Kurva Laffer Utang Debt Laffer Curve

Berdasarkan status penerimaan pinjaman, pinjaman dibagi atas 1 pinjaman pemerintah, yaitu pinjaman yang dilakukan oleh pihak pemerintah; dan 2 pinjaman swasta, yaitu pinjaman yang dilakukan oleh pihak swasta. Sedangkan berdasarkan persyaratan pinjaman, pinjaman dibagi atas 1 pinjaman lunak, yaitu merupakan pinjaman yang berasal dari lembaga multilateral maupun negara bilateral yang dananya berasal dari iuran anggota untuk multilateral atau dari anggaran negara yang bersangkutan untuk bilateral yang ditujukan untuk meningkatkan pembangunan. Bunga dari pinjaman lunak maksimum 3.5 persen dengan jangka waktu pengembalian 25 tahun atau lebih, dan masa tenggang grace period sekurang-kurangnya tujuh tahun. Pinjaman lunak biasanya mengandung hibah sekurang-kurangnya 35 persen dari total pinjaman; 2 pinjaman setengah lunak, yaitu pinjaman yang memiliki persyaratan pinjaman yang sebagian lunak dan sebagian lagi komersial; dan 3 pinjaman komersial yaitu pinjaman yang bersumber dari bank atau lembaga keuangan dengan persyaratan yang berlaku di pasar internasional pada umumnya. Tingkat bunga yang berlaku di pasar internasional antara lain LIBOR ditambah margin sekitar 0.5-1.5 persen.

2.1.3. Kurva Laffer Utang Debt Laffer Curve

Kurva Laffer menggambarkan hubungan antara kemampuan membayar utang luar negeri dengan jumlah utang luar negeri pada negara debitur. Peningkatan stok utang dapat menurunkan ability to pay dari negara debitur. Hal ini dikarenakan stok utang yang tinggi dapat berakibat terhadap buruknya perekonomian melalui tereduksinya kemampuan membayar utang luar negeri Batiz dan Batiz, 1994. Gambar 2. Kurva Laffer Utang Sumber: Batiz dan Batiz, 1994, hal 322. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa segmen AB menggambarkan stok utang luar negeri yang lebih tinggi demikian juga peningkatan dalam kemampuan membayar utang oleh dalam negeri expected debt payment. Hal ini dikarenakan stok utang masih relatif kecil. Kedua peningkatan memiliki proporsi yang sama dikarenakan pada tingkat utang yang rendah, kreditur dapat mengharapkan pembayaran yang penuh dari debitur. Pada tingkat utang di atas X 1, terdapat probabilitas dimana debitur tidak mampu untuk membayar utangnya secara penuh. Sedangkan segmen BC menggambarkan bagaimana kemungkinan kemam- puan pembayaran utang sebagai respon dari tingkat utang yang semakin tinggi. Setelah X 2 ke kanan daerahsegmen CD, peningkatan utang akan mengurangi kemampuan untuk membayar utang tersebut. Selanjutnya pada tahap ini, utang akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Akumulasi utang yang besar akan menimbulkan kewajiban pembayaran yang besar pula. Hal ini dapat memaksa pemerintah untuk menaikkan tingkat pajak, sebagai salah satu sumber penerimaan negara yang efektif. Pajak yang tinggi tentunya akan menurunkan gairah investasi di dalam negeri dan menurunkan usaha produktif. Sebagai akibatnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin rendah dan kemampuan untuk melunasi utang juga akan semakin rendah. Di titik D menunjukkan reduksi utang akan meningkatkan kemampuan membayar utang dimana debitur dan kreditur akan mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang didapatkan kreditur adalah pelunasan pokok dan bunga utang sementara keuntungan debitur adalah meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi reduksi utang biasanya hanya akan diberikan kepada negara miskin yang tingkat utangnya sangat tinggi dan tidak memiliki kemampuan untuk membayar heavily indebted countries. Kurva Laffer menunjukkan bahwa pada bagian kiri dari kurva adalah ”good side” dari kurva yakni meningkatkan nilai pembayaran utang luar negeri. Sementara jika terjadi debt overhang yaitu suatu kondisi dimana negara tidak memiliki kemampuan untuk membayar utang secara penuh dan pembayaran aktual tergantung dari pelaksanaan kebijakan ekonomi. Hal ini menunjukkan bagian ”wrong side” dari kurva Laffer.

2.1.4. Utang Luar Negeri dalam Perpotongan Keynesian