ 0.05 ppm. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan perlakuan deformalinisasi dengan cara merendam bakso yang mengandung formalin dalam air panas yang diikuti proses perebusan selama 10 menit atau penggorengan dan dilanjutkan dengan analisis kuantitatif kadar residu formaldehid pada bakso dan analisis total mikroba sehingga bakso tersebut dapat dikatakan aman untuk dikonsumsi, serta dilakukan uji keawetan secara visual warna, bau, kelengketan, dan kekerasan dari bakso selama penyimpanan 4 hari pada suhu ruang.

A. Hasil Uji Keawetan Bakso secara Visual

Uji keawetan bakso secara visual merupakan uji kuantitatif mutu sensoris dari bakso yang dilakukan dengan mengacu pada tabel 6 nilai mutu sensoris bakso yang dibuat dengan cara mengamati dan mencatat perubahan atribut penampakan, warna, rasa, bau, dan tekstur selama batas waktu yang ditentukan. Pada tiap industri bakso bisa saja memiliki tabel nilai mutu sensoris yang berbeda baik skala maupun penilaian terhadap atribut-atribut yang diamati tergantung kebijakan QAQC pada industri tersebut. Uji keawetan 22 bakso secara visual ini sangat erat hubungannya dengan kelayakan bakso secara organoleptik untuk dikonsumsi. Pada penelitian ini, peneliti mengamati sampel bakso segar tanpa formalin yang kemudian dikonversikan menjadi nilai-nilai mutu sensoris yang dijadikan acuan dalam penilaian uji keawetan sampel bakso secara visual. Nilai-nilai mutu sensoris yang dijadikan acuan peneliti dapat dilihat pada tabel 6. Hasil pengamatan uji keawetan sampel bakso pada beberapa variasi kadar formalin yang ditambahkan dapat dilihat pada gambar 1. 1 2 3 5 6 1 2 3 4 5 6 7 0.05 50 150 250 Dosis Penambahan Formalin pada air rebusan ppm Um u r si mp a n h ari Gambar 1. Kurva hasil uji keawetan secara sensoris pada sampel bakso dengan beberapa variasi konsentrasi formalin. Selama penyimpanan, mutu sensoris bakso yang dapat dikatakan baik adalah bakso yang memiliki penampakan bulat halus tanpa lendir, warna abu- abu cerah, bau khas daging rebus, rasa daging dominan dan enak, serta tekstur yang kompak, elastis dan kenyal. Sedangkan mutu bakso yang buruk adalah 1 adanya lendir, 2 teksturnya rapuh, 3 adanya jamur, dan 4 berbau asam dan tengik. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, sampel bakso kontrol memiliki umur simpan hanya 1 hari, sampel bakso dengan formalin 0.05 ppm memiliki umur simpan 2 hari, sampel bakso dengan formalin 50 ppm memiliki umur simpan 3 hari, sampel bakso dengan formalin 150 ppm memiliki umur simpan 5 hari, dan sampel bakso dengan formalin 250 ppm memiliki umur simpan 6 hari. 23 Konsentrasi formaldehid yang ditambahkan dalam air perebusan akhir dalam pembuatan bakso sangat mempengaruhi besarnya kadar formaldehid yang terserap kedalam bakso dan umur simpan bakso tersebut pada suhu ruang. Semakin besar kadar formaldehid yang terserap maka umur simpan bakso tersebut pada suhu ruang akan semakin lama. Hal ini erat kaitannya dengan fungsi formaldehid sebagai antimikroba. Formaldehid dapat merusak bakteri. Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah formaldehid berkombinasi dengan asam amino bebas dari protein pada protoplasma sel, merusak nukleus, dan mengkoagulasi protein sehingga mikroba tidak dapat berkembangbiak Fazier dan Westhoff, 1988. Perlakuan penambahan formalin juga mempengaruhi tingkat kekenyalan bakso tersebut, dimana perlakuan penambahan formalin membuat tekstur bakso menjadi lebih kenyal. Mekanismenya adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut, protein mengeras dan tidak dapat larut Barnen and Davidson, 1983. Bakso memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sehingga semakin banyak formaldehid yang berikatan dengan protein tersebut akan menyebabkan kekenyalan bakso meningkat. Hal serupa juga diungkapkan oleh Oktaviani 2005, kekenyalan mie yang diberi perlakuan penambahan formaldehid 300 ppm meningkat, hal ini disebabkan formaldehid bereaksi membentuk ikatan silang dengan gugus ε-NH 2 dari asam amino lisin. Penelitian kemampuan formaldehid dalam melakukan ikatan silang pada protein telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Biopolimer yang berasal dari film tepung biji kapas akan memiliki daya sobek maksimum maximum puncture force yang tinggi jika ditambahkan formaldehid. Formaldehid dapat bereaksi dengan lisin dan menghasilkan ikatan silang protein yang akan memperkuat struktur biopolimer film tepung biji kapas Marquie et al.,1997. Marquie et al. 1997 juga menambahkan bahwa perubahan sifat mekanis dari film gluten gandum juga disebabkan oleh ikatan silang metilen yang terbentuk akibat reaksi formaldehid dengan grup asam amino bebas lisin. Bentuk ikatan silang metilen tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Protein ─ Lys – NH – CH 2 – NH – Lys ─ Protein 24

B. Hasil Analisis Total Mikroba