24
B. Hasil Analisis Total Mikroba
Analisis mikrobiologi yang dilakukan pada penelitian ini adalah Total Plate Count
TPC bakteri, kapang dan khamir dari sampel yang ditumbuhkan pada media Plate Count Agar PCA dengan suhu inkubasi 30ºC
selama 2 hari. Parameter Total Plate Count TPC pada produk pangan sangat penting
diperhatikan karena parameter ini erat hubungannya dengan keamanan produk pangan tersebut untuk dikonsumsi dan tingkat kerusakan produk pangan . Oleh
karena kesadaran betapa pentingnya parameter ini, hampir semua produk pangan memiliki regulasi batasan maksimal Total Plate Count TPC yang
terdapat di dalam SNI. Menurut SNI 01-3818 1995, bakso daging sapi memiliki batas maksimal Total Plate Count TPC sebesar 1.0 x 10
5
kolonigram. Pada penelitian ini, analisis total mikroba dilakukan pada sampel bakso
dengan kadar formalin yang ditambahkan sebesar 250 ppm karena konsentrasi ini merupakan konsentrasi aktual di industri bakso dan bakso dengan
konsentrasi formalin 250 ppm memiliki umur simpan pada suhu ruang terlama yaitu 6 hari. Hasil analisis total mikroba dapat dilihat pada gambar 2.
2.40E+04 2.70E+05
1.70E+06 1.40E+07
1.00E+00 1.00E+01
1.00E+02 1.00E+03
1.00E+04 1.00E+05
1.00E+06 1.00E+07
1.00E+08
kontrol Ho sampel Ho
sampel H4 sampel H6
To ta
l M ik
ro ba
k o
loni gr
a m
Gambar 2. Hasil analisis Total Plate Count pada sampel bakso dengan
konsentrasi formaldehid 250 ppm Hasil pengamatan parameter Total Plate Count TPC pada sampel
bakso dengan perlakuan penambahan konsentrasi formalin 250 ppm
25 menunjukkan hasil sebagai berikut: untuk kontrol pada hari ke-0 memiliki nilai
TPC sebesar 2.7 x 10
5
kolonigram, sampel pada hari ke-0 memiliki nilai TPC sebesar 2.4 x 10
4
kolonigram, sampel pada hari ke-4 memiliki nilai TPC sebesar 1.7 x 10
6
kolonigram, dan sampel pada hari ke-6 memiliki nilai TPC sebesar 1.4 x 10
7
kolonigram. Nilai TPC pada kontrol dan sampel hari ke-0 menunjukkan nilai total
mikroba awal pada produk bakso tersebut. Nilai total mikroba awal dari suatu produk pangan sangat mempengaruhi umur simpan dari produk tersebut. Nilai
total mikroba awal dari produk bakso menjadi hal penting yang harus diamati karena bakso memiliki sifat keasaman rendah, pH yang tinggi, Aw 0,85 dan
kadar air yang tinggi sehingga bakteri mudah berkembang. Pengamatan pada kontrol hari ke-1 permukaannya sudah mulai
berlendir, mulai terdeteksi bau kurang enak dan teksturnya sedikit lengket. Sedangkan pada sampel dengan penambahan formalin hari ke-6 permukaannya
mulai berlendir dan sampel hari ke-7 sudah ditumbuhi kapang. Menurut Frazier dan Westhoff 1988, jumlah populasi mikroba pada saat terbentuknya lendir
adalah 3.0 x 10
6
sampai 3.0 x 10
8
kolonigram sampel dan jumlah populasi mikroba saat terdeteksi bau kurang enak adalah 1.2 x 10
6
sampai 10
8
.
Keterangan : a =Kerusakan mikrobial umumnya belum terdeteksi, kecuali pada susu segar yang
kemungkinan asam pada kisaran 10
5
-10
6
. b = Beberapa produk pangan telah menunjukkan tanda-tanda awal kerusakan.
c = Timbul off-odor pada daging yang disimpan dalam kondisi aerobik, serta sayur-sayuran. d = Hampir semua produk menunjukkan tanda-tanda kerusakan yang nyata. Pembentukkan
lendir banyak terjadi pada daging yang disimpan pada kondisi aerob. e = Pada tahap ini terjadi perubahan struktur produk.
Gambar 3. Jumlah kandungan mikroba produk pangan sebagai indikator
kebusukan Jay, 1996
26 Dari fenomena diatas, dapat dijelaskan bahwa formaldehid lebih bersifat
bakteriostatik daripada bakterisidal karena kemampuannya untuk memperlambat laju pertumbuhan mikroba dan reaksi dari formaldehid tersebut
berjalan lambat. Pada umumnya mikroba pembentuk lendir termasuk genus
Pseudomonas, Achomobacter, Streptococcus, Leuconostoc, Bacillus, Micrococcus
dan beberapa species Lactobacillus Frazier dan Westhoff, 1988. Formaldehid memiliki daya antimikroba yang cukup luas, yaitu terhadap
Staphylococcus aureus, Eschericia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aerogenosa, pseudomonas florescens, Candida albicans, Aspergillus niger,
atau Penicillium notatum Cahyadi, 2006. Sifat antimikrobial dari formaldehid merupakan hasil dari
kemampuannya menginaktivasi protein dengan cara mengkondensasi dengan asam amino bebas dalam protein menjadi turunan hidroksimetil. Kemampuan
dari formaldehid meningkat seiring dengan peningkatan suhu Cahyadi, 2006.
Mekanisme formalin sebagai pengawet juga dijelaskan oleh Fazier dan
Westhoff 1988, jika formaldehid bereaksi dengan protein sehingga
membentuk rangkaian-rangkaian antar protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi tersebut, protein mengeras dan tidak dapat larut. Formaldehid
berkombinasi dengan asam amino bebas dari protein pada protoplasma sel, merusak nukleus, dan mengkoagulasi protein
. Formaldehid dapat merusak bakteri. Pada reaksi formaldehid dengan
protein, yang pertama kali diserang adalah gugus amina pada posisi dari lisin di antara gugus-gugus polar dari peptidanya. Formaldehid selain menyerang
gugus ε-NH
2
dari lisin juga menyerang residu tirosin dan histidin Barnen and Davidson, 1983. Reaksi antara formaldehid dengan beberapa asam amino lisin
dapat diilustrasikan pada reaksi berikut: 2Prot-C
4
H
8
-NH
3
+ HCOH Prot-C
4
H
8
-NH-CH-NH-C
4
H
8
-Prot + H
2
O Lisin Formaldehid rangkaian protein air
Larutan formaldehid adalah desinfektan yang efektif melawan bakteri vegetatif, jamur, atau virus, tetapi kurang efektif melawan spora bakteri.
Formaldehid bereaksi dengan protein, dan hal tersebut mengurangi aktivitas
27 mikroorganisme. Larutan formaldehid 0.5 dalam waktu 6-12 jam dapat
membunuh bakteri dan dalam waktu 2-4 hari dapat membunuh spora. Sedangkan larutan formaldehid 8 dapat membunuh spora dalam waktu 18
jam Barnen and Davidson, 1983.
C. Hasil Analisis Kuantitatif Kadar Residu Formaldehid