Uji Kointegrasi HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengujian pada tingkat first difference menunjukkan bahwa pada semua variabel baik variabel dependen maupun independen sudah stasioner bahkan pada taraf 1 persen. Kestasioneran setiap variabel dapat dibuktikan melalui nilai ADF statistik yang jauh lebih kecil dari nilai kritis Mc Kinnon pada taraf 1, 5 dan 10 persen. Nilai negatif ADF statistic yang jauh lebih kecil dari nilai kritis Mc Kinnon pada taraf 1, 5 dan 10 persen menunjukkan kestasioneran variabel tersebut. Selain itu, kestasioneran keenam variabel tersebut dapat juga dibuktikan dengan nilai probabilitas prob keenam variabel yang barada di bawah taraf nyata 10 persen. Dengan hasil yang didapatkan pada Tabel 6, maka semua data yang digunakan dalam penelitian ini terintegrasi pada derajat satu I1.

4.2. Uji Kointegrasi

Enders 2004 mengatakan bahwa sistem persamaan jangka panjang dapat diperoleh dari variabel-variabel yang tidak stasioner sekalipun, asalkan terjadi kointegrasi pada variabel-variabel tersebut sehingga dapat diperoleh kombinasi linier antar variabel atau antar variabel-variabel yang bersifat stasioner. Pengujian kointegrasi dilakukan untuk memperoleh hubungan jangka panjang antar variabel. Tahap awal uji kointegrasi Engle-Granger adalah meregresi persamaan dan mendapatkan nilai residual dari regresi tersebut. Hasil regresi persamaan adalah: ULN_GDP = 3,934519 – 7,861596 GD_GDP – 0,059429 INF – 0,066392 PE – 0,269561 LIBOR 14 Tabel 7. Hasil Estimasi Persamaan Jangka Panjang Variabel Koefisien Std. Error t-statistik Prob C 3,934519 1,053710 3,733968 0,0006 GD_GDP -7,861596 1,058811 -7,424931 0,0000 INF -0,059429 0,036251 1,639371 0,1092 PE -0,066392 0,097302 -0,682322 0,4991 LIBOR -0,269561 0,149554 -1,802426 0,0792 R-Squared Adj R-Squared Durbin-Watson stat 0,680411 0,647633 0,836551 Mean Dependent var F-Statistic Prob F-Statistic 4,799166 20,75796 0,000000 Sumber: Lampiran 6 Berdasarkan Tabel 7 di atas, variabel GD_GDP, LIBOR dan konstanta C memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel ULN_GDP pada derajat kepercayaan 10 persen. Sedangkan variabel INF dan PE tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hasil analisis persamaan utang luar negeri adalah: 1. Koefisien GD_GDP yang negatif sebesar 7,861596 berarti apabila terjadi kenaikan sebesar satu satuan miliar rupiah pada GD_GDP maka volume utang luar negeri pemerintah akan menurun sebesar 7,861596 satuan miliar rupiah. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa defisit keuangan pemerintah bukan merupakan penyebab pemerintah untuk melakukan pinjaman ke luar negeri. Hal ini bertolak belakang dengan alasan utama pemerintah untuk melakukan penarikan pinjaman. Nilai probalilitas variabel GD_GDP adalah 0,0000. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan α=10 sehingga variabel GD_GDP adalah signifikan mempengaruhi variabel dependennya. 2. Koefisien inflasi menunjukkan nilai positif sebesar 0,059429. Hal ini berarti bahwa apabila terjadi kenaikan sebesar satu satuan persen pada inflasi maka volume utang luar negeri pemerintah akan meningkat sebesar 0,059429 satuan persen. Kondisi ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Tinggi rendahnya tingkat inflasi menjadi salah satu tolak ukur kondisi perekonomian. Kondisi yang seharusnya terjadi adalah ketika inflasi meningkat, pihak donator pinjamanutang akan mempertimbangkan ulang untuk memberikan pinjamanutang ke Indonesia. Akan tetapi sesuai hasil penelitian yang didapatkan, ketika inflasi meningkat, volume penyerapan utang luar negeri juga turut meningkat. Hal ini mungkin terjadi karena pihak donatur tidak terlalu memperhitungkan kondisi perekonomian suatu negara karena bagaimanapun, utang menimbulkan adanya pengembalian kembali ke negara donatur. Sehingga pihak donatur tidak perlu merasa khawatir tentang pengembalian utangpinjaman dari negara debitur. Akan tetapi berdasarkan uji signifikansi, variabel INF memiliki probabilitas 0,1092. Nilai ini lebih besar dari taraf nyata yang digunakan α=10 sehingga variabel INF tidak signifikan mempengaruhi variabel dependennya. 3. Koefisien pertumbuhan ekonomi PE menunjukkan nilai negatif sebesar 0,066392. Hal ini berarti bahwa ketika terjadi peningkatan dalam pertumbuhan ekonomi kondisi ekonomi membaik, maka volume penyerapan utang luar negeri akan menurun sebesar 0,066392 satuan persen. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Ketika pertumbuhan ekonomi meningkat, hal ini menunjukkan bahwa kondisi perekonomian semakin baik. Hal ini akan mendorong pemerintah untuk mengurangi volume penyerapan utang luar negeri, karena kondisi pertumbuhan ekonomi sudah baik. Berdasarkan uji signifikansi, probabilitas PE adalah 0,4991. Nilai ini lebih besar dari taraf nyata yang digunakan sehingga dapat disimpulkan bahwa PE tidak signifikan mempengaruhi variabel dependennya. 4. Koefisien LIBOR menunjukkan nilai yang negatif sebesar 0,269561. Hal ini berarti bahwa apabila terjadi kenaikan sebesar satu satuan persen pada LIBOR maka volume utang luar negeri pemerintah akan menurun sebesar 0,269561 satuan persen. LIBOR atau London Inter Bank offer Rate tingkat suku bunga internasional adalah tingkat suku bunga pinjaman yang dikenakan kepada negara-negara penerima pinjamanutang. Ketika nilai LIBOR meningkat, maka Indonesia akan mempertimbangkan ulang keputusan untuk melakukan pinjaman atau tidak. Karena besar kemungkinan Indonesia akan mengembalikan utang tersebut dalam jumlah yang lebih besar. Nilai probalilitas variabel LIBOR adalah 0,0792. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan α=10 sehingga variabel LIBOR adalah signifikan mempengaruhi variabel dependennya. Hasil yang didapatkan pada pengujian LIBOR sesuai dengan hipotesis yang diajukan sebelumnya. 5. Nilai konstanta C dalam permodelan adalah positif sebesar 3,934519. Hal ini berarti jika semua variabel bernilai nol, maka utang luar negeri cenderung akan meningkat sebesar 3,934519 satuan milliar rupiah. Nilai probabilitas sebesar 0,0006 menunjukkan bahwa C memberikan pengaruh yang signifikan dalam permodelan. Nilai koefisien determinasi R-Squared adalah sebesar 0,6804 yang berarti bahwa variasi variabel endogennya dapat dijelaskan secara linear oleh variabel bebasnya di dalam persamaan sebesar 68,04 persen, dan sisanya sebesar 31,96 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan. Dari hasil uji F didapatkan bahwa variabel-variabel eksogen mampu menerangkan variabel endogen yang ditunjukkan oleh nilai P-value= 0,00000 yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar 10 persen α=10. Nilai ini menunjukkan bahwa persamaan di atas telah mendukung keabsahan model. Atau dengan kata lain bahwa pengaruh yang ditimbulkan oleh keseluruhan variabel independen bebas terhadap variabel dependennya terikat adalah baik. Setelah meregresi persamaan jangka panjang, langkah berikutnya adalah menguji akar-akar unit terhadap nilai residual U dengan menggunakan metode ADF. Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai residual U persamaan utang luar negeri ternyata stasioner pada tingkat level. Hal ini terlihat dari nilai ADF yang lebih kecil dari nilai kritis Mc Kinnon baik dalam taraf 1 persen, 5 persen dan 10 persen. Kestasioneran ini juga dapat ditunjukkan melalui nilai probabilitas prob yang berada di bawah taraf nyata yang digunakan 10 persen. Hasil uji stasioneritas terhadap residual menunjukkan semakin menguatkan bahwa diantara variabel-variabel yang digunakan terdapat kointegrasi. Tabel 8. Uji Akar Unit Tingkat Level Terhadap Residual Persamaan Jangka Panjang Utang Luar Negeri. Nilai Kritis Mc Kinnon Variabel Nilai ADF 1 5 10 Prob Ket U -3,278654 -3,592462 -2,931404 -2,603944 0,0222 S Sumber: Lampiran 7 Keterangan: S= Data stasioner pada tingkat kepercayaan 1, 5 dan 10. Berdasarkan Tabel 8, nilai ADF statistic sebesar -3,278654 jauh lebih kecil dari nilai kritis Mc Kinnon pada taraf 5 dan 10 persen menunjukkan bahwa nilai residual adalah stasioner pada tingkat level. Selain itu, nilai probabilitas U prob sebesar 0,0222 yang berada di bawah taraf nyata 10 persen α=10 juga menjelaskan kestasioneran residual U tersebut. Dengan demikian terbukti bahwa terdapat kointegrasi dalam model sehingga perumusan ECM dapat dilanjutkan.

4.3. Error Correction Model ECM